Anda di halaman 1dari 10

I.

KONSEP KEPERAWATAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C.
dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan
dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Fraktur terbuka adalah diskontinuitas struktur tulang yang mempunyai hubungan
dengan lingkungan luar melalui sebuah luka. Fraktur terbuka berhubungan dengan
risiko infeksi yang tinggi akibat kontaminasi luka yang terjadi pada saat trauma
Fraktur phalanx adalah terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang disebabkan
oleh trauma langsung pada tangan (Helmi, 2013).
1. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993). Fraktur patologis; fraktur
yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolic

Trauma bagi menjadi dua, yaitu :


 Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan).
 Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN (DAFTAR MASALAH)
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pamasangan traksi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan
3. Kerusakan intergritas kulit b.d pemasangan traksi(pen, kawat, scrub)
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuroumuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive(pemasangan traksi)

III. FOKUS INTERVENSI

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah


sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,


terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,


meningkatkan kenyamanan (masase, menurunakan area tekanan lokal dan
perubahan posisi) kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
manajemen nyeri (latihan napas meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
dalam, imajinasi visual, aktivitas mungkin berlangsung lama.
dipersional)
Menurunkan edema dan mengurangi rasa
6. Lakukan kompres dingin selama fase nyeri.
akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai penghambatan rangsang nyeri baik secara
indikasi. sentral maupun perifer.

Menilai perkembangan masalah klien.


8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah (cedera


vaskuler, edema, pembentukan trombus)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat


tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. Mencegah stasis vena dan sebagai
petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebat/spalk.
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas
yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen. Meningkatkan drainase vena dan
menurunkan edema kecuali pada adanya
keadaan hambatan aliran arteri yang
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) menyebabkan penurunan perfusi.
bila diperlukan.
Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan trombus
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran vena.
kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan dengan Mengevaluasi perkembangan masalah
sisi yang normal. klien dan perlunya intervensi sesuai
keadaan klien.

3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian, meningkatakan


rekreasi terapeutik (radio, koran, rasa kontrol diri/harga diri, membantu
kunjungan teman/keluarga) sesuai menurunkan isolasi sosial.
keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif Meningkatkan sirkulasi darah


pada ekstremitas yang sakit maupun muskuloskeletal, mempertahankan tonus
yang sehat sesuai keadaan klien. otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posis fungsional
gulungan trokanter/tangan sesuai ekstremitas.
indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien dalam


(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien. klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
keadaan klien. pernapasan (dekubitus, atelektasis,
penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat, men-


2000-3000 ml/hari. cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan


7. Berikan diet TKTP. untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk


menyusun program aktivitas fisik secara
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi individual.
sesuai indikasi.
Menilai perkembangan masalah klien.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien


dan program imobilisasi.
4. Kerusakan integritas kulit b/d pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit


nyaman dan aman (kering, bersih, alat yang lebih luas.
tenun kencang, bantalan bawah siku,
tumit).

2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan otot
bebat/gips. terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit dan
perianal jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.


4. Observasi keadaan kulit, penekanan
gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi.

5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur


invasive(pemasangan traksi)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan


sterilitas insersi pen. Meminimalkan kontaminasi.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan


toksoid tetanus sesuai indikasi.
Antibiotika spektrum luas atau spesifik
dapat digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid
4. Analisa hasil pemeriksaan tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.
laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas Leukositosis biasanya terjadi pada proses
luka/serum/tulang) infeksi, anemia dan peningkatan LED
dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
5. Observasi tanda-tanda
vital dan tanda-tanda peradangan Mengevaluasi perkembangan masalah
lokal pada luka. klien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi
VII Volume 1. Jakarta : EGC

Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC jilid 3. Yogyakarta : Mediaction

NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi 10.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN
PADA PASIEN FRAKTUR PHALANX MANUS DEXTRA
RUANG MAWAR
RSUD UNGARAN

Disusun Oleh :

CHINDY FEBRIA RINNONI


P1337420116026

PRODI D III KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018

Anda mungkin juga menyukai