Anda di halaman 1dari 21

RANGKAIAN

MELATI
Lakon

Dwi Endah Lestari

Surabaya,

Jumat 26 Sepetember 2014

Pukul 21:22
1
TOKOH

SESEORANG 1

SESEORANG 2

SESEORANG 3

SESEORANG 4

KALAU KAU MAU, KITA BISA MENJADIKAN TOKOH KITA SIAPA SAJA, APA
SAJA, BERAPA PUN

WAKTU

KALAU KAU MAU, KITA BISA MELETAKKAN WAKTU INI DIMANA PUN, KAPAN
PUN, BERAPA PUN

TEMPAT

DAN KALAU KAU MAU PULA, KITA BISA MELETAKKAN TEMPAT INI DI MANA
SAJA, KAPAN SAJA, BERAPA SAJA

2
1

Sebaiknya keadaan ini kita mulai dengan keadaan yang gelap di seluruh panggung
pementasan, tanpa suara musik, tanpa suara tokoh, tanpa suara apa pun.

Masih tanpa suara, lampu berubah. Hanya menyorot sosok SESEORANG 1 yang sedang
duduk di benda yang lebih tinggi dari lantai, seorang diri. Tangannya meronce melati
perlahan. Sebelahnya adalah papan catur kosong, bidaknya di kanan kiri berserakan.

Lampu yang lain memperlihatkan SESEORANG 2 yang sedang mengepang rambut


SESEORANG 3. Mereka berdua duduk di lantai cukup jauh di sisi kanan depan
SESEORANG 1.

SESEORANG 1

(Menyanyikan lagu Rangkaian Melati dengan berwajah murung sedikit tertunduk melihat
tangannya sendiri di atas pangkuannya yang merangkai melati, suaranya parau, sedih,
seperti habis menangis)

Rangkaian melati yang kusimpan di dalam hati

Mengikat jiwaku jiwamu

Tak akan terpisah lagi

Rangkaian melati yang kuronce setiap hari

Setia menanti datangnya kekasihku yang sejati

SESEORANG 2

(Menyanyikan kelanjutan lagu Rangkaian Melati wajah penuh senyum bahagia sembari
perlahan tetap mengepang rambut SESEORANG 3 yang panjang, lagu nyanyiannya
dinyanyikan dengan suara yang lembut, berirama indah didengar, dinyanyikan dengan
bahagia)

Wajahmu berseri penuh harapan suci

Semerbak harum mewangi

Cintamu abadi

Rangkaian melati yang kujaga sampai kumati

3
SESEORANG 1 & SESEORANG 2

(Menyanyikan lirik terakhir lagu Rangkaian Melati bersamaan dengan pembawaan masing-
masing) Biar pun kau tak kan kembali kekasihku yang sejati

SESEORANG 1

(Meletakkan melati)

SESEORANG 3

(Setelah diam sejenak, sedikit menoleh ke belakang) Mengapa mesti mengepang rambut, Ma?

SESEORANG 2

Supaya tidak menggoda

SESEORANG 3

Dan lalu Mama? (berwajah penuh tanya melihat rambut SESEORANG 2 yang tetap terurai
panjang)

SESEORANG 2

(Setelah diam sejenak) Menunggu disanggulkan seorang papa, nak

Lampu Berubah

Gelap. SESEORANG 2 dan SESEORANG 3 keluar. Terang seluruhnya kemudian..

SESEORANG 1

(Berwajah tak sedih lagi) Wong ayuku, sampai sekarang aku masih menyesali, semestinya
waktu itu aku tidak pergi ke Jerman. Sejak hari itu selepas menutup pintu rumah Anne Boleyn
dan berjalan di gang menuju jalan besar aku merasa ada sesuatu yang mengikutiku, sesuatu
yang menakutkan, mencengkeram sampai sekarang. Aku tidak tau sesuatu itu apa atau siapa.
Aku ketakutan, kira-kira? (Diam cukup lama) Wong ayuku, kau dengar kan? Mengapa tidak
lekas keluar? Sedang berdandan? Lama benar? Keluarlah wong ayuku

SESEORANG 3

(Keluar dengan dandanan yang berbeda sambil membawa gelas kosong dan sebotol anggur.
Duduk di sebelah SESEORANG 1, menuang minuman. Di tengah-tengah mereka adalah
papan catur.) Kekasih, kurasa, kira-kira yang menakutkanmu itu adalah Anne Boleyn sendiri.
(Sambil menata bidak catur) Pertama sebab Anne sudah lama dipenggal Raja Henry VIII.
Kedua, waktu itu Anne tidak hidup di Jerman kekasih, tapi di Inggris.
4
SESEORANG 1

Jadi menurutmu, sebegitu tampankah aku hingga Anne sengaja mengikutiku datang dari
Inggris ke Jerman dan sampai ikut lagi menakutiku hingga kembali ke Indonesia?

SESEORANG 3

Semua punya pilihan, kekasih

SESEORANG 1

Aku ingin dipilihkan. Asal tidak catur lagi

SESEORANG 3

Pilihan dariku adalah jangan bertamu ke rumah-rumah perempuan, kekasih. Semakin banyak
nanti jadi lupa mana Anne yang di Inggris mana Anne yang ada di Jerman

SESEORANG 1

Wong ayuku cuma yang di sini saja

SESEORANG 3

Aku bukan pilihan, tapi kepastian. Caturnya sudah siap, kekasih.

SESEORANG 1

(Mengeluh) Mengapa kita selalu bermain catur jika aku belum pernah bisa mengalahkanmu
sampai sekarang, kau mahal sekali wong ayuku

SESEORANG 3

Sebab kau belum pernah bisa mengalahkanku, kekasih. Itulah mengapa kita mesti bermain
catur. Dan, orang-orang lain pun harus seperti itu, harus bisa mengalahkanku bermain catur
sebelum minta bermain yang lain.

SESEORANG 1

Permainan yang lain itu apa wong ayuku? Aku semakin ingin tau kau

SESEORANG 3

Mahyong, poker, dumino, atau uno barangkali, kekasih.

SESEORANG 1

Kukira...

SESEORANG 3

Ada sejarahnya mengapa dan untuk apa aku memilih catur, kekasih. Sepanjang permainan ini,
nanti kau akan tau. Begitu juga dengan sejarahmu.
5
6

Lampu Berubah

SESEORANG 3, catur, gelas dan minuman telah hilang dari samping SESEORANG 1.
Memunculkan SESEORANG 2 duduk meracik bedak di samping SESEORANG 1.

SESEORANG 1

Sedang meracik bedak, Enggit?

SESEORANG 2

Iya, Kus

SESEORANG 1

Kus tidak keberatan kau asik sendiri dengan bedak-bedak buatanmu, Enggit. Kalau itu
memang hal yang kau suka. Percayalah, aku ada di tiap butirnya. (Menggenggam tangan
SESEORANG 2) tanganmu wangi sekali bahkan sebelum aku menciumnya, Enggit

SESEORANG 2

Tanganku wangi, aku baru meracik bedak, Kus, dan kau ada di tiap butirnya. Itulah alasannya

SESEORANG 1

Tapi kan aku jarang mandi, Enggit

SESEORANG 2

Kau tetap butir-butir bedakku seperti yang kau katakan. Di mataku, kau tetap wangi meskipun
jarang mandi

SESEORANG 1

Di matamu ya, bukan di hidungmu. Ah, apa pun lah Enggit (Hendak mencium tangan Enggit)

SESEORANG 4, bercaping, membawa galah, membawa glangsing, muncul tiba-tiba


menghampiri mereka

SESEORANG 4

Permisi, mau cari keranggang

6
SESEORANG 1 mengeluh, SESEORANG 2 tersenyum tertawa kecil

SESEORANG 1

Agak jauh di sana

SESEORANG 2

Jangan ketus begitu, Kus

SESEORANG 4

Oh... (Duduk di lantai, membuka kertas) Keranggang... keranggang... jatuhkanlah krotomu.


Aku butuh satu buat makan burung-burungku. Keranggang... keranggang jatuhkanlah
sarangmu. Aku butuh satu buat hidup anak-anakku

SESEORANG 1

Enggit, aku ingin mengatakan sesuatu. Ini penting. Dua hari lagi...

SESEORANG 4

Cinta kita adalah hal yang sewajar-wajarnya

Tanpa perlu membagi waktu dengan bedak dan celemek

Tanpa perlu meluangkan sebagian pagi untuk menyirami

Sebab itu adalah hal yang sewajar-wajarnya

SESEORANG 1

Dua hari lagi...

SESEORANG 4

Kau dan aku tidak dibedakan kemurkaan

Kita adalah akar hingga bau air bukanlah ikan melainkan akar itu sendiri

Yang diarungi jaring, yang dijala para kapal

Sebab itu adalah hal yang sewajar-wajarnya

Dan cinta kita ada didalamnya

SESEORANG 1

(Menghampiri SESEORANG 4) Disana banyak pohon mangga

SESEORANG 4

7
Oh... (Berdiri pergi) Keranggang... keranggang... jatuhkanlah krotomu. Aku butuh satu buat
makan burung-burungku. Keranggang... keranggang jatuhkanlah sarangmu. Aku butuh satu
buat hidup anak-anakku

SESEORANG 1

Sekarang kita sudah berdua lagi

SESEORANG 2

Bertiga juga tidak apa, cinta kita adalah hal yang sewajar-wajarnya

SESEORANG 1

Tidak dengan pencari keranggang, Enggit. Yang ingin kusampaikan adalah ada upacara desa.

SESEORANG 2

Lalu?

SESEORANG 1

Desa kita butuh wadal buat ketentraman semua orang.

SESEORANG 2

Lalu?

SESEORANG 1

Kita sudah lama menetap di Kediri sejak kawin lari meninggalkan bapak ibumu yang tidak
memberi restu. Orang-orang sini sudah percaya pada kita atas semua hal, dan... cuma kita
yang punya bayi di desa ini, Enggit

SESEORANG 2

(Berdiri, marah) Maksud Kus bayi kita yang akan jadi wadal? Iya? Tidak Kus. Setelah
sepuluh tahun baru kita bisa punya bayi dan Kus mau mewadalkannya buat mitos-mitos
jahanam seperti itu!

SESEORANG 1

(Ikut berdiri) Ini juga bukan kemauanku, Enggit. Paksaan dari tetua desa. Mereka
menggantungkan keselamatan semuanya pada kita. Kalau tidak bencana bakal datang.

SESEORANG 2

Bencana itu sudah datang sejalan dengan datangnya pemikiranmu yang ingin mewadalkan
bayi kita

SESEORANG 1

8
Nanti bisa gagal panen

SESEORANG 2

Kita tidak punya sawah

SESEORANG 1

Banyak yang akan meninggal

SESEORANG 2

Sudah sewajarnya. Cukup, Kus. Hentikan kemelut ini. Sejak menginjak desa ini aku tidak
pernah percaya dengan sihir. Bagaimana mungkin seseorang tega mewadalkan bayinya,
menyembelih bayi semudah menyembelih ayam kampung hanya untuk alasan kedamaian
desa yang bakal dirusak oleh yang mbaurekso bila hal itu tidak dipenuhi setiap tahunnya. Kau
gila Kus. Syirik sudah otakmu. Kegagalan panen, sampai jika ada yang mati sekalipun itu
tidak wajar, adalah hal yang paling wajar. Kau tega menyembelih bayimu?

SESEORANG 1

Aku harus...

SESEORANG 2

(Menggelengkan kepala) Tak kusangka keteguhanmu membawaku lari dari rumah seteguh
pendirianmu menyembelih anak kita cuma buat wadal. Kau bukan Ibrohim dan anak kita
bukan Ismail, Kus.

SESEORANG 1

Aku harus...

SESEORANG 2

Tunggu... tunggu sebentar saja aku akan cari akal Kus supaya bukan anak kita atau bayi yang
lain yang jadi wadal. Aku bakal tirakat, cari cara menggantikannya

Lampu Berubah

Menghilangkan SESEORANG 2. Menghadirkan SESEORANG 3 dan SESEORANG 1


dengan papan catur, gelas, dan anggur sebagai pelengkapnya. Permainan catur telah
dimulai.

SESEORANG 1

9
Jadi, seperti itulah kira-kira kisahku dengan Enggit dan bayi kami, wong ayuku. Aku salah
tindak. Aku tidak menunggu Enggit datang sampai esoknya. Aku terburu menyembelih anak
kami buat wadal. Padahal, Enggit benar-benar tirakat. Ia berpuasa dan apa saja lalu
menciptakan boneka wadal, dari tepung, dari nasi, dibentuk boneka bayi sebagai ganti
pengorbanan bayi selanjutnya. Tapi sayang aku yang melenyapkan tirakatnya. Ia tidak marah,
wong ayuku, hanya nelangsa. Di depan para warga ia menyembelih bayi-bayiannya tepat pada
leher dan keluarlah gula merah sebagai ganti darah. Lalu Enggitku mukso, memuksokan diri,
hilang bersama bayi kami sebab kecewa kepadaku. Sejak itulah, di tahun berikutnya, warga
melakukan tirakat Enggit. Mengganti bayi dengan boneka tepung nasi. Malah sekarang yang
kutau dibagian leher boneka bayi itu diberi pewarna merah yang mirip darah supaya efeknya
lebih dramatis ketika boneka itu disembelih.

SESEORANG 3

Kreatif (mengangguk-angguk)

SESEORANG 2

Upacara itu masih ada sampai sekarang wong ayuku, kalau bukan karena Enggit mungkin
sampai sekarang mereka masih menyembelih bayi yang asli. Enggit sudah seperti tuhan,
mengganti Ismail dengan lembu, mengganti lama dengan boneka. Dan, aku adalah Ibrohim
yang penuh kegagalan, wong ayuku

SESEORANG 3

Minum dulu, kekasih.

SESEORANG 1

(Minum) Sudah empat puluh hari kalau tidak salah wong ayuku, aku merasa diikuti. Seperti
hari ini juga. Aku ketakutan. Setiap malam lalu aku merasa ada yang mengawasiku dari balik
jendela. Ini jelas bukan angin. Aku ketakutan wong ayuku

SESEORANG 3

Aku tidak menambahkan apa-apa pada minumanmu, kekasih, tapi mengapa kata-katamu
semakin tidak teratur. Tidak ada yang mengikutimu ke tempatku ini. Dan, lagi, jangan
mengakui diri jadi Kusno. Setauku Kusno dan Inggit tidak pernah terdampar ke Kediri apalagi
sampai menyembelih bayi. Mereka cuma pernah jalan-jalan ke Flores dan Bengkulu, sangat
cinta pada anaknya si Kroto

SESEORANG 1

Wong ayuku, kalau aku bukan Kusno lantas kau pikir aku ini siapa. Aku Kusno, tulen.
Percayalah.

SESEORANG 3

10
Ya... ya, aku percaya kekasih. Hanya saja, Kusno bukan orang bawah tanah, itu kesalahanmu
yang pertama, mencuri anak orang. Kalau itu Kusno, apa pun yang terjadi dia akan membawa
Inggit dengan baik. Bukan membawanya lari

SESEORANG 1

Aku memang tidak akan pernah bisa bersatu dengan Enggit sekali pun aku sangat cinta
padanya wong ayuku

SESEORANG 3

Kenapa demikian?

SESEORANG 1

Dia gadis Mirah. Aku baru tau setelah ia sudah tiada. Gadis Mirah mana pun tidak akan
pernah bisa satu denganku. Jangankan gadisnya, kedelai dari Mirah akan muntah bila
kumakan

SESEORANG 3

Tidak, kekasih. Inggit bukan gadis Mirah. Inggit dari Kamasan, Banjaran

SESEORANG 1

Tidak, Enggit itu dari Mirah

SESEORANG 3

Rachmat Darsono yang bilang begitu padaku, mana mungkin dia asal tulis dan asal bicara.
Tidak mungkin salah

SESEORANG 1

Rachmat Darsono yang salah, Enggit itu dari Mirah. Sudahlah, kita bicara yang lain saja,
fokus catur saja. Aku datang tidak untuk kalah

SESEORANG 3

Kau akan kalah, kekasih. Aku pandai bermain catur. Sejak remaja aku diajari papanya mama
bercatur, yang tidak kusangka adalah ternyata papanya mama meminta upah dari les-lesan
yang kukira gratis ini. Papanya mama meminta bayaran yang mahal sekali, kekasih

SESEORANG 1

Apa itu wong ayuku?

SESEORANG 3

Papanya mama meminta melepaskan kepangan rambutku, kekasih

11
8

Lampu Berubah

Papan catur, gelas, dan anggur hilang. SESEORANG 2 berjalan mondar-mandir gelisah,
meremas tangan sendiri.

SESEORANG 2

Aku harus segera cari akal. Ini tidak bisa dilanjutkan, dia anakku. Dia sudah menyate
bapaknya mana mungkin sekarang kubiarkan menikahiku. Aku harus berpikir lagi. Berpikir.
Berpikir

SESEORANG 1

Enggit... (Entah muncul dari mana)

SESEORANG 2

Ya, Kus (Terkejut)

SESEORANG 1

Kau gelisah?

SESEORANG 2

Iya, eh, tidak. Tidak iya gelisah, Kus

SESEORANG 1

Duduklah, mari kita duduk. Aku ingin...

SESEORANG 4

Permisi, mau cari keranggang, disana tidak ada pohon mangga. Pasti di sini

SESEORANG 1

(Menghela napas) Enggit...

SESEORANG 4

Kau dan aku telah dibisiki rerimbunan

Yang dalam menyanding kita di sisi beberapa dinding

Dan aku terkulai

Oleh cinta yang nafasnya tersendat di dadaku

Kau dan aku telah dibisiki rerimbunan


12
Yang matang sampaikan bahwa kita mesti saling datang

SESEORANG 1

Ya... ya... pohon nangka di sana, banyak sekali. Ya, di sana.

SESEORANG 4

Oh... ya ya ya

SESEORANG 1

Itulah Enggit, Kus tidak habis pikir mengapa selalu ada... ah, sudahlah, tidak perlu
dibicarakan

SESEORANG 2

Jadi kita tidak jadi bicara

SESEORANG 1

Jadi

SESEORANG 1

Kus bilang tidak perlu dibicarakan

SESEORANG 2

Bukan yang itu. Begini Enggit, aku ingin mengatakan sesuatu. Ini penting. Dua hari lagi....

SESEORANG 2

Kus, kenapa pembukaannya selalu seperti itu. Ganti, cari yang lain. Kalau kau sudah berkata
dengan awalan kalimat seperti itu ujung-ujungnya pasti petaka

SESEORANG 1

Kau ini kenapa, Enggit. Aku cuma mau bicara tentang lamaran

SESEORANG 2

Kan...

SESEORANG 1

Dua hari lagi adalah jatuh tempo untuk kau menjawab lamaranku, Enggit. Bagaimana? Tapi
lebih baik dipercepat

SESEORANG 2

(Semakin gelisah, kemudian menenangkan diri) Begini, Kus. Aku mau menerima lamaranmu,
asal ada perjanjiannya.
13
SESEORANG 1

Kau tidak pernah meminta janji dariku seharusnya, Enggit

SESEORANG 2

Sekarang aku minta. Yang pertama buatkan bendungan Citarum, yang kedua buatkan sampan
besar untuk menyeberangi sungai. Lakukan dengan tanganmu sendiri, fajar adalah batasnya.
Kalau kau selesaikan kita menikah

SESEORANG 1

Enggit... berat sekali yang kau minta. Aku ini masih student, Enggit

SESEORANG 2

Seharusnya kau pun tau apa itu student, dan yang paling penting pengetahuanmu bahwa tiga
belas tahun beda usia kita

SESEORANG 1

Kau ibu, kawan, dan kekasih, Enggit

SESEORANG 2

Aku ibumu, Kus. Mengertilah

SESEORANG 1

Akan kulakukan mintamu, Enggit. Fajar kawanku, dan akan kujumpai ia bersamaan dengan
kubawakan bendungan dan sampan itu ke tanganmu.

SESEORANG 2

Terserah padamu, Kus (Keluar)

SESEORANG 1

(Berdiri di tengah, merentangkan tangan) Wahai penghuni semua alam, keluarlah, aku
meminta bantuanmu, jin-jinku datanglah, bangunkanlah bendungan dan buatkanlah sampan
sebelum fajar datang. (Sunyi, diam beberapa saat, menurunkan tangan) Pada dasarnya, jin itu
tidak terlihat, jadi wajar kalau kalian tidak melihat para jin mendatangiku (Pada penonton,
lalu keluar)

Lampu Berubah

14
SESEORANG 1

Aku mengalami kegagalan juga dengan Enggit yang kedua. Bendungan dan sampan hampir
selesai tapi fajar terburu datang, itu semua akal-akalan Enggit saja. Aku marah. Bendungan
kuhancurkan, sampan kutendang balik dan sekarang jadi gunung. Enggit mati di dalamnya.
Aku tidak bisa dengan Enggit yang kedua. Kau tau kenapa wong ayuku?

SESEORANG 3

Dia dari Mirah

SESEORANG 1

Bagaimana kau tau

SESEORANG 2

Jelas sekali ini pasti sama dengan babak yang sebelumnya. Sampai sekarang aku tidak habis
pikir kepadamu, kekasih. Inggit itu orang Banjaran

SESEORANG 1

Tapi ini ceritanya begitu wong ayuku

SESEORANG 2

Baik, baik, lanjutkan saja bercerita

SESEORANG 1

Memang harus, dengan siapa lagi aku harus bercerita kalau bukan dengan kau. Sudah lama
Sejak itu aku berhenti, bersama dengan banyak Enggit kurasa lebih menyenangkan. Aku
berkelana kemana-mana, jadi kaya, dan datanglah ribuan Enggit ke sisiku. Enggit ketiga,
keempat, kelima, sampai sekarang yang kesembilan. Enggit, jin-jinku pergi. Aku dianggap
tidak menyelesaikan apa-apa

SESEORANG 3

Kau memang tidak menyelesaikan apa-apa, kekasih (Berhenti bermain catur). Kesalahanmu
yang ketiga sebelum yang kedua adalah kau tidak pernah melakukan apa-apa. Enggit bilang
kau harus membuat sesuatu dengan tanganmu sendiri tapi kau pergunakan jin, itu sudah tidak
jujur namanya kekasih. Pantas kalau kau dibalas tidak jujur, ia membentangkan kain merah
seperti matahari akan terbit. Kesalahan berikutnya kau kaya dari main, lantas mabok, lantas
kemari dan madon. Lima sekaligus.

SESEORANG 1

Dan apa kesalahanku yang kedua

SESEORANG 3

15
Berlagak jadi Ibrohim. Mateni adalah pantangan, kekasih. Kau seperti pencari keranggang,
menghidupi dengan mengambil bayi orang, menghidupi dengan mengambil bayi-bayi
keranggang

SESEORANG 1

Aku menyesal wong ayuku. Ah, tapi apa yang harus disesali. Aku baik-baik saja dan berkat
perjanjian-perjanjian yang tidak jujur itu sekarang aku punya banyak hal, tangkuban perahu,
toba, kelud, merapi, sampai yang modern-modern macam Surabaya Night Spectacular adalah
milikku.

SESEORANG 3

Ya, kau punya banyak sekali objek wisata yang laris, kekasih, dan semuanya hasil persyaratan
perempuan-perempuan. Mereka meninggalkanmu dan kau dapat uang. (Melanjutkan bermain
catur) lanjutkan ceritanya, bagaimana dengan Enggit yang ketiga dan seterusnya

SESEORANG 1

Tidak. Sebaiknya tidak kulanjutkan, cukup sampai disitu ceritanya.

SESEORANG 3

Kenapa, kekasih?

SESEORANG 1

Kalau kulanjutkan ceritanya dimana pun aku pasti akan bertemu dengan pencari keranggang
itu. Yang setiap kali aku hendak bicara sesuatu yang penting...

SESEORANG 4

(Entah datang dari mana) Ya tuan, ada telpon

SESEORANG 1

Oh... iya iya (improve berbicara di telpon tanpa suara, menutup telpon kemudian) yang setiap
kali aku hendak bicara sesuatu yang penting ia selalu datang menyela dan tiba-tiba
membacakan puisi. Tidak asik

SESEORANG 3

Lalu yang baru saja lewat?

SESEORANG 1

Dia pengawalku

SESEORANG 3

(Menebah dada)

16
Aku lelah berganti babak wong ayuku. Yang jelas... permainan catur kita hampir selesai dan
aku hampir kalah lagi.

SESEORANG 3

Kau mau menang dariku, kekasih?

SESEORANG 1

Tentu saja

SESEORANG 3

Kau bisa, asal...

SESEORANG 1

Ada perjanjiannya

SESEORANG 3

Tentu saja

SESEORANG 1

Aku berharap tidak ada pencari keranggang yang muncul. Aku harus menang, jadi... mintalah
sesuatu agar aku dapat memenangkanmu

SESEORANG 3

Kau akan kuanggap menang, dengan satu perjanjian. Buatkan aku seribu candi dalam waktu
semalam dengan tanganmu sendiri, waktunya hanya sampai fajar

SESEORANG 1

Itu hal yang mudah, aku sudah sering membuatkan yang seperti itu. (Berteriak) Pengawal...

SESEORANG 4

(Muncul) Ya tuan

SESEORANG 1

Suruh jin-jin membuat seribu candi dalam waktu semalam

SESEORANG 4

Ya tuan (Keluar)

SESEORANG 3

Jadi, yang itu bukan pencari keranggang?

SESEORANG 1
17
Dia pengawalku

SESEORANG 3

Itu bisa aku terima, kekasih

SESEORANG 1

Ketahuilah wong ayuku kau adalah satu-satunya harapan terakhir. Aku harus punya kau dan
tidak yang lain. Kalau tidak kau apa yang harus kulakukan, apa aku harus saling serang
seperti suro dan boyo

SESEORANG 3

Tidak kekasih, bahkan suro dan boyo pun punya selir, masa kau tidak

SESEORANG 1

Siapa selirnya suro?

SESEORANG 3

Boyo

SESEORANG 1

Siapa selirnya boyo?

SESEORANG 3

Suro

SESEORANG 1

Dan siapa istri mereka?

SESEORANG 3

Makanannya

SESEORANG1

Bagaimana bisa wong ayuku?

SESEORANG 3

Laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu dengan selir dari pada dengan istri dan itulah
yang dilakukan suro dan boyo. Mereka lebih banyak meluangkan waktu untuk bertempur dari
pada makan, jadi bukankah bisa kita tarik benang merahnya kekasih, bahwa selirnya boyo
adalah suro dan selirnya suro adalah boyo, sedang istri-istri mereka adalah makanannya,
jarang ditemui, jarang dimakan, jarang dinikmati

SESEORANG 1
18
Jadi pertempuran mereka di laut itu hanya modus saja untuk mereka bisa sering-sering
bertemu?

SESEORANG 3

Ya, tentu saja

SESEORANG 1

Tapi kan mereka sama-sama laki-laki, wong ayuku

SESEORANG 3

Disitulah letak kemodusannya

SESEORANG 1

Kuanggap kau yang paling pandai

SESEORANG 3

Kalau aku tidak pandai mungkin aku sudah kalah sejak dulu, kekasih.

SESEORANG 1

Mengapa kau mesti mempertahankan diri, wong ayuku?

SESEORANG 3

Mama mengatakan untuk tidak mencukur alis sebelum menikah tapi alisku dicukur, Mama
mengatakan agar aku tidak pakai benges tapi aku dibengesi, Mama mengatakan agar aku tidak
pakai bedak tapi aku dibedaki. Aku memakai riasan wajah yang begitu berat dan hampir-
hampir aku tidak mengenali wajahku sendiri, aku seperti memakai topeng yang begitu tebal.
Riasan adalah topeng yang mengharuskanku menahan rasa malu, dan karena aku ditopengi
aku mesti seperti ini. Mamaku salah, katanya aku mesti dikepang supaya tidak menggoda tapi
kenyataannya aku sudah menggoda bahkah ketika rambutku masih dikepang dua.

Papan catur dan anggur adalah pertahanan diriku yang terakhir, aku sedang memertahankan
diri. Aku beli papan catur, aku beli sebotol anggur, bukan karena aku ingin menikmati
permainannya. Aku memertahankan diri dengan tegas. Papanya mama mengajariku bermain
catur dengan imbalan kepanganku dilepasnya. Aku pun membalas dengan hal yang sama.
Aku tantang orang yang datang padaku dengan harus mengalahkan papan catur terlebih
dahulu, aku tuang anggur supaya mereka linglung, dan aku yang menang

SESEORANG 1

Itukah sebabnya aku tidak pernah bisa mengalahkanmu wong ayuku? Sebab aku tidak terlalu
pandai?

SESEORANG 3

19
Tidak, kekasih. Sebab engkaulah yang mengajariku

SESEORANG 1

Bagaimana bisa? Kapan? Maksudmu aku adalah papanya mamamu?

SESEORANG 3

Semua punya pilihan, kekasih, dan kau tidak boleh dipilihkan

SESEORANG 4

(Datang dengan terburu-buru) Ya tuan, hari sudah fajar. Jin-jin pergi dan candi tinggal hanya
sebuah lagi. Ya tuan, sebaiknya saya kembali saja jadi pencari keranggang dari pada menjadi
mengawal Ya tuan

SESEORANG 3

Jadi diam-diam kau pun menikmati puisi-puisi si pencari keranggang, kekasih?

SESEORANG 1

(Kepada SESEORANG 4) Pergilah. (Kepada SESEORANG 3) Apa yang telah kau perbuat
wong ayuku, mengapa semakin kesini aku semakin ketakutan?

SESEORANG 3

Sudah waktunya, kekasih.

SESEORANG 1

Panggilkan pencari keranggang, aku mau dengar puisinya, badanku sakit, wong ayuku

SESEORANG 3

Tidak bisa kekasih, tidak ada pencari keranggan, kau masih di Jerman. öffne die tür! Buka
pintunya.

SESEORANG 1

Aduh... jantungku nyeri, wong ayuku, ginjalku, hatiku, paruku (membekap jantung, telungkup
kesakitan)

SESEORANG 3

Aku yang menang, kekasih. Lihatlah. Caturmu telah habis dan matahari telah muncul. Kau tak
jujur, kukatakan buatkan dengan tanganmu kau malah meminta jin, syirik kau, kekasih.
Pantas kau ditinggalkan perempuanmu

SESEORANG 1

Mereka dari Mirah, wong ayuku

20
SESEORANG 3

Kau gagal dalam catur dan kau gagal dalam candi

SESEORANG 1

Aku cuma gagal karena mereka semua perempuan dari Mirah, tidak akan pernah bisa bersatu
denganku. Katakan, katakan wong ayuku, jangan-jangan kau dari Mirah juga, Sebab itu kita
tidak bisa bersama

SESEORANG 3

Kau keliru, kekasih.

SESEORANG 1

(Semakin kesakitan) Katakan... katakan...

SESEORANG 3

Kau tidak bisa denganku bukan karena aku perempuan Mirah, kekasih. Tapi karena nama
asliku adalah Mirah

(Menangis) Oh wong ayuku, jadikan saja aku candi yang keseribu!

Selesai

21

Anda mungkin juga menyukai