Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

PUSKESMAS I CILONGOK

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


TUBERKULOSIS PARUDI PUSKESMAS I CILONGOK

Preceptor Fakultas:
dr. Diah Krisnansari, M.Si

Preceptor Lapangan:
dr. Novita Sabjan

Disusun oleh:
Niswati Syarifah Anwar G4A015041
Marlina Jaya Diputri G4A015115

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


PUSKESMAS I CILONGOK

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


TUBERKULOSIS PARUDI PUSKESMAS I CILONGOK

Disusun untuk memenuhi syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Niswati Syarifah Anwar G4A015041
Marlina Jaya Diputri G4A015115

Telah dipresentasikan dan disetujui


Tanggal Oktober 2016

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

dr. Diah Krisnansari, M.Si dr. Novita Sabjan


NIP.19770202 2005012 001 NIP. 19730111 200604 2 006

2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL. ................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 3
C. Manfaat ................................................................................................. 3
II. ANALISIS SITUASI
A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas ............................................ 6
B. Deskripsi Situasi dan Kondisi Wilayah Kerja Puskesmas. .................. 7
C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat ......................... 9
D. Situasi Upaya Kesehatan ...................................................................... 12
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
A. Daftar Permasalahan Kesehatan ........................................................... 19
B. Penentuan Prioritas Masalah ................................................................ 20
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Dasar Teori ........................................................................................... 25
B. Kerangka Konsep ................................................................................. 38
C. Hipotesis ............................................................................................... 39
V. METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ........................................................................... 40
B. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 40
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 40
D. Variabel Penelitian ............................................................................... 43
E. Definisi Operassional ........................................................................... 43
F. Pengumpulan Data ............................................................................... 45
G. Tata Urutan Kerja ................................................................................. 45
H. Analisa Data ......................................................................................... 49
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH ............................... 50
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH .......................................... 55
VIII. RENCANA KEGIATAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 58
B. Tujuan ................................................................................................... 59
C. Judul Kegiatan ...................................................................................... 59
D. Bentuk Kegiatan ................................................................................... 59
E. Sasaran .................................................................................................. 59
F. Pelaksanaan .......................................................................................... 59
G. Rencana Anggaran ............................................................................... 60
H. Rencana Evaluasi Program ................................................................... 60
IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM
A. Pelaksanaan .......................................................................................... 61
B. Evaluasi ................................................................................................ 62
X. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 63
B. Saran ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65

3
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-nya, sehingga laporan akhir Community Health
Analysis (CHA) ini dapat kami selesaikan tepat waktu.
Laporan CHA ini merupakan salah satu tugas yang dibuat dalam rangka
memenuhi syarat tugas di SMF Ilmu Kedokteran Komunitas/ Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Penyusunan laporan CHA ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapan saran dan kritik untuk perbaikan
penulisan di masa yang akan datang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Novita Sabjan
selaku preceptor lapangan yang membimbing kami dalam penyelesaian laporan di
Puskesmas 1 Cilongok. Kepada dr. Diah Krisnansari selaku pembimbing fakultas
dan dosen-dosen Ilmu Kedokteran Komunitas/ Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan laporan CHA ini,
serta kepada rekan co-asissten atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga laporan CHA ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Penulis

4
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir
semua organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru
(80-85%) (Depkes, 2008). Tuberkulosis yang menyerang paru disebut
tuberkulosis paru dan yang menyerang selain paru disebut tuberkulosis ekstra
paru. Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan dahak menunjukkan BTA (Basil
Tahan Asam) positif, dikategorikan sebagai tuberkulosis paru menular
(Depkes, 2005).
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menahun, bahkan
dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya
didapatkan test tuberkulin positif dan 10% akan sakit. Penderita yang sakit
bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati,
25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan
infeksius (Jusuf, 2010). Namun Orang Dengan HIV AIDS(ODHA) dengan
TB paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal dalam waktu yang
lebih singkat (Green, 2006).
Pada tahun 2013, beberapa negara anggota World Healh Organization
(WHO) mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang
mampu menahan laju infeksi baru, mencegah kematian akibat TB,
mengurangi dampak ekonomi akibat TB, dan mampu meletakkan landasan ke
arah eliminasi TB. Eliminasi TB akan tercapai apabila angka insidensi TB
berhasil diturunkan menjadi 1 kasus TB per 1 juta penduduk, sedangkan
kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB (pra eliminasi) adalah
apabila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000 penduduk.
Dengan angka insidensi global tahun 2012 mencapai 122 per 100.000
penduduk dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun, maka TB
akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2160 (Kemenkes, 2014).
Kasus baru TB BTA positif di Indonesia pada tahun 2013 ditemukan
sebanyak 196.310 kasus.Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur,

5
dan Jawa Tengah.Kasus baru TB BTA positif di tiga provinsi tersebut hampir
sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes, 2014).
Penemuan kasus baru TB BTA positif di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2014 adalah sebesar 63 kasus per 100.000 penduduk dengan total 20.796
kasus baru. Penemuan kasus baru TB BTA positif tertinggi adalah di Kota
Magelang, yaitu sebanyak 650 kasus.Kabupaten Banyumas menempati
urutan ke-6 dengan penemuan jumlah kasus TB sebanyak 91 kasus (Dinkes
Jateng, 2014).
Puskesmas I Cilongok merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten
Banyumas Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk yang cukup besar,
yaitu sebesar 66.396 jiwa. Jumlah pasien TB BTA positif yang terdata pada
tahun 2015 di wilayah Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 56 orang
dengan kasus baru TB BTA positif sebanyak 34 kasus. Pada tahun 2015,
angka penemuan penderita pasien TB paru BTA positif/Case Detection Rate
(CDR) hanya sebesar 57,14% dari target 100%. Hal ini dimungkinkan karena
kurangnya skrining atau kurang aktifnya pemegang program, medis, dan
paramedis untuk melakukan penjaringan di keluarga dengan BTA positif.
Penanganan pasien baru penyakit TB BTA positif tercermin dengan angka
pengobatan lengkap sejumlah 17 kasus dan angka keberhasilan pengobatan
sebesar 164,7% (Puskesmas I Cilongok, 2015).
Jumlah pasien TB BTA positif yang terdata pada tahun 2016 di wilayah
Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 46 orang dengan kasus baru TB BTA
positif sebanyak 38 kasus, kasus kambuh sebanyak 4 kasus, dan kasus
pindahan sebanyak 4 kasus. Pada bulan Agustus tahun 2016, angka
penemuan penderita pasien TB paru BTA positif/Case Detection Rate (CDR)
hanya sebesar 33,93% dari target 100%. Hal ini dimungkinkan karena pada
beberapa pasien ada yang sudah mendapatkan terapi antibiotik di pelayanan
kesehatan sebelumnya, selain itu ada juga masalah teknis yaitu kesulitan
mendapatkan sputum karena pada beberapa pasien hanya mengeluarkan air
liur saja, dan kualitas reagen yang hampir expire date(Puskesmas I Cilongok,
2016).
Faktor risiko yang dapat menyebabkan TB secara umum dibagi menjadi
dua yaitu faktor host atau personal dan faktor lingkungan. Faktor personal
meliputi kebiasaan dan paparan terhadap rokok, status nutrisi, penyakit

6
sistemik, keadaan immunocompromised, dan faktor usia. Faktor lingkungan
meliputi orang yang tinggal serumahdengan penderita TB, selain itu orang
yang tinggal di lingkungan yang banyak terjadi kasus TB, dan sosioekonomi
juga berpengaruh terhadap risiko terkena TB (Horsburgh, 2009).
Strategi penemuan kasus TB BTA positif harus dilakukan secara intensif
pada kelompok populasi terdampak dan populasi rentan disertai kegiatan
promosi yang aktif oleh petugas kesehatan bersama masyarakat dan didukung
dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai untuk pengecekan
dahak, biakan, dan uji kepekaan obat. Kegiatan promosi yang aktif oleh
petugas kesehatan bersama masyarakat penting dilakukan mengingat bahwa
riwayat kontak dengan pasien TB serta kurangnya pengetahuan, sikap, dan
perilaku pencegahan penularan penyakit TB akan mempengaruhi kejadian
penularan TB (Kemenkes, 2014).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian “Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat
Tuberkulosis Paru di Puskesmas I Cilongok”.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health
Analysis) di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
tuberkulosis paru di Puskesmas I Cilongok.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah pada faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas I
Cilongok.
c. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah pada faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas I
Cilongok.

7
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif) kepada masyarakat untuk penelitian khususnya
berkaitan dengan TB.
3. Bagi instansi terkait
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah TB sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan
yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
4. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOED
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian selanjutnya.

8
II. ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas


Puskesmas I Cilongok pada tahun 2016 ini beralamat di Jalan Raya
Cilongok-Ajibarang, Desa Cikidang, Cilongok, Banyumas.
1. Sarana Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas I
Cilongok, meliputi Puskesmas Perawatan (1 buah), Puskesmas Pembantu
(1 buah), Puskesmas non rawat inap (1 buah), Posbindu (5 buah), serta
Posyandu (74 buah). Sarana pelayanan kesehatan milik swasta yang ada
di wilayah Puskesmas I Cilongok, meliputi Rumah Sakit Bersalin (1
buah), Rumah Bersalin (1 buah), apotik (4 buah), serta praktek dokter
perorangan (7 buah).
2. Tenaga Kesehatan
Tenaga-tenaga kesehatan yang dimiliki oleh Puskesmas I Cilongok
adalah sebagai berikut:
a. Tenaga Medis
Jumlah tenaga medis yang ada di Puskesmas I Cilongok pada
tahun 2015 adalah sebanyak 6 orang, terdiri atas 5 orang dokter
umum dan 1 orang dokter gigi. Berdasarkan rasio tenaga medis
terhadap jumlah penduduk, yaitu sebesar 9,03 per 10.000 penduduk,
maka tenaga medis di wilayah Puskesmas I Cilongok masih kurang.
b. Tenaga Perawat dan Bidan
Jumlah perawat dan bidan yang ada di wilayah Puskesmas I
Cilongok pada tahun 2015 adalah sebanyak 36 orang. Rasio jumlah
perawat dan bidan terhadap penduduk di wilayah Puskesmas I
Cilongok sebesar 5,20 per 10.000 penduduk. Rasio ini masih cukup
rendah dibandingkan dengan standard nasional, yaitu sebesar 8,56
per 10000 penduduk.
c. Tenaga Farmasi
Terdapat 1 (satu) tenaga farmasi di Puskesmas I Cilongok.
d. Tenaga Gizi
Terdapat 1 (satu) orang tenaga gizi di Puskesmas I Cilongok
sejak pertengahan tahun 2010.

9
e. Tenaga Teknis Medis
Puskesmas I Cilongok memiliki 1 (satu) orang tenaga analis dan
1 (satu) orang tenaga radiografer sejak pertengahan tahun 2013.
f. Tenaga Sanitasi
Sampai dengan tahun 2015, tenaga sanitasi di Puskesmas I
Cilongok adalah sebanyak 1 orang atau sebesar 1,5 per 10.000
penduduk. Dibandingkan dengan standard rasio tenaga sanitasi
sebesar 0,29 per 10000 penduduk, maka rasio tenaga sanitasi di
Puskesmas I Cilongok masih kurang dari standard rasio nasional.
g. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesmas di Puskesmas I Cilongok terdapat 1 (satu)
orang.
3. Pembiyaan Kesehatan
Jaminan kesehatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
meliputi Jaminan Kesehatan Nasional, Jamkesda, asuransi swasta, serta
asuransi perusahaan. Peserta jaminan kesehatan pada tahun 2015 sebesar
34.019 orang (51,24%).
4. Sumber Daya Kesehatan Lainnya
Pada tahun 2015, jumlah Posyandu di wilayah Puskesmas I
Cilongok adalah sebanyak 103 Posyandu, sebagai berikut:
a. Posyandu Pratama
Jumlah posyandu dengan strata Pratama adalah sebanyak 3
posyandu atau sebesar 2,9%.
b. Posyandu Madya
Jumlah posyandu dengan strata Madya adalah sebanyak 26
posyandu atau sebesar 25,2 %.
c. Posyandu Purnama
Posyandu dengan tingkat strata Purnama adalah sebanyak 23
posyandu atau sebesar 22,3%.
d. Posyandu Mandiri
Jumlah posyandu dengan tingkat strata Mandiri adalah sebanyak
51 Posyandu atau sebesar 49,5 %.

10
B. Deskripsi, Situasi, Kondisi, dan Wilayah Kerja Puskesmas
1. Keadaan Geografi
Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok meliputi sebelas desa yang
berada di Kecamatan Cilongok,yaitu desa Cilongok, Cikidang, Pernasidi,
Rancamaya, Panembangan, Karanglo, Kalisari, Karangtengah,
Sambirata, Gununglurah, dan Sokawera dengan luas wilayah kurang
lebih sebesar 62,1 Km2.Wilayah Puskesmas I Cilongok berbatasan
dengan :
Batas Utara :Karesidenan Pekalongan
Batas Selatan :Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok
Batas Timur :Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok dan
KarangLewas
Batas Barat :Wilayah Kerja Puskesmas II Ajibarang
danPekuncen.
Puskesmas I Cilongok berada pada ketinggian 225 meter di atas
permukaan laut. Sebagian wilayah kerja Puskesmas I Cilongok terdiri
dari dataran tinggi sebanyak 73,5% dan dataran rendah sebanyak26,5%.
Luas penggunaan lahan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
terbanyak adalah dalam bentuk tanah sawah (25%) dan tanah
hutan(25%).
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun dari hasil registrasi
pertumbuhan penduduk pada akhir tahun 2015,jumlah penduduk di
wilayah kerja Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 66.396 jiwa,
terdiri dari 33.386 jiwa laki – laki dan33.010 jiwa perempuan yang
tergabung dalam 18.299 KK. Jumlah penduduk tertinggi yang
tercatat adalah di desa Karangtengah sebanyak 9.439 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk terendah adalah di desa Cikidang
sebanyak 3.265 jiwa.Rata-rata jiwa per rumah tangga adalah sebesar
4 jiwa / rumah tangga.
b. Kepadatan Penduduk
Penyebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
belum merata, pada umumnya penduduk masih menumpuk didaerah

11
yang ramai.Rata–rata kepadatan penduduk di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok adalah sebesar 1.096 jiwa setiap kilometer
persegi.Desa dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah desa
Cilongok dengan tingkat kepadatan sebesar 2.497 jiwa setiap
kilometer persegi, sedangkandesa dengan tingkat kepadatan terendah
adalah desa Karangtengah dengan tingkat kepadatan sebesar 548
jiwa per kilometer persegi.
c. Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur
Golongan umur terbesar di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
adalah golongan 25-29 tahun sebanyak 5.957
jiwa,sedangkangolongan usia terendah adalahusia >75 tahun
sebanyak 1.622 jiwa.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok dapat digambarkan melalui beberapa hal
sebagai berikut:
a. Tingkat Pendidikan
Berdasarkandata yang berhasil dihimpun, jumlah penduduk
di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok baik laki – laki maupun
perempuan berusia 10 tahun keatas yang memiliki tingkat
pendidikan perguruan tinggi atau sederajat adalah sebesar
797jiwa atau sekitar 1,42%dan tamat SMA atau sederajat adalah
sebesar 4.982 jiwa atau sekitar 8,87%. Jumlah ini masih relatif
rendah dibandingkan penduduk yang hanya lulus SD, yaitu
sebesar 23.920 jiwa atau 42,57%. Tingkat pendidikan sebagian
besar penduduk di Wilayah Puskesmas I Cilongok ini, akan juga
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan masyarakat,
khususnya tentang kesehatan.
b. Mata Pencaharian
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah
Puskesmas I Cilongok adalah sebagai buruh tani, yaitu sebesar
9,51%, sedangkan yang berpenghasilan sebagai pengusaha
hanya sebesar 3,56 %, PNS sebesar 1%, atau ABRI sebesar
0,1%. Dari data tersebut terlihat bahwa peningkatan UKBM

12
masih harus terus dikembangkan dengan meningkatkan
kerjasama lintas sektoral secara maksimal sehingga tingkat
pendapatan dan daya beli penduduk akan meningkat yang
akhirnya juga akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan
pengobatan sebaik mungkin.
c. Sarana Penunjang
Sarana penunjang laju perekonomian di wilayah Puskesmas
I Cilongok antara lain adalah adanya pasar tradisional,
warung/toko, badan kredit, lumbung desa, dan Koperasi Unit
Desa. Sarana transportasi umum yang mendukung aktifitas
penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok antara lain
angkutan perdesaan (Angkudes), angkutan bus dalam dan antar
propinsi, serta ojek.
Fasilitas tempat sarana peribadatan di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok antara lain adalah mushola dan masjid
yang sebagian besar pendiriannya merupakan swadana
masyarakat. Fasilitas pendukung bagi peningkatan taraf
pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas I Cilongok adalah
adanya Sarana Kelompok Bermain (KB) atau PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini), Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP)

C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat


Derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
dapat dilihat dariangka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas),
dan status gizi sebagai berikut:
1. Mortalitas
Kejadian kematian memberikan gambaran perkembangan derajat
kesehatan masyarakat dan dapat digunakan sebagai indikator dalam
penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lain. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dangan
melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat

13
kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode terakhir akan
diuraikan dibawah ini:
a. Angka Kematian Bayi (AKB)
Pada tahun 2015di wilayah Puskesmas I Cilongok terdapat 982
kelahiran, dengan 978 kelahiran hidup dan 4 lahir mati. Jumlah bayi
mati pada tahun 2015 di wilayah Puskesmas I Cilongok ditemukan
sebanyak 4 jiwa atau 4,08 per 1000 kelahiran hidup. AKB di wilayah
Puskesmas I Cilongok pada tahun 2014 adalah sebesar 1,5 per 1000
kelahiran hidup, pada tahun 2013 sebesar 5,7 per 1000 kelahiran
hidup, dan pada tahun 2012 adalah sebesar 1,3 per 1000 kelahiran
hidup. Dapat disimpulkan bahwa angka kematian bayi di wilayah
Puskesmas I Cilongok mengalami kenaikan dalam 1 tahun terakhir.
b. Angka Kematian Ibu (AKI)
Jumlah kematian ibu pada tahun 2015 di wilayah Puskesmas I
Cilongok adalah sebanyak 102 angka kematian yang dilaporkan.
Angka kematian tersebut, meliputi jumlah kematian ibu hamil, ibu
bersalin, dan ibu nifas. Jumlah kematian ibu hamil pada tahun 2014
adalah sebanyak 0 (nol) jiwa, jumlah kematian ibu bersalin sebanyak
0 (nol) jiwa, dan jumlah kematian ibu nifas sebanyak 1 (satu) jiwa di
Desa Cilongok. Angka Kematian Ibu (AKI) Puskesmas I Cilongok
tahun 2014 adalah 96,89 per 100.000 kelahiran hidup dan AKI pada
tahun 2013 sebesar 190,8 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan
AKI di Puskesmas I Cilongok disebabkan oleh pengetahuan tentang
kehamilan sehat dan persalinan aman oleh petugas kesehatan kepada
masyarakat, meningkatnya kinerja Bidan dalam manajemen
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan yang sesuai
dengan standard mutu.
c. Angka kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) di wilayah Puskesmas I
Cilongok pada tahun 2015 adalah 0 dari total 982 kelahiran atau 0
per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2014 ditemukan 16 (enam
belas) kasus kematian atau sekitar 15,6 per 100.000 kelahiran hidup,
sehingga AKABA di Puskesmas I Cilongok dibandingkan tahun
2014 per 1000 kelahiran mengalami penurunan.

14
d. Angka Kecelakaan
Pada bulan Maret 2016, ditemukan 42 kejadian kecelakaan yang
ditangani di Puskesmas I Cilongok. Tidak ada pasien yang
meninggal dunia. Jumlah pasien yang mengalami luka berat
berjumlah 4 orang, sedangkan pasien yang mengalami luka ringan
berjumlah 38 orang.
2. Morbiditas
a. Penyakit Malaria
Tidak terdapat kasus malaria pada tahun 2015, baik kasus
malaria klinis maupun malaria positif.Jumlah kasus malaria positif
selama tahun 2014 adalah sebanyak 2 kasus, sehingga menunjukkan
bahwa pengobatan dan pencegahan penyakit malaria di Kecamatan
Cilongok mencapai 100%.
b. TB paru
Kasus TB Paru di Puskesmas I Cilongok yang ditemukan
selama tahun 2015 adalah sebanyak 33 kasus dengan BTA (+), tahun
2014 sebanyak 64 kasus dengan BTA (+), tahun 2013 sebanyak 63
kasus BTA (+), sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 53 kasus BTA
(+). Kenaikan kasus TB Paru sampai tahun 2014 di wilayah
Puskesmas I Cilongok disebabkan aktifnya pelacakan pada
suspekTB yang ada di wilayah Puskesmas I Cilongok. Pada tahun
2015 angka kejadian TB paru dengan BTA (+) menurun, karena
sudah tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk
mendeteksi dan menangani pasien TB Paru di Puskesmas I
Cilongok.
c. HIV
Kasus HIV di Puskesmas I Cilongok selama tahun 2015 terdapat
sebanyak 992 kasus. Kasus HIV ditemukan paling banyak diderita
oleh jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 962 kasus atau
96,98% dan pada kelompok usia 25-49 tahun, yaitu sebanyak
57,86%. Kasus AIDS ditemukan sebanyak 1 kasus.
d. Acute Flacid Paralysis(AFP)
Selama tahun 2015, kasus AFP tidak ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok.

15
e. Demam Berdarah Dengue
Ditemukan sebanyak 5 kasus Demam Berdarah Dengue di
wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2015. Dibandingkan
dengan tahun 2014 ditemukan 10 kasus, tahun 2013 ditemukan 17
kasus, dan tahun 2012 ditemukan 4 kasus. Dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, terlihat adanya penurunan kasus DBD di wilayah
Puskesmas I Cilongok.
f. Diare
Di wilayah Puskesmas I Cilongok selama tahun 2015 ditemukan
751 kasus diare.Terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu
ditemukan sebanyak 709 kasus diare pada tahun 2014,setelah
sebelumnya mengalami penurunan dari 821 kasus pada tahun 2013
dan 852 kasus pada tahun 2012.
3. Status Gizi
Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakikatnya adalah untuk
menangani permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Berdasarkan
pemantauan status gizi balita tahun 2015 di wilayah Puskesmas I
Cilongok didapatkan data jumlah seluruh balita adalah sebanyak 5.051
jiwa, sedangkan jumlah balita yang ditimbang adalah sebanyak 4.228
jiwa. Ditemukan 39 balita yang menderita gizi buruk dari seluruh balita
yang ditimbang dengan jumlah balita yang mendapatkan perawatan
sejumlah 30 orang (76,9%).

D. Situasi Upaya Kesehatan


1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat
dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat
sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan oleh Puskesmas I Cilongok antara lain:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Contoh pelayanan kesehatan ibu dan anak meliputi :
1) Pelayanan K4

16
Masa kehamilan adalah masa penting yang harus dipantau
secara rutin, sehingga tumbuh kembang janin serta gangguan
kesakitan pada ibu selama kehamilan dapat terus
dipantau.Deteksi dini terhadap kelainan pada janin maupun
kesakitan pada ibu dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin
yang dilakukan ibu hamil.
Jumlah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
pada tahun 2015 yang mendapatkan pelayanan K4 sebanyak
88,1%, pada tahun 2014 yang mendapatkan pelayanan K4
sebanyak 97,3%, dan pada tahun 2013 yang mendapatkan
pelayanan K4 sebanyak 98,1%. Target Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Kabupaten Banyumas tahun 2015 adalah
sebesar 95%, sehingga Puskesmas I Cilongok pada tahun 2015
belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal.Dibandingkan
pencapaian pada tahun sebelumnya, maka terjadi penurunan
pelayanan K4 di wilayah binaan Puskesmas I Cilongok.
2) Pertolongan oleh Nakes (tenaga kesehatan)
Komplikasi dan kematian pada ibu maternal serta bayi baru
lahir sangat ditentukan dari penolong persalinan terutama bidan
yang mempunyai kompetensi. Pertolongan persalinan yang tidak
dilakukan oleh nakes akan meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi maupun kematian pada ibu bersalin maupun bayi.
Di wilayah Puskesmas I Cilongok, pertolongan persalinan
oleh nakes selama tahun 2015 sebesar 83,79%, tahun 2014
sebesar 97,1%, dan tahun 2013 sebesar 100%. Target Standard
Pelayanan Minimal Kabupaten Banyumas tahun 2015 adalah
sebesar 100%, sehingga pencapaian di Puskesmas I Cilongok
belum mencapai hasil sesuai harapan.
3) Bumil Risti (risiko tinggi) ditangani
Pada tahun 2015, ibu hamil berisiko tinggi yang ada di
wilayah Puskesmas I Cilongok sebanyak 187 bumil, dan seluruh
bumil risti ditangani.
4) Bayi dan bayi BBLR (berat badan lahir rendah)

17
Pada tahun 2015 terdapat 57 bayi berat badan lahir rendah
dari 982 jumlah kelahiran hidup yang ada atau 5,8%.
Sedangkan, pada tahun 2014 sebanyak 51 bayi dari 1.027
jumlah kelahiran hidup (4,96%) dan 2013 sebanyak 44 bayi dari
1.031 jumlah kelahiran hidup (2,76%). Dibandingkan tahun
2013 dan 2014, pencapaian tahun 2015 maka kasus BBLR di
wilayah Puskesmas 1 Cilongok mengalami fluktuasi.
b. Pelayanan Keluarga Berencana
Pasangan usia produktif memiliki peranan penting dalam
meningkatkan jumlah penduduk. Wanita usia subur (WUS) berusia
antara 15-49 tahun. Untuk mengatur jarak kehamilan pada WUS
dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2015, jumlah PUS
(pasangan usia subur) di wilayah Puskesmas I Cilongok adalah
sebanyak 12.670, dibandingkan pada tahun 2014 jumlah PUS adalah
sebesar 12.789 dan pada tahun 2013 jumlah PUS adalah sebesar
12.859, maka terjadi penurunan jumlah PUS.
Peserta KB (Keluarga Berencana) aktif di wilayah Puskesmas I
Cilongok pada tahun 2015 adalah sebanyak 9.978 atau sekitar 76%.
Dibandingkan pada 2014 jumlah peserta KB aktif adalah sebesar
9.720 atau 78,39% dan pada 2013 jumlah peserta KB aktif adalah
sebesar 10.249 atau 78,39%, maka jumlah peserta KB aktif di
wilayah Puskesmas I Cilongok mengalami penurunan. Hal ini erat
kaitannya dengan banyaknya pasangan muda di wilayah Puskesmas
I Cilongok.
c. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk
bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio. Campak, HB), imunisasi
untuk wanita usia subur atau ibu hamil (TT), dan imunisasi untuk
anak sekolah SD (kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT). Daerah binaan
Puskesmas I Cilongok selama tiga tahun terakhir UCI yang dicapai
sebesar 100%, maka wilayah kerja Puskesmas I Cilongok UCI sudah
tercapai 100% sesuai standard.

18
2. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan, dan Penunjang
Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas I Cilongok
meliputi pelayanan pada rawat jalan dan rawat inap.
a. Rawat jalan
Pelayanan kesehatan pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap
di Puskesmas I Cilongok selama tahun 2015 terdapat 42.747
kunjungan, yang terdiri dari 9.051 kunjungan baru dan 33.696
kunjungan lama. Dibandingkan dengan tahun 2014 terdapat 43.590
kunjungan, yang terdiri dari 10.170 kunjungan baru dan 33.420
kunjungan lama serta tahun 2013 terdapat 32.427 kunjungan, yang
terdiri dari 6.104 kunjungan baru dan 26.323 kunjungan lama. Hal
ini menunjukkan tingkat kepercayaan dan kebutuhan masyarakat
terhadap pelayanan rawat jalan di Puskesmas I Cilongok cukup
tinggi.
b. Rawat Inap
Pelayanan rawat inap kasus kunjungan baru pada Puskesmas I
Cilongok selama tahun 2015 adalah sebesar 2,2%, dibandingkan
tahun 2014 sebesar 2,2% dan tahun 2013 sebesar 1,5% dari
keseluruhan kunjungan baru di Puskesmas I Cilongok, maka
kunjungan kasus baru tetap.
3. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit polio
Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2015, tidak
ditemukan kasus AFP di wilayah Puskesmas I Cilongok.
b. Pencegahan dan pemberantasan TB Paru
Di wilayah Puskesmas I Cilongok, pada tahun 2015 kasus TB
Paru BTA (+) yang ditemukan adalah sebanyak 34 kasus dan angka
kesembuhan sejumlah 39 kasus, angka pengobatan lengkap sejumlah
17 kasus, serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 164,7%.
c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, kasus pneumonia
selama tahun 2015 di wilayah Puskesmas I Cilongok yang
ditemukan dan ditangani sebanyak 65 kasus. Dibanding tahun 2014

19
sebanyak 38 kasus, maka terjadi peningkatan kasus pneumonia yang
ditemukan dan ditangani.
d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
Kasus DBD selama tahun 2015 di wilayah Puskesmas I
Cilongok ditemukan 5 kasus dan seluruhnya ditangani (100%).
e. Pengendalian penyakit malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memiliki dampak pada
penurunan kualitas sumber daya manusia. Penegakan diagnosis yang
tepat serta penanganan yang cepat merupakan salah satu upaya
penting dalam pengendalian vektor potensial. Selama tahun 2015
tidak ditemukan kasus malaria di wilayah Puskesmas I Cilongok.
Upaya yang dilaksanakan di wilayah Puskesmas I Cilongok dalam
rangka pengendalian penyakit malaria adalah dengan upaya
penegakan dini kasus malaria dengan mendatangi warga yang
memiliki gejala kearah malaria.
f. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan
KLB
Pada tahun 2015 tidak ada KLB di wilayah Puskesmas I
Cilongok.
g. Pengendalian vektor
Pengendalian vektor yang dilakukan secara rutin adalah dengan
gerakan PSN, abatisasi, fogging, dan penyuluhan. Pada tahun 2015,
didapatkan rumah atau bangunan bebas jentik sebanyak 96,00% dari
14.812 rumah atau bangunan yang diperiksa. Sedangkan, pada tahun
2014 sebanyak 93,80% dari 11.150 rumah atau bangunan yang
diperiksa dan tahun 2013 sebanyak 96,00% dari 11.675 rumah atau
bangunan yang diperiksa.
4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Jumlah institusi diwilayah Puskesmas I Cilongok yang terdiri
sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah, dan perkantoran
yang dibina pada tahun 2014 sebanyak 459 sarana (80,5%), pada

20
tahun 2013 sebanyak 456 sarana (80%), dan pada tahun 2012
sebanyak 382 sarana (86,8%).
b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-Tempat Umum
Tempat-Tempat Umum (TTU) yang diperiksa pada tahun 2015
sebanyak 48 tempat dan semuanya memenuhi persyaratan kesehatan
(100%). Sedangkan pada tahun 2014, TTU yang diperiksa sebanyak
423 tempat dan yang memenuhi persyaratan kesehatan sebanyak 339
(80,14%).
c. Rumah Sehat
Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2015 dari jumlah
18.299 rumah yang diperiksa, terdapat 14.886 rumah yang
memenuhi syarat Rumah Sehat atau sebesar 81,35%. Pada tahun
2014 dari jumlah 11.887 rumah yang diperiksa dan memenuhi syarat
Rumah Sehat sebanyak 9.642 atau sebesar 81,11%, maka terlihat
sedikit peningkatan jumlah Rumah Sehat yang diperiksa.
5. Perbaikan Gizi Masyarakat
a. Pemantauan Pertumbuhan Balita
Jumlah seluruh balita sebanyak 5.051 orang dengan jumlah
balita yang ditimbang sebanyak 4.228 orang. Ditemukan 39 balita
yang menderita gizi buruk dari seluruh balita yang ditimbang dengan
jumlah balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan sejumlah 30
orang (76,9%).
b. Pelayanan Gizi
1) Pemberian Kapsul Vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan
balita sebanyak 2 kali dalam setahun, dilakukan untuk
mencegah defisiensi vitamin A yang diperkirakan dapat terjadi.
Di Puskesmas I Cilongok, jumlah balita yang mendapat
kapsul vitamin A sebanyak 2 kali pada tahun 2015 adalah
sebesar 100% dari 4.688 bayi dan balita yang ada. Begitu pula
pencapaian pada tahun 2014 dan 2013, 100% bayi dan balita
yang ada mendapat vitamin A.
2) Pemberian Tablet besi

21
Untuk mengatasi kasus anemia pada ibu hamil, maka
dilakukan pemberian tablet besi (Fe) selama kehamilan.Selama
tahun 2015, jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi adalah
88,08%. Pada tahun 2014 sebesar 98,04% dan tahun 2013
sebesar 98,09%,sehingga terlihat adanya penurunan pada tahun
2015.
6. Pelayanan Promosi Kesehatan
Standar Pelayanan Minimal Puskesmas I Cilongok mengenai
cakupan desa siaga aktif sebesar 100%. Realisasi sampai akhir tahun
2015 mencapai angka 90,91%.

22
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan harapan (target
atau standard) dan adanya kehendak untuk mengubah kesenjangan tersebut.
Masalah juga dapat diartikan sebagai segala bentuk pertanyaan yang dapat
muncul karena adanya beberapa hal berikut (Ali, 1992):
1. Keingintahuan terhadap sesuatu
2. Kesenjangan antara kenyataan dengan apa yang seharusnya
3. Kesangsian atau kebingungan terhadap suatu hal atau fenomena
4. Hambatan, rintangan, atau kesulitan yang muncul dalam suatu sistem.
Kegiatan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok mengidentifikasi permasalahan yang ada dengan
melihat pencapaian SPM (Standar Pelayanan Minimal) Puskesmas I Cilongok
tahun 2015. Permasalahan teridentifikasi jika terdapat selisih antara target
dan realisasi dari SPM.
Tabel 3.1. Daftar Permasalahan di Puskesmas 1 Cilongok Januari – April
2016
No Target Realisasi Selisih
Indikator
. (%) (%) (%)
1. Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 90 88.08 1.92
Cakupan persalinan oleh nakes 95.2 87.95 7.25
2. yang memiliki kompetensi
Kebidanan
3. Cakupan pelayanan ibu nifas 100 87.86 12.14
Cakupan pemberian MP ASI anak 100 68.54 31.46
4.
6-24 bulan keluarga miskin
5. Cakupan peserta KB aktif 100 79.08 20.92
Cakupan penemuan penderita 100 18.46 81.54
6.
pneumonia balita
Cakupan penemuan pasien baru 100 57.14 42.86
7.
penderita TB BTA +
8. Cakupan penemuan penderita diare 70 55.27 14.73
Cakupan pelayanan kesehatan dasar 100 44.35 55.65
9.
masyarakat miskin
10. Cakupan desa siaga aktif 100 90.91 9.09

23
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas I Cilongok
menggunakan metode Hanlon. Penentuan prioritas dengan metode Hanlon
dilakukan dengan menggunakan 4 kriteria, yakni kriteria A (besarnya
masalah), kriteria B (tingkat keseriusan masalah), kriteria C (kemudahan
penanggulangan masalah), dan kriteria D yang menggunakan istilah PEARL
faktor untuk menggambarkan dapat tidaknya program dilaksanakan (Symon,
2013).
1. Kriteria A (Besarnya Masalah)
Besarnya masalah dapat diartikan sebagai angka kejadian penyakit,
yaitu ukuran besarnya populasi yang mengalami masalah tersebut. Angka
kejadian yang besar diberikan skor yang besar pula (Symon, 2013).
2. Kriteria B (Tingkat Keseriusan Masalah)
Keseriusan masalah dilihat dari 3 aspek, yaitu urgensi (urgency),
keparahan (severity), dan ekonomi (cost). Untuk menilai keseriusan
masalah, masing-masing aspek diberikan skor, aspek yang paling penting
diberikan skor yang paling besar kemudian dihitung rata-rata skor dari 3
aspek.
a. Urgensi : dinilai dari keperluan penyelesaian masalah secara
segera dan perhatian publik
b. Keparahan: dinilai dari kemungkinan mortalitas dan fatalitas suatu
penyakit
c. Ekonomi : dinilai dari besarnya dampak ekonomi kepada
masyarakat.
3. Kriteria C ( Kemudahan Penanggulangan Masalah)
Kriteria ini dinilai dari ketersediaan solusi yang efektif
menyelesaikan masalah.Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor
yang semakin tinggi.
4. Kriteria D (PEARL)
Dinilai berdasarkan jawaban ya dan tidak, jika ya diberikan skor 1
dan jika tidak diberikan skor 0. PEARL terdiri atas:

a. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah

24
b. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
c. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
d. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
e. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada.
Berdasarkan metode Hanlon, penentuan prioritas masalah di Puskesmas I
Cilongok sebagai berikut :
1. Kriteria A (Besarnya Masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari selisih
antara target capaian program dengan realisasi program :
a. 25% atau lebih : 10
b. 10% - 24,9% :8
c. 1% - 9,9 % :6
d. 0,1% - 0,9% :4
e. 0,01% – 0,09% : 2
f. <0,01% :0
Tabel 3.2.Hasil Kriteria A Puskesmas Cilongok I
Target Realisasi Selisih Skor
No Indikator
(%) (%) (%) A
1. Cakupan kunjungan ibu 90 69 21 8
hamil K-4
2. Cakupan persalinan oleh 95.2 71.36 18.64 8
nakes yang memiliki
kompetensi Kebidanan
3. Cakupan pelayanan ibu 90 71.36 18.64 8
nifas
4. Cakupan pemberian MP 100 51.22 48.78 10
ASI anak 6-24 bulan
keluarga miskin
5. Cakupan pelayanan 100 81.81 18.19 8
imunisasi
6. Cakupan penemuan ISPA 80 1.65 81.54 10
7. Cakupan penemuan pasien 100 33.93 66.07 10
baru penderita TB BTA +
8. Cakupan penemuan 100 0 100 10
penderita diare
9. Cakupan penemuan DB 100 100 0 0
10. Cakupan desa siaga aktif 100 90.91 9.09 6

2. Kriteria B (Kegawatan Masalah)


Tabel 3.3. Panduan Skoring Kriteria B Metode Hanlon
Urgency Severity Cost Score
25
Very Urgent Very severe Very costly 10
Urgent Severe Costly 8
Some urgency Moderate Moderate cost 6
Little urgency Minimal Minimal cost 4
No urgency None No cost 2

Tabel 3.4.Hasil Kriteria B Puskesmas Cilongok I


No Severit Sko
Indikator Urgensi Cost
. y rB
Cakupan kunjungan ibu hamil
1. 8 8 8 8
K-4
Cakupan persalinan oleh nakes
2. yang memiliki kompetensi 8 8 8 8
Kebidanan
3. Cakupan pelayanan ibu nifas 8 6 6 6.67
Cakupan pemberian MP ASI
4. anak 6-24 bulan keluarga 8 6 6 6.67
miskin
5. Cakupan pelayanan imunisasi 6 6 8 6.67
6. Cakupan penemuan ISPA 6 6 6 6
Cakupan penemuan pasien
7. 10 10 10 10
baru penderita TB BTA +
Cakupan penemuan penderita
8. 10 10 6 8.67
diare
9. Cakupan penemuan DB 10 10 8 9.33
10 Cakupan desa siaga aktif 8 4 8 6.67

3. Kriteria C (Ketersediaan Solusi)


Kriteria pemberian skor Kriteria C adalah sebagai berikut :
a. Sangat efektif : 10
b. Relatif efektif :8
c. Efektif :6
d. Efektif moderat :4
e. Relatif inefektif :2
f. Inefektif :0

Tabel 3.5.Hasil Kriteria C Puskesmas Cilongok I


No Masalah Kesehatan Skor C
.
1. Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 8
2. Cakupan persalinan oleh nakes yang memiliki 8
kompetensi Kebidanan
3. Cakupan pelayanan ibu nifas 8
4. Cakupan pemberian MP ASI anak 6-24 bulan 8
26
keluarga miskin
5. Cakupan pelayanan imunisasi 8
6. Cakupan penemuan ISPA 8
7. Cakupan penemuan pasien baru penderita TB 8
BTA +
8. Cakupan penemuan penderita diare 8
9. Cakupan penemuan DB 4
10. Cakupan desa siaga aktif 6

4. Kriteria D (PEARL Faktor)


Tabel 3.6. Kriteria D Metode Hanlon
Skor
No. Indikator P E A R L
D
1. Cakupan kunjungan ibu 1 1 1 1 1 1
hamil K-4
2. Cakupan persalinan oleh 1 1 1 1 1 1
nakes yang memiliki
kompetensi Kebidanan
3. Cakupan pelayanan ibu 1 1 1 1 1 1
nifas
4. Cakupan pemberian MP 1 1 1 1 1 1
ASI anak 6-24 bulan
keluarga miskin
5. Cakupan pelayanan 1 1 1 1 1 1
imunisasi
6. Cakupan penemuan ISPA 1 1 1 1 1 1
7. Cakupan penemuan pasien 1 1 1 1 1 1
baru penderita TB BTA +
8. Cakupan penemuan 1 1 1 1 1 1
penderita diare
9. Cakupan penemuan DB 1 1 1 1 1 1
10 Cakupan desa siaga aktif 1 1 1 1 1 1

Untuk mengetahui hasil akhir prioritas masalah setelah komponen A, B,


C, dan D diketahui, dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.7. Hasil Penentuan metode Hanlon
No Urutan
Masalah A B C D NPD NPT
. prioritas
Cakupan kunjungan ibu
1. 8 8 8 1 128 128 4
hamil K-4
Cakupan persalinan
2. oleh nakes yang 8 8 8 1 128 128 5
memiliki kompetensi
27
Kebidanan
Cakupan pelayanan ibu 6.6
3. 8 8 1 117.36 117.36 8
nifas 7
Cakupan pemberian MP
6.6
4. ASI anak 6-24 bulan 10 8 1 133.36 133.36 3
7
keluarga miskin
Cakupan pelayanan 6.6
5. 8 8 1 117.36 117.36 7
imunisasi 7
Cakupan penemuan
6. 10 6 8 1 128 128 6
ISPA
Cakupan penemuan
7. pasien baru penderita 10 10 8 1 160 160 1
TB BTA +
Cakupan penemuan 8.6
8. 10 8 1 149.36 149.36 2
penderita diare 7
Cakupan penemuan DB 9.3
9. 0 4 1 37.32 37.32 10
3
Cakupan desa siaga 6.6
10. 2 6 1 52.02 52.02 9
aktif 7

Tabel 3.8. Prioritas Masalah di Puskesmas 1 Cilongok


Prioritas Ke- Masalah
1 Cakupan penemuan pasien baru penderita TB BTA +
2 Cakupan penemuan penderita diare
3 Cakupan pemberian MP ASI anak 6-24 bulan keluarga miskin
4 Cakupan kunjungan ibu hamil K-4
5 Cakupan persalinan oleh nakes yang memiliki kompetensi
Kebidanan
6 Cakupan penemuan ISPA
7 Cakupan pelayanan imunisasi
8 Cakupan pelayanan ibu nifas
9 Cakupan desa siaga aktif
10 Cakupan penemuan DB

28
IV. KERANGKA KONSEP MASALAH

A. Tuberkulosis

1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar biasa menyerang

organparu disebut TB paru, adapun yang menyerang organ tubuh lain

disebut dengan TB ekstra paru (PPDPI, 2011).Tuberkulosis adalah suatu

penyakit infeksi bakterial yang disebabkan oleh mikroorganisme

Mycobacteriumtuberculosisyang dapat juga mengenai organ maupun

jaringan lain sepertikulit, mata, kelenjar limfe, tulang, selaput otak dan

organ lainnya. Tuberkulosis paling sering menginfeksi sistem respirasi, baik

berdiri sendiri ataupun bersamaan dengan TB pada organ lain (Wong,

2008).

2. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman (basil)

Mycobacteriumtuberculosis. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping

lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2 μm-4

μm dan lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk

spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik

atau granuler. Basil tuberkulosis bersifat tahan asam dan dapat dilakukan

perwanaan dengan metode Ziehl Neelsen (Herchline,2013 ; PDPI, 2014).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya TB dibagi menjadi dua yaitu faktor host atau

personal dan faktor lingkungan.

a. Faktor Personal
29
1) Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko yang

lebih tinggi untuk terkena TB.

2) Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki risiko yang

lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki peran penting

dalam aktivasi makrofag dan membatasi pertumbuhan

Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam serum

akanmeningkatkan risiko terinfeksi TB.

3) Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit seperti

keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki risiko untuk

terkena TB.

4) Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki

risikountuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu,

pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga

memiliki risiko untuk terkena TB.

5) Usia, di Amerika dan negara berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak

terjadi pada orang tua daripada dewasa muda dan anak-anak.

b. Faktor lingkungan

Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB akan berisiko

untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di lingkungan yang

banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena

TB.Selain itu sosioekonomi juga berpengaruh terhadap risiko untuk

terkena TB dimana sosioekonomi rendah memiliki risiko lebih tinggi

untuk terkena TB (Horsburgh, 2009).

Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang

terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah

30
endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak

baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti

perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi

TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang

infeksius, terutama dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif.Berarti bayi dari

seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi

TB.Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula

kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang

infeksius (Kartasasmita, 2009).

4. Cara Penularan

Cara penularan TB penting diketahui agar dapat melakukan

pencegahan yang tepat (PDPI, 2014), yakni :

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik

dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB

dengan hasil pemeriksaan BTA negative tidak mengandung kuman

dalam dahaknya. Hal tersebut bias saja terjadi oleh karena jumlah kuman

yang terkandung dalam uji ≤5.000 kuman/cc dahak, sehingga sulit

dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.

b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif

adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah

26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks

positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang

mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.

31
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk

dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

5. Patogenesis TB

Infeksi TB kebanyakan terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi

droplet saluran nafas yang mengandung kuman–kuman basil tuberkel

yangberasal dari orang yang terinfeksi.Basil tuberkel yang mencapai permukaan

alveolus diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga

basil.Setelah berada dalam ruang alveolus, dibagian bawah lobus atas paru atau

dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel membangkitkan reaksi inflamasi atau

peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri tersebut, namun tidak membunuh organisme

tersebut.Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang

terserang akan mengalami konsolidasi. Bakteri terus difagositatau berkembang

biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar

getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang

dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20

hari (Price, 2006).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumoni kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Dari

sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus dan

juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Proses ini memakan

waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,


32
kalsifikasi di hilus dan dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar (Bahar, 2007).

d. Kuman yang dormantakan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Sarang dini ini

mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang

dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini

yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan

ikat sekitar dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek

membentuk perkejuan. Bila jaringan perkejuan dibatukkan, akan

menimbulkan kavitas (Bahar, 2007).

6. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala klinis pada pasien TB berupa batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih, batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitudahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI,

2007). Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menjadi gejala respiratorik

dan gejala sistemik,

1) Gejala respiratori

a) Batuk > 3 minggu

b) Batuk darah

c) Sesak nafas

d) Nyeri dada
33
2) Gejala Sistemik

a) Demam meriang lebih dari satu bulan

b) Nafsu makan menurun

c) Malaise

d) Keringat malam tanpa aktivitas

e) Anoreksia

f) Berat badan menurun

b. Pemeriksaan Fisik

Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan pada

pemeriksaan fisik.Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat.Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama

di daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai

antara lain (Kemenkes RI, 2014):

1) Keadaan umum : normal atau tampak sesak napas jika infiltrasimeliputi

setangah bagian paru.

2) Pemeriksaan fisik paru

a) Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda penarikan paru (deviasi trakea, ketinggalan

gerak paru).

b) Palpasi

Jika terjadi infiltrasi, pada palpasi paru akan ditemukan peningkatan

vokal fremitus.

c) Perkusi

Dapat ditemukan redup teruatam terjadu pada atelektasis atau efusi

pleura (redup bagian basal).

34
d) Auskultasi

Suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah.c.

Pemeriksaan Bakteriologis

1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang

berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

a) S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang

berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terdugapasien

membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagipada hari kedua.

b) P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di

fasyankes.

c) S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

2) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium Tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
a) Pasien TB ekstra paru.
b) Pasien TB anak.
c) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA

negatif. Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau

mutunya.

35
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat

yang direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan

untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.

3) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan adalah foto toraks


posteroanterior dengan atau foto lateral. Pemeriksaan lain seperti CT-scan
dapat dilakukan jika terdapat indikasi. Gambaran radiologi pada TB paru
dibagi menjadi TB aktif dan nonkatif :
a) TB Aktif
i. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah.
ii. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
iii. Bayangan bercak milier.
iv. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
b) TB inaktif
i. Fibrotic pada segmen apical dan atau posterior lobus superior
ii. Kalsifikasi atau fibrotic
iii. Kompleks ranke
iv. Fibrotoraks dan atau penebalan pleura
Untuk kepentingan pengobatan pada kasus TB paru BTA
negatif perlu di identifikasi luas lesi, yaitu :
1. Lesi minimal
Bila proses satu atau dua paru dengan luas <dari volume paru yang
terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua depan prosesus
spinosus dari vertebrae torakalis 4 atau korpus vertebrae torakalis 5 dan
tidak ditemukan kavitas.
2. Lesi luas
Bila luas lesi lebih dari lesi minimal
d. Tes Tuberkulin

Tes kulit dapat mengidentifikasi seseorang yang telah terinfeksi pada suatu
36
saat oleh Mycobacterium tuberculosis, namun tidak dapat membedakan antara

penyakit yang sedang berlangsung dengan keadaan paska infeksi.Hasil tes yang

positif tidak selalu diikuti dengan penyakit, demikian juga dengan hasil tes negatif

tidak selalu menyingkirkan tuberkulosis.Tes ini mungkin hanya berguna dalam

menentukan diagnosis pada penderita dengan pemeriksaan sputum BTA

negatif(terutama anak-anak yang memiliki kontak dengan seseorang penderita

tuberkulosis yang menular) (Bahera, 2010).

Tes tuberkulin dilakukan dengan menyuntikan tuberkulin sebanyak 0,1

ml secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan

bawah dengan ukuran jarum suntik 26-27 G dan spuit 1cc. Akan terbentuk

suatu gelembung berdiameter 6-10mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila

dosis 0,1 ml disuntikan dengan tepat dan cermat. Pembacaan dilakukan 48-72

jam setelah penyuntikan dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah

sedikit di tekuk.Hasil tes dikatakan positif apabila diameter indurasi >5mm.

Tidak adanya indurasi sebaiknya dicatat “0 mm” dan bukan negatif (Price and

Wilson, 2005).Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi

hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan.Hal ini

secara tidak langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke

dalam tubuh (Kemenkes RI, 2014).

e. Diagnosis TB Paru Orang Dewasa

1) Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB Paru

pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis.

2) Apabila pemeriksaan bakteriologis hasilnya negative, maka penegakan

diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil

pemeriksaan klinis dan penunjang (sekurang-kurangnya pemeriksaan foto


37
toraks).

3) Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah

pemberian terapi antibiotika spectrum luas (Non OAT dan Non quinolon)

yang tidak memberikan perbaikan klinis.

4) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.

5) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik

pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun

underdiagnosis.

6) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan melakukan uji

tuberkulin.

f. Diagnosis TB Ekstra Paru Orang Dewasa

1) Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis),

pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondylitis TB dan lain lainnya.

2) Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan

klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil

dari organ tubuh yang terkena.

3) Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan

gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.

38
g. Alur Penegakan Diagnosis TB

Gambar 3.1 Algoritma Penegakan Diagnosis TB (PDPI, 2014)

7. Pencegahan

Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat

dalam pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.

Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting peranannya untuk

mencegah tersebarnya kuman TB ini. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi

dengan 4 pilar yaitu :


39
a. Pengendalian Manajerial

Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif

berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB yang meliputi: a.)

Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB b.)Membuat SPO mengenai alur

pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans serta membuat

perencanaan program PPI TB secara komprehensif.

b. Pengendalian administratif

Pengendalian administratif adalah upaya yang dilakukan untuk

mencegah atau mengurangi pajanan kuman m. tuberculosis kepada petugas

kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan. Upaya ini mencangkup:

1) Strategi TEMPO (Temukan pasien secepatnya, Pisahkan secara Aman,

Obati secara tepat)

2) Penyuluhan pasien mengenai etika batuk

3) Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu, serta

pembuangan dahak yang benar

4) Skrining bagi petugas yang merawat pasien c.

Pengendalian lingkungan

Upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi

dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan


mengurangi/ menurunkan kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian

dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional

airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.Sistem

ventilasi berupa, ventilasi alamiah, ventilasi mekanik, dan ventilasi campuran

Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan

setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes

berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan


40
bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan

monitoring dan pemeliharaan secara periodik.

d. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri

Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di

tempat pelayanan sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab

kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administratif dan

lingkungan. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI),2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu:

1) Pencegahan oleh masyarakat

a) Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh

meningkat untuk membunuh kuman TBC

b) Tidur dan istirahat yang cukup

c) Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba

d) Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya


e) Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah

karena kuma TBC akan mati bila terkena sinar matahari

f) Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar kondisi

balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC

g) Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung

dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan

orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang

positif tertular.

2) Pencegahan oleh penderita

a) Tidak meludah / membuang dahak di sembarang tempat tetapi dibuang

pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya: dengan menggunakan

wadah/ kaleng bertutup yang sudah diberi air sabun. Buanglah dahak ke
41
lubang WC atau timbun ke dalam tanah di tempat yang jauh dari

keramaian.

b) Menutup mulut saat batuk atau bersin dengan saputangan atau tisu atau

tangan pada waktu bersin dan batuk, dan mencuci tangan.

c) Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar matahari

masuk. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman TB.

e. Pencegahan oleh Petugas

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan

adalah dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB meliputi tanda

dan gejala, bahaya, penularan dan dampak yangditimbulkan, pengobatan, serta

pencegahan penularan. Penyuluhan dapat dilakukan secara berkala dengan tatap

muka, ceramah dan media masa yang tersedia di wilayah tersebut tentang cara

pencegahan TB. Penyuluhan juga dapat diberikan secara khusus kepada klien agar

klien rajin berobat untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain

maupun anggota keluarga lain agar tercipta rumah sehat sebagai upaya

mengurangi penyebaran penyakit.

B. Kerangka Konsep

Faktor Riwayat Kontak

Faktor Upaya Pencegahan


(Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku) Kejadian Tuberkulosis di
Wilayah Puskesmas Jatilawang
Faktor Lingkungan

Faktor Status Gizi

42
C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

2. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

3. Terdapat hubungan antara sikap dengan kejadian tuberkulosis di wilayah

kerja Puskesmas I Cilongok.

4. Terdapat hubungan antara perilaku dengan kejadian tuberkulosis di wilayah

kerja Puskesmas I Cilongok.

5. Terdapat hubungan antara lingkungan dengan kejadian tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

6. Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian tuberkulosis di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

43
V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan

pendekatan kasus-kontrol yang menelaah hubungan antara efek penyakit atau

kondisi kesehatan tertentu dengan faktor risiko tertentu (Sastroasmoro, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016 di

desa-desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten

Banyumas.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Target

Semua orang yang bertempat tinggal di Kabupaten Banyumas.

2. Populasi Terjangkau

Semua orang yang bertempat tinggal di desa-desa yang berada di wilayah

kerja Pukesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas.

3. Sampel

a. Kasus

Semua pasien yang terdiagnosis tuberkulosis pada bulan Januari 2016

sampai dengan September 2016.

b. Kontrol

Seseorang yang bebas menderita tuberkulosis pada periode yang sama

dengan kasus.

44
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

1) Kasus

a) Pasien yang berdasarkan rekam medis Puskesmas I Cilongok

terdiagnosis positif tuberkulosis pada bulan Januari 2016 sampai

dengan September 2016.

b) Pasien berusia ≥ 18 tahun.

c) Bersedia menjadi subjek penelitian dibuktikan dengan kesediaan

menandatangani lembar informed consent.

2) Kontrol

a) Pasien yang bebas menderita tuberkulosis pada bulan Januari

2016 sampai dengan September 2016 yang tinggal di desa yang

berada di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten

Banyumas.

b) Responden berusia ≥ 18 tahun.

c) Bersedia menjadi subjek penelitian dibuktikan dengan kesediaan

menandatangani lembar informed consent.

b. Kriteria Eksklusi

1) Berpindah rumah saat dilakukan penelitian.

2) Meninggal dunia sebelum dilakukan penelitian.

5. Besar Sampel

Besar sampel minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus

analisis kategorik tidak berpasangan untuk menguji proporsi pada 2

populasi adalah sebagai berikut :

45
Keterangan:

n : Besar sampel

: Besar nilai kesalahan tipe I (α) = 0.05 maka standar deviasi

α pada

kesalahan tipe = 1,96

β : Besar nilai kesalahan tipe II (β) = 0.2 maka standar deviasi

pada kesalahan tipe II = 0,84

P1 : Proporsi faktor risiko pada kontrol berdasarkan pustaka 0,117

Q1 : 1-P1 = 1-0,117 = 0,883

P2 : P1 + 30% = 0,117 + 0,3 = 0,417

Q2 : 1-P2 = 1-0.417 = 0.583

P : (P1 + P2)/2 = (0,117+0,417)/2 = 0,267

Q : 1-P = 1-0,27 = 0,73

(P1-P2) : Selisih minimal proporsi yang dianggap bermakna ditetapkan

sebesar 0,4

(1.96√2 × 0.267 × 0.73 + 0.84√0.117 × 0.883 + 0.417 × 0.583)2


1=2=
(0.4)2

(1.96 × 0.624 + 0.84 × 0.588)2


1=2=
0,16

(1,223 + 0,493)22,944
n1 = n2 = = = 18,4 ≈ 18 = 36
0,16 0,16

Dari perhitungan diatas didapatkan besar sampel pada masing-

masing kelompok kasus dan kontrol adalah 18 orang dengan total sampel
46
36 orang.

6. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling jenis

purposive sampling.

D. Variabel Penelitian

Terdapat 2 jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel

dependen dan independen.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah riwayat kontak,

pengetahuan, sikap, perilaku, lingkungan, dan status gizi.Variabel ini

diukur dengan skala pengukuran kategorik nominal.

2. Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah angka kejadian

tuberkulosis BTA positif di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok bulan

Januari 2016 sampai dengan bulan September 2016.Variabel ini diukur

dengan skala pengukuran kategorik nominal.

E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Operasional Jenis Skala
Data Data
Riwayat Kontak Riwayat kontak adalah Kategorik Nominal
riwayat responden pernah
tinggal bersama di satu
rumah atau mengalami
kontak yang sering dengan
penderita tuberkulosis paru
baik BTA positif maupun
BTA negatif yang diukur
menggunakan kuesioner.
Kategori :
1. Ya : Skor 1
2. Tidak : Skor 0
Pengetahuan Pengetahuan adalah segala Kategorik Nominal
47
sesuatu yang diketahui
responden mengenai penyakit
tuberkulosis paru meliputi
pengertian, penyebab, faktor
risiko, cara penularan, gejala,
komplikasi, dan upaya
pencegahan. Alat ukur yang
digunakan berupa kuesioner
yang terdiri dari 14
pertanyaan. Kategori :
1. Baik : Skor 56-100%
2. Buruk : Skor 0-55%
Sikap Sikap adalah penilaian dan Kategorik Nominal
persepsi responden terhadap
upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis yang dilakukan
pada kehidupan sehari-hari.
Alat ukur yang digunakan
berupa kuesioner yang terdiri
dari 10 pertanyaan. Kategori :
1. Baik : Skor 56-100%
2. Buruk : Skor 0-55%

Perilaku Perilaku merupakan tindakan Kategorik Nominal


yang pernah dilakukan
responden dalam mencegah
penyakit tuberkulosis paru.
Alat ukur yang digunakan
berupa kuesioner yang terdiri
dari 10 pertanyaan. Kategori :
1. Baik : Skor 56-100%
2. Buruk : Skor 0-55%
Lingkungan Kesehatan lingkungan Kategorik Nominal
berdasarkan kriteria rumah
sehat yang dinilai dari
komponen dinding, tembok,
ventilasi, cahaya matahari
yang masuk, kepadatan
hunian, dan sumber polusi di
dalam rumah.
Kategori:
1. Sehat: Skor 1
2. Tidak Sehat : Skor 0
Status Gizi Pengukuran Indeks Massa Kategorik Nominal
Tubuh (IMT) yang
merupakan hasil
48
perbandingan berat badan
(kilogram) dengan tinggi
badan (meter) kuadrat.
Kategori:
1. BB kurang:<18,5
2. BB Normal: 18,5-22,9
3. BB dengan risiko: ≥23
4. Obes I: 24-29,9
5. Obes II : ≥30
Kejadian TB Banyaknya kasus Kategorik Nominal
tuberkulosis di wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok.
Diagnosa tuberkulosis
ditegakkan oleh dokter
dengan serangkaian
pemeriksaan, dimulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan lanjutan
yaitu berupa pemeriksaan
bakteriologi (BTA) dan
radiologi (Foto Rontgen
Thoraks)

F. Pengumpulan data

1. Alat pengumpulan data

Alat pengumpul data yang digunakan berupa kuesioner berisi

tentang pertanyaan-pertanyaan seputar riwayat kontak dengan penderita

TB, pengetahuan mengenai penyakit TB, sikap dan perilaku terhadap

pencegahan penyebaran penyakit TB, status gizi, dan lingkungan rumah.

2. Instrumen penelitian

Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disesuaikan dengan

tujuan penelitian dan mengacu kepada konsep dan teori. Pertanyaan terdiri

dari 7 bagian yaitu, bagian A berisi tentang data demografi yang meliputi

nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan status kontol atau kasus. Bagian B

berisi status gizi responden yang dinilai dari indek massa tubuh. Bagian C

berisi 4 pertanyaan berisi riwayat kontak responden dengan pasien

tuberkulosis.Bagian D berisi 14 pernyataan tentang pengetahuan tentang


49
penyakit TB dalam bentuk pernyataan tertutup positif.Bagian E berisi 10

pertanyaan tentang sikap mengenai upaya pencegahan penyakit TB dalam

bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan positif berjumlah 7 poin yang terdiri

dari poin C1, C2, C3, C5, C6, C8, C10 dan pertanyaan negatif berjumlah 3

poin yang terdiri dari poin C4, C7, dan C9. Bagian F berisi 10 pertanyaan

tentang perilaku mengenai upaya pencegahan penyakit TB dalam bentuk

pertanyaan tertutup positif.Bagian G berisi pertanyaan seputar lingkungan

rumah responden yang diobservasi langsung oleh peneliti.

Skala pengukuran sikap tentang upaya pencegahan TB

menggunakan skala Likert.Dalam penilaian atau skor berdasarkan

skalaLikert berbedaantara pernyataan positif dengan pernyataan

negatif.Penilaian untuk pernyataan positif sikap responden tentang upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis, yaitu: sangat setuju (4), setuju (3), tidak

setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan penilaian pernyataan

negatif sikap responden tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

juga menggunakan skala Likert, yaitu: sangat tidak setuju (4), tidak setuju

(3), setuju (2), dan sangat setuju (1).

Penilaian bagi pengetahuan, sikap, dan perilaku upaya pencegahan

dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor

yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa

prosentase. Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam

kalimat kualitatif.Pengetahuan kurang apabila skor tingkat pengetahuan

responden <55%. Pengetahuan baik apabila skor tingkat pengetahuan

responden antara 56-100% .

50
3. Uji coba alat pengumpulan data

Kuesioner penelitian ini telah digunakan oleh penelitian sebelumnya

dan telah diuji validitas serta reliabilitasnya. Adapun pengujian reliabilitas dan

validitas kuesioner pada penelitian sebelumnya dapat disajikan sebagai berikut:

a. Uji Validitas Data


Validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes mengukur apa yang
seharusnya diukur. Sebuah pengukuran dikatakan valid jika dapat mengukur
tujuannya dengan nyata atau benar (Jogiyanto, 2004:120). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner,
sehingga pengujian validitas yang digunakan berupa validitas isi (countent

validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan

antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Nilai

koefisien korelasi antara skor setiap item dengan skor total dihitung degan

korelasi product moment (product momentpearsoncorrelation).

Hasil pengujian validitas yang dilakukan pada seluruh variabel

menunjukkan bahwa untuk variabel riwayat kontak, nilai koefisien korelasi

untuk 4 pernyataan berada di bawah taraf signifikansi 5 % atau 0,05 yang

berarti semua item pertanyaan dinyatakan valid. Variabel pengetahuan

dengan 14 item pernyataan berada di bawah taraf signifikansi 5 % atau 0,05

yang berarti semua item pertanyaan dinyatakan valid. Variabel sikap untuk

10 item pernyataan berada di bawah tarafsignifikansi 5 % atau 0,05 dan

variabel lingkungan kerja untuk sepuluh item pernyataan berada di bawah

taraf signifikansi 5 % atau 0,05, yang berarti semua item pertanyaan

dinyatakan valid. Variabel perilaku untuk 9 item pernyataan berada di

bawah taraf signifikansi 5 % atau 0,05 dan variabel lingkungan kerja untuk

sepuluh item pernyataan berada di bawah taraf signifikansi 5 % atau 0,05,

yang berarti semua item pertanyaan dinyatakan valid.

51
b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran

tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap

pernyataan yang sama menggunakan alat ukur yang sama pula. Reliabilitas

ditunjukkan oleh nilai koefisiennya, yaitu koefisien reliabilitas

(Jogiyanto, 204: 32). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan

teknik Cronbach Alpha (α), di mana suatu intumen dapat dikatakan

handal (reliabel), bila memiiki Cronbach Alpha ≥ 0,6.

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa masing-masing instrumen

yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai cronbachalpha di atas

taraf 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa instrumenyangdigunakan

signifikan di mana nilai reliabilitasnya yang relatif baik.

4. Cara pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder.Data primer didapatkan dari pengisian kuesioner sedangkan data

sekunder berasal dari data Puskesmas Jatilawang berupa data penderita

tuberkulosis dan kejadian penyakit tuberkulosis bulan Januari 2016 sampai

bulan Juli 2016. Responden diminta persetujuannya untuk menjadi subjek

penelitian dengan menandatangani informed consent sebelum dilakukan

penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

kuesioner tertutup yakni responden diminta untuk memilih jawaban yang

telah disediakan dalam menjawab pertanyaan.

G. Tata urutan kerja

1. Tahap Persiapan

a. Analisis situasi

b. Identifikasi dan penyusunan prioritas masalah


52
c. Memilih subjek penelitian sesuai kriteria inklusi dan eksklusi

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengambilan data primer

b. Pengolahan dan analisis data

c. Menyusun alternatif pemecahan masalah

d. Menjalankan pemecahan masalah

e. Penyusunan laporan

H. Analisis data

1. Analisis Univariabel

Analisis yang telah dilakukan yaitu dengan statistik deskriptif.Analisis

ini digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik responden yang

diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dan wawancara.Analisis ini juga

digunakan untuk mencari rerata (mean), standar deviasi, median, dan nilai

maksimum-minimum.

2. Analisis Bivariabel

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi square karena data

yang dipakai adalah data tidak berpasangan, terdapat 2 kelompok, bertujuan

ingin membandingkan, dan skala pengukuran yang digunakan pada setiap

variabel merupakan skala kategorik nominal dikotom.

53
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

Penelitian dilakukan dengan cara kunjungan ke rumah pasien. Responden


berjumlah 18 kontrol (tidak terkena TB) dan 18 kasus (terkena TB) dengan total
36 responden. Setiap responden mengisi lembar persetujuan setelah penjelasan
dan kuesioner dipandu langsung oleh peneliti.

A. Analisis Univariat (Karakteristik Responden)


Tabel 5.1. Gambaran Umum Responden

Variabel Frekuensi %
Kejadian TB
Kasus 18 50.0
Kontrol 18 50.0
Usia
Usia <45 26 72.2
Usia 45-59 8 22.2
Usia 60-69 1 2.8
Usia ≥70 1 2.8
Jenis Kelamin
Laki-laki 25 69.4
Perempuan 11 30.6
Status Gizi
BB kurang 17 47.2
BB normal 11 30.6
BB dengan risiko 4 11.1
Obes I 3 8.3
Obes II 1 2.8
Riwayat Kontak
Ya 18 50
Tidak 18 50
Pengetahuan
Baik 15 41.7
Buruk 21 58.3
Sikap
Baik 29 80.6
Buruk 8 19.4
Perilaku
Baik 5 13.9
Buruk 31 86.1
Lingkungan
Baik 11 30.6
Buruk 25 69.4

Analis univariat yang digunakan yaitu distribusi frekuensi pada masing-

54
masing variabel dan presentasenya untuk menggambarkan karakteristik responden.
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa terdapat 18 responden dengan kejadian penyakit
TB (50%) dan 18 responden tidak terkena TB sebagai kontrol (50%). Rentang usia
menunjukan responden dengan usia <45 tahun sebanyak 26 orang (72.2%), usia
45-59 tahun terdapat 8 orang (22.2 %), usia 60-69 tahun terdapat 1 orang (2.8%),
dan usia ≥ 70 tahun terdapat 1 orang (2.8%). Jenis kelamin laki-laki terdapat 25
responden (69.4%) dan jenis kelamin perempuan terdapat 11 orang (30.6%). Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa 17 responden memiliki status gizi kurang
(47.2%), status gizi normal sebanyak 11 orang (30.6%). Status gizi dengan risiko 4
orang (11.1%), obesitas derajat I sebanyak 3 orang (8.3%) dan obesitas derajat II
terdapat 1 orang (2.8%).
Responden dengan riwayat kontak berjumlah 18 orang (50%).
Responden tanpa riwayat kontak berjumlah 18 orang (50%). Responden
dengan pengetahuan baik tentang penyakit TB terdapat 15 orang (41.7%).
Responden dengan pengetahuan akan TB buruk berjumlah 21 orang (58.3%).
Responden dengan sikap baik berjumlah 29 orang (80.6%) sedangkan
responden dengan sikap buruk berjumlah 8 orang (19.4). Perilaku responden
buruk sebanyak 31 orang (86.1%), responden dengan perilaku baik sebanyak 5
orang (13.9%).Keadaan lingkungan terdapat 11 orang (30,6%) yang memiliki
rumah dengan keadaan lingkungan yang sehat dalam hal sanitasi, ventilasi dan
pencahayaan sedangkan 25 orang (60,4%) lainnya tinggal dalam lingkungan
yang tidak sehat.

B. Analisis Bivariat

Menguji ada tidaknya hubungan antara variabel independent dan


dependent yaitu menggunakan uji Chi-Square. Berdasarkan pengujian
diperoleh hasil sebagai berikut.
a. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan Riwayat Kontak
Tabel 5.2. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan Riwayat Kontak
Kejadian TB
95%
OR P
Kasus Kontrol Total CI

18 0 18
Kontak
Riwayat (100%) (0%) (50%)
kontak Tidak 0 18 18 - - 0,000
55
(0%) (100%) (50%)
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terhadap data (Tabel 5.2) menunjukkan meskipun


riwayat kontak memiliki hubungan yang signifikan (p=0,000) dengan
kejadian TB sesuai dengan nilai p kurang dari α (α = 0,05), namun hasil
penelitian tidak bisa dianalisis analitik secara statistik karena terdapat
kolom yang bernilai nol. Nilai OR juga tidak bisa dihasilkan karena data
pada bebrapa kolom bernilai nol, hal ini dapat terjadi akibat berbagai
faktor salah satunya adalah pengetahuan masyarakat yang masih kurang
sehingga tidak bisa menilai gejala TB.
b. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan Pengetahuan
Tabel 5.3. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan Pengetahuan
Kejadian TB
95%
OR P
Kasus Kontrol Total CI

10 15 25
Baik
(40%) (60%) (100%)
Pengetahuan
8 3 11 0,849-
Buruk 4,000 0,148
(72,7%) (27.3%) (100%) 18,836
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terhadap data (tabel 5.3) menunjukkan bahwa pengetahuan


memiliki hubungan yang tidak signifikan (p=0,148) dengan kejadian TB.
Hasil uji statistik p = 0,148 nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil
penelitian secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kejadian tuberkulosis dengan pengetahuan.

c. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan Sikap


Tabel 5.4. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan sikap
Kejadian TB
95%
OR P
Kasus Kontrol Total CI

12 17 29
Baik
(41.4%) (58.6%) (100%)
Sikap 0,903-
56
6 1 7
Buruk 8,500 0,092
(85.7%) (14.3%) (100%) 80,025
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terhadap data (Tabel 5.4) menunjukkan bahwa sikap


memiliki hubungan yang tidak signifikan (p=0,092) dengan kejadian
TB. Hasil menunjukan nilai p lebih dari α (α = 0,05), ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian
tuberkulosis dengan sikap.
d. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan perilaku
Tabel 5.5. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan Perilaku
Kejadian TB
OR 95%CI P
Kasus Kontrol Total

0 5 5
Baik
(0%) (100%) (100%)
Perilaku
18 13 31
Buruk - 0,054
(58,9%) (41,9%) (100%) -
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terhadap data (Tabel 5.5) menunjukkan bahwa


perilaku memiliki hubungan yang tidak signifikan (p=0,054) dengan
kejadian TB. Hasil uji statistik ini tidak bisa digunkan karena terdapat
kolom yang bernilai nol sehingga hasilnya tidak valid. Nilai OR juga
tidak bisa dihasilkan karena terdapat kolom yang berniali nol, hal
tersebut kemungkinan bisa dikaitkan dengan kebiasaan buruk
masyarakat yang masih dominan didukung oleh pengetahuan yang
kurang.
e. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan Lingkungan
Tabel 5.6. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan Lingkungan
Kejadian TB
95%
OR P
Kasus Kontrol Total CI

0 11 11
Baik
(0%) (100%) (100%)
Lingkungan -
57
18 7 25
Buruk - 0,000
(72%) (28%) (100%)
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terthadap table 5.6 menunjukkan bahwa meskipun


lingkungan memiliki hubungan yang signifikan (p=0,000) dengan kejadian
TB dengan hasil uji statistik (p = 0,000) yaitu nilai p lebih besar dari α (α =
0,05), namun ini data tersebut tidak bisa dianalis analitik karena terdapat
kolom yang bernilai nol. Nilai OR juga tidak bisa dihasilkan karena terdapat
kolom yang bernilai nol. Hal tersebut bisa diakibatkan status ekonomi
masyarakat rata-rata di desa-desa ilayah kerja Puskesmas I Cilongok berada
di menegah kebawah.
f. Hubungan Kejadian Tuberkulosis dengan status gizi
Tabel 5.7. Analisis Kejadian Tuberkulosis dengan Status Gizi
Kejadian TB
95%
OR P
Kasus Kontrol Total CI

2 9 11
Baik
(18.2%) (81.8%) (100%)
gizi
16 9 25 1,409-
Buruk 8,000 0,011
(64%) (36%) (100%) 45,407
18 18 36
Total
(50%) (50%) (100%)
(Sumber : Data primer yang diolah)

Pengujian terhadap data (Tabel 6.7) menunjukkan bahwa status gizi


memiliki hubungan yang signifikan (p=0,011) dengan kejadian TB. Hasil uji
statistik (p = 0,011) yaitu nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05), ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian tuberkulosis dengan
status gizi

58
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil dan analisis riwayat kontak, pengetahuan, sikap,

perilaku dan lingkungan didapatkan bahwa faktor tersebut tidak berpengaruh

terhadap kejadian tuberkulosis dan hanya factor status gizi yang berpengaruh

terhadap kejadian TB. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat

dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni :

1. Penjaringan atau penemuan suspek TB secara aktif pada keluarga dan

lingkungan sekitar tempat tinggal pasien TB Paru BTA Positif.

2. Penyuluhan mengenai tuberkulosis dan pencegahan pengendalian infeksi

TB kepada pasien TB Paru beserta keluarga.

3. Penyuluhan mengenai pentingnya peran dan kerjasama organisasi

masyarakat dalam pengendalian tuberkulosis.

4. Pembuatan media KIE berupa leaflet tuberkulosis.

B. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah Terpilih

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menentukan prioritas

pemecahan masalah adalah metode Reinke. Metode reinke menggunakan dua

kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar

meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi dan seberapa pentingnya jalan

keluar sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan

untuk melakukan hal tersebut.

59
1. Kriteria Efektifitas Jalan Keluar

Efektfitas jalan keluar dapat ditentukan dengan menggunakan 3

kriteria yaitu:

a. Magnitude b. : besarnya masalah yang dapat diatasi


Importancy
: pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan
kelanggengan selesainya masalah

c. Vulnarebality
: sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan
kecepatan penyelesaian masalah.

Tabel 6.1 Kriteria Efektivitas Jalan Keluar


Skor Magnitude (M) Importancy (I) Vulnerability (V)
1 sangat kecil sangat tidak langgeng sangat lambat
2 Kecil tidak langgeng lambat
3 cukup besar cukup langgeng cukup cepat
4 Besar Langgeng cepat
5 sangat besar sangat langgeng sangat cepat

2. Kriteria Efisiensi Jalan Keluar

Kriteria ini dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam

menyelesaikan masalah (Cost). Biaya yang dikeluarkan dapat diklasifikasikan

menjadi:

Tabel 6.2 Kriteria Skoring Efisiensi Jalan Keluar


Skor Cost (C)
1 Sangat murah
2 Murah
3 Cukup mahal
4 Mahal
5 Sangat mahal

Prioritas pemecahan masalah ditentukan dengan cara membagi hasil

perkalian M x I x V dengan C. Nilai prioritas (P) tertinggi merupakan jalan

keluar yang terpilih

60
Tabel 7.3 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rienke
No Daftar Alternatif Efektivitas Efisie M.I.V Urutan
. Jalan Keluar nsi C Prioritas
M I V C Masalah
1. Penjaringan atau 4 3 4 2 24 1
penemuan suspek TB
secara aktif pada keluarga
dan lingkungan sekitar
tempat tinggal pasien TB
Paru BTA Positif.
2. Penyuluhan mengenai 4 2 3 3 8 2
tuberkulosis dan
pencegahan pengendalian
infeksi TB kepada pasien
TB Paru beserta keluarga.
3. Penyuluhan mengenai 3 2 3 3 6 3
pentingnya peran dan
kerjasama organisasi
masyarakat dalam
pengendalian
tuberkulosis.
4. Pembuatan media KIE 2 1 2 4 1 4
berupa standing banner
etika batuk dan leaflet
tuberkulosis.

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan

metode rienke maka didapatkan prioritas pemecahan masalah berupa penjaringan atau

penemuan suspek TB secara aktif pada keluarga dan lingkungan sekitar tempat

tinggal pasien TB Paru BTA Positif.

61
VIII. RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang

berbagai organ terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015).Indonesia berada

pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi

prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi

berjumlah 430.000 kasus per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan

61.000 kematian per tahunnya (Kemenkes RI, 2011).

Puskesmas Jatilawang di Kabupaten Banyumas salah satu dari 7.200

(98%) puskesmas yang telah menerapkan strategipengobatan jangka pendek

dengan pengawasan langsung (DOTS) namun masih memiliki permasalahan

dalam penemuan pasien baru TB BTA Positif dengan persentase 82% pada

tahun 2015 dari target nasional minimal 90% dan rencana pencapaian standar

pelayanan minimal (SPM) Puskesmas I Cilongok sebesar 100%.

Berdasarkan hasil Community Health Analysis di wilayah kerja

Puskesmas I Cilongok faktor riwayat kontak, status gizi, dan lingkungan pasien

TB merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Hal

tersebut perlu disikapi dengan tujuan untuk pencegahan dan pengendalian

infeksi tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok dengan upaya

sesuai penentuan prioritas pemecahan masalah berupa penjaringan atau

penemuan suspek TB secara aktif pada keluarga dan lingkungan sekitar tempat

tinggal pasien TB Paru BTA Positif.

62
B. Tujuan

Untuk menemukan kasus baru TB Paru BTA Positif dan melakukan pencegahan

dan pengendalian infeksi tuberkulosis di lingkup wilayah Puskesmas I Cilongok.

C. Judul Kegiatan

Temukan Obati Sampai Sembuh (TOSS) TB

D. Bentuk Kegiatan

Kegiatan akan dilakukan dengan melakukan penjaringan atau penemuan

suspek TB secara aktif pada keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar

tempat tinggal pasien TB Paru BTA Positif di lingkup wilayah Puskesmas I

Cilongok yang memiliki gejala utama TB Paru yakni batuk berdahak selama 2

minggu atau lebih disertai gejala tambahan berupa dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan atau demam

meriang lebih dari satu bulan untuk kemudian diberikan komunikasi,

informasi, dan edukasi menggunakan leaflet serta disarankan untuk berobat

dan melakukan pemeriksaan dahak di Puskesmas I Cilongok.

E. Sasaran Kegiatan

1. Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien TB Paru BTA Positif.

2. Wargayang memiliki rumah bersebelahan atau berhadapan dengan

rumah pasien TB Paru BTA Positif.

F. Pelaksana

1. Penanggung jawab : dr. Novita Sabjan

2. Pembimbing : dr. Diah Krisnansari, MSi

3. Pelaksana : a. Niswati Syarifah A, S.Ked

63
b. Marlina Jaya Diputri, S.Ked

4. Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Oktober 2016

5. Waktu : 08.00 s.d. selesai

6. Tempat : Wilayah kerja Puskeesmas I Cilongok

G. Rencana Anggaran Kegiatan

Tabel 7.1 Rencana Anggaran Kegiatan


Keperluan Jumlah Biaya
Fotokopi Lembar 4 lembar 1.000,00
Terduga Tuberkulosis
Fotokopi Leaflet 20 lembar 10.000,00
Uang Transportasi 15.000,00
Total 26.000,00

H. Evaluasi Program

Evaluasi program dilakukan setelah dilakukannya penjaringan atau penemuan

suspek TB secara aktif pada keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal

pasien TB Paru BTA Positif di lingkup Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok.

64
IX. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Pelaksanaan

Kegiatan penjaringan atau penemuan suspek TB dilakukan secara aktif

pada lima keluarga pasien TB Paru dan tetangga disekitar rumahnya. Kegiatan

dilakukan pada hari Sabtu, 15 Oktober 2016 yang dimulai pukul 09.00 WIB s.d.

selesai. Terdapat 12 kepala keluarga dengan total 35 orang yang mendapat

kunjungan rumah dari peneliti. Penyuluhan mengenai penyakit, cara penularan,

dan gejala tuberkulosis serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan disertai

pembagian leaflet berjalan dengan lancar, para responden cukup antusias untuk

mendengarkan penjelasan yang disampaikan dibuktikan dengan terjalinnya diskusi

dua arah. Peneliti menemukan dua responden suspek TB yang kemudian diberi pot

dahak untuk dibawa kemudian diperiksakan ke puskesmas. Pelaksanaan kegiatan

penyuluhan dilaksanakan melalui 2 tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Perijinan

Penyuluhan kepada masyarakat mendapatkan izin secara lisan dari

Kepala Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan sesuai dengan

jadwal yang telah dibuat.

b. Materi

Materi yang disiapkan adalah materi tentang penyakit, cara penularan,

dan gejala TB serta upaya pencegahan terhadap penularan TB.

c. Sarana

Sarana yang dipersiapkan berupa leaflet dan alat tulis.

65
2. Tahap Pelaksanaan

a. Judul Kegiatan

Temukan Obati Sampai Sembuh (TOSS) TB.

b. Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Oktober 2016

Waktu : 09.00 s.d. selesai

Tempat : Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

B. Evaluasi

a. Evaluasi Formatif

Penjaringan dan penyuluhan yang dilakukan sudah sesuai dengan

tujuan kegiatan yakni untuk menemukan pasien suspek TB dan

melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis di

lingkup wilayah Puskesmas I Cilongok. Upaya penemuan suspek TB

diharapkan dapat membantu dalam mencapai target penemuan kasus

baru TB Paru BTA positif sesuai target SPM Puskesmas I Cilongok

Tahun 2016 sedangkan penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga

perilaku sehingga dapat mencegah penularan penyakit tuberkulosis.

b. Evaluasi Preventif

Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah

direncanakan. Responden mendengarkan isi penyuluhan dengan

seksama sehingga dapat memahami dan mengerti tentang materi yang

diberikan. Beberapa kali terjalin diskusi terutama mengenai cara

meminum OAT yang diberikan untuk pasien TB.

66
X. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Hasil analisis prioritas masalah kesehatan yang terjadi di wilayah

kerja Puskesmas Jatilawang yakni tuberkulosis dengan total 46 kasus

dari bulan Januari-September 2016.

b. Faktor risiko yang didapatkan dari analisis data yaitu menunjukkan

bahwa riwayat kontak, status gizi, dan lingkungan berpengaruh

terhadap kejadian tuberkulosis.

c. Alternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penjaringan

atau penemuan suspek TB secara aktif pada keluarga dan lingkungan

sekitar tempat tinggal pasien TB Paru BTA Positif disertai dengan

penyuluhan dalam bentuk pembagian leaflet.

2. Saran

a. Bagi Pasien TB

Menjalani pengobatan secara teratur hingga sembuh, melakukan

perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan terhadap

lingkungan sekitar, memeriksakan anggota keluarga lain bila memiliki

gejala-gejala tuberkulosis paru, dan aktif bertanya kepada petugas

kesehatan mengenai tuberkulosis.

b. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan tentang tuberkulosis sehingga dapat

menumbuhkan kesadaran akan peran penting masyarakat dalam

pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis.

67
c. Bagi Puskesmas

Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien TB


terutama dalam cara meminum OAT dan menggalakan kembali upaya
preventif dan promotif untuk pencegahan dan pengandalian tuberkulosis
serta melanjutkan kegiatan active case finding TB secara rutin.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya


Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang
mempengaruhi angka kejadian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas
Jatilawang serta alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan.

68
DAFTAR PUSTAKA

Bahar A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Bahera, D. 2010. Textbook of pulmonary medicine2nd Ed. New Delhi: Jaypee


Brothers Medical Pub. p. 457.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014. Profil Kesehatan Jawa Tengah
Tahun 2014. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Handoko, N.P. 2010. Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan,


Sikap Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan
Pencarian Pengobatan dengan Penyakit TBC di BBKPM Surakarta. Jurnal
Keperawatan. 1 (1); 1-14.

Herchline,T.E.,2013.Tuberkulosis.Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/
article/230802-overview.

Horsburgh, C.R., 2009. Epidemiology of Tuberkulosis. Available from:


www.uptodate.com.

Kartasasmita, C.B., 2009. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri : 11 (2); 124-


125.

Kemenkes RI, 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.

Kemenkes RI, 2014. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.

Nurhidayah I, Mamat L, Windy R. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan


Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis (Tb) Pada Anak Di Kecamatan Paseh
Kabupaten Sumedang.
http://72.14.235.132/search?q=cache:G0KtJMse_rEJ:resources.unpad.ac.id
/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/MAKALAH
%2520TUBERKULOSIS-IKEU.pdf+dinding+rumah+TBC&cd
=5&hl=id&ct=clnk&gl=id.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2014. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti : Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf pada tanggal 11 Desember 2014.

69
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010. Buku Saku
PPTI. Jakarta.

Price, S.A., Standridge, M.P., 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price, S.A.,
Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC ; 852-861.

Puskesmas Jatilawang. 2015. Profil Puskesmas Jatilawang. Banyumas: Puskesmas


Jatilawang.

Sastroasmoro, S. M. Ismael. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta: EGC.

Wong, P.C., 2008. Current Management of Pulmonary Tuberkulosis. Medical


Buletin. 13 (12); 24-26.

70
Lampiran 1

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN PURWOKERTO

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(Information and Consent Form)

Kami, Niswati Syarifah Anwar S.Ked dan Marlina Jaya Diputri S.Ked, dokter
muda dari bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman ingin mengajak Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian
kami yang berjudul “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten
Banyumas”

Tujuan Penelitian
Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis (TBC)
di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas.
Keikutsertaan Sukarela
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan. Anda berhak
untuk menolak keikutsertaan tanpa ada kerugian atau sanksi apa pun yang akan
Anda alami akibat dari penolakan tersebut.
Durasi Penelitian, Prosedur Penelitian, dan Tanggung Jawab Informan
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengisian lembar
persetujuan setelah penjelasan (information and consent form) kemudian
dilanjutkan dengan pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti.
Manfaat Penelitian
Partisipasi Anda penting dalam penelitian ini karena Anda berkesempatan
menyampaikan apa yang Anda ketahui, pikirkan,dan lakukan sehubungan dengan
masalah infeksi tuberkulosis. Informasi ini berguna untuk membantu program
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas I Cilongok berkaitan dengan masalah
infeksi tuberkulosis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
menentukan kebijakan dalam upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif kepada
masyarakat desa di wilayah keerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas.
Kerahasiaan
Kami menjamin kerahasiaan seluruh data. Data dari kuesioner yang diambil akan
kami tulis dengan kode tertentu. Proses pendokumentasian akan dilakukan jika
Anda memberikan izin terlebih dahulu.
Kesediaan
Tandatangan Anda pada lembar ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi
responden dalam penelitian.
Cilongok,….............................

Yang Menyampaikan Informasi Tandatangan Responden,

( ) ( )

71
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Status : Kasus/Kontrol
4. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
5. Alamat :

B. STATUS GIZI
1. Berat Badan (kg) :
2. Tinggi Badan (m) :
2
3. IMT (BB/TB ) :
4. Status Gizi (IMT)
a. BB Kurang :<18,5
b. BB Normal : 18,5-22,9
c. BB dengan risiko :23-24.9
d. Obes I : 25-29,9
e. Obes II : ≥30

C. RIWAYAT KONTAK
1. Apakah dalam keluarga Anda ada yang mengalami gejala tuberkulosis paru
seperti : batuk berdahak, batuk darah, nyeri dan sesak dada yang
menahun?
a.Ya b.Tidak
2. Jika ya, apakah Anda serumah dengan penderita tersebut?
a.Ya b. Tidak
3. Apakah Anda mempunyai teman atau tetangga yang mengalami gejala
tuberkulosis paru seperti : batuk berdahak, batuk darah, nyeri dan sesak dada
yang menahun ?
a.Ya b.Tidak
4. Apakah Anda pernah berhubungan atau kontak langsung dengan
penderita?
a.Ya b.Tidak

D. PENGETAHUAN
Petunjuk : Jawablah dengan memberi tanda silang (x) pada pilihan
yang Anda anggap benar.
1. Menurut Anda apa penyebab dari tuberkulosis (TB) Paru?
a. Virus
b. Kuman Basil Tahan Basa
c. Kuman TB (Microbacterium tuberculosis)
2. Menurut Anda kuman TB paru dapat berada pada?
a. Dahak penderita TB paru Positif
b. Ludah penderita TB Paru Positif
c. Alat makan penderita TB Paru positif

72
d. Bekas Makanan TB Paru Positif
e. Bekas Minuman TB Paru Positif
f. Tidak Tahu
3. Gejala utama pada tuberkulosis yang Anda ketahui adalah;
a. Batuk terus menerus dan berdahak selama lebih dari 1 minggu
b. Batuk terus menerus dan berdahak selama lebih dari 2 minggu
c. Batuk terus menerus dan berdahak selama lebih dari 3 minggu
4. Gejala tambahan yang sering dijumpai pada TBC adalah :
a. Dahak bercampur darah
b. Batuk darah
c. Sesak napas dan nyeri dada
d. Badan lemah dan napsu makan menurun
e. Berat badan turun dan rasa kurang enak badan
f. Berkeringat malam hari walaupun tanpa kegiatan
g. Tidak Tahu
5. Apakah penyakit TBC menular?
a. Ya
b. Tidak (lanjut ke no.7)
6. Melalui apa cara penularannya ?
a. Saat batuk atau bersin
b. Peredaran darah
c. Berbicara terlalu dekat
d. Saluran napas
e. Melalui alat makan
f. Tidak Tahu
7. Menurut Anda yang dimaksud dengan perilaku membuang dahak di
sembarang tempat yaitu :
a. Membuang dahak sembarangan di tempat-tempat umum
b. Perilaku batuk tidak menutup mulut
c. Menampung dahak dalam wadah berisi cairan sabun
8. Menurut Anda tempat pembuangan dahak terakhir adalah :
a. Saluran pembuangan rumah tangga
b. Dikuubur
c. Kamar mandidan disiram dengan air sabun
9. Apakah Anda tahu bagaimana awal terjadinya TB ?
a. Tahu
b. Tidak tahu (lanjut ke no.11)
10. Bagaimana awal terjadinya TB yang Anda ketahui ?
a. Tubuh yang mengalami penurunan kekebalan tubuh
b. Penyakit kambuh karena tidak memiliki daya tahan tubuh
c. Perjalanan alamiah TB yang tidak diobati
11. Tujuan pengobatan TB yang Anda ketahui adalah :
a. Menyembuhkan penderita
b. Mencegah kematian
c. Mencegah kekambuhan
d. Menurunkan tingkat penularan
e. Tidak Tahu

73
12. Berapa tahap pengobatan TBC yang Anda ketahui ?
a. 1 Tahap
b. 2 Tahap
c. 3 Tahap
13. Tahap apa saja yang Anda ketahui?
a. Tahap awal dan tahap lanjutan
b. Tahap intensif dan tahap lanjutan
14. Penyuluhan TBC dapat dilakukan melalui :
a. Penyuluhan langsung perorangan
b. Penyuluhan kelompok
c. Penyuluhan massa
d. Kemitraan dalam penanggulangan TBC
e. Penyuluhan terhadap organisasi kesehatan
f. Tidak tahu

74
E. SIKAP
Petunjuk : Jawablah dengan tanda centang ( √ ) sesuai kotak pilihan Anda

Keterangan
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

No. Soal Jawaban


SS S N TS STS
1. Penyakit TB merupakan penyakit yang
sangat menular
2. Penderita TB Paru Positif sebaiknya
tidak membuang dahak di sembarang
tempat
3. Setiap orang yang batuk terus-menerus
lebih dari 2 minggu sebaiknya
melakukan pemeriksaan dahak
4. Penderita TB Paru Positif tidak
menularkan penyakit TB Paru kepada
orang lain
5. Untuk menghindari risiko penularan
saat batuk sebaiknya menutup mulut
dengan tisue atau sapu tangan
6. Penderita TB Paru sebaiknya tidak
berbicara terlalu dekat agar orang lain
tidak tertular penyakit TB Paru
7. Penderita TB Paru Positif tidak perlu
mempunyai alat makan tersendiri
8. Pembuangan dahak sebaiknya dalam
tempat khusus dan diberi cairan lisol
9. Penderita TB Paru Positif tidak perlu
tidur sendiri diruang khusus hingga
pasien sembuh
10. Penderita TB dapat disembuhkan

75
F. PERILAKU
1. Apakah saudara ketika batuk menutup mulut?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika menutup mulut, jenis penutup mulut yang Anda gunakan ?
a. Tissue atau Sapu Tangan
b. Telapak tangan
3. Apabila menggunakan penutup mulut ketika batuk maka :
a. Tissue di buang sembarang tempat
b. Sapu Tangan dicuci dan direndam dengan larutan deterjen
4. Apabila menggunakan penutup mulut, apa alasan saudara ?
a. Mencegah penyebaran kuman penyakit
b. Terbiasa bila batuk menutup mulut
5. Apakah saudara membuang dahak di wadah khusus?
a. Ya
b. Tidak
6. Bila dalam wadah khusus, apa wadah yang saudara gunakan ?
a. Wadah bertutup berisi cairan sabun
b. Wadah biasa
7. Apakah alat makan saudara terpisah dengan anggota keluarga lainya?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah saudara tidur terpisah dengan anggota keluarga lainya?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah saudara menjemur kasur pada terik matahari setiap minggunya ?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah saudara pernah merokok ?
a. Ya
b. Tidak

76
G. LINGKUNGAN
Petunjuk : dinilai oleh peneliti melalui observasi secara langsung

Kondisi Rumah
A. Ya
1. Dinding terbuat dari batu bata
B. Tidak
A. Ya
2. Dinding terbuat dari plester
B. Tidak
A. Ya
3. Dinding terbuat dari kayu
B. Tidak
A. Ya
4. Lantai tanah
B. Tidak
A. Ya
5. Lantai diplester
B. Tidak
A. Ya
6. Lantai terpasang ubin
B. Tidak
A. Ya
7. Lantai berkeramik
B. Tidak
2 A. Ya
8. Luas lubang ventilasi>10% luas bangunan dalam m B. Tidak
A. Ya
9. Setiap ruangan mendapat cahaya
B. Tidak
10. Dapat membaca secara jelas didalam rumah tanpa lampu A. Ya
pada siang hari B. Tidak
A. Ya
11. Bangunan berukuran ≥10 m2 per orang B. Tidak
A.Ya
12. Terdapat sumber polusi udara di dalam rumah
B. Tidak

77
Lampiran 2. Analisis Univariat

a. Jenis kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Laki-Laki 25 69,4 69,4 69,4
Perempuan 11 30,6 30,6 100,0
Total 36 100,0 100,0

b. Status gizi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Kurang 19 52,8 52,8 52,8
Normal 9 25,0 25,0 77,8
Risk 4 11,1 11,1 88,9
Obes1 3 8,3 8,3 97,2
Obes2 1 2,8 2,8 100,0
Total 36 100,0 100,0

c. Riwayat kontak

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak 18 50,0 50,0 50,0
Ya 18 50,0 50,0 100,0
Total 36 100,0 100,0

d. Pengetahuan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 25 69,4 69,4 69,4
Buruk 11 30,6 30,6 100,0
Total 36 100,0 100,0

e. Sikap

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 29 80,6 80,6 80,6
Buruk 7 19,4 19,4 100,0
Total 36 100,0 100,0

78
f. Perilaku

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 5 13,9 13,9 13,9
Buruk 31 86,1 86,1 100,0
Total 36 100,0 100,0

g. Lingkungan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 11 30,6 30,6 30,6
Buruk 25 69,4 69,4 100,0
Total 36 100,0 100,0

79
Lampiran 3. Analisis bivariat

a. Kejadian TB dengan Riwayat Kontak

Diagnosis Total
Tidak Ya Tidak
RiwayatKontak Tidak Count 18 0 18
Expected Count 9,0 9,0 18,0
Ya Count 0 18 18
Expected Count 9,0 9,0 18,0
Total Count 18 18 36
Expected Count 18,0 18,0 36,0

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 36,000(b) 1 ,000
Continuity
32,111 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 49,907 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
35,000 1 ,000
Association
N of Valid Cases 36
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.

Value
Odds Ratio for RiwayatKontak (Tidak / Ya)
(a)

b. Kejadian TB dengan Pengetahuan

Diagnosis Total
Tidak Ya Tidak
Pengetahuan Baik Count 15 10 25
Expected Count 12,5 12,5 25,0
Buruk Count 3 8 11
Expected Count 5,5 5,5 11,0
Total Count 18 18 36
Expected Count 18,0 18,0 36,0

80
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3,273(b) 1 0,070
Continuity
2,095 1 0,148
Correction(a)
Likelihood Ratio 3,365 1 0,067
Fisher's Exact Test 0,146 0,073
Linear-by-Linear
3,182 1 0,074
Association
N of Valid Cases 36
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.

95% Confidence
Value Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Pengetahuan (Baik / Buruk)
4,000 ,849 18,836

For cohort Diagnosis = Tidak 2,200 ,796 6,081


For cohort Diagnosis = Ya ,550 ,301 1,003
N of Valid Cases 36

c. Kejadian TB dengan Sikap

Diagnosis Total
Tidak Ya Tidak
Sikap Baik Count 17 12 29
Expected Count 14,5 14,5 29,0
Buruk Count 1 6 7
Expected Count 3,5 3,5 7,0
Total Count 18 18 36
Expected Count 18,0 18,0 36,0

81
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,433(b) 1 ,035
Continuity
2,837 1 ,092
Correction(a)
Likelihood Ratio 4,829 1 ,028
Fisher's Exact Test ,088 ,044
Linear-by-Linear
4,310 1 ,038
Association
N of Valid Cases 36
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,50.

95% Confidence
Value Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Sikap (Baik / Buruk) 8,500 ,903 80,025
For cohort Diagnosis = Tidak 4,103 ,652 25,842
For cohort Diagnosis = Ya ,483 ,285 ,819
N of Valid Cases 36

d. Kejadian TB dengan Perilaku

Diagnosis Total
Tidak Ya Tidak
Perilaku Baik Count 5 0 5
Expected Count 2,5 2,5 5,0
Buruk Count 13 18 31
Expected Count 15,5 15,5 31,0
Total Count 18 18 36
Expected Count 18,0 18,0 36,0

82
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,806(b) 1 ,016
Continuity
3,716 1 ,054
Correction(a)
Likelihood Ratio 7,741 1 ,005
Fisher's Exact Test ,045 ,023
Linear-by-Linear
5,645 1 ,018
Association
N of Valid Cases 36
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,50.

95% Confidence
Value Interval
Lower Upper Lower
For cohort Diagnosis = Tidak 2,385 1,576 3,608
N of Valid Cases 36

e. Kejadian TB dengan lingkungan

Diagnosis Total
Tidak Ya Tidak
Lingkungan Baik Count 11 0 11
Expected Count 5,5 5,5 11,0
Buruk Count 7 18 25
Expected Count 12,5 12,5 25,0
Total Count 18 18 36
Expected Count 18,0 18,0 36,0

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 15,840(b) 1 ,000
Continuity
13,091 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 20,259 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
15,400 1 ,000
Association
N of Valid Cases 36
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,50.

83
95% Confidence
Value Interval
Lower Upper Lower
For cohort Diagnosis = Tidak 3,571 1,905 6,696
N of Valid Cases 36

f. Kejadian TB dengan status gizi

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,415(b) 1 ,011
Continuity
4,713 1 ,030
Correction(a)
Likelihood Ratio 6,805 1 ,009
Fisher's Exact Test ,027 ,014
Linear-by-Linear
Association 6,236 1 ,013
N of Valid Cases 36

Estimate 8,000
ln(Estimate) 2,079
Std. Error of ln(Estimate) ,886
Asymp. Sig. (2-sided) ,019
Asymp. 95% Confidence Common Odds Lower Bound 1,409
Interval Ratio Upper Bound 45,407
ln(Common Odds Lower Bound ,343
Ratio) Upper Bound 3,816

84
Lampiran 4. Dokumentasi

Gambar 2.1 Wawancara dengan Responden TB BTA +

Gambar 2.2 Keadaan Dapur Responden TB BTA +

85
Gambar 2.3 Tampak depan Rumah Responden TB BTA +

Gambar 2.4 Wawancara dengan Responden Bukan TB

86
Gambar 2.5 Keadaan Rumah Responden Bukan TB

87

Anda mungkin juga menyukai