Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah berkembang dengan pesat.
Salah satu diantaranya adalah teknik transplantasi organ manusia. Transplantasi organ manusia
merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi lagi
dengan organ dari manusia lain yang masih berfungsi dengan baik.
Sejak kesuksesan transplantasi ginjal yang pertama kali pada 23 Desember 1954, maka
teknologi medis transplantasi mengalami perkembangan yang luar biasa. Riset dan pengembangan
terus menerus dilakukan sehingga saat ini sudah ada teknologi yang memungkinkan pengawetan
organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin canggih dan baik sehingga
memungkinkan berbagai organ manusia dapat ditransplantasikan dan donor tidak melulu berasal
dari kalangan keluarga sedarah saja, tapi siapapun bisa menjadi donor dengan adanya obat-
obatan anti penolakan ini. Di Indonesia sendiri transplantasi pertama berhasil dilakukan pada
tahun 1977 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Abad ini transplantasi organ telah menjadi salah satu jalan keluar yang paling berarti
dalam dunia kedokteran modern, banyak nyawa manusia yang tertolong dengan cara transplantasi
organ ini. Didukung dengan semakin majunya ilmu dan teknologi bidang tra\nsplantasi organ
manusia maka tingkat keberhasilan dari transplantasi yang dilakukan pun semakin tinggi. Tingkat
kelangsungan hidup dari pasien penerima donor pun saat ini sangat tinggi, sehingga akibatnya
permintaan untuk melakukan transplantasi maupun akan organ itu sendiripun meningkat secara
global diseluruh dunia termasuk di Indonesia.
Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan tingginya permintaan
organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat persediaan organ. Menurut data dari WHO
tranplantasi organ telah dilakukan di 91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu
transplantasi ginjal, 21.000 transplantasi hati dan 6000
transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia(Yusuke). Sedangkan menurut laporan
dari Mayo Clinic lebih dari 101,000 orang tengah menanti untuk operasi transplantasi organ
tubuh, dan dari jumlah tersebut setiap tahunnya meningkat terus, dan ironisnya tidak semua
orang yang membutuhkan donor tersebut akan mendapatkan donor sebagaimana yang
diharapkan. Setiap harinya 19 orang meninggal dalam penantian untuk mendapatkan donor
organ (Transplant Center). Di Indonesia menurut Usul Majadi Sinaga dalam pidato pengukuhan
guru besarnya di Universitan Sumatera Utara mengatakan ada lebih 100.000 orang penderita
gagal ginjal di Indonesia, yang membutuhkan donor ginjal. (Usul, 2007)
Berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa kebutuhan akan donor organ manusia
di Indonesiapun cukup tinggi. Akan tetapi tingginya kebutuhan akan organ tersebut di
Indonesia juga tidak diikuti dengan ketersediaan organ. Mencari donor organ tubuh di Indonesia
masih sangat sulit. Kesadaran masyarakat Indonesia, baik itu individu maupun anggota
keluarganya untuk mendonorkan organ tubuh masih sangat rendah. Rendahnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya menjadi donor organ didorong oleh kurangnya pemahaman
terhadap pentingnya ketersediaan organ bagi manusia lain, bagi kelangsungan hidup penderita
gagal organ, disamping sosiokultur dan pandangan keagamaan yang menghambat kesadaran
untuk mendonorkan organnya. Sehingga tidaklah mengherankan donor sangat sulit didapatkan
di Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih merasa tidak rela jika organ tubuhnya
diambil ketika dirinya atau kerabatnya meninggal dunia. Kondisi ini sangat disayangkan,
mengingat banyak pasien yang mengidap penyakit ginjal, jantung, mata yang sebenarnya masih
memiliki peluang untuk sembuh dan hidup normal terpaksa putus harapan karena donor organ
yang dibutuhkannya tak kunjung tiba.
Di negara-negara maju, maupun negara-negara yang berazaskan agama saat ini
kesadaran untuk mendonorkan organ tubuh tinggi. Banyak orang yang secara sadar
menuliskan izin pengambilan organ tubuhnya jika ia meninggal. Bahkan, banyak kerabat orang
yang meninggal mengizinkan dilakukannya pengambilan organ vital, tanpa perintah khusus
dari almarhum. Tentunya, untuk kasus ini diperlukan proses hukum tertentu.
Akibat buruk yang muncul dari masalah kekurangan ketersediaan orga sedangkan
permintaan akan donor organ yang tinggi adalah munculnya perdagangan organ illegal,
wisata illegal dan lebih lanjut dapat mendorong perdagangan manusia. Keterbatasan organ
menyebabkan harga organ menjadi tinggi, sehingga yang muncul dalam masyarakat adalah
karena kebutuhan ekonomi tidak jarang ditemui pemasangan iklan secara terang-terangan
menjual organnya, kemudia kasus penculikan bayi dari Rumah Sakit maupun klinik-klinik
bersalin disinyalir sebagai perolehan organ secara illegal. Penjualan organ secara illegal maupun
pengambilan organ secara paksa harus dicegah.

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Mengetahui definisi, klasifikasi serta indikasi transplantasi organ
2. Mengetahui sejarah perkembangan dan dasar hukum transplantasi organ
3. Mengetahui laporan kasus transplantasi organ yang terjadi di Indonesia

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik
Medan mengenai definisi, klasifikasi, indikasi, sejarah, dasar hukum serta laporan kasus
mengenai transplantasi organ.
INDIKASI TRANSPLANTASI
Transplantasi organ padat menyelamatkan nyawa pasien yang menderita kegagalan organ
terminal dan meningkatkan kualitas hidup. Transplantasi organ secara bertahap terus
berkembang dalam dua dekade terakhir dan memberikan hasil yang sangat baik pada anak-anak
dan dewasa muda, dan semakin ditantang oleh proporsi pasien transplantasi lansia dengan
komorbiditas yang terus meningkat. Transplantasi ginjal meningkatkan kelangsungan hidup
pasien melalui dialisis, dan transplantasi yang menyelamatkan nyawa sangat diperlukan untuk
mengobati pasien dengan penyakit hati, jantung, atau paru-paru yang irreversible. Program
transplantasi organ padat terus berkembang tetapi masih jauh dari kebutuhan global, dengan
perbedaan besar di antara negara-negara.
Menurut data dari Global Observatory on Donation and Transplantation (GODT), analisis
dari kegiatan transplantasi 2010 untuk 95 negara, yang mewakili hampir 90% populasi dunia,
menunjukkan bahwa ∼106.879 transplantasi organ padat dilakukan di seluruh dunia: 73.179
transplantasi ginjal (46% dari donor hidup), 21.602 transplantasi hati (15% dari donor hidup),
5582 transplantasi jantung, 3927 transplantasi paru-paru, 2362 transplantasi pankreas, dan 227
usus kecil. Kegiatan ini meningkat 2,12% selama 2009, tetapi diperkirakan jauh dari kebutuhan
global. Di sisi lain, ada perbedaan geografis yang sangat besar pada aktivitas transplantasi mulai
dari > 70 transplantasi per juta populasi (p.j.p.) di negara maju hingga 0–2,4 p.j.p. di negara
berkembang. Implementasi program transplantasi membutuhkan altruisme sosial untuk donasi
organ, optimalisasi praktik klinis transplantasi, dan upaya ekonomi oleh sistem perawatan
kesehatan yang jelas. Komitmen semacam itu organ bertujuan untuk meningkatkan harapan
hidup, kondisi klinis, dan kualitas hidup penerima transplantasi organ padat. (WHO)
Indikasi Potensial untuk Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah pengobatan pilihan pada kebanyakan pasien dengan gagal ginjal
stadium akhir / end stage renal disease (ESRD) dan tumor ginjal. Dalam dekade terakhir,
perbaikan signifikan dalam manajemen transplantasi sekarang memungkinkan sebagian besar
pasien dengan ESRD dipertimbangkan untuk transplantasi ginjal, kecuali ada kontraindikasi yang
jelas. Meskipun ada peningkatan risiko kematian dalam beberapa bulan pertama setelah
transplantasi, kelangsungan hidup jangka panjang dan kualitas hidup secara signifikan lebih tinggi
pada pasien yang memiliki transplantasi ginjal dibandingkan dengan pasien yang menjalani
dialisis.(Traitanon, 2017)
Indikasi Transplantasi Hati
Transplantasi hati adalah transplantasi kedua yang paling sering dilakukan setelah transplantasi
ginjal. Menurut laporan 2010 dari European Liver Transplant Registry, indikasi utama untuk
transplantasi hati adalah sirosis (58%), kanker (14%), penyakit koleastasis (10%), gagal hati akut
(8%), penyakit metabolik (6%) ), dan penyakit lainnya (4%).(European Liver Transplant, 2012)

Indikasi Transplantasi Jantung dan Paru


Transplantasi jantung diindikasikan pada pasien yang menderita gagal jantung refrakter akibat
kardiomiopati (53,5%), penyakit arteri koroner (30,8%), penyakit jantung bawaan (9%),
retransplant karena gagal cangkok sebelumnya (2,6%), penyakit jantung katup ( 1,4%), dan untuk
entitas lain (2,7%). Sedangkan indikasi utama untuk transplantasi paru adalah insufisiensi
pernapasan sekunder akibat fibrosis paru idiopatik (30%), emfisema / penyakit paru obstruktif
kronis (26%), dan fibrosis kistik (14%). (International Society for Heart….2011) Transplantasi
jantung-paru telah dilakukan dengan frekuensi yang hampir stabil dalam tiga dekade terakhir dan
indikasi utama adalah penyakit jantung bawaan (35,7%), hipertensi arteri paru (27,6%), dan
fibrosis kistik (14%). (Christie 2012)
DATA TRANSPLANTASI ORGAN DI INDONESIA

1. Transplantasi Ginjal
Informasi tentang transplantasi ginjal dirangkum dari 11 pusat: Jakarta (RS Dr. Cipto
Mangunkusumo), Surabaya (RS Dr. Soetomo), Yogyakarta (RS Dr. Sardjito, Malang (RS Dr.
Saiful Anwar), Bali (RS Sanglah), Solo (Dr. .Rumah sakit Moewardi), Palembang (RS. Dr.
Hoesin), Aceh (RS Dr. Zainoel Abidin), Medan (RS H. Adam Malik), Bandung (RS Dr. Hasan
Sadikin), dan Padang (Dr. M. Djamil rumah sakit) diperoleh melalui korespondensi formal dimulai
pada September 2017 dari Departemen Urologi di setiap rumah sakit pendidikan pusat.
Rangkuman total transplantasi ginjal di Indonesia di tampilkan pada gambar di bawah ini,

Gambar 1. Jumlah total transplantasi yang dilakukan di Indonesia. Jumlah transplantasi ginjal diwakili oleh sumbu
X. Tahun kurung di bawah masing-masing pusat menunjukkan periode waktu, dari mana data dilaporkan. Tahun
dimulainya transplantasi untuk daerah Bali, Aceh, Medan, Bandung, dan Padang tidak diketahui. (Suplit, 2019)

Tanggapan dari masing-masing pusat transplantasi diperoleh dalam jangka waktu 2 bulan sejak
awal korespondensi. Ada total 629 transplantasi ginjal yang tercatat dari 12 pusat di seluruh
Indonesia (Gbr. 1). Sebagian besar transplantasi ginjal dilakukan di Jakarta (n = 491, 78,1%) antara
2011 hingga akhir 2017. Surabaya memiliki transplantasi terbanyak kedua (n = 41, 6,5%) diikuti
oleh Yogyakarta (n = 36, 5,7% ), Semarang (n = 26, 4,1%), dan Malang (n = 14, 2,2%). Yogyakarta
memiliki timeline transplantasi paling awal, dimana mereka melaporkan data sejak tahun 1991. Ada
juga beberapa transplantasi yang tidak tercatat di Indonesia sebelum tahun 1990, sebelum
munculnya sistem rekam medis yang baik. Namun, diasumsikan bahwa jumlahnya di bawah 100
kasus.

Tabel Karakteristik Transplantasi Ginjal di Semarang

Pada Tabel di atas, dari 26 transplantasi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Kariadi dari
Januari 2014 hingga Juli 2018, terdapat 5 kasus kematian (19,2%), dua di antaranya terjadi selama
periode pemulihan pasca operasi dan sisanya dalam 12 bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Penyebab dua kematian "awal" adalah infark miokard akut. Tanda-tanda akut penolakan allograft
atau infeksi tidak ditemukan pada kedua pasien. Kematian ketiga terjadi 7 bulan pasca transplantasi
pada pria berusia 39 tahun dengan riwayat infark miokard dan erosi lambung. Penyebab kematian
ditentukan sebagai gagal jantung karena kardiomiopati iskemik dan hipertensi. Syok septik adalah
penyebab kematian untuk dua kematian lainnya dengan satu terkait dengan pneumonia bakteri dan
yang lainnya dengan situs infeksi primer yang tidak diketahui. Ada tiga kasus penolakan allograft,
satu pasien dengan tiga kali pencocokan HLA pra-transplantasi dan yang lainnya dengan dua kali
pencocokan HLA. Regimen imunosupresif paska transplantasi dihentikan dan ketiga pasien
menjalani dialisis ulang. (Suplit, 2019)

Hasil penelitian Marbun yang dilakukan di Jakarta menyebutkan bahwa dalam 3 tahun pertama
setelah transplantasi ada 28 pasien (20,28%) yang meninggal. Delapan (28,57%) meninggal akibat
kegagalan cangkok, sementara 20 pasien (71,43%) meninggal karena penyebab lain. Sebanyak 8
pasien (40%) meninggal karena sepsis, 2 pasien (10%) meninggal karena edema paru akut, 2
kematian (10%) disebabkan oleh hepatitis dan 1 pasien meninggal karena stroke. Tujuh (35%)
penyebab kematian pasien masih belum diketahui.(Maruhum, 2017)

2. Transplantasi Hati

Sembilan transplantasi hati donor hidup/living donor liver transplantation (LDLT) dilakukan
pada 6 anak dan 3 dewasa mulai Desember 2010 didukung oleh rekan dari luar negeri (Cina,
Singapura dan Jepang). LDLT dewasa pertama dilakukan di rumah sakit RSCM Jakarta, Indonesia.
Indikasi transplantasi hati pada kasus pediatrik ini adalah 4 atresia bilier dan 2 penyakit hati
autoimun sementara pada dewasa adalah 2 HCC dengan hepatitis B dan satu survivor dari prosedur
Kasai. Semua donor terkait secara genetik dan ada satu donor mengalami kebocoran bilier yang
segera dirawat dengan stent internal, sisanya sehat dan dapat melanjutkan rutinitas mereka setelah
2 minggu.

Tidak ada mortalitas operatif pada pasien anak sementara satu pasien dewasa meninggal 32
hari pasca operasi karena aspirasi yang disebabkan oleh sepsis kebocoran empedu. Semua pasien
anak dan pasien dewasa pertama bertahan sampai sekarang dengan kualitas hidup yang baik. Yang
lain meninggal setelah satu tahun karena penolakan. Asites yang berkepanjangan dan hipertensi
portal adalah komplikasi yang paling umum, keduanya berhasil dikelola secara konservatif. Semua
kasus pediatrik menerima lobus hati lateral kiri dan donor dewasa memberikan segmen hati 5, 6,
7, 8 dengan tetap mempertahankan vena hepatika media.(Lalisang, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Yusuke Shimazono. Tersedia di: http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370 Diakses


pada 7 April 2019
Transplant Center. Tersedia di: http://www.mayoclinic.org/transplant/organ-donation.html (Diakses
7 April 2019)
Usul Majadi Sinaga,"Pidato Pengukuhan Menjadi Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Sumater Utara", 28 Juli 2007
World Health Organization. 2012a. Global observatory on donation and transplantation
http://www.transplant-observatory.org
Traitanon, Opas, and Lorenzo Gallon. "Indications for Renal Transplantation: Evaluation of
Transplant Candidates." Kidney Transplantation, Bioengineering and Regeneration.
Academic Press, 2017. 187-197.

European Liver Transplant Registry. 2012. Tersedia di: http://www.eltr.org Diakses pada 7 April
2019

International Society for Heart and Lung Transplantation Registry. 2011. Tersedia di:
http://ishlt.org Diakses pada 7 April 2019

Christie, Jason D., et al. "The Registry of the International Society for Heart and Lung
Transplantation: 29th adult lung and heart-lung transplant report—2012." The Journal of
heart and lung transplantation 31.10 (2012): 1073-1086.

Supit, Tommy, et al. "Kidney transplantation in Indonesia: An update." Asian Journal of


Urology (2019).

Maruhum Bonar H. Marbun, Vidhia Umami, and Endang Susalit. A 3-Year Survival Rate of
Kidney Transplant Recipient in Cipto Mangunkusumo General Hospital in Indonesia. J
Ren Med 2017;1:1-5

Lalisang, T., N. A. Lalisang, and Y. Mazni. "The progress of living donor liver transplantation at
Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta Indonesia." HPB 18 (2016): e572.

Anda mungkin juga menyukai