Anda di halaman 1dari 22

ANALISA PENGARUH FLOODWAY KRUENG ACEH TERHADAP BANJIR YANG

TERJADI DI BANDA ACEH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II


pada Jurusan Magister Teknik Sipil
Sekolah Pascasarjana

Oleh :

TAUVAN ARI PRAJA


S 100 090 009

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
ANALISA PENGARUH FLOODWAY KRUENG ACEH TERHADAP
BANJIR YANG TERJADI DI BANDA ACEH

ABSTRAK

Krueng Aceh adalah salah satu sungai yang mengalami dampak dari kejadian
gelombang tsunami pada tahun 2004. Dampaknya terjadi agradasi dikarenakan
sampah sisa tsunami, dan degradasi yang disebabkan pengambilan pasir besar-
besaran untuk rekonstruksi paska tsunami. Hal tersebut diperparah dengan
hilangnya data-data sungai dan desain Floodway akibat kejadian tsunami,
sehingga tidak diketahui seberapa besar terjadinya agradasi dan degradasi serta
kemampuan Floodway dalam megalirkan debit. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui luas dan kedalaman banjir di Banda Aceh akibat luapan Krueng Aceh
pada berbagai periode ulang (2, 5, 10, 25, dan 50 tahun), mengetahui ancaman
banjir di Banda Aceh, dan mengetahui efektifitas pembangunan Floodway Krueng
Aceh dalam mengurangi banjir yang terjadi di Banda Aceh besar.
Analisa genangan banjir dilakukan dengan pendekatan hidraulika
digabungkan dengan DEM untuk membatasi daerah yang terdampak banjir.
Perhitungan hidraulika dilakukan dengan menggunakan data debit dan di
jembatan Reudeup dan pasang tertinggi (HHWL) di hilir Krueng Aceh dan
Floodway. Simulasi yang dilakukan adalah membandingkan antara simulasi
sesudah dan sebelum ada Floodway. Simulasi dilakukan mengunakan model
numerik, dengan bantuan software Mike 11 GIS.
Berdasarkan data dan analisa dengan bantuan software Mike 11, dapat
diketahui bahwa peran Floodway dalam mengatasi banjir di Krueng Aceh sangat
signifikan hal ini dikarenakan Floodway mampu mereduksi debit dari hulu
Krueng Aceh sebesar 68,13%, sehingga hanya 31.87 % saja yang di alirkan ke
sungai utama Krueng Aceh. Sedangkan hasil Mike 11 GIS dengan di overlay
dengan landuse didapatkan hasil genangan yang terjadi di Krueng Aceh terjadi di
muara Floodway yang mengenangan tubuh air atau tambak, sehingga tidak
terdapat ancaman akibat genangan Krueng Aceh.
Kata kunci : banjir, genangan, pemodelan numerik, Krueng Aceh

ABSTRACT

Krueng Aceh was one of the rivers affected by the tsunami in 2004. The
impacts are agradation due to residual waste of the tsunami, and degradation
caused by massive large-scale sand mining for post-tsunami reconstruction. This
is worsened by the loss of river data and Floodway design due to tsunami attack,
therefore, how much the occurrence of agradation and degradation and the ability
of Floodway in flowing discharge are unknown. The purpose of this research is to
observe the width and depth of flood in Banda Aceh due to Krueng Aceh's return
periods (2, 5, 10, 25 and 50 years), to know the flood threat in Banda Aceh, and to
know the effectiveness of Floodway Krueng Aceh development in reducing the
floods in Banda Aceh.

1
Flood inundation analysis were conducted with a hydraulic approach
combined with DEM to limit flood-affected areas. Hydraulic calculations were
performed using the data of discharge and water level height on Reudeup bridge
and highest high water level (HHWL) on downstream of Krueng Aceh and
Floodway. The simulation is to compare the simulation of pre-floodway with that
of post-floodway. The simulation is executed with numerical using Mike 11 GIS
software.
Based on data and analysis using Mike software, it can be seen that
Floodway's role in overcoming floods in Krueng Aceh is very significant because
it is able to reduce the upstream discharge of Krueng Aceh by 68.13%, thus only
31.87% that flows into Krueng Aceh main river. While the results of Mike 11
GIS which is overleyed with landuse are obtained from the result of inundation
that occurred in Krueng Aceh; it occurs at Floodway estuary that inundates
embakments/ ponds, so there is no threat due to inundation of Krueng Aceh.
Keywords: flood, inundation, numerical modeling, Krueng Aceh

1. PENDAHULUAN
Pada tahun 2004 atau tepatnya tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.30 di Propinsi
Daerah Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terjadi gempa bumi
tektonik berskala 9 sklal richter. Dengan pusat gempa berada sekitar 200 km
sebelah barat daya Propinsi NAD, di Samudra Hindia. Gempa tersebut
menyebabkan gelombang tsunami, ketika itu hampir semua kota dan kabupaten di
pesisir barat rata disapu oleh gelombang tsunami. Gelombang tsunami tersebut
menimbulkan ribuan korban jiwa tewas, ratusan ribu rumah penduduk hancur,
berikut semua infrastrukturnya. Tak terkecuali infrastruktur sumber daya air dan
termasuk data desain infrastruktur tersebut.
Krueng Aceh adalah salah satu sungai yang mengalami dampak dari kejadian
gelombang tsunami. Dampaknya terjadi agradasi dikarenakan sampah sisa
tsunami, dan degradasi yang disebabkan pengambilan pasir besar-besaran untuk
rekontruksi paska tsunami. Hal tersebut diperparah dengan hilangnya data-data
sungai dan desain Floodway akibat kejadian tsunami.
Dari permasalahan di atas, diperlukan kajian “Analisa Pengaruh Floodway
Krueng Aceh Terhadap Banjir Yang Terjadi Di Banda Aceh”. Kajian ini
diharapkan bisa membantu sebagai masukan untuk kegiatan operasional dan
pemeliharaan Floodway.

2
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Mengetahui luas dan kedalaman genangan banjir di Banda Aceh akibat
luapan Kreung Aceh pada kejadian banjir dengan periode ulang 2, 5, 10,
25, dan 50 tahunan,
b. Mengetahui tingkat ancaman banjir di Banda Aceh yang terkena genangan
banjir.
c. Mengetahui efektifitas pembangunan Floodway Krueng Aceh dalam
mengurangi banjir yang terjadi di Banda Aceh?
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar masukan pengelolaan kepada
pengelola sungai Krueng Aceh dan pengelola penanganan bencana dalam
menentukan mitigasi dan penanganan bencana banjir, serta memberikan masukan
ilmu pengetahuan secara umum, terutama masalah teknologi pengendalian banjir.
Batasan masalah pada tesis ini adalah:
a. Pemodelan Numerik dengan menggunakan bantuan Sotfware Mike Mike 11
GIS
b. Sungai yang dimodelkan hanya pada bagian hilir dengan panjang Krueng
Aceh ± 26 Km mulai dari Jembatan Reudeup sampai Muara dan
Floodway.
c. Data – data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu data geometri,
debit, pasang surut, digital elevasi model (DEM) dan peta landuse.
d. Batasan model antara lain: model yang digunakan Hydrodynamic, time
step type (fixed 1 sec),lama simulasi 4 hari, ST time step multiplier 1, RR
time step multiplier 1, Initial condition (steady + parameter) dan
Hydrodynamic parameters lainya digunakan nilai default, dalam
kebanyakan kasus, nilai ini cukup untuk mendapatkan hasil simulasi yang
memuaskan (DHI Mike 11, 2008)
1.1 Pemodelan Banjir
Perkiraan banjir tidak dapat langsung karena genangan tergantung dari topografi
dan itu berubah seiring waktu (Dinamik). Ketika kedalaman aliran bankfull
terlampaui dalam kejadian banjir, air akan berhenti mengisi saluran utama dan air
akan meluap ke dataran banjir yang berbatasan. Hal ini membuat prediksi banjir
menjadi lebih rumit dan memerlukan proses yang lama. Informasi banjir dengan

3
tampilan visual membantu perencanaan lebih baik. Geographic Information
System (GIS) dapat digunakan untuk menampilkan daerah banjir, dan juga
digunakan untuk analisis peta genangan banjir untuk menghasilkan peta perkiraan
kerusakan akibat banjir dan peta Risiko banjir (Hausmann dan Webber, 1998;
Clark, 1998 dalam Goel, 2005). Untuk memperkirakan genangan banjir dengan
debit Periode ulang, bagaimanapun GIS harus dikombinasikan dengan metode
hidrologi/hidraulika (Goel, 2005).
Bates (2004) didalam Alho (2009) menyebutkan bahwa model hidraulik yang
dapat digunakan untuk pemetaan genangan banjir memerlukan empat tipe data
masukan: (1) data topografi untuk membuat model geometri; (2) Data aliran debit
aliran baik untuk memberi kondisi batas masukan atau keluaran; (3) estimasi
parameter kekasaran efektif pada grid; (4) data untuk validasi. Sanders (2007)
masih didalam Alho mengemukakan bahwa DEM dari sumber online di Amerika
Serikat dan dites menggunakan model hidrulika 2Dimensi dengan jenis aliran
steady dan unsteady dan menggunakan tinggi muka air, semakin data elevasi
digital semakin kecil presisinya maka normalnya luas genangan yang dihasilkan
semakin besar dan hasil terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan LiDAR-
DTM.
Menurut Kusuma, dkk., (2010) Model 1-D ini dipakai dengan asumsi bahwa
aliran sungai tetap satu arah walaupun banjir memenuhi saluran dan bantaran.
Bantaran yang dimodelkan tidak lebar sehingga aliran arah melintang saluran
diasumsikan dapat diabaikan. Air yang melimpas ke bantaran akan dilihat dari
lebihnya hidrograf aliran terhadap kapasitas saluran, sehingga volume yang
berlebih dianggap sebagai sumber genangan.
Mike 11versi 2005 dapat dipergunakan untuk perhitungan hidraulik satu dimensi,
dua dimensi dan kombinasi 1dimensi/2 dimensi. Dalam program ini dikenal dua
jenis tipe aliran yaitu aliran tetap (steady flow) dan aliran tidak tetap (unsteady
flow).
Aliran tetap (steady flow) adalah aliran dengan kedalaman air (h) tidak berubah
menurut waktu atau dapat dianggap tetap dalam suatu interval waktu, dengan
demikian kecepatan aliran juga tidak berubah menurut waktu, jadi ∂h/∂t = 0; ∂u/∂t
= 0. Aliran tidak tetap (unsteady flow) adalah apabila kedalaman air (h) berubah

4
menurut waktu : ∂h/∂t ≠ 0, demikian pula dengan kecepatannya yang berubah
menurut waktu : ∂u/∂t ≠ 0.
2. METODE
Pembuatan peta genangan banjir dilakukan dengan pendekatan hidraulika
digabungkan dengan DEM untuk membatasi daerah yang terdampak banjir.
Perhitungan hidraulika dilakukan dengan menggunakan data debit dan TMA di
jembatan Reudeup dan TMA di hilir Krueng Aceh dan Floodway.
Untuk memprediksi besaran luasan genangan banjir dilakukan pada debit Periode
ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahunan. Sebelum dilakukan simulasi genangan banjir
debit rencana, dilakukan kalibrasi model dengan menggunakan data pengukuran
debit dan TMA di jembatan Reudeupdan TMA di hilir Krueng Aceh dan
Floodway yang telah dilakukan Balai Litbang Sungai.
Dari hasil simulasi akan dibandingkan antara simulasi sesudah dan sebelum ada
Floodway. Hasil dari simulasi Mike 11 didapatkan perbandingan debit dan tma,
sedangakan simulasi Mike 11 Gis didapatkan perbandingan luas dan kedalaman
genangan. Gambar 1 menyajikan skema pemodelan.

Batas Hilir Batas Hilir Batas Hilir


(Pasang surut) Kampung Jawa (Pasang surut) Kampung Jawa (Pasang surut) Ulunaga

Lateral Inflow
Lateral Inflow W220Lateral
Krueng Aceh Inflow W220
W220Lateral Inflow
W220 Krueng Aceh Floodway

Lateral Inflow Lateral Inflow Lateral Inflow


W230Lateral Inflow Lateral Inflow W230Lateral Inflow W240Lateral Inflow
W230 W240Lateral Inflow W230 W240
W240

Lateral Inflow W250


Lateral Inflow Lateral Inflow Lateral Inflow W2010
W2010 W250

Input Infow Input Infow


(PDA Pasi) Jembatan Reudeup (PDA Pasi) Jembatan Reudeup

Tanpa Floodway Dengan Floodway

Gambar 1. Skema Pemodelan

5
2.1 Tahapan Penelitian

Mulai

Data Data Debit


Geometri dan TMA

Pengaturan Model,
memasukan data
(Geometri, Debit,
TMA) dan trial nilai
Manning

Kalibrasi
Model Mike
Simulasi Mike 11 11

Tidak

Tma sesuai antara


di model dan lapangan
Tidak
Data Debit
Periode Ulang
Pengatura Model: 2, 5, 10, 25
mengganti boundary dan 50
(data debit periode ulang
Ya
dan pasang surut) dan
menghilangkan geometri
Floodway Data Pasang
Surut

Pengatura Model
Data Debit
Simulasi
(mengganti boundary Simulasi Mike 11 periode
Data Pasang Y
model dengan data debit
Periode Ulang ulang 2,5,10,25 dan 50 Model Mike
Surut 2, 5, 10, 25
periode ulang dan a
dan 50
tahun 11 Kondisi
pasang surut
tanpa
Simulasi Floodway
Model Mike
Simulasi Mike 11 periode
ulang 2,5,10,25 dan 50 11 Kondisi
tahun Eksisting
DEM
modifikasi
Simulasi Mike 11 GIS
tanpa
Floodway

Peta Genangan Banjir Tata Guna


DEM Simulasi Mike 11 GIS Penggambaran Kala ulang 2,5,10,25 Lahan dan
Peta Genangan dan 50 tahun Google Earth

Banjir Mike 11
Tata Guna GIS Kondisi Penggambaran Peta
Peta Genangan Banjir
Lahan dan
Kala ulang 2,5,10,25 Eksisting Genangan Banjir Mike 11
Google
Earth
dan 50 tahun GIS Kondisi tanpa Floodway

Selesai

Gambar 2. Tahapan Penelitian

6
2.2 Bahan/ Materi Penelitian
Bahan dari penelitian ini adalah berupa data, data – data yang diperlukan berupa
sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Beberapa data yang
digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data yang sudah tersedia
TAHU
N JENIS SUMBER
DATA Lokasi N KETERANGAN
O DATA DATA
DATA
1 Geometri Floodwa 2015 AutoCa Jarak antar cross BWS
y d section rata-rata Sumatra1
per 50 m
2 Geometri Krueng 2016 Autocad Jarak antar cross Balai
Aceh section rata-rata Litbang
per 50 km Sungai
3 Debit DAS 2016 Exxel Periode ulang 2, 5, Balai
Periode Krueng 10, 25, dan 50 Litbang
ulang Aceh tahun Hita
4 Pasang Muara 2016 Laporan HHWL, MHWL, Balai
surut Krueng studi MSL, MLWL dan Litbang
Aceh LLWL Pantai
5. DEM DAS 2015 GIS DSM dan DTM BIG
Krueng
Aceh
6 Peta DAS 2011 - GIS Tata guna lahan BPDAS
Landuse Krueng 2016 Krueng
Aceh Aceh

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Pemodelan Mike 11
Hasil dari simulasi Mike 11 periode ulang 50 tahun disjikan pada Gambar 3
sampai Gambar 6. Gambar 3 menunjukan hasil simulasi Mike 11 Krueng Aceh
untuk ruas Jembatan Reudeup sampai muara Kampung Jawa, di tengah terlihat
ada penurun elevasi tinggi muka air yang di sebabkan oleh inlet floodway, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik Gambar 5 dan Gambar 6. Dimana pada
Gambar 5 terlihat bahwa TMA sebelum melewati percabangan floodway (Krueng
Aceh 13400) sebesar 7, 433 m dan setelah melewati percabangan turun menjadi
6,595 m (Krueng Aceh 13750) serta 6,51 m (Floodway 170,527). Sedangkan
untuk hidrograf hasil simulasi di pertemuan ditunjukan pada Gambar 6.

7
Gambar 3 Hasil Simulasi Mike 11 Krueng Aceh kondisi eksisting

Gambar 4 Hasil Simulasi Mike 11 Floodway kondisi eksisting

TMA di Antara Pertemuan Floodway Q50th


8 7.433
7
6.595 KRUENG ACEH 13400
6 KRUENG ACEH 13750
6.51
5 FLOODWAY 170.527
TMA (m)

4
3
2
1
0 60 120 180 240 300 360 420
Waktu (Jam)

Gambar 5 TMA Hasil Simulasi di Pertemuan Floodway

8
Debit di Antara Pertemuan Floodway Q50th
2500
2125.258
2000 KRUENG ACEH 13450
KRUENG ACEH 13725
Debit (m3/s)

1500 1518.333 FLOODWAY 146.522

1000

500 586.081

0
0 60 120 180 240 300 360 420
Waktu (Jam)
Gambar 6 Debit Hasil Simulasi di Pertemuan Floodway

Sedangkan untuk hasil simulasi kondisi tanpa floodway ditunjukan pada


Gambar 7 sampai Gambar 9.

Gambar 7 Hasil Simulasi Mike 11 Krueng Aceh tanpa Floodway

TMA di Antara Pertemuan Floodway Q50th


13
11 10.797
10.652
KRUENG ACEH 13400
9
TMA (m)

KRUENG ACEH 13750


7
5
3
1
0 60 120 180 240 300 360 420
Waktu (Jam)
Gambar 8 TMA Hasil Simulasi di Krueng Aceh tanpa Floodway

9
Debit di Antara Pertemuan Floodway Q50th
2500

2000 2033.335
2033.043
Debit (m3/s)

KRUENG ACEH 13450


1500
KRUENG ACEH 13725
1000

500

0
0 60 120 180 240 300 360 420
Waktu (Jam)

Gambar 9 Debit Hasil Simulasi di Krueng Aceh tanpa Floodway

3.2. Perbandingan Model Mike 11 dengan dan Tanpa Floodway


Perbandingan model ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas dari Krueng Aceh
tanpa Floodway serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Floodway dalam
mereduksi banjir. Berikut disajikan TMA Pengaruh Floodway pada peiode ulang
50 tahun (Gambar 10 ).
TMA Kala Ulang 50 Tahunan
13
Dengan Floodway
11
Tanpa Floodway
TMA (m)

9
7
5
3
1
0 5000 10000 15000 20000 25000
Jarak (m)
Debit Kala Ulang 50 Tahunan
2250
2000
1750
Debit(m3/s)

Tanpa Floodway
1500
Dengan Floodway
1250
1000
750
500
0 5000 10000 15000 20000 25000
Jarak (m)

Gambar 10 Pembandingan Debit dan TMA akibat Floodway di Krueng Aceh


pada Periode Ulang 50 Tahun

10
Berdasarkan data dan analisa dapat diketahui bahwa peran Floodway dalam
mengatasi banjir di Krueng Aceh sangat signifikan hal ini dikarenakan Floodway
mampu mereduksi debit dari hulu Krueng Aceh sebesar 68,13%, sehingga hanya
31.87 % saja yang di alirkan ke sungai utama Krueng Aceh. Hal ini dikarenakan
lokasi Floodway yang tegak lurus dengan sungai utama selain itu kapasitas
floodway lebih besar dari Krueng Aceh sehingga sebagian besar aliran akan
langsung mengalir ke Floodway. Berikut di tampilkan Tabel 2 persentase reduksi
debit akibat adanya Floodway
Tabel 2 Persentase Reduksi Debit Akibat Adanya Floodway
TMA Debit
Kala
No Tanpa Efektifitas Tanpa Efektifitas
Ulang Floodway Floodway
Floodway (m) Floodway m3/s %
1 2 6.39 4.05 2.34 645.03 211.71 433.32 67.18
2 5 7.67 4.88 2.79 1004.37 318.96 685.41 68.24
3 10 8.5 5.39 3.11 1280.38 394.95 885.43 69.15
4 25 9.56 5.98 3.58 1687.23 509.64 1177.59 69.79
5 50 10.35 6.41 3.94 2030.93 602.61 1428.32 70.33

3.3. Pemodelan Mike 11 Gis


Hasil Running Software Mike 11 Gis berupa genangan periode ulang 50 tahunan
yang di Overley dengan Peta Tata Guna tahan pada Gambar 11.
Berdasarkan Gambar 4.11, dapat dilihat bahwa genangan ditunjukan dengan
warna hijau, kuning dan merah. Warna tersebut merupakan simbol dari kelas
ancaman banjir, kelas ancaman tersebut antara lain: kelas ancaman rendah (warna
hijau, kedalaman 0-1 meter), kelas ancaman sedang (warna kuning, kedalaman 1-
2 meter), kelas ancaman tinggi (warna merah, kedalaman lebih dari 2 meter).
Genangan terjadi bukan hanya di Kota Banda Aceh saja, sehingga memberikan
gambaran antar batas DAS (daerah aliran sungai) dan batas administrasi berbeda.
Dari gambar tersebut terlihat juga, genangan yang terjadi di muara Floodway yang
mengenangi perairan darat atau tambak. Untuk luasan genangan dengan berbagai
periode ulang dapat dilihat pada Tabel 3.

11
Gambar 11 Genangan di Banda Aceh Periode ulang 50 Tahun Eksisting

Tabel 3. Genangan pada Berbagai Periode Ulang Kondisi Eksisting


Periode Luas Genangan (Ha) Genangan Tata Guna
No
Ulang Banda Aceh Total DAS Kedalaman Lama (jam) Lahan
1 2 tahun 253,86 525,20 0-1 m 04.00 Perairan Darat/
Tambak
2 5 tahun 1313,56 1701,44 0-1 m 12.36 Perairan Darat/
Tambak
3 10 tahun 1369,87 1840,12 0-1 m 16.00 Perairan Darat/
Tambak
4 25 tahun 1382,58 1957,02 1-2 m 20.24 Perairan Darat/
Tambak
5 50 tahun 1448,71 2082,17 1-2 m 22.24 Perairan Darat/
Tambak

Langkah – langkah pemodelan Mike 11 Gis kondisi tanpa Floodway sama dengan
pemodelan menggunakan Floodway, hanya yang membedakan adalah data
inputan DEM yaitu dengan mengilangkan alur Floodway menjadi dataran yang

12
lebih tinggi. Dan untuk hasil running software Mike 11 Gis di overley dengan peta
tata guna lahan di sajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Genangan di Banda Aceh tanpa Floodway pada Periode ulang 50


tahun
Berdasarkan analisis kapasitas Krueng Aceh tanpa Floodway yang ditunjukan
pada Tabel 4, Krueng Aceh masih bisa menampung debit sampai periode ulang
10 tahun. Sedangkan pada periode ulang 25 tahun terjadi genangan di pemukiman
sebesar 17,97 Ha dan pada periode ulang 50 tahun, genangan yang terjadi di
Banda Aceh meningkat signifikan yaitu sebesar 4202,85 Ha dengan rincian
pemukiman 2096,16 Ha dan bukan pemukiman sebesar 2106,69 ha. Dan
genangan didominasi warna merah yang artinya menunjukan bahwa kelas
ancaman banjir tinggi dengan kedalam kedalaman genangan lebih dari 2 meter.

Tabel 4 Rekap Genangan Kondisi Tanpa Floodway

Period Luas Genangan (Ha) Kedalama


No Banda Aceh Total DAS n
e
Genangan

13
Ulang Pemukima Non Krueng Aceh (m)
(tahun n Pemukiman
)
1 2 0 125,86 376,58 0-1
2 5 0 180,23 492,49 1-2
3 10 0 214,30 606,52 Lebih 2 m
4 25 17,97 1050,94 1530,71 Lebih 2 m
5 50 2096,16 2106,69 7162,30 Lebih 2 m

3.4. Perbandingan Genangan dengan dan Tanpa Floodway


Dari hasil perbandingan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa untuk debit periode
ulang 2 sampai 25 tahun genangan yang terjadi luas lebih dari kondisi eksisting,
hal ini disebabkan genangan yang malah berasal dari Floodway. Pada bagian hilir
Floodway terjadi sedimentasi dan diperparah dengan tanggul yang rendah,
sehingga air meluber ke kanan dan kiri Floodway. Penampakan tanggul yang
rendah dan sedimentasi disajikan pada Gambar 13, hal tersebut diperkuat dengan
overlay genangan periode ulang 5 tahun dan foto citra satelit Google Earth (17
Agustus 2015) yang ditunjukkan pada Gambar 14.
Sedangkan jika dibandingkan Gambar 11 dan Gambar 12 terlihat bahwa pada
kondisi eksisting genangan hanya terjadi di muara saja dengan luas 1448,71 Ha
dan tingkat ancaman rendah hingga sedang. Tetapi pada kondisi tanpa Floodway,
terjadi genangan yang hampir merata dengan luas 4202,85 ha dan tingkat
ancaman yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa peran Floodway sebagai
infrastruktur pengendali banjir di Banda Aceh sangat optimal untuk
menanggulangi banjir periode ulang 50 tahun.

14
Gambar 13. Kondisi Hilir Floodway

17 Agustus 2015

Muara
Floodway

Muara
Krueng
Aceh

Tanggul Terlalu rendah

Gambar 14. Genangan Priode Ulang 5 Tahun dan Overlay Google Earth di
Muara Krueng Aceh dan Floodway

4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a. Berdasarkan data dan analisa simulasi banjir dengan software Mike 11 GIS
dengan periode ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahun, didapatkan hasil bahwa
luas genangan banjir di sekitar Banda Aceh akibat luapan Krueng Aceh
dengan peran Floodway tidak terjadi di pemukiman, tetapi terjadi pada

15
perairan darat di bibir pantai. Pada kondisi eksisting dengan debit periode
ulang 2 tahun terjadi genangan dengan luas 253,86 Ha dengan kedalaman
sampai dengan 1 meter. Sedangan periode ulang 5 sampai 50 tahun terjadi
genangan yang tidak terlalu mencolok perubahannya yaitu 1313,56 Ha
hingga 1448,71 Ha dengan kedalaman hingga dari 1 m untuk periode 5
sampai 10 dan 1sampai 2 meter untuk periode 25 sampai 50 tahun.
b. Ancaman banjir terjadi pada tata guna lahan perairan darat, dengan tingkat
ancaman banjir sedang untuk periode ulang 25-50 tahun dan rendah untuk
periode ulang 2 sampai 10 tahun.
c. Pembangunan Floodway dalam mengatasi banjir di Krueng Aceh sangat
handal/ signifikan dikarenakan pada banjir periode ulang 2 sampai 50
tahun, Floodway mampu menurunkan TMA banjir 2,34 sampai 4,31 meter
di Krueng Aceh dan mengalirkan debit sebesar 67,18 % hingga 70,33 %,
sehingga debit yang melalui Krueng Aceh tidak lebih dari 30 saja.

4.2. Saran
Software hanyalah alat bantu, sehingga apapun software yang digunakan
perlu kalibrasi. Pada penelitian ini penulis melakukan kalibarasi sehingga kondisi
pemodelan bisa mencerminkan kondisi di lapangan. Untuk penelitian lebih lanjut
dapat dilakukan penelitian terhadap perubahan morfologinya.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Devy dan Lasminto, Umboro. 2017. Aplikasi Software FLO-2D untuk
Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin. JURNAL TEKNIK
ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539
Alho, P. Hyyppä, H. dan Hyyppä, J. 2009. Consequence of DTM Precision for
Flood Hazard Mapping: A Case Study in SW Finland. Nordic Journal of
Surveying and Real Estate Research 6:1 (2009) hal. 21–39.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Bambang Triatmodjo, 2013., “Hidrologi Terapan”, Beta Offset, Yogyakarta.

16
County of Sand Diego. 2007. Floodplain Management Plan. California.
Dewberry. 2008. Floodplain Analysis and Mapping Standards Guidance
Document. Charlotte-Mecklenburg Storm Water Services. Charlotte.
Fisher, P.F. and Tate, N.J. (2006) Causes and Consequences of Error in Digital
Elevation Models. Progress in Physical Geography, 30, 467-489.
Fraser, C. S. and Ravanbakhsh, M. 2011. Performance Of Dem Generation
Technologies In Coastal Environments. 7th International Symposium on
Digital Earth. Perth, Australia. 23 - 25 August 2011
Guna N. Paudyal (2002) Forecasting and warning of water-related disasters in a
complex hydraulic setting - the case of Bangladesh, Hydrological Sciences
Journal, 47:S1, S5- S18, DOI: 10.1080/02626660209493018
Goel, N.K., Than, Htay Htay., Arya, D.S. 2005. Flood Hazard Mapping In The
Lower Part Of Chindwin River Basin, Myanmar. International conference on
innovation advances and implementation of flood forecasting technology.
Tromsø, Norway.
Harto Sri, 2000. Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Nafiri, Jakarta.
Hausmann, P. and Weber, M. (1998), Possible Contributions of Hydroinformatics
to Risk Analysis in Insurance, In Proceeding of 2nd International Conference
on Hydroinformatics, Zurich, Switzerland, 9–13 September, Balkema,
Rotterdam.
Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberapa penyebab dan metode
pengendaliannya dalam perspektif Lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kusuma, M. S. B., Rahayu, H. P., Farid, M., Adityawan, M. B., Setiawati, T., &
Silasari, R. 2010. Studi Pengembangan Peta Indeks Risiko Banjir pada
Kelurahan Bukit Duri Jakarta. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 17 No 2, Agustus
2010. 123 - 134.
Maryono, A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tuteja, N.K., Shaikh, M., (2009) Hydraulic Modelling of the spatio-temporal
flood inundation patterns of the Koondrook Perricoota Forest Wetlands - The
Living Murray, 18th World IMACS / MODSIM Congress, Cairns, Australia

17
Slamet, N.S., 2017. Simulasi Genangan Banjir Menggunakan Data Aster Dem,
Jurnal Sumber Daya Air (P-ISSN : 1410-8399)(ISSN : 1907-0276)
Vu Minh Cat, Bui Du Duong (2007) Application Of Mike Package To Assess
Hydraulic Regimes And Flood Mapping When Construction Of Thermal
Power At The Mong Duong Estuary (Quang Ninh), Japan - Vietnam Estuary
Workshop 2007. Hochiminh, Vietnam

18

Anda mungkin juga menyukai