Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

Penetapan Kadar NaCl dalam Bahan Pangan

Dosen Pengampu :

Anna Muawanah, M.Si dan TarsoRudiana, M.Si

Disusun Oleh :

Kelompok 4 (A2)

Vivian Anggraeni Mukri (11160960000006)

M. AlfatihHardiyanto (11160960000012)

Puja Dwi Sri Maulidya (11160960000020)

Rifki Wahyu Hidayat (11150960000038)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

BAB III METODE PERCOBAAN .................................................................... 11

3.1 Alat dan Bahan ....................................................................................... 11

3.2 Prosedur Kerja ........................................................................................ 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................. Error! Bookmark not defined.

4.1 Hasil Pengamatan .................................... Error! Bookmark not defined.

4.2 Pembahasan ............................................. Error! Bookmark not defined.

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 11

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

LAMPIRAN ....................................................................... .................................13

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Selain itu, pangan

sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk

maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat. Untuk mengatasi hal

tersebut manusia mengembangkan teknologi pangan untuk meningkatkan

produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin

meningkat. Salah satu bentuk pengolahan pangan yang semakin berkembang saat

ini yakni penambahan atau penggunaan Bahan Tambahan Makanan. BTM atau

food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja

ditambahkan kedalam makanan. Bahan tambahan makanan ini terdiri dari

beberapa jenis yaitu pewarna, pemanis, pengawet, penguat rasa, dll (Cahyadi,

2006).

Penggunaan BTM pengawet bertujuan untuk meningkatkan daya simpan

suatu produk pangan sehingga produk pangan tersebut tidak mudah rusak.

Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu,

lingkungan, kadar air, oksigen, pH, relative humidity (RH) dan water activity

(Aw) (Winarno, 2007). Pengawetan dapat dilakukan dengan beberapa macam

cara, seperti pengawetan secara alami, biologi dan secara kimia.

1
Pengawetan secara kimia merupakan pengawetan dengan menggunakan

bahan kimia seperti, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoate, asam

propionate, asam sitrat, garam sulfat, dan lainnya. Satu diantaranya adalah

garam dapur (NaCl). Garam dapur berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan

mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain.

Penggunaannya sebagai pengawet minimal 20% atau 2 ons/kg bahan.

Kandungan garam dapur (NaCl) dalam suatu pangan dapat ditentukan

kadarnya dengan menggunakan titrasi argentometri. Dalam titrasi ini, untuk

mengetahui tercapainya titik ekivalen adalah dengan metode mohr dimana hasil

akhir dari titrasinya adalah pembentukan endapan berwarna.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa kadar NaCl pada makanan ringan (Ciki)?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menentukan kadar NaCl pada makanan ringan (Ciki)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pangan merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan manusia.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan pun

semakin meningkat. Untuk itu, manusia mengembangkan teknologi pangan untuk

meningkatkan produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang

semakin meningkat. Produk pangan Chiki merupakan hasil dari pengembangan

teknologi yang banyak digemari oleh semua orang di dunia ini, sebagian produk

chiki mengandung kadar garam yang berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada

chiki tersebut maupun untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

dapat memperpanjang daya simpannya.

Seasoning merupakan bahan campuran terdiri dari satu atau lebih

rempah-rempah yang ditambahan ke dalam makanan selama pengolahan atau

dalam persiapan, sebelum disajikan untuk memperbaiki flavor alami makanan

sehingga lebih disukai konsumen (Farrell, 1990). Industri ini mulai berkembang

pada awal abad 19, diawali oleh destilasi minyak esensial dan ekstraksi tumbuh-

tumbuhan sebagai bahan bakunya. Mulai abad 20, seiring berkembangnya riset

kimia, industri ini pun melangkah ke tahap selanjutnya yaitu menghasilkan

flavor atau seasoning sintetis yang memanfaatkan bahan kimia tertentu.(Wright,

2002).

Sampai saat ini bisa disebut untuk menghasilkan suatu seasoning

merupakan pekerjaan yang dianggap berseni karena bukan hanya menghasilkan

seasoning yang memiliki rasa enak namun kita dituntut menghasilkan seasoning

3
yang sesuai dengan jenis produk, kondisi produksi, dan yang terpenting sesuai

dengan keinginan konsumen.

Untuk produk makanan ringan sendiri disukai konsumen selain karena

ringkas (dapat dimakan di mana saja dan kapan saja) juga karena rasanya.

Sebagian besar produk makanan ringan memiliki rasa asin dan seasoning yang

paling populer untuk produk makanan ringan adalah rasa keju, BBQ, Sour

Cream and Onion, dan Ranch. Keempat jenis seasoning ini adalah basis utama

dari semua rasa yang beredar di pasaran.

Sebelum membicarakan proses pembuatan produk seasoning untuk

makanan ringan akan lebih baik jika kita mengenal dahulu bahan-bahan utama

yang digunakan. Menurut ( Afrianto dan Liviawaty,2005 ), terdapat dua belas

bahan utama untuk pembuatan seasoning makanan ringan, yaitu:

1. Garam

Garam adalah komponen kunci pada seasoning makanan ringan. Tujuan

utama penambahannya adalah meningkatkan flavor secara keseluruhan. Garam

yang biasa digunakan berbentuk bubuk dengan distribusi ukuran partikel

minimal 96% lolos ayakan berukuran 80 mesh. Semakin besar ukuran partikel

garam yang digunakan maka kelekatan seasoning yang dihasilkan akan semakin

rendah atau akan menghasilkan distribusi bahan yang tidak merata. Persentase

garam yang digunakan adalah 15-25% pada tiap formula jika dosis aplikasi

seasoning pada produk sekitar 5-8%.

2. Bahan pengisi (Filler)

Bahan pengisi digunakan untuk menyesuaikan rasa seasoning jika dirasa

terlalu kuat atau penampakan dari seasoning tidak merata. Bahan pengisi yang

4
digunakan adalah bahan yang memiliki nilai ekonomi rendah dan tidak

memiliki rasa. Jenis bahan pengisi yang biasa digunakan adalah maltodekstrin,

corn syrup solid, tepung terigu, tepung jagung, dan whey dengan dosis

penggunaan antara 20- 40%.

3. Bubuk produk hewani

Penggunaan bubuk produk hewani untuk membuat mouthfeel dan

membantu mencampur rasa semua flavor yang digunakan pada seasoning.

Komponen utama dari bubuk produk hewani adalah lemak. Selain rasa khas

dari produk hewani juga diharapkan kandungan lemaknya, lemak yang

diharapkan adalah lemak yang memiliki titik leleh di bawah suhu mulut.

Diharapkan ketika dikonsumsi lemak tersebut akan meleleh, dan flavor yang

lipofilik akan larut dalam lemak menghasilkan sensasi flavor yang bertahan

lebih lama di dalam mulut. Penggunaan bubuk produk hewani pada dosis

rendah akan membantu pelepasan flavor sedangkan pada dosis tinggi akan

berkontribusi signifikan pada mouthfeel dan rasa seasoning.

4. Bubuk produk tumbuh-tumbuhan

Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan dalam bentuk bubuk

adalah bawang putih, bawang bombay, dan cabai. Pembuatannya yaitu dengan

mengeringkan ”slurry” dari tumbuhan kemudian dipanaskan serta divakum

hingga kadar airnya kurang dari lima persen. Bawang putih atau bawang

bombay bubuk digunakan hampir pada semua produk makanan ringan, hal ini

memberikan

”kedalaman” pada bagian tengah profil seasoning. Akibatnya seasoning

yang dihasilkan memiliki profil lebih kompleks dan lebih panjang rasanya.

5
Penggunaannya pada formulasi seasoning pada dosis sekitar 1-10%, namun

kelemahan bahan ini adalah tinggi akan cemaran mikroorganisme sehingga

faktor ini harus diperhatikan.

5. Rempah-rempah

Rempah-rempah adalah bahan utama yang digunakan sejak zaman

dahulu untuk pembuatan seasoning produk makanan ringan, seperti lada hitam,

bubuk cabai, tepung mustard, oregano, basil, dan kunyit. Beberapa rempah-

rempah perlu dihaluskan menjadi tepung seperti bubuk bawang putih, namun

adapula yang digunakan keseluruhan sehingga tidak hanya mempengaruhi rasa

namun penampakannya pula. Seperti halnya bawang putih, rempah-rempah juga

memberikan ”kedalaman” pada profil seasoning dan flavornya akan dilepaskan

perlahan-lahan selama dikonsumsi dan bertahan lebih lama. Selain dalam

bentuk bubuk, rempah-rempah juga dapat diekstrak sehingga menghasilkan

minyak essensial atau oleoresin, biasanya diproses dengan spray dry yang akan

menghasilkan komponen flavor yang dapat terlepas lebih cepat ketika

dikonsumsi. Dosis umum penggunaan rempah-rempah sekitar 0.25-2% dalam

pembuatan seasoning. Untuk produk rempah-rempah berbentuk bubuk memiliki

kandungan mikroorganisme yang cukup tinggi namun bisa digantikan dalam

bentuk minyak essensial atau oleoresin yang memiliki resiko mikroorganisme

lebih kecil karena telah melewati proses ekstraksi.

6. Flavor campuran

Dalam sepuluh tahun terakhir, flavor campuran mulai menggantikan peran

utama dari rempah-rempah dalam pembuatan seasoning. Hal ini disebabkan

rempah-rempah tidak stabil dalam penyimpanan dan konsumen menginginkan

6
flavor yang lebih kuat. Flavor campuran ini diproduksi menggunakan metode

spray drying atau enkapsulasi dan digunakan dengan dosis sekitar 0.1 - 5%.

Pemilihan flavor campuran merupakan tahap penting dalam pembuatan seasoning

sehingga diperlukan screening awal sebelum penggunaannya dalam seasoning.

Peningkat rasa (Flavor enhancer)

Peningkat rasa juga merupakan komponen penting selain garam dalam

pembuatan makanan ringan. Komponen yang sering digunakan sebagai

peningkat rasa adalah monosodium glutamat, autolyzed yeast, disodium

inosinate, disodium guanylate dan hydrolyzed vegetable protein. Peningkat rasa

umumnya memiliki nukleotida 3’ dan nukleotida 5’ dalam jumlah tinggi yang

diketahui meningkat rasa gurih dalam seasoning. Tanpa komponen peningkat

rasa ini maka seasoning yang dihasilkan akan memiliki rasa tawar atau datar.

Dosis penggunaan untuk monosodium glutamate, autolyzed yeast extract, dan

hydrolyzed vegetable protein sekitar 1-5%, serta disodium guanylate pada dosis

0.01%-0.05%.

7. Pemanis

Pemanis ditambahkan untuk menyeimbangkan rasa dari seasoning yang

dibuat. Beberapa pemanis yang sering dipakai yaitu sukrosa, gula merah,

padatan madu terdehidrasi, molases hasil spray dry, dektrosa serta fruktosa.

Pemanis sukrosa, gula merah,dan molases memiliki persepsi manis yang sama

sedangkan madu dan sukrosa memiliki profil kemanisan yang sama. Untuk

dextrosa jika digunakan memiliki efek sejuk pada mulut. Pemberian pemanis

harus diperhatikan dengan hati-hati karena sifatnya higroskopis sehingga perlu

dipikirkan apakah perlu ditambahkan anti kempal untuk menjaga sifat fisik

7
seasoning.

8. Asam

Asam sering digunakan jika akan dibuat seasoning dengan rasa asam

atau buah-buahan. Beberapa jenis asam yang sering digunakan dalam

pembuatan seasoning adalah asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam

asetat.

9. Pewarna

Pewarna digunakan untuk memberikan warna seasoning sehingga

mempengaruhi persepsi produk akhir. Pewarna yang digunakan biasanya

pewarna buatan karena lebih stabil dan tidak reaktif dibandingkan pewarna

alami. Pewarna sendiri dibedakan menjadi dua yaitu lake dan dye.

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk

kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium

Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida,

Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat /

karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density

(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C (

Burhanuddin, 2001).

Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan.

Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman, kemurnian garam sangat

mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan ( Afrianto dan Liviawaty, 2005

).

8
Natrium Klorida (NaCl) berfungsi untuk mempertahankan pH dan

osmolaritas cairan ekstraseluler. Ion klorida juga berfungsi sebagai aktivator

enzym amilase dan penting dalam pembentukan HCl dalam lambung karena

klorida biasanya diangkut melalui membran biologi oleh difusi pasif , tetapi

dalam lambung dan mukosa usus klorida dingkut secara aktif. (Winarno, 2002).

Tujuan utama dari proses penambahan garam pada produk pangan

kemasan yaitu untuk menciptakan rasa yang khas adalah untuk memperpanjang

masa simpan pangan tersebut. Garam merupakan faktor utama dalam produk

pangan kemasan yang berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah

kerusakan pangan karena garam ini dapat mengahambat pertumbuhan

mikroorganisme didalamnya,sehingga meningkatkan daya simpannya. Namun,

penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat menyebabkan tingkat keasinan

meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi.

WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam

secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan

melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang

gemar mengonsumsi makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring

dengan penggunaan garam yang berlebihan.

Pada percobaan ini menggunakan prinsip dasar titrasi argentometri.

Dimana dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah

larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yaitu penentuan NaCl, dimana

ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan Cl- dari analit membentuk garam yang

tidak mudah larut AgCl berwarna merah bata.

9
Indikator lain dapat digunakan yaitu tiosianidadan indikator absorbsi.

Titrasi argentometri dengan menggunakan indikator kromat merupakan metode

mohr, dimana pada metode ini prinsip titrasi yang melibatkan reaksi antara ion

halida (Cl, Br, I) atau anion lainnya (CN, CNS) dengan Ag+ dari perak nitrat

(AgNO3) dan membentuk endapan perakhalida (AgX).

10
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Dalam percobaan ini alat yang digunakan seperti neraca analitik, mortar,

corong pemisah, pipet ukur, pipet volumetric, pemanas, erlenmeyer, buret, dan

kertas pH serta kertas saring. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel

makanan, HNO3 10%, akuades, Mg-Oksida, K2CrO4, AgNO3.

3.2 Prosedur Kerja

Sampel yang Tidak Mengandung Lemak

Ditimbang 2-6 gram sampel dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 100

mL akuades. Diasamkan dengan HNO3 10%, dan kemudian dinetralkan dengan

Mg-Oksida. Setelah larutan campuran tersebut netral, ditest pH nya, selanjutnya

dititrasi dengan AgNO3 0,05 N dengan 3 mL indikator K2CrO4 5% sampai

terbentuk endapan merah bata.

𝑚𝐿 AgNO3 x N AgNO3 x 58,46


Perhitungan : % NaCl = 𝑥 100
m gram sampel

11
Ditimbang 2-6 gram sampel

- Di dalam erlenmeyer

+ 100 mL akuades

- Diasamkan dengan HNO3

Larutan campuran

- Dinetralkan dengan Mg-Oksida

- Di test Ph

+ 3 mL indikator K2CrO4

- Dititrasi dengan AgNO3

Sampai terbentuk endapan merah bata

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Data pengamatan penetapan kadar NaCl dalam bahan pangan

Perlakuan Pengamatan

Berat sampel (simplo) = 3,00 g


Berat sampel (duplo) = 3,01 g
Ditimbang sampel
Berat sampel rata-rata = 3,00 g
Sampel berwarna orange
Sampel ditambahkan dengan 100 mL Warna larutan menjadi orange dan
akuades sampel tidak larut sempurna
Diukur pH awal larutan sampel dengan Simplo = asam (pH = 6)
pH indikator Duplo = asam (pH = 6)
Larutan sampel dinetralkan dengan Mg- Warna larutan menjadi orange pudar
Oksida (sedikit putih)
Diukur pH akhir larutan sampel dengan Simplo = netral (pH = 7)
pH indikator Duplo = netral (pH = 7)
Larutan sampel dititrasi dengan AgNO3 Masing-masing terbentuk endapan
0,05 N merah bata
Simplo = 19,4 mL
Volume AgNO3 0,05 N Duplo = 19,9 mL
Volume rata-rata = 19,65 mL
Kadar NaCl (%) 1,91%
Kontrol negatif (aquades)
Volume rata-rata AgNO3 = 0,25 mL
Kadar NaCl = 0,0007%
Diukur larutan pembandingnya
Kontrol positif (garam dapur)
Volume rata-rata AgNO3 = 32,0 mL
Kadar NaCl = 9,35%

13
4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan untuk menetapkan kadar garam (NaCl)

yang terdapat pada produk pangan. Perlakuan persiapan sampel tidak dilakukan

ekstraksi dikarenakan sampel yang praktikan gunakan yaitu makanan ringan

(chiki asin) potabee rasa barbeque dengan berat bersih 15 g hanya mengandung

sedikit lemak sebanyak 6 g.

NaCl dapat ditentukan jumlahnya dengan metode titrasi argentometri yang

dimana melibatkan reaksi pengendapan yang menggunakan larutan AgNO3

sebagai titran. Pada percobaan ini menggunakan metode Mohr yaitu didasarkan

pada pembentukan endapan berwarna. Prinsip dari metode Mohr yaitu AgNO3

akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila

semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3, maka kelebihan sedikit

Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan ini

berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari

endapan Ag2CrO4.

Menurut Underwood dan Day (1992), Larutan AgNO3 dan larutan NaCl

pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna.

Ketika NaCl ditambahkan dengan aquades larutan tetap jernih dan tidak berwarna

dan aquades tersebut larut dalam larutan. Penambahan aquades ini dimaksudkan

agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa. Kemudian larutan

dinetralkan dengan Mg-Oksida, menurut Yusmita, Lisa (2017) dikarenakan untuk

dapat melakukan titrasi dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu pH larutan, dimana pH larutan harus dalam suasana netral atau

14
basa lemah (pH = 6 – 8). Hal tersebut harus dilakukan karena jika berlangsung

dalam suasana asam, maka konsentrasi ion CrO42- akan berkurang. Kemudian jika

titrasi dilakukan dalam suasana basa kuat, maka akan timbul suatu endapan

peroksida. Selain itu, titrasi juga harus dilakukan secara cepat dan pengocokan

harus dilakukan dengan kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang akan

menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.

Sampel yang mengandung Cl- dititrasi oleh AgNO3 sebelumnya

ditambahkan indikator K2CrO4 5% terjadi perubahan warna, dari endapan

berwarna putih menjadi berwarna merah bata yang menunjukan bahwa sampel

mengandung Cl-.

Pada analisis Cl- mula-mula akan terjadi reaksi :

Ag+ + Cl- → AgCl (putih)

Sedangkan pada titik akhir titrasi, titran juga akan bereaksi sebagai berikut :

2 Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (merah bata)

Ion klorida (Cl-) dititrasi dengan larutan standar AgNO3 (Perak Nitrat) dengan

menggunakan indikator K2CrO4 5%. Saat semua ion Cl- mengendap dengan

sempurna, kelebihan 1-2 tetes laruran AgNO3 akan bereaksi dengan ion kromat

(CrO42-) membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna merah bata

yang menandakan titik akhir titrasi (Sukarti, Tati. 2008).

Dalam percobaan ini NaCl berfungsi sebagai bahan tambahan makanan.

Bahan tambahan makanan disini maksudnya adalah sebagai bahan yang

digunakan untuk menambahkan cita rasa dari produk tersebut atau dapat juga

15
digunakan sebagai bahan pengawet. NaCl dapat berfungsi sebagai bahan

pengawet dikarenakan garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga

bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat. Garam

dalam larutan suatu substrat bahan pangan dapat menekan kegiatan pertumbuhan

mikroorganisme tertentu yang berperan dalam membatasi air (Desrosier, 1988).

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar NaCl yang terdapat pada

produk pangan makanan ringan (chiki asin) potabee rasa barbeque yaitu sebesar

1,91%. Sedangkan kontrol positif yang merupakan garam dapur memiliki kadar

NaCl sebesar 9,35%. Kandungan NaCl tersebut masih dibawah ambang batas

yaitu maksimum 20% dan kadar NaCl pada produk chiki asin masih dibawah

kadar NaCl kontrol positf. Hal ini berarti sampel baik untuk dikonsumsi, karena

apabila kadar garam yang tinggi atau >20% akan dapat memicu timbulnya

hipertensi (Rinto,E., et al., 2009).

Menurut Muchtadi (1993), Dalam tubuh garam yang dikonsumsi sebagian

besar akan diserap oleh usus dan dibuang kembali oleh ginjal melalui urin. Akan

tetapi bila jumlah yang dikonsumsi melebihi kapasitas, ginjal untuk

mengeluarkannya kembali sehingga kadar natrium dalam darah akan meningkat.

Untuk mengembalikan kadar natrium darah ke tingkat yang normal, tubuh

mengaturnya dengan cara menambah jumlah cairan dalam darah untuk

mengencerkan kelebihan natrium tersebut. Akibatnya volume darah yang

bersirkulasi dalam sistem sirkulasi bertambah jumlahnya, dan apabila jumlah ini

melebihi volume tertentu, maka tekanan di dalam sistem tersebut meningkat, dan

orang yang mengalaminya dikatakan menderita penyakit darah tinggi (essential

hypertension).

16
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil paktikum dapat disimpulkan bahwa Prinsip dari metode Mohr

yaitu AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang

berwarna putih dan ketika semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari

AgNO3, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator

K2CrO4 yang ditambahkan ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila

terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4. Untuk hasil analisis kadar

NaCl pada sampel ciki asin, diperoleh sebesar 1,91% dan berada dibawah ambang

batas yang telah ditetapkan yaitu maksimum 20%.

17
DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N. M. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : Universitas

Indonesia (UI) Press. (diterjemahkan oleh M. Muljohardjo)

Muchtadi, D., M. Astawan, dan N.S. Palupi. 1993. Metabolisme Zat Gizi, Sumber,

Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Rinto, E., Arafah, S.B. Utama. 2009. Kajian Keamanan Pangan (formalin, garam

dan mikrobia) pada ikan sepat asin produksi Indralaya. Jurnal

Pembangunan Manusia; 8(2).

Sukarti, Tati. 2008. Pengantar Lengkap Analisis Bahan (Kimia Analitik).

Bandung : Widya Padjajaran.

Underwood, A.L dan Day, R.A. 1992. Analisa Kimia Kuantitatif (Edisi Kelima).

Jakarta : Erlangga.

Yusmita, Lisa. 2017. Identifikasi Konsentrasi Natrium Klorida (NaCl) Pada Jahe

dan Lengkuas Giling dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Padang. Jurnal

Teknologi Pertanian Andalas. 21(2) : 122-126.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.

Kanisius. Yogyakarta.

18
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan kadar NaCl dalam produk makanan chiki asin

𝑚𝐿 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 58,46


%NaCl = x 100
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

19,65 𝑚𝐿 𝑥 0,05 𝑁 𝑥 58,46


= x 100
3000 𝑚𝑔

57,43695
= x 100
3000 𝑚𝑔

= 0,0191 x 100 = 1,91%

Lampiran 2. Foto praktikum penetapan kadar NaCl dalam bahan pangan

Sampel chiki asin (potabee barbeque) Sampel + aquades

Sampel + Mg-Oksida (dinetralkan) Sampel setelah dititrasi


dengan AgNO3

19

Anda mungkin juga menyukai