Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

MEMAHAMI PENDIDIKAN KEBANGSAAN,DEMOKRASI, DAN HAK ASASI


MANUSIA (KADEHAM)

A. LANDASAN PENDIDIKAN KADEHAM


Pendidikan Kadeham dalam arti luas merupakan proses yang berkaitan dengan
upaya pengembangan diri seseorang pada tiga aspek dalam kehidupannya. Ketiga
aspek tersebut meliputi pandangan hidup, siklus hidup, dan ketrampilan hidup. Upaya
mengembangkan ketiga aspek tersebut dilaksanakan dengan bentuk formal dalam
sistem perkuliahan. Dikatakan berbentuk formal perkuliahan karena upaya tersebut
diwujudkan dalam serangkaian kegiatan yang dirancang secara sistematis dan
dirumuskan dalam suatu kurikulum tertentu, dan disertai persyaratan yang ketat untuk
menyelenggarakan proses tersebut.
Sedikitnya ada faktor yang mempengaruhi dan membentuk ikatan kebangsaan,
yaitu: (1) sejarah, (2) ideologi, (3) budaya etnik, (4) agama, (5) ekonomi, (6) politik-
birokrasi, (7) hukum, (8) militer. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ikatan
kebangsaan di atas dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: faktor pertama hingga
keempat temasuk dalam kategori faktor-faktor kultural, sedangkan komponen kelima
hingga kedelapan termasuk dalam kategori faktor rasional-instrumel-struktural.
Misalnya, melalui kekuatan militer yang kuat dan otoritarian, sekelompok suku
bangsa dapat dipersatukan dalam sebuah negara bangsa (nation state), meskipun hal
ini tidak akan bertahan lama (Demmy Antoh, 2007).

Pengembangan dan internalisasi civic culture dapat dikatakan merupakan


salah satu tujuan penting bagi penyelenggaraan Pendidikan Kadeham atau Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education). Internalisasi civic culture tak bisa lain,
merupakan landasan utama bagi terwujudnya civil society. Dalam konteks Indonesia,
konsep civil society telah diterjemahkan secara beragam seperti “masyarakat madani”,
“masyarakat sipil”, “masyarakat adab” atau “masyarakat kewargaan”. Namun dalam
buku ini istilah civil society diartikan sebagai masyarakat adab, yaitu masyarakat yang
menghargai perbedaan, toleransi, berperilaku santun, demokratis, dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) (Trubus Rahardiansah, 2006).

1
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi atas kurangnya apresiasi
generasi muda (peserta didik) terhadap nilai-nilai nasionalisme, demokrasi, dan HAM,
yaitu:

1. Arah pendidikan cenderung telah kehilangan objektivitasnya.


2. Proses pendewasaan diri tidak berlangsung dengan baik di lingkungan perguruan
tinggi.
3. Proses pendidikan di perguruan tinggi sangat membelenggu peserta didik dan
dosen karena proses pembelajaran yang sangat ketat.
4. Beban kurikulum yang sedemikian berat, dan lebih parah lagi hampir sepenuhnya
diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif belaka.
5. Kalaupun ada materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi (seperti mata kuliah
umum), pada umumnya hanya disampaikan dalam bentuk verbalisme, yang
berakibat hanya sekedar untuk diketahui dan dihafalkan.
6. Pada saat yang sama peserta didik dihadapkan pada nilai-nilai yang sering
bertentangan (contradictory set of values).
7. Selain itu peserta didik juga mengalami kesulitan dalam mencari sosok teladan
yang baik di lingkungannya, karena prilaku sebagian para pendahulunya (senior)
jauh menyimpang dari nilai-nilai luhur bangsa.

Pendidikan kewarganegaraan yang efektif mencakup:

1. Pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya.


2. Pemahamam tentang rule of law, dan HAM seperti tercemin dalam rumusan-
rumusan, perjanjian dan kesepakatan internasional dan lokal.
3. Penguatan keterampilan partisipatif yang akan memberdayakan peserta didik
untuk merespon dan memecahkan masalah-masalah masyarakat mereka secara
demokratis.
4. Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian pada lembaga-lembaga
pendidikan dan seluruh aspek kehidupan masyarakat (Bhmueller & Patrick, 1999,
Azra, 2002).

2
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kebutuhan mendesak karena
beberapa alasan kuat lainnya,

1. Meningkatnya gejala dan kecenderungan political illiteracy, tidak paham politik


di kalangan warga negara.
2. Meningkatnya political apathism, yang terlihat antara lain dari relatif sedikitnya
jumlah warga negara yang memberikan suara dalam pemilu, pilkada atau terlibat
dalam proses-proses politik lainnya (Bahmueller & Patrick, 1999).

Bagi Universitas Trisakti, Pendidikan Kadeham mempunyai signifikan


mendasar, sebagai berikut:

1. Sebagai sarana untuk menanamkan rasa cinta tanah air, nilai kebangsaan,
demokrasi, dan Hak Asasi Manusia.
2. Pendidikan Kadeham merupakan karakteristik Universitas Trisakti.
3. Pendidikan Kadeham merupakan realisasi konkret dari sifat multikultural yang
dimiliki oleh sivitas akademika Universitas Trisakti, yang terdiri atas berbagai
latarbelakang suku, agama, ras, golongan dan sebagainya, sehingga nilai persatuan
dan kesatuan bangsa daat terus ditumbuhkankembangkan dalam suasana kampus
penuh rasa toleransi dan demokrasi.
1. Landasan Hukum
Pendidikan Kadeham bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Apresiasi ini diwujudkan dalam
bentuk bela negara, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 hasil Amandemen, yaitu
Pasal 27 Ayat 3, Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Ditegaskan kembali pada Pasal 30 Ayat 1, bahwa Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
2. Landasan Konseptual
Pendidikan Kadeham tidak sekedar untuk mengantar peserta didik untuk
memahami keragaman budaya, tetapi sekaligus mengantarkan mereka untuk
menghayati nilai-nilai bersama yang bisa di-sharing sebagai dasar dan pandangan
hidup bersama. Dengan pendidikan Kadeham, beragam keyakinan, tradisi, adat, dan
budaya akan memperoleh tempat dan posisinya secara wajar. Sikap simpati, apresiasi,
dan empati terhadap budaya yang berbeda akan tertanam. Hal ini bisa terjadi karena

3
pendidikan Kadeham memang menolak dominasi-hegemoni budaya yang berujung
pada terbangunnya kultur monolitik.

B. PENDIDIKAN KADEHAM DAN VISI INDONESIA 2030


Setiap bangsa memerlukan sebuah pernyataan visi yang jelas dengan
perpaduan antara fakta dan kemampuan yang ada dengan imajinasi di masa yang akan
datang guna mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk bekerja dan berusaha lebih
keras lagi saat ini.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa organisasi dunia telah
menunjukkan posisi Indonesia yang sangat tertinggal dari negara-negara lainnya (Cris
Verdiansyah,2007), khususnya dalam hal berikut:
1. Indeks Pembangunan Manusia (United Nations): peringkat 108 dari 177.
2. Indeks Kualitas Hidup (The Economist): peringkat 71 dari 111.
3. Indeks Kebebasan Ekonomi (Heritage Foundation/The Wall Street Journal):
peringkat 110 dari 157.
4. Indeks Persepsi Korupsi (Transparancy International): peringkat 130 dari 163.

Guna mengatasi berbagai masalah tersebut di atas, pada tanggal 22 Maret


2007 yang lalu, Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mencanangkan sebuah Visi Bangsa yang disebut dengan Visi Indonesia
2030 atau Visi 2030 yang diprakarsai oleh Yayasan Indonesia Forum (YIF). Visi ini
telah menetapkan dan sekaligus menentukan empat target pencapaian utamanya,yaitu:

1. Pada tahun 2030, dengan jumlah penduduk sekitar 285 juta jiwa, Product
Domestic Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai US$ 5,1 triliun atau bila kita
hitung dengan formulasi pendapatan perkapita mencapai US$ 18.000 per tahun
(Rp 13.500.000 per bulan). Dengan pencapaian tersebut Indonesia diperkirakan
akan berada pada posisi kelima ekonomis terbesar setelah China, India, Amerika
Serikat, dan Uni Eropa.
2. Terciptanya pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan.
3. Terwujudnya kualitas hidup modern dan merata.
4. Mengantarkan sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk dalam daftar “Fortune
500 Companies”.

4
C. HAKIKAT, VISI, DAN MISI, PENDIDIKAN KADEHAM
1. Hakikat Pendidikan Kadeham

Hakikat Pendidikan Kadeham betujuan membekali dan memantapkan peserta


didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia
yang Pancasilais dengan negara dan sesama warga negara. Dengan kemampuan dasar
diharapkan mhasiswa mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis,
estetis, dan dinamis, berpandangan luas, bersikap demokratis dan berkeadaban.

2. Visi, Misi, Tujuan Pendidikan Kadeham


Visi, Misi, Tujuan Pendidikan Kadeham secara umum adalah sebagai berikut:
1. Visi Pendidikan Kadeham di Universitas Trisakti menjadi sumber nilai dan
pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan peserta didik
mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara yang berperan aktif
menegakkan demokrasi menuju masyarakat yang berkeadaban (civil society).
2. Misi Pendidikan Kadeham di Universitas Trisakti membantu peserta didik
selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan
bangsa Indonesia serta kesadaran berbangsa, bernegara dalam menerapkan
ilmunya secara bertanggungjawab terhadap kemanusiaan.
3. Kompetensi pendidikan Kadeham bertujuan untuk menguasai kemampuan
berpikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia
intelektual, serta mengantarkan peserta didik selaku warganegara yang
memiliki sebagai berikut:
1. Wawasan kesadaran bernegara untuk membela negara dan bangsa dengan
perilaku cinta tanah air.
2. Wawasan kebangsaan kesadaran berbangsa demi ketahanan nasional.
3. Pola pikir, sikap yang komprehensif integral pada seluruh aspek kehidupan
nasional.
D. TUJUAN PENDIDIKAN KADEHAM
Secara umum tujuan Pendidikan Kadeham adalah agar peserta didik memiliki
motivasi bahwa pendidikan Kadeham yang diberikan kepada mereka berkaitan erat
dengan peranan dan kedudukan individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan
sebagai warganegara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk
mewujudkannya.

5
Sedangkan secara khusus Pendidikan Kadeham bertujuan , sebagai berikut:
1. Membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggungjawab dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara baik di tingkat lokal, nasional, regional
maupun global.
2. Memberdayakan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan
integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, dan
demokratis serta menegakkan etika kemajemukan.
3. Menghasilkan peserta didik yang berpikir komprehensif, analitis, kritis, serta
bangga terhadap bangsa dan negara, bertindak demokratis, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai HAM dengan berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan UUD 1945.
4. Mengembangkan budaya dan perilaku demokratis, yaitu kebebasan, persamaan,
kemerdekaan, toleransi, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan melakukan
dialog, negosiasi, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijak,
kemampuan menyelesaikan konflik serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan
penyelenggaraan negara.
5. Mampu membentuk peserta didik menjadi good and responsible citizen
(warganegara yang baik dan bertanggungjawab) melalui penanaman moral dan
ketrampilan sosial (social skills), sehingga kelak mereka mampu memahami dan
memecahkan persoalan-persoalan aktual yang dihadapi oleh bangsa dan negara
Indonesia, seperti bangga sebagai bangsa Indonesia, memiliki wawasan
kebangsaan yang memadai, bersikap toleransi, menghargai perbedaan pendapat,
bersikap empati,menghargai pluralitas, kesadaran hukum dan tertib sosial,
menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai
kehidupan sosial dan menghargai kearifan lingkungan.
E. KOMPETENSI PENDIDIKAN KADEHAM
Kompetensi merupakan kemampuan dan kecakapan yang terukur setelah
peserta didik mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan yang meliputi
kemampuan akademik, sikap dan keterampilan. Dalam pembelajaran Pendidikan
Kadeham, kompetensi dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal terdiri atas
tiga jenis:
1. Kecakapan dan kemampuan penguasaan pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge) yang terkait dengan materi inti Pendidikan Kadeham (civic
education), yaitu kebangsaan, demikrasi, dan hak asasi manusia (HAM).

6
2. Kecakapan dan kemampuan sikap kewarganegaraan (civic disposition), antara lain
pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan kemajemukan,
kepekaan dan pemberdayaan warganegara terhadap masalah berbangsa dan
bernegara, antara lain masalah kebangsaan, demokrasi, dan hak asasi manusia
(HAM).
3. Kecakapan dan kemampuan berpartisipasi dalam proses penataan bangsa dan
bernegara, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan
pemerintahan, dan pemberdayaan warganegara dalam menjaga integritas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
F. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KADEHAM
Pendidikan Kewarganegaraan mulai diselenggarakan tahun 1973/1974
merupakan kurikulum nasional dalam bentuk pendidikan tahap awal yang
diselenggarakan di tingkat pendidikan dasar dan menengah dan tahap lanjut
berbentuk Pendidikan Kewiraan di Pendidikan Tinggi (PT).
Materi Pendidikan Kewarganegaraan juga berkembang sesuia dengan
dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai berikut:
1. Awal tahun 1979 bernama Pendidikan Kewiraan, materi disusun oleh lembaga
Pertahanan Nasional (Lemhannas) dan Dirjen Dikti yang berintikan Wawasan
Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan Strategi Nasional, Politik dan Strategi
Pertahanan Keamanan, dan Sistem Keamanan Rakyat Semesta.
2. Tahun 1985 terdapat penambahan materi, yaitu pengantar meliputi pengetahuan
Pendidikan Kewiraan dan hubungannya mata kuliah lain.
3. Tahun 1995 nama mata kuliah berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan,
dengan materi yang kurang lebih sama.
4. Tahun 2001 terdapat tambahan materi, yaitu Hak Asasi Manusia, demokrasi,
otonomi daerah, lingkungan hidup, bela negara, Wawasan Nusantara, Ketahanan
Nasional, Politik dan Strategi Nasional.
5. Tahun 2002 Keputusan Dirjen Dikti Nomor:38/DIKTI/kep/2002, dengan materi
demokrasi, HAM, han dan kewajiban warga negara, bela negara, otonomi daerah,
Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan Strategi Nasional.
6. Tahun 2006 keputusan Dirjen Dikti Nomor:43/DIKTI/Kep/2006 dengan materi
filsafat Pancasila, identitas nasional, politik dan strategi Nasional, demokrasi
Indonesia, HAM dan rule of law, hak dan kewajiban warganegara Indonesia,
geopolitik, geostrategi Indonesia.

7
BAB II
KEBANGSAAN

A. LATAR BELAKANG
Merosotnya nasionalisme pada dasarnya akan membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara Indonesia.
Agar kita tetap dapat mempertahankan keutuhan bangsa dan negara kita, dan
Bhinneka Tunggal Ika-an masyarakat kita, maka sudah selayaknya dewasa ini
generasi muda (mahasiswa) meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan apresiasi
terhadap kebangsaan Indonesia dan eksistensi negara bangsa Indonesia
(Zamroni,2001;Tilaar,2007).
Oleh karena itu, bangsa Indonesia hanya dapat mempertahankan kesatuannya
jika warganegaranya memiliki semacam komitmen untuk bertekad membangun
nasionalisme. Itulah yang menjadi ide dasar yang melatarbelakangi uraian pada bab
ini, yaitu mengenai mengapa nasionalisme atau paham kebangsaan mempunyai
peranan yang sangat signifikan di dalam membentuk kepribadian bangsa (nation and
character building).
B. HAKIKAT NASIONALISME
1. Pengertian Nasionalisme
Dalam beberapa literatur ilmu-ilmu sosial, istilah nasionalisme berasal dari
bahasa Latin, yaitu natio yang berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran, dan
dari kata nasci ang berarti dilahirkan. Nasionalisme berarti bangsa yang bersatu
karena faktor kelahiran yang sama. Pengertian nasionalisme mengalami
perkembangan beragam, yang secara keseluruhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
pengertian.
1. Nasionalisme adalah sebuah ideologi sekaligus merupakan satu bentuk dari
perilaku (behaviour).
2. Nasionalisme adalah sebuah cita-cita yang ingin memberi batas antara kita yang
sebangsa dengan mereka dari bangsa lain, antara negara kita dengan negara lain.
3. Nasionalisme adalah ibarat satu koin yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi pertama
adalah politik, dan sisi lainnya adalah etnisutas atau rasa kesukubangsaan. Tidak
ada nasionalisme tanpa elemen politik, sedangkan subtansinya tidak bisa lain
kecuali sentimen etnik (Nodia,1998).

8
Meskipun terdapat berbagai macam definisi yang mungkin dapat diberikan,
namun nasionalisme dapat ditandai oleh adanya patriotisme (Kohn,1976). Patriotisme
adalah ajaran tentang berjiwa dan bersemangat patriot. Sedangkan patriot adalah
seorang yang mencintai tanah airnya dan akan melakukan semuanya yang dapat ia
lakukan untuk tanah airnya.
Nasionalisme mempunyai tiga aspek yang dapat dibedakan :
1. Aspek cognitive, yaitu menunjukkan adanya pengetahuan atau pengertian akan
suatu situasi atau fenomena, dalam hal ini adalah pengetahuan akan situasi
kolonial pada segala porsinya.
2. Aspek goal/value orientation, yaitu menunjukkan keadaan yang dianggap berharga
oleh pelakunya, dalam hal ini yang dianggap sebagai tujuan atau hal yang
berharga adalah memperoleh hidup yang bebas dari kolonialisme.
3. Aspek affective dari tindakan kelompok menunjukkan situasi dengan pengaruhnya
yang menyenangkan atau menyusahkan bagi pelakunya.
2. Perkembangan Konsep Nasionalisme
Nasionalisme Indonesia lahir untuk menghilangkan diskriminasi yang
diciptakan oleh penjajah dengan berbagai peraturan untuk memberikan kesempatan
dan keuntungan yang berbeda menurut rasa suka dan tingkat sosial dalam masyarakat.
Nasionalisme Indonesia lahir untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan sebagai
akibat penjajahan. Karena lahir untuk menentang dan mengusir penjajah maka
nasionalisme Indonesia bersifat integratif.
Kelahiran nasionalisme kita dibidani oleh para kaum terpelajar, baik priyayi
terpelajar ataupun terpelajar dalam arti kaum sarjana: dokter, sarjana hukum, dan
sarjana bidang lain, terutama yang berada di negeri rantau, pada umumnya di Negeri
Belanda. Sebagai contoh, jauh sebelum revolusi kemerdekaan, di Surakarta lahir
organisasi yang digerakkan oleh kaum priyayi terpelajar yang mempelopori gerakan
untuk membudayakan masyarakat dengan tujuan “mewujudkan bangsa jawa”.
Kelahiran Organisasi Budi Utomo merupakan organisasi yang bersifat
polisentris. Kelahirannya dibidani oleh kaum terpelajar khususnya generasi muda dan
para pemuda dari rantau. Budi Utomo memberikan sumbangan yang penting dalam
merumuskan cita-cita kemajuan bangsa.
Kalau Budi Utomo lebih bersifat idealis, maka kelahiran Serikat Islam lebih
bersifat realistis, mengupayakan usaha memperkuat ekonomi rakyat kecil. Sifat
idealis juga muncul dalam gerakan pendidikan yang dilaksanakan Muhammadiyah

9
dan Taman Siswa. Muhammadiyah yang didirikan oleh para kyai menekankan upaya
menyatukan antara agama dan pengetahuan. Konstribusi utama gerakan ini bagi
perkembangannya nasionalismeadalah sifat untuk selalu melakukan pembaharuan.
Adapun taman siswa menekankan pada upaya memadukan antara Budaya Barat dan
Budaya Timur. Organisasi ini berperan besar dalam pencarian identitas bangsa.
3. Nasionalisme Dalam Masyarakat Modern
Nasionalisme dalam konteks masyarakat modern diterjemahkan sebagai sikap
mental dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas atau
pengabdian pada bangsa dan negaranya. Kalau di masa kolonialisme, nasionalisme
mengambil bentuk sebagai anti-kolonialisme, sedangkan di mana kemerdekaan,
nasionalisme mengambil bentuk dalam wujud pembangunan untuk kesejahteraan dan
keadilan seluruh masyarakat Indonesia. Realitas menunjukkan bahwa nasionalisme
Indonesia hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang sempurna, karena yang
seringkali muncul adalah berkembangnya nasionalisme lokal, yang dibungkus dengan
otonomi daerah, putera daerah, kepentingan daerah, anggaran daerah, dan kebijakan
daerah.
C. HAKIKAT BANGSA
1. Memahami Konsep Bangsa
Konsep bangsa memiliki pengertian yang sangat luas dan beragam. Secara
umum pengertian bangsa (nation atau natie) adalah sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena mempunyai kesatuan politik yang sama. Istilah
bangsa atau Nation berasal dari bahasa Perancis dan Natie berasal dari bahasa Belanda,
sedangkan dalam bahasa Jerman disebut Volk. Di sini istilah bangsa diartikan sebagai
sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai persamaan
kebudayaan, seperti bahasa, adat istiadat, agama dan sebagainya (Kohn, 1976). Karena
bangsa diartikan demikian, maka bangsa Indonesia dipersamakan dengan bangsa-
bangsa Eropa, bangsa-bangsa Asia Tenggara dan sebagainya. Dalam pengertian
modern, bangsa sesungguhnya adalah sebuah konstruksi yang dihasilkan oleh sebuah
visi yang diperjuangkan, bukan oleh nasib yang telah ditentukan oleh takdir. Bangsa
Indonesia, misalnya, tidak muncul begitu saja sebagai sebuah keharusan ilmiah, tetapi
merupakan hasil perjuangan dan akibat dari sebuah pergolokan sejarah.

10
2. Perkembangan Konsep Bangsa
Gerakan anti kolonial abad XX yang merambah ke Asia, Amerika Latin, dan
Afrika, menyebabkan perkataan bangsa memiliki arti dan konsep yang sangat
ambigu. Kata bangsa yang diterjemahkan dari nation, yang berarti sekelompok orang
yang lahir di suatu tempat yang sama (a group of people born in the same place).
Para pakar membedakan antara karakteristik obyektif dan karakteristik
subyektif kebangsaan (nationhood). Karakteristik obyektif ialah wilayah teritorial,
sejarah, dan struktur ekonomi. Sedangkan karakteristik subyektif adalah kesadaran
(consciousness), kesetiaan (loyality), dan kemauan (will). Karakteristik subyektif
biasanya sangat tepat (genuine) untuk definisi bangsa, sedangkan karakteristik
obyektif untuk penjelasan (explanation).
3. Proses Pembentukan Negara-Bangsa
Secara umum dikenal adanya dua model proses pembentukan bangsa-negara.
1. Model ortodoks yang bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu untuk
kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Setelah bangsa-bangsa ini
terbentuk, kemudian suatu rezim politik (konstitusi) dirumuskan dan ditetapkan,
dan sesuai dengan pilihan rezim politik itu, dikembangkan sejumlah bentuk
partisipasi politik warga masyarakat dalam kehidupan bangsa-negara.
2. Model mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk
melalui proses tersendiri, sedangkan penduduknya merupakan kumpulan sejumlah
kelompok suku bangsa dan ras.
D. BANGSA INDONESIA DAN IDENTITAS NASIONAL
1. Apakah Bangsa Indonesia Itu?
Bangsa Indonesia tumbuh atau terbentuk karena kehendak suku bangsa-suku
bangsa dan orang-orang bangsa lain yang ada di Indonesia untuk bersama-sama
mencapai masa depan yang lebih baik yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman
sebelumnya (Ernest Renan).
Secara formal istilah bangsa Indonesia digunakan melalui hasil Kongres
Pemuda kedua Pemuda Indonesia di Jakarta tanggal 27-28 Oktober 1928 butir kedua,
yaitu: “Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, BANGSA
INDONESIA”.
Tumbuhnya nation Indonesia dapat dilihat dari kebangkitan nasional dengan
lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908. Pada mulanya gerakan Budi Utomo terbatas
sebagai gerakan sekelompok mahasiswa kedokteran yang berasal dari Jawa.

11
Kemudian gerakan Budi Utomo tersebut merangkum kepentingan nasional yang lebih
luas. Terbentuknya bangsa (nation) Indonesia, dapat dikaji di dalam Sumpah Pemuda
tahun 1928. Anggota panitia Sumpah Pemuda terdiri atas berbagai suku bangsa dan
agama.
2. Apakah Identitas Bangsa Itu?
Identitas suatu bangsa berkaitan erat dengan pengertian suatu bangsa.
Dibandingkan dengan konsep etnisitas, konsep bangsa merupakan konsep yang relatif
baru. Apabila etnisitas mempunyai pengertian yang relatif stabil, sebaliknya konsep
bangsa merupakan pengertian yang cukup kompleks di dalam kehidupan modern.
Beberapa faktor penting dalam menumbuhkan nasionalisme. Faktor-faktor
tersebut di antaranya: 1) bahasa, 2) budaya, 3) pendidikan. Mengenai peranan bahasa
di dalam pertumbuhan nasionalisme dapat kita lihat, misalnya di Inggris, Perancis,
Belanda, Belgia, dan Jerman. Namun demikian peranan bahasa tidak selamanya
menjadi penghemat tumbuhnya nasionalisme. Negara Swiss, misalnya, penduduknya
menggunakan empat jenis bahasa tetapi mereka dapat membentuk satu negara atau
nasionalisme yang kuat. Bagaimana peranan bahasa di dalam mempersatukan suku-
suku bangsa Indonesia, dapat dilihat di dalam Sumpah Pemudan28 Oktober 1928
yang mengambil bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Di dalam hal ini benar
ungkapan yang mengatakan: ”Bahasa menunjukkan bangsa”.
Peranan budaya di dalam menumbuhkan nasionalisme juga cukup signifikan.
Misalnya budaya China yang bertumpu kepada paham Konfusianisme sangat kuat
mempengaruhi tumbuhnya nasionalisme China sungguhpun mengalami banyak
perubahan di dalam sejarahnya. Budaya Amerika yang sangat dipengaruhi oleh
budaya Protestanisme, telah melahirkan suatu bangsa demokratis yang bekerja keras
serta ingin berkuasa. Namun demikian kesatuan budaya tersebut dilihat di dalam
pertumbuhan etnisitas tidak selalu menumbuhkan nasionalisme. Dalam konteks
lahirnya nation-state, terdapat komunitas yang mempunyai kebudayaan sama namun
tidak membentuk suatu negara-bangsa(Tilaar, 2007).
3. Nilai Identitas Bangsa
Identitas bangsa sebagai suatu kesatuan ini biasanya dikaitkan dengan nilai
keterkaitan dengan tanah air (ibu pertiwi), yang berwujud identitas atau jati diri
bangsa dan biasanya menampilkan karakteristik tertentu yang berbeda dengan bengsa-
bangsa lain, yang pada umumnya dikenal dengan istilah kebangsaan atau
nasionalisme.

12
Upaya penyatuan keragaman masyarakat dalam sistem politik dapat dilakukan
melalui penerapan integrasi politik secara berkesinambungan (Surbakti, 1999;
Trubus Rahardiansah, 2006), yang meliputi:
1. Integrasi bangsa merupakan proses penyatuan berbagai kelompok sosial
budaya dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional.
2. Integrasi wilayah, yaitu pembentukan kewenangan nasional pusat terhadap
wilayah atau daerah politik yang lebih kecil, yang terdiri atas satu atau lebih
kelompok budaya.
3. Integrasi nilai, yaitu penciptaan suatu sistem nilai (ideologi nasional) yang
dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagai kelompok masyarakat.
4. Integrasi elit politik dengan massa, yaitu upaya menghubungkan anatara
golongan elit dengan masyarakat.
5. Perilaku integratif merupakan kesediaan individu untuk bekerjasama dalam
satu organisasi dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu
pencapaian tujuan organisasi..
4. Faktor-faktor Pembentukan Identitas Nasional
Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu masyarakat
(bangsa) meliputi:
a. Primordialisme
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa,
daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang
dapat membentuk bangsa-negara.
b. Keagamaan (Sakralitas Agama)
Kesamaan agama yang dipeluk oleh suatu masyarakat, atau ikatan
ideologi doktriner yang kuat dalam suatu masyarakat merupakan faktor sakral
yang dapat membentuk bangsa-negara.
c. Pemimpin Bangsa
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dihormati secara luas
oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-
negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat
menidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia anggap sebagai
“penyambung lidah” masyarakat.
Akan tetapi, pemimpin saja mungkin tidak menjamin bagi terbentukknya suatu
bangsa-negara sebab pengaruh pemimpin bersifat sementara.

13
d. Sejarah Bangsa
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan/atau
persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu seperti penderitaan yang
sama yang disebabkan dengan penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas
(sependeritaan dan sepenanggungan) tetapi juga tekad dan tujuan yang sama
antar kelompok masyarakat.
Sejarah tentang asal-usul dan pengalaman masa lalu ini biasanya
dirumuskan 9cenderung dramatisasikan), dan disosialisasikan kepada seluruh
anggota masyarakat melalui media massa (film, dokumenter, film cerita, dan
dramatisasi melalu televisi dan radio). Khusus bagi generasi baru, konsep
sejarah ini disampaikan melalui pendidikan formasil di sekolah-sekolah dalam
mata ajaran Sejarah Perjuangan Bangsa (Sejarah Nasional).
e. Bhinneka Tunggal Ika
Faktor lain yang dapat menjadi identitas pembentuk bangsa-bangsa
berupa prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in deversity). Yang
dimaksudkan dengan bersatu dalam perbedaan ialah kesetiaan warga
masyarakat pada suatu lembaga yang disebut negara, atau pemerintahan yang
dipandang akan mendatangkan kehidupan yang lebih manusiawi tetapi tanpa
menghilangkan keterikatan kepada suku bangsa, adat istiadat, ras, atau agama.
f. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi
pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi mutu dan semakin bervariasi kebutuhan masyarakat, semakin
tinggi pula tingkat saling bergantungan di antara berbagai jenis pekerjaan.
Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantungan antar-anggota
masyarakat karena perkembangan ekonomi maka semakin besar pula
solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas yang ditimbulkan
dengan perkembangan ekonomi itu disebutkan oleh pula sebagai solidaritas
organis. Hal ini berlaku dalam masyarakat industri maju, seperti Eropa Barat,
Jepang, dan Amerika Serikat.

14
BAB III
DEMOKRASI

A. LATAR BELAKANG
Hampir semuan negara menyatakan dirinya demokratis. Setiap orang tak
terkecuali senantiasa menyatakan bahwa dirinya demokratis. Semua pihak yang
menyelenggarakan pemerintahan juga menyatakan pihaknya sangat demokratis.
Semua rezim pemerintah menyebut demokrasi, padahal dalam praktiknya seringkali
menangkap lawan-lawan politiknya tanpa proses hukum. Istilah demokrasi
nampaknya merupakan pernyataan emosional bagi setiap orang, pemimpin nasional
dan lokal, elit partai, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa dan lain
sebagainya sesuai dengan hasrat dan selera.
Oleh karena itu, pemahaman akan konsep demokrasi secara komprehensif,
ilmiah dan obyektif menjadi sangat signifikan. Pemahaman tersebut mencakup
mengenai konsep-konsep dasar demokrasi, bentuk demokrasi, dan implementasi
demokrasi di Indonesia.
B. HAKIKAT DEMOKRASI
1. Pengertian Konseptual
Ditinjau dari asal-usul katanya, istilah demokrasi berasal dari kata Yunani
“demos” yang berarti rakyat, dan kata “kratia” berarti kewenangan untuk mengatur
(rule). Kata “demokrasi” dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih
kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan
kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
2. Prinsip-prinsip Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah

15
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,
yudikatif, dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Dalam demokrasi yang bersifat global, terdapat delapan prinsip yang harus
dijadikan pedoman, yaitu:
1. Partisipasi
Salah satu esensi demokrasi adalah pelibatan publik dalam menjalankan dan
menentukan proses politik. Partisipasi merupakan elemen krusial pemberdayaan
politik. Tetapi, partisipasi tidak hanya sebatas mencoblos parpol tertentu dalam
pemolihan umum.
2. Inklusivitas
Demokrasi selalu memandang dan menempatkan individu setara secara
politik. Politik akan memperlakukan setiap individu warga negara tanpa
mempertimbangkan perbedaan latar belakang ras, etnis, kelas, gender, agama, bahasa
maupun identitas lainnya.
3. Perwakilan (respresentation)
Setiap institusi yang mendapatkan mandat menjalankan aspirasi politik publik
harus mampu mewakili kepentingan konstituen mereka. Institusi-institusi politik
harus menceerminkan komposisi sosial dari para pemilih, baik komunitas mayoritas
maupun minoritas. Institusi politik seperti wakil rakyat harus memwakili arus utama
opini publik yang terus berkembang.
4. Transparansi (transparency)
Masyarakat harus mendapatkan ruang dan kesempatan dalam
mempertanyakan kinerja institusi politik yang ada. Prinsip ini akan menghindarkan
aktor-aktor politik dari mafia politik yang menghancurkan subtansi kebutuhan publik.
5. Akuntabilitas
Pertanggungjawaban adalah harga mutlak penyelenggaraan pemerintah.
Akuntabilitas merupakan unsur penting demokrasi. Hal ini akan menjamin wakil yang
memegang mandat populer publik untuk tidak menyimpang dari jalur-jalur mandat
dan fungsi mereka.
6. Responsiveness (kecepatan merespon)
Demokrasi memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat mendapatkan
akses langsung kepada lembaga-lembaga politik publik.

16
7. Kompetisi/otorisasi
Demokrasi juga merupakan sebuah sistem politik yang membuka ruang bagi
pertarungan parpol dalam proses pemilihan umum.
8. Solidaritas
Rezim demokrasi harus bisa bersandar pada dukungan dan niat baik komunitas
demokrasi baik personal, publik dan komunitas internasional.
3. Teori dan Bentuk Demokrasi
Secara teoritis, keberadaan demokrasi tidak dapat dipisahkan dengan pilihan
individu. Ini karena demokrasi merupakan bentuk hasil pilihan individu, kelompok,
dan masyarakat atau rakyat secara keseluruhan.
Dengan memberikan penekanan pada status individu dan masyarakat atau
rakyat secara keseluruhan, maka sistem demokrasi dapat dikategorikan, sebagai
berikut:
a. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan
Dalam demokrasi langsung, warganegara memegang kedaulatannya secara
langsung dan biasanya dilakukan oleh majelis rakyat. Majelis rakyat ini berwenang
merancang, membuat, mengesahkan, mengawasi pelaksanaan semua kebijakan politik
yang ditetapkan.
Sedangkan dalam sistem demokrasi perwakilan, setiap warganegara diberikan
hak untuk memilih seorang wakil yang akan duduk dalam suatu pemerintahan.
b. Demokrasi Konsosiasional, yaitu sistem demokrasi, di mana hukum tidak dapat
disahkan tanpa mendapat persetujuan kesepakatan baik oleh mayoritas mutlak
maupun oleh badan legislatif yang mewakili kepentingan kelompok masyarakat.
c. Demokrasi Kompetitif, yaitu demokrasi di mana proses keputusan masalah politik
dirancang untuk mengakomodasi setiap aspirasi politik, yang di dalamnya
mencerminkan kepentingan dan tujuan yang beragam.
d. Demokrasi Konsensus, yaitu demokrasi yang dalam proses pengambilan
keputusan politik, biasanya rirancang untuk mencapai harmoni atau keselarasan
dari berbagai kepentingan dan tujuan yang beragam kedalam persetujuan yang
dapat diterima oleh seluruh warganegara.
e. Demokrasi Sentralisasi, yaitu demokrasi di mana peran pemerintah pusat sangat
dominan dalam mengendalikan semua kepentingan/aspirasi rakyatnya.
f. Demokrasi Desentralisasi, yaitu demokrasi yang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah memiliki peran dalam kedudukan yang hampir sama,

17
C. PERKEMBANGAN PRAKTIK DEMOKRASI
Dalam perkembangannya dewasa ini, sistem demokrasi tidak bisa kita
identifikasi sebagai sebuah sistem politik belaka. Demokrasi tidak hanya dapat
diidentifikasi dengan kebebasan berpolitik. Di masa depan demokrasi harus mampu
masuk ke dalam semua bidang, misalnya ekonomi, sosial, dan budaya.
Demokrasi harus mampu menjawab mengenai pemenuhan kebutuhan
manusia, yang berupa pekerjaan, penghidupan yang layak, jaminan sosial, dan
jaminan keamanan dari tindak kekerasan, menanggulangi kapitalisme yang jahat
dengan mensejahterakan rakyat, penyeimbangan antara kelompok kaya dan
masyarakat miskin, memajukan ilmu pengentahuan, dan mencerdaskan manusia lewat
pendidikan.
D. INDIKATOR PELAKSANAAN SISTEM DEMOKRASI
Dalam tataran politik, demokrasi dapat diukur dengan menggunakan dua
dimensi, yaitu 1) seberapa tinggi tingkat konstelasi, kompetisi, atau oposisi yang
dimungkinkan, 2) seberapa banyak warga negara memperoleh kesempatan
berpartisipasi dalam kompetsisi politik itu.
Affan Gaffar (2000) memberikan kesimpulan dari berbagai pemikiran tentang
political order yang merupakan yang demokrasi atau tidak, yakni sebagai berikut:
1. Akuntabilitas dalam Demokrasi.
Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya.
2. Rotasi Kekuasaan.
Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya peralihan kekuasaan harus ada, dan
dilakukan secara teratur dan damai. Artinya, tidak hanya satu orang yang selalu
memegang jabatan, sedangkan peluang orang lain tertutup sama sekali.
3. Rekruitmen Politik Secara Terbuka.
Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kekuasaan, diperlukan suatu sistem
rekruitmen politik terbuka, artinya setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi
suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam
melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.
4. Pemilihan Umum.
Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setip
warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan
bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya.

18
5. Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia
Setiap warga masyarakat dapat menjunjung tinggi hak0hak dasar mereka
secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat, dan hak
untuk berkumpul dan berserikat, dan hak untuk menikmati pers yang bebas.
E. PENYELENGGARAAN PEMILU SEBAGAI PRAKTEK DEMOKRASI
Pemilihan Umum (pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatn yang diisi
beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan,
sampai kepala desa. Untuk pemilihan kepala daerah, seperti gubernur, bupati, dan
walikota, dinamakan pilkada.
1. Sistem Distrik
Sistem distrik merupaka sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis.
Sistem distrik mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1) Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk
distrik, sehingga hubungannya dengan peduduk distrik lebih erat.
2) Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi
yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
3) Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat
diminimalkan atau dibendung.
4) Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam
parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain.
5) Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
Sistem distrik juga memiliki sejumlah kelemahan, yaitu:
1) Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan
minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2) Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam
suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.
3) Ada kemungkinan seorang wakil yang terpilih cenderung untuk lebih
memperhatikan kepentingan distrik serta warga daripada kepentingan nasional.
4) Pada umumnya dianggapa bahwa sistem distrik kurang efektif untuk negara yang
masyarakatnya bersifat heterogen/majemuk, karena terbagi dakam kelompok
etnis, agama, dan ideologi.

19
2. Sistem Proposional
Sistem ini dimasudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem
distrik.
Sistem proporsional mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1) Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena
asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, sehingga praktis tanpa ada
suara yanh hilang.
2) Sistem ini dianggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen
sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilu.
3) Tidak ada distorsi jumlah suara yang masuk dengan jumlah pemilih yang
terdaftar.
Dalam praktiknya dijumpai sejumlah kelemahan, yaitu:
1) Kelemahan yang paling besar adalah bahwa sistem ini mempermudah
fragmentasi/perpecahan partai.
2) Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau kerjasama satu
sama lain dan mencarikan serta memanfaatkan persamaan-persamaan yang ada,
tetapi sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan.
3) Sisitem proporsionalnya memberikan kedudukan yang kuat pada pimpinan partai
melalui sistem daftar, karena pimpinan partai menentukan calon daftar.
4) Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga masyarakat
yang telah memilihnya.
5) Karena banyaknya partai yang bersaing, maka sulit bagi satu partai untuk meraih
mayoritas dalam parlemen.
F. PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Implementasi Awal Demokrasi di Indonesia (1949-1959)
Eksperimental demokrasi yang menonjol sejak Republik Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, tanggal 17 Agustus 1945, adalah sistem
demokrai liberal atau sistem parlementer. Sistem ini sebenarnya tidak kita temukan
dalam UUD 1945. Dalam UUD 1945 hanya mengenal sistem presidensial.
Jalan kearah terbentuknya kabiner parlementer dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain sebagai berikut:
1. Ketidaksetujuan beberapa tokoh pergerakan terhadap usul perlunya membentuk
partai tunggal, dengan nama partai Nasional Indonesia.

20
2. Perubahan ke sistem perlementer yang liberal semula didorong oleh kelompok
muda revolusioner yang merasa kurang setuju dengan kekuasaan negara di bawah
pimpinan Presiden Sukarno.
3. Untuk memberi kesan kepada dunia internasional bahwa negara Indonesia adalah
negara demokrasi, bukan negara boneka yang diberi oleh pemerintah Jepang.
Kabinet perlementer berhasil menyelenggarakan pemilu. Pemilu yang pertama
diselenggrakan tahun 1955 (tanggal 29 September untuk DPR dan 15 Desember untuk
Konstituante) dalam sistem multipartai. Sebanyak 28 partai politik dan perorangan
berhasil mendapatkan kursi di parlemen, empat diantaranya, yaitu: PNI (57 kursi),
Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), dan PKI (39 kursi) merupaka fraksi-fraksi
terbesar.
Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap kelangsungan demokrasi
liberal (Budihardjo, 2008), adalah:
1. Ketidakstabilan politik yang dipicu oleh pertengahan internal partai politik.
2. Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan semarak, terutama melalui
saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai
promordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat.
3. Dalam masa demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
4. Hasil pemilihan umum yang dilaksanakan tahun 1955 belum mampu menciptakan
stabilitas.
2. Implementasi Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Masa demokrasi Terpimpin mencakup tahun 1959-1965, yaitu sejak
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan dimulainya kabinet pimpinan ir.
Juanda pada 9 April 1957. Era ini disebut sebagai Demokrasi Terpimpin, dan
dipandang sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui
pembentukan kepemimpinan nasional yang kuat.
Demokrasi Terpimpin, setidaknya terdapat beberapa kelemahan,antara lain:
1. Terjadinya instabilitas politik, akibat seringnya terjadi pergantian kabinet.
2. Terbengkalainya program ekonomi sehingga menyebabkan terjadinya krisis
ekonomi.
3. Kelembagaan politik dan ekonomi belum mapan.

21
3. Implementasi Demokrasi Pancasila Era Orde Baru (1966-1998)
Praktik politik Orde Baru ditandai oleh beberapa hal penting, diantaranya,
yaitu:
1. Militer sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan melalui pemfungsian
dwi fungsi TNI, yakni peran sosial politik dan peran pertahanan keamanan.
2. Pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional
3. Stabilitas dan integritas nasional
4. Kebijakan politik korporasi
5. Birokrasi patrimonialisme
Di antara beberapa kekuatan model demokrasi Orde Baru adalah:
1. Konsesus di dalam atau antarlembaga politik menjadi relatif lebih mudah dicapai.
2. Keseragaman elit politik yang terintegrasi di dalam elemen-elemen negara terjadi
dan dalam batas-batas tertentu mempertinggi efektivitas dan mempermudah
kelancaran regulasi negara terhadap masyarakat sipil.
3. Kesinambungan dan konsistensi kebijakan politik relatif terjamin, mengingat
adanya dominasi berkelanjutan dari satu kekuatan politik tertentu.
4. Mendorong terciptanya pemerintahan yang stabil.
Di lain sisi, model demokrasi yang khas juga mengandung sejumlah
kelemahan, antara lain:
1. Model itu menyumbat akses menuju kekuasaan dan formulasi kebijakan politik
bagi kekuatan-kekuatan politik populis dan egaliter.
2. Model ini cenderung tidak akomodatif terhadap pluralitas masyarakat, sebab
pluralitas cenderung disederhankan dn direduksi ke dalam keinginan kekuatan
politik tertentu.
3. Hakikat mendasar partai politik sebagai wadah artikulasi dan agregasi kepentingan
politik masyarakat menjadi kabur, sehingga parpol muncul dalam wajahnya yang
semu.
4. Model yang bertumpu pada satu kekuatan politik ini cenderung berbahaya karena
potensi mengarah pada terbentuknya one party authoritarian.
4. Implementasi Demokrasi Era Reformasi (1998-sekarang)
1. Pemerintahan Presiden BJ Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan
Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.

22
Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan
kebebasan berekspresi.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya
untuk menizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan
berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.
2. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan
separatisme yang cenderung berkembang marak di Aceh, Maluku dan Papua. Selain
itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh sebagian besar
anggota MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan
meminta Abdurrahman Wahid untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi.
Melalui sedang istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diangkat
menjadi Presiden Indonesia ke Lima.
3. Pemerintahan Presiden Megawati
Megawati dilantik menjadi presiden dengan harapan akan membawa
perubahan bagi kemajuan Indonesia. Hal ini karena merupakan puteri presiden
pertama Indonesia, Soekarno. Meskipun ekonomi Indonesia mengalami banyak
perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada
masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya.
4. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara
langsung untuk pertama kalinya.
Partai demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian
masyarakat dengan pimpinannya, Susilo yang kharismatik dan menjanjikan
perubahan kepada Indonesia. Susilo berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan
partai demokrat memenangkan pemili legislatif pada awal 2004, yang diikuti
kemenangan SBY pada pemilihan presiden.

23
G. DEMOKRASI INDONESIA DI MASA DEPAN
Dengan gagalnya pelaksanaan demokrasi konstitusional yang prematur, demokrasi
terpimpin dan demokrasi pancasila, maka masyarakat Indoensia perlu mengkaji ulang
pengalaman-pengalaman tersebut untuk dapat menumbuhkembangkan demokrasi
yang sesungguhnya. Pada masa mendatang, UUD 1945 cukup strategis menjadi
landasan demokrasi asalkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan jiwa yang
terdapat dalam UUD 1945.
Dalam buku KADEHAM karangan Prayitno dan Trubus Rahardiansah
mengemukakan pengalaman negara-negara maju, yaitu merumuskan beberapa pilar
demokrasi yang dalam perkembangan negara-negara tersebut ternyata mampu
membawa rakyat dan negaranya ke tingkat seperti sekarang ini.
Adapun pilar-pilar demokrasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kadaulatan rakyat
2. Pemerintahan yang mewujudkan good governance
3. Kekuasaan mayoritas
4. Terjaminnya hak-hak minoritas
5. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia
6. Pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil
7. Persamaan hak di depan hukum (supremasi hukum)
8. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
9. Pembatasan kekuasaan pemerintah secara konstitusional melalui pengawasan yang
akuntabel (akuntability)
10. Kemajemukan sosial, ekonomi, dan politik
11. Nilai-nilai toleransi, pragmastisme, kerjasama dan mufakat
12. Terwujudnya masyarakat adab (civil society)

24

Anda mungkin juga menyukai