Anda di halaman 1dari 35

Pajak Penghasilan untuk transaksi / industri tertentu

- Modal Ventura

Apabila perusahaan modal ventura memperoleh penghasilan dari transaksi penjualan

saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak

Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,1% (satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi

penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal.

Perusahaan pasangan usaha adalah perusahaan yang memenuhi syarat sebagai berikut :

a) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-

sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan

b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

Dalam hal transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui

bursa efek, maka pengenaan PPh nya mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1994 s.t.d.t.d PP Nomor

14 Tahun 1997.

Dasar Hukum:

Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 36 Tahun 2008

PP Nomor 4 Tahun 1995

- Konstruksi

Pengertian

1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan

jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi;
2. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan

dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,

mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya, untuk

mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

3. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu

mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

4. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu

menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk

bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu

penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan

pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan

perencanaan dan pembangunan (design and build).

5. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang

dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu

melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai

selesai dan diserahterimakan;

6. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang

memerlukan layanan jasa konstruksi;

7. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang

kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi,

pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya;


8. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa

konstruksi secara keseluruhan;

Subjek dan Objek Pajak

Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang

jasa konstruksi.

Tarif

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari jasa

konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut :

Memiliki Klasifikasi Usaha

Bentuk Pekerjaan Klasifikasi Usaha Tarif Sifat

Kecil 2% (*) Final


Pelaksanaan Konstruksi
Menengah dan Besar 3% (*) Final

Perencanaan dan Pengawasan Kecil, Menengah dan Besar 4% (*) Final

Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha

Bentuk Pekerjaan Tarif Sifat

Pelaksanaan Konstruksi 4% (*) Final

Perencanaan dan Pengawasan 6% (*) Final

(*) dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Ketentuan ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal :

1. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian

dari kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama;
2. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian

dari kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka :

a. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31

Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama;

b. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah

31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru.

Tata Cara Pemotongan

1. Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha

tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal

Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.

2. Bila pengguna jasa adalah selain huruf a, disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat

pembayaran uang muka dan termin.

Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan

1. Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau

penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan

berikutnya setelah masa pajak berakhir;

2. Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka

wajib menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

setelah masa masa pajak berakhir;

3. Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya

melalui Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20
hari setelah masa pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari

libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan

pada hari kerja berikutnya.

- Pelayaran

Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan

pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final

Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang

atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari

pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di

Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

PPh Pasal 15 atas Penghasilan yang Diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran

Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri

Peredaran bruto bagi Pajak Perusahaan Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri adalah

semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau

barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di

Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar

negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.

Dasar Hukum:

Pasal 15 Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU Nomor 36 Tahun 2008

KMK-416/KMK.04/1996

- Penerbangan

PPh Pasal 15 atas Penghasilan yang Diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam

Negeri

Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan yang

bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter;

Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan

atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu

pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di

luar negeri.
Penghasilan neto bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebesar 6%

(enam persen) dari peredaran bruto;

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib

Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a adalah sebesar 1,8% (satu koma delapan

persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b;

Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kredit pajak yang

dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

- Restrukturisasi, Merger dan Akuisisi

Hingga saat ini perkembangan usaha semakin pesat. Perkembangan suatu usaha tersebut salah

satunya dapat diawali dengan cara restrukturisasi. Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk

mengubah struktur sebuah perusahaan, dalam artian bisa memperbesar atau memperkecil struktur

perusahaan tersebut. Upaya ini dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk memperbaiki dan

membuat maksimal kinerja perusahaan agar target dapat tercapai. Lalu, bagaimana dengan pajak

restrukturisasi usaha? Simak informasi lengkapnya berikut ini.

Mengenal Lebih Jauh Restrukturisasi Perusahaan

Sebelum membahas tentang pajak restrukturisasi usaha, sebaiknya Anda mengenal lebih jauh

tentang restrukturisasi perusahaan terlebih dahulu. Pengertian restrukturisasi perusahaan adalah


penyusunan ulang sistem pengelolaan perusahaan agar kinerja perusahaan menjadi lebih sehat.

Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasarkan rasio kesehatan meliputi:

Tingkat efisiensi atau efficiency ratio.

Tingkat efektivitas atau effectiveness ratio.

Profitabilitas atau profitability ratio.

Tingkat likuiditas atau liquidity ratio.

Tingkat perputaran aset atau asset turn over.

Leverage ratio dan market ratio.

Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil risiko tingkat pengembalian atau risk return

profile.

Restrukturisasi dilakukan dengan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham

minoritas, karyawan PT, kreditor dan mitra usaha lainnya dari PT, serta masyarakat dan persaingan

sehat dalam melakukan usaha. Direksi PT yang melakukan restrukturisasi wajib mengumumkan

ringkasan rancangan restrukturisasi minimal dimuat dalam satu surat kabar dan mengumumkan

secara tertulis kepada karyawan PT yang akan melakukan restrukturisasi. Pengumuman tersebut

dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum pemanggilan RUPS. Dalam jangka

waktu paling lambat 14 hari setelah pengumuman tersebut, kreditor dapat mengajukan keberatan

kepada PT yang melakukan restrukturisasi, atau lebih dari 14 hari dianggap menyetujui. Selama

penyelesaian keberatan dari kreditor tersebut belum tercapai, maka restrukturisasi tidak dapat

dilaksanakan. Restrukturisasi yang berhasil dilakukan memiliki kewajiban untuk membayar pajak

restrukturisasi usaha.
Berbagai Cara dalam Melakukan Restrukturisasi Perusahaan

Restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti perubahan strategi

Perseroan, perubahan visi Perseroan, perubahan struktur organisasi Perseroan (reorganisasi), atau

perubahan budaya perusahaan. Selain itu bisa juga dengan cara pemasangan atau perubahan

teknologi, penggantian Anggota Direksi atau Komisaris, perubahan atau penambahan ketentuan-

ketentuan AD, atau pembuatan atau perubahan sistem & prosedur Perseroan. Cara lain yang dapat

dilakukan adalah penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), pengambilalihan (akuisisi),

leverege buy outs (LBO), aliansi strategi bisnis, spin-off, split-off, dan tindakan lain yang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Restrukturisasi yang berhasil dilakukan

memiliki kewajiban untuk membayar pajak restrukturisasi usaha.

Restrukturisasi Perusahaan dengan Cara Merger

Merger merupakan sebuah proses difusi atau penggabungan dua perusahaan dengan salah satu di

antaranya tetap berdiri dengan nama perusahaannya sementara yang lain lenyap dengan segala

nama dan kekayaan dimasukan dalam perusahaan yang tetap berdiri tersebut. Ada beberapa tujuan

perusahaan dalam melakukan merger diantaranya :

Lebih murah mendapatkan fasilitas yang sudah ada dari pada membangun atau Cost Advantage

Lebih kecil risikonya membeli pabrik dan pasar yang ada dari pada mengembangkannya sendiri

atau Lower Risk

Jika fasilitas didapatkan dengan membeli maka kegiatan perusahaan bisa langsung beroperasi dari

pada melalui pembangunan sendiri yang perlu waktu untuk perijinan, konstruksi, uji coba disebut

dengan Fewer Operating Delays


Dengan melakukan penggabungan usaha, perusahaan menjadi semakin besar dan kuat sehingga

dapat terhindar dari pengambil alihan oleh perusahaan lain atau Avoidance Of Takeovers

Melalui penggabungan usaha dapat diperoleh patents, mineral rights, hasil penelitian, goodwill

(databse pelanggan, nama baik perusahaan, manajemen yang baik, lokasi yang baik) yang disebut

dengan Aquisition of intangible assets.

Untuk menghindari kewajiban perpajakan atau Tax Avoidance.

Pajak Restrukturisasi Usaha dan Aspek Perpajakan Merger

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 Buku Panduan Tentang Perlakuan

Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan. Harta Badan Usaha yang melakukan pengalihan atau

transferor company, yang dialihkan kepada Badan Usaha yang menerima pengalihan atau

acquiring company dalam rangka penggabungan harus dicatatkan atau dibukukan oleh Badan

Usaha yang menerima pengalihan dengan nilai buku fiskal menurut Badan Usaha yang

mengalihkan. Acquiring company harus mengajukan permohonan persetujuan pengalihan harta

menggunakan nilai buku ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang PPN,

terutangnya PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan usaha terjadi

pada saat yang disepakati atau ditetapkan sesuai hasil RUPS yang tertuang di dalam perjanjian

penggabungan tersebut.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK/.04/2000 Tentang Nilai Lain sebagai Dasar

Penggunaan Pajak mengatur bahwa nilai lain untuk aktiva.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 yang mengatur bahwa pemilik saham pendiri

dikenakan pajak tambahan berupa Pajak Penghasilan sebesar 0,5%. Pengenaan pajak sebesar 0,5%

tersebut dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.


Jika perusahaan telah terbentuk sebagai entitas baru atau surviving Company, bagaimana dengan

entitas yang lama atau merging company? Dan kapan mulai berhenti beroperasi total serta

bagaimana tentang pajak restrukturisasi usaha? Aturan tentang hal tersebut dijelaskan dalam Per-

28/PJ/2008 Tanggal 19 Juni 2008 Pasal 5 Huruf b yang berbunyi bahwa kegiatan usaha Wajib

Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger.

Sedangkan dalam Pasal 26 UU Nomor 40 tahun 2007 Tanggal 16 Agustus 2007 menjelaskan

tanggal efektif merger adalah pada saat akta penggabungan dibuat dan yang telah disetujui oleh

Menteri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggal efektif merger adalah berdasarkan

tanggal akta dan SK Kementerian. Maka sejak tanggal tersebut semua kewajiban perpajakan telah

dipindah ke entitas yang baru.

- Leasing

Sewa (leasing) pada dasarnya merupakan praktik yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

termasuk dalam dunia bisnis/usaha. Pertimbangannya adalah efisiensi biaya. Jika dengan sewa

dapat tercapai tujuan dengan biaya yang lebih murah daripada membeli aset maka suatu entitas

(baik pribadi maupun perusahaan) akan memutuskan untuk menyewa.

Mengapa Leasing?

Hal ini dikarenakan dalam pembelian aset terdapat sejumlah biaya transaksi dan biaya periodik

yang harus dikeluarkan dan menyebabkan nilai perolehan aset tersebut lebih besar. Diantaranya

adalah biaya pembelian, biaya pemeliharaan, dan biaya suku cadang. Sementara pada

mekanisme leasing, biaya hanya meliputi biaya atas sewa atau biaya penyusutan (depresiasi),

tergantung jenis leasing yang dilakukan. Selain itu, menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2015:

1.272) terdapat beberapa keuntungan bagi pihak yang menyewa melalui leasing daripada memiliki

atau membeli aset antara lain: tarif sewa yang tetap sampai akhir periode, kemudahan dalam
menukar aset sewa yang dinilai usang, fleksibilitas dalam perjanjian sesuai dengan kebutuhan

kedua pihak, merupakan bentuk pendanaan yang lebih murah, menghemat biaya pajak (terkait

biaya penyusutan), tidak diwajibkan untuk tercantum di dalam neraca (off-balance-sheet) sehingga

mendongkrak nilai rasio efisiensi dan leverage. Sedangkan bagi pihak yang menyewakan,

sebagaimana dijelaskan oleh Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2015: 1.284) keuntungan

menyewakan aset antara lain: adanya pendapatan sewa (pokok), pendapatan bunga (tergantung

jenis leasing), insentif pajak (tergantung kebijakan perpajakan negara), dan adanya nilai sisa yang

tinggi.

Ragam Leasing

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 (Revisi 2011) sewa adalah suatu

perjanjian dimana lessor(pihak yang menyewakan) memberikan hak kepada lessee (pihak yang

menyewa) untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai bentuk

kompensasi atas pemanfaatan aset/properti tersebut, maka lesseemembayar uang sewa (rental

payments) kepada lessor sesuai dengan termin periode yang disepakati. Terdapat dua jenis

mekanisme dalam sewa yang sudah diakui dalam dunia bisnis, yaitu sewa operasional tanpa hak

opsi (operating lease) dan sewa pembiayaan dengan hak opsi (capital lease).

Sewa operasional adalah bentuk sewa yang sangat sederhana dan biasanya digunakan untuk

kepentingan jangka pendek sehingga tidak terlalu memperhitungkan nilai aset pada masa yang

akan datang. Status kepemilikan dalam sewa operasional tidak mengalami perubahan dari status

legalnya, yaitu aset yang disewakan (leased asset) tetap menjadi milik lessor meskipun hingga

batas waktu tertentu dipakai oleh lessee. Konsekuensinya, biaya yang dikeluarkan untuk

memelihara aset tersebut ditanggung pihak lessor. Biasanya untuk mencegah terjadinya kerugian,

maka lessormemasang tarif sewa dengan telah memperhitungkan nilai perolehan aset (historical
cost), biaya pemeliharaan dan margin keuntungan (gain). Sementara itu, sewa pembiayaan

digunakan untuk menyewakan aset dalam jangka panjang dengan masa sewa minimal 75% dari

usia ekonomis aset yang disewakan, sewa pembiayaan juga memiliki kerumitan tertentu karena

melibatkan unsur bunga dan alternatif pengalihan status kepemilikan pada akhir periode sehingga

sewa pembiayaan (capital lease/ finance lease) pada dasarnya adalah bentuk lain dari pembelian

aset secara cicilan dan juga karena nilai sewa saat ini (present value) tidak kurang dari 90% nilai

wajar (fair value) aset yang disewakan sehingga dapat dianggap sebagai bentuk lain penjualan aset.

Akuntansi Perpajakan Leasing

Di dalam laporan keuangan, ketentuan mengenai aset leasing diperlakukan sesuai dengan sudut

pandang pelapornya yaitu sudut pandang lessor dan lessee. Perlakuan akuntansi pajak terhadap

atas leasing disesuaikan dengan jenis sewa yang disepakati (operating atau capital/finance).

Operating Lease- Lessee- (Tanpa Hak Opsi)

Di dalam laporan keuangan lessee, adanya transaksi operating lease berdampak pada penyajian

beban sewa di dalam Laporan Rugi/Laba. Lesse juga tidak berhak mencantumkan aset yang

disewanya ke dalam neraca karena secara legal tidak ada peralihan kepemilikan (suatu keuntungan

yang akan membuat rasio keuangan lessee menjadi bagus). Mengingat konsep operating

lease yang sederhana maka tidak ada penyajian informasi terkait utang leasing dan beban

penyusutan di dalam Laporan Keuangan lessee (Neraca dan Laporan Rugi/Laba). Dari sisi

perpajakan, terkait adanya transaksi operating lease ini maka lessee bertindak sebagai pihak

pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga nilai sewa yang

dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih yang sudah dipotong PPh Pasal 23. Berikut

disajikan ilustrasi operating lease sebagai penjelasan.


Pada tahun 2016 PT Bina Cita (lessee) menyewa sebuah mesin produksi dari PT Cipta Karya

(lessor) dengan kesepakatan bentuk sewa adalah operating lease. Masa manfaat mesin adalah 5

tahun dan PT Bina Cita hanya menyewa selama satu tahun saja dengan nilai sewa Rp24.000.000,-

per tahun. Uang sewa untuk setahun penuh dibayarkan kepada PT Cipta Karya pada setiap awal

tahun (Januari 2016). Maka berikanlah penjelasan dan analisis yang komprehensif mengenai aspek

akuntansi dan perpajakan yang harus dilakukan oleh PT Bina Cita jika kedua pihak tetap

melakukan pengakuan pendapatan dan beban untuk setiap bulan di pembukuan masing – masing.

Terhadap ilustrasi diatas, maka dari sisi akuntansi dan perpajakan PT Bina Cita harus mencatat

biaya yang dibayarkan kepada PT Cipta Karya sebagai beban sewa. Tetapi disaat yang sama ketika

melakukan pembayaran, maka PT Bina Cita harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari nilai

sewa. PPh Pasal 23 yang telah dipotong ini akan menjadi utang yang wajib disetorkan ke Kas

Negara sesuai batas waktu yang ditentukan. Aspek lain yang harus diperhatikan PT Bina Cita

adalah sehubungan dengan pembayaran yang dilakukan pada awal tahun sehingga saat dilakukan

pembayaran, PT Bina Cita memperoleh hak untuk memanfaatkan sampai dengan akhir tahun

(Sewa Dibayar Dimuka) sebesar Rp24.000.000,- atau setara dengan Rp2.000.000,- per bulan.

Sehingga ayat jurnal yang perlu dicatat oleh PT Bina Cita untuk periode Januari 2016 adalah

sebagai berikut:

Keterangan Debit Kredit

Beban Sewa Rp2.000.000 –

Sewa Dibayar Dimuka Rp22.000.000

Kas – Rp23.520.000
Utang PPh Pasal 23 – Rp480.000

Ketika PPh Pasal 23 sudah disetor ke Kas Negara maka PT Bina Cipta melakukan pencatatan

sebagai berikut:

Keterangan Debit Kredit

Utang PPh Pasal 23 Rp480.000 –

Kas – Rp480.000

Operating Lease- Lessor- (Tanpa Hak Opsi)

Di dalam Laporan keuangan lessor, transaksi operational lease terlihat dari adanya akun

Pendapatan Sewa di dalam Laporan Rugi/Laba. Lessor juga masih wajib mencantumkan leased

asset sesuai dengan nilai yang telah disusutkan secara proporsional menurut besaran depresiasi.

Hal ini dikarenakan lessor wajib setiap tahun menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset

tersebut. Sehingga di dalam Laporan Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar antara pendapatan

yang diperoleh dengan beban penyusutan yang ditimbulkan (matching concept). Disaat yang

sama, lessorwajib menanggung beban pemeliharaan leased asset sehingga beban tersebut wajib

dibiayakan di dalam Laporan Rugi/Laba yang meliputi: biaya penilai (appraisal fee), biaya

perantara (finders fee), dan biaya suku cadang. Lessormeneriman penghasilan melalui

penyewaan leased asset kepada lessee dengan tetap memperhatikan adanya kewajiban untuk

dipotong PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut. Contoh kasus yang dapat membantu adalah sebagai

contoh kasus sebelumnya namun analisis dan penjelasan diberikan dari sudut pandang PT Cipta

Karya sebagai lessor.


Dari contoh sebelumnya, jika ternyata PT Cipta Karya telah menghitung nilai mesin produksi

tersebut sebesar Rp120.000.000,-. Maka berikanlah penjelasan dan analisis yang komprehensif

mengenai aspek akuntansi dan perpajakan yang harus dilakukan oleh PT Cipta Karya.

Secara akuntansi aspek terpenting yang harus dipahami bahwa ketika bulan Januari 2016 PT Cipta

Karya menerima pendapatan yang belum sepenuhnya menjadi haknya sehingga disebut

Pendapatan Diterima Dimuka, yaitu pendapatan dari pembayaran sewa untuk bulan Februari s.d.

Desember 2016. Adapun untuk periode Januari 2016 sudah dapat dicatat sebagai Pendapatan Sewa.

Kemudian, terhadap aliran kas masuk yang diterima PT Cipta Karya maka PT Cipta Karya harus

mencatatnya sebagai Kas sebesar nilai bersih setelah dipotong PPh Pasal 23 dan mencatat

pemotongan tersebut sebagai PPh Pasal 23 Dibayar Dimuka. Sehingga ayat jurnal yang disiapkan

oleh PT Cipta Karya pada Januari 2016 adalah sebagai berikut:

Keterangan Debit K

Kas Rp23.520.000 –

PPh Pasal 23 Dibayar Dimuka Rp480.000

Pendapatan Sewa – R

Pendapatan Sewa Diterima Dimuka – R

Pada akhir tahun 2016, PT Cipta Karya wajib mencatat jurnal penyusutan atas mesin produksi

sebesar Rp120.000.000 dibagi secara proporsional untuk 5 tahun yaitu Rp24.000.000,- dengan

ayat jurnal sebagai berikut:

Keterangan Debit K
Beban Penyusutan- Leased Asset Rp24.000.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – R

Jadi dari ilustrasi diatas dapat diketahui bahwa Operating Lease baik dipandang dari

sisi lessee maupun lessor tidak sama sekali melibatkan konsep bunga dan diperuntukkan untuk

masa sewa yang singkat (masa sewa tidak lebih dari 75% usia manfaat aset yang hendak disewa)

dan nilai sewa tidak melebihi 90% nilai wajar aset tersebut. Ciri khas utama yang mudah dikenali

dari Operating Lease ini adalah tidak adanya opsi pengalihan kepemilikan aset. Status

kepemilikan tetap yakni menjadi milik lessor sampai dengan masa sewa berakhir. Aspek akuntansi

dan perpajakan atas jenis sewa ini terbilang sederhana karena hanya melibatkan perhitungan yang

proporsional.

Capital Lease- Lessee- (Dengan Hak Opsi)

Didalam laporan keuangan lessee transaksi capital lease menyebabkan kepemilikan aset

dari leasing harus dilaporkan di dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca). Diiringi dengan

penyajian nilai utang leasing di sisi kewajiban. Ketentuan ini membawa konsekuensi penyajian

Beban Penyusutan- Aset Leasing pada Laporan Rugi/Laba dan Akumulasi Penyusutan-

Aset Leasing didalam Neraca. Namun, poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa

pembebanan Beban Penyusutan- Aset Leasing selama masa sewa hanya diperkenankan untuk

kepentingan komersial. Dalam rangka menghitung PPh Badan, Beban Penyusutan-

Aset Leasing selama masa sewa tidak diperkenankan dijadikan sebagai

pengurang penghasilan bruto, pembebanan diperkenankan ketika masa sewa telah habis

dan Aset Leasing telah menjadi milik lessee dengan dasar penyusutan adalah nilai

residu. Hal ini sebagaimana telah diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-
1169/KMK.01/1991 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ.47/1994 termasuk

pula dalam hal ini Beban Bunga yang muncul sehubungan dengan transaksi capital lease. Selain

itu, terkait adanya transaksi capital lease ini maka lessee tidak boleh bertindak sebagai pihak

pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga nilai sewa yang

dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih tanpa dipotong PPh Pasal 23. Berikut disajikan

ilustrasi capital lease sebagai penjelasan.

Pada 1 Januari 2012, PT Pelangi menyewakan peralatan kepada PT Bianglala. Peralatan tersebut

seharga 2.000.000 (Nilai wajar peralatan). Perjanjian sewa mengandung klausul – klausul berikut

ini:

 Masa Sewa 8 tahun

 Pembayaran tahunan setiap 1/1 sebesar 450.000

 Masa manfaat peralatan 10 tahun

 Estimasi nilai sisa pada akhir masa sewa adalah 300.000

Sewa dapat dibatalkan, dan PT Bianglala akan dikenakan penalti yang tidak signifikan. PT

Bianglala akan mengembalikan peralatan kepada PT Pelangi pada akhir masa sewa. Present

Value (Nilai Kini) dari pembayaran sewa minimum (dihitung dengan menggunakan tingkat bunga

implisit 11.65%) adalah Rp1.827.100

Dari kasus diatas, untuk memastikan jenis sewa yang tepat maka dapat dilakukan sejumlah uji

kriteria sebagai berikut:

Kriteria Umum

Ada Transfer Kepemilikan


Klausul: “PT Bianglala akan mengembalikan peralatan kepada PT Pelangi pada akhir masa sewa”. Redak

berarti lessee memilih untuk tidak memanfaatkan hak opsi.

Ada Penawaran untuk Membeli Hak Opsi (Bargain- Purchase Option)

Klausul: Tidak dinyatakan dalam soal tetapi dari informasi bahwa aset tersebut dinilai lebih rendah ketika opsi

maka terdapat kecenderungan transaksi tersebut mengandung Hak Opsi yang dapat dimanfaatkan lessee.

Masa sewa lebih dari atau sama dengan 75% dari usia ekonomis aset yang disewakan.

Analisis: = = 80%

Nilai Kini dari pembayaran sewa lebih dari atau sama dengan 90% nilai wajar aset

Analisis: = = 91.35%

Setelah melakukan uji kriteria diatas maka dapat disimpulkan bahwa transaksi sewa antara PT

Bianglala selaku lesseedengan PT Pelangi selaku lessor adalah capital lease. Hal ini konsisten

dengan bagan yang diuraikan oleh Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2015: 1.275) sebagai berikut:

Analisis selanjutnya adalah mekanisme pencatatan komersial (penting dipahami bahwa dalam

ketentuan perpajakan atau fiskal, lessee tidak diperkenankan mengakui beban penyusutan atas

Aset Leasing dan Beban Bunga) yang harus dilakukan lessee pada laporan keuangannya.

Pencatatan yang dilakukan lessee harus mengikuti besaran angsuran setiap tahun yang dihitung

sebagai berikut:

Present Value of minimum lease payments : Rp1.827.100

PT Bianglala. Lease

Amortization Schedule. (Lessee)


Perhitungan Bunga dan Pokok

Annual Payment Less Interest (11.65%) Reduction of

Tanggal Executory Costs on Liability Lease Liability Lease Liability

01/01/12 Rp450.000 – – Rp1.827.100

01/01/12 Rp450.000 – Rp450.000 Rp1.377.100

01/01/13 Rp450.000 Rp160.432 Rp289.568 Rp1.087.532

01/01/14 Rp450.000 Rp126.697 Rp323.303 Rp764.229

01/01/15 Rp450.000 Rp89.033 Rp360.967 Rp403.262

Jurnal yang dicatat oleh PT Bianglala (lessee) untuk tahun 2012 s.d. tahun 2015 adalah sebagai

berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit

Aset Leasing Rp1.827.100 –

01/01/12 Utang Leasing – Rp1.827.100

Utang Leasing Rp450.000 –

01/01/12 Kas – Rp450.000

Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

31/12/12 Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000


Analisis: =

= Rp250.000

01/01/13 Utang Bunga Rp160.432 –

Utang Leasing Rp289.568 –

Kas – Rp450.000

31/12/13 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

01/01/14 Utang Bunga Rp126.697 –

Utang Leasing Rp323.303 –

Kas – Rp450.000

31/12/14 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

01/01/15 Utang Bunga Rp89.033 –

Utang Leasing Rp360.967 –

Kas – Rp450.000

31/12/15 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –


Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

Capital Lease- Lessor- (Dengan Hak Opsi)

Di dalam laporan keuangan transaksi capital lease terlihat dengan adanya akun Pendapatan Sewa

dan Pendapatan Bunga. Sama halnya seperti pada sudut pandang lessee, pada Capital Lease,

Lessor juga masih wajib mencantumkan leased asset sesuai dengan nilai yang telah disusutkan

secara proporsional menurut besaran depresiasi. Hal ini dikarenakan lessor wajib setiap tahun

menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset tersebut. Sehingga di dalam Laporan

Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar antara pendapatan yang diperoleh dengan beban

penyusutan yang ditimbulkan (matching concept). Disaat yang sama, lessor wajib menanggung

beban pemeliharaan leased assetsehingga beban tersebut wajib dibiayakan di dalam Laporan

Rugi/Laba yang meliputi: biaya penilai (appraisal fee), biaya perantara (finders fee), dan biaya

suku cadang. Bila dianalisis, maka terdapat dua pembebanan biaya penyusutan aset pada Capital

Lease yakni oleh lessor dan lessee. Dari sisi perpajakan hal ini menyebabkan terkoreksinya

(negatif) potensi PPh akhir tahun (PPh Pasal 25/29) yang harus ditanggung keduanya. Sehingga

ketentuan perpajakan hanya memperkenankan pembebanan biaya penyusutan oleh lessor dan

adapun lessee hanya diperkenankan melakukan hal tersebut jika hak opsi dimanfaatkan dan aset

beralih kepemilikan dengan dasar penyusutan sebesar nilai sisanya.

Contoh kasus yang dapat mewakili sudut pandang ini adalah sebagaimana pada kasus PT Pelangi

sebagai lessor. Jurnal yang harus dibuat oleh PT Pelangi (2012-2015) adalah sebagaimana

ditampilkan berikut ini:


Tanggal Keterangan Debit Kredit

Piutang Leasing Rp1.827.100 –

01/01/12 Aset Leasing – Rp1.827.100

Kas Rp450.000 –

01/01/12 Pendapatan Sewa – Rp450.000

Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

Analisis: =

= Rp250.000

31/12/12

01/01/13 Kas Rp450.000 –

Pendapatan Bunga – Rp160.432

Pendapatan Sewa – Rp289.568

31/12/13 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

01/01/14 Kas Rp450.000 –

Pendapatan Bunga – Rp126.697


Pendapatan Sewa – Rp323.303

31/12/14 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

01/01/15 Kas Rp450.000 –

Pendapatan Bunga – Rp89.033

Pendapatan Sewa – Rp360.967

31/12/15 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000 –

Akumulasi Beban Penyusutan – Rp250.000

Dari jurnal diatas dapat terlihat bahwa aspek akuntansi yang perlu diperhatikan pihak lessor adalah

adanya pengakuan pendapatan atas penghasilan berupa pendapatan sewa dan pendapatan bunga.

Keduanya dicantumkan di dalam Laporan Rugi/ Laba sebagai pendapatan operasional untuk

pendapatan sewa sedangkan untuk pendapatan bunga merupakan pendapatan lainnya. Selain

itu, lessor diperkenankan membebankan biaya penyusutan yang dihitung dengan metode garis

lurus sebagai pengurang pendapatan. Dari penjelasan diatas dapat terlihat pula bahwa tidak aspek

transaksi PPh Pasal 23 atas sewa dengan mekanisme capital lease.

- Build, Operate, transfer

A. Pengertian BOT ( 248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 )

1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor,
2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan

selama masa perjanjian,

3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan

tersebut kepada pemegang hak atas tanah.

4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat

perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.

© PajakO

Penghasilan Investor adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan

bangunan yang didirikannya, antara lain :

1. Sewa / Penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta

2. Penghasilan sehubungan dengan pengusahaan bangunan, seperti ; pengusahaan hotel, sport

center, tempat hiburan, dsb.

3. Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah,

dalam hal masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan.

4. Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah diberikan penggantian atau imbalan kepada

investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam

tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut (KMK 248/KMK.04/1995)

Amortisasi Biaya Pendirian Bangunan oleh Investor :

- Amortisasi biaya pendirian bangunan dengan menggunakan metode garis lurus

(diamortisasi dalam jumlah sama besar ) selama masa perjanjian bangun guna serah.
- Apabila masa perjanjian bangun guna serah diakhiri lebih pendek dari masa yang telah

ditentukan dalam pejanjian, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamotisasi

dibebankan sekaligus pada tahun diakhirinya perjanjian bangun guna serah tersebut.

- Apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpanjang dari masa perjanjian yang telah

ditentukan karena adanya penambahan bangunan, maka biaya tambahan tersebut

ditambahkan pada sisa biaya yang belum diamortisasi, dan selanjutnya diamortisasi

hingga berakhirnya masa perjanjian yang diperpanjang tersebut.

- Amortisasi biaya pendirian bangunan dimulai pada tahun mulai digunakannya atau

diusahakannya bangunan tersebut. Biaya pendirian bangunan dikapitalisir terlebih

dahulu sampai bangunan dapat digunakan atau diusahakan.

Penghasilan Bagi Pemegang Hak atas Tanah :

- Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan

perjanjian bangun guna serah, seperti :

Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah selama
-
masa perjanjian.

- Bagian dari uang sewa bangunan

- Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan yang diberikan oleh invistor

- Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah

- Dalam hal bangunan yang didirikan oleh investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi

sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, maka :


- Atas penyerahan sebagian bangunan tersebut merupakan peghasilan bagi pemegang hak

atas tanah.

- PPh yang terutang sebesar = 5% x Nilai teritinggi antara nilai pasar dengan NJOP bagian

bangunan yang diserahkan tersebut.

- PPh tersebut harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15

bulan berikutnya setelah penyerahan

- Pada saat berakhirnya perjanjian, bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang

hak atas tanah merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah. PPh yang terutang

sebesar 5% x Nilai tertinggi antara nilai pasar dengan NJOP bangunan yang diserahkan. PPh

tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun

guna serah berakhir

- Nilai tertinggi antara nilai pasar dan NJOP bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas

tanah tersebut merupakan nilai perolehan bangunan bagi pemegang hak atas tanah.

- Dalam hal pemegang hak atas tanah merupakan wajib pajak orang pribadi atau yayasan atau

organisasi yang sejenis, pembayaran PPh 5% tersebut di atas bersifat final.

- Dalam hal pemegang hak atas tanah merupakan wajib pajak badan atau BUT, pembayaran

PPh 5% tersebut merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25) yang dapat

dikreditkan.

Biaya bagi Investor

Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya yang sesuai

dengan ketentuan perpajakan yang berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan

berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut.


Salah satu pertanyaan seorang peserta kelas brevet pajak adalah apa saja aspek perpajakan apabila

seorang investor melakukan kerja sama dengan pemerintah yaitu memanfaatkan aset pemerintah

dalam bentuk tanah untuk dijadikan tempat rekreasi.

Kali ini penulis akan mencoba mengupas terkait pertanyaan tersebut diatas, terlebih sekarang ini

banyak sekali varian bisnis yang dilakukan antara pemerintah dengan investor atau antara pemilik

lahan dengan pemodal istilah bisnis ini sering disebut dengan sistem bangun guna serah (Built,

Operate, and Transfer) atau BOT. Dan tulis berikut diharapkan dapat menjadi pengingat apabila

dikemudian hari terdapat pertanyaan yang sama, semoga memberi informasi yang bermanfaat.

Bangun Guna Serah

a. Pengertian Bangun Guna Serah

Secara umum pengertian Bangun Guna Serah (BGS) adalah Bentuk pendanaan proyek saat suatu

entitas swasta menerima konsesi (pemberian hak, izin, atau tanah oleh perusahaan, individu, atau

entitas legal lainnya) dari entitas lain untuk mendanai, merancang, membangun, dan

mengoperasikan suatu fasilitas yang dinyatakan dalam kontrak konsesi. Umumnya proyek dengan

skema ini kan diserahkan kepada pemerintah pada akhir masa konsesi.

Dalam perspektif perpajakan Bangun Guna Serah adalah bentuk perjanjian kerja sama yang

dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemegang

hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa

perjanjian bangun guna serah, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang

hak atas tanah setelah masa bangun guna serah berakhir. (Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan

nomor 248/KMK.04/1995, SE-38/PJ.4/1995).


Karena hak telah diberikan hak sesuai jangka waktu perjanjian kepada investor maka investor

dapat menatakelola lahan tersebut dengan mendirikan berupa gedung perkantoran, apartemen,

pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, termasuk didalamnya adalah wahana permainan atau

ilmu pengetahuan dan atau bangunan lainnya

b. Ciri-Ciri Bangun Guna Serah

Ada 3 (tiga) ciri-ciri dalam perjanjian Bangun Guna Serah yaitu :

 Pembangunan (Build), pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya

kepada pemegang hak (pelaksana proyek) untuk membangun sebuah proyek dengan dananya

sendiri (dalam beberapa hal dimungkinkan didanai bersama / participate interest). Desain dan

spesifikasi bangunan merupakan usulan pemegang hak pengelolaan yang harus mendapat

persetujuan dari pemilik proyek.

 Pengoperasian (Operate). Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek

kepada pemegang hak untuk selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan mengelola proyek

tersebut untuk diambil manfaat ekonominya. Bersamaan dengan itu pemegang hak berkewajiban

melakukan pemeliharaan terhadap proyek tersebut. Pada masa ini, pemilik proyek dapat juga

menikmati hasil sesuai dengan perjanjian jika ada.

 Penyerahan kembali (Transfer), Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan

fisik proyek kepada pemilik proyek setelah masa konsesi selesai tanpa syarat (biasanya).

Pembebanan biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa yang

menanggungnya.

c. Unsur-Unsur Bangun Guna Serah

Berdasarkan pengertian, ciri-ciri dari suatu perjanjian Bangun Guna Serah maka didapat beberapa

unsur-unsur dalam perjanjian bangun guna serah yaitu :


1. Investor

2. Tanah/Lahan

3. Bangunan komersial

4. Jangka waktu operasional

5. Penyerahan

Subjek Pajak Bangun Guna Serah

Subjek dalam Bangun Guna Serah adalah pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk

Perjanjian Bangun Guna Serah yaitu :

 Pemilik Lahan, jika pemiliknya adalah Pemerintah Daerah maka subjeknya adalah Pengelola

barang (Sekretaris Daerah) tentu setelah mendapat persetujuan Bupati. Jika lahan dimiliki oleh

badan usaha maka subjeknya adalah Badan

 Investor, Jika investornya adalah Badan maka subjeknya adalah Badan demikian juga jika

investornya Orang Pribadi maka subjeknya adalah Orang pribadi.

Objek Pajak Bangun Guna Serah

Pajak Penghasilan

Jenis pajak dalam skema bangun guna serah adalah pajak penghasilan yang diterima oleh :

1. Investor

2. Pemegang Hak Atas Lahan

a. Investor

Penghasilan yang diterima investor dengan skema bangun guna serah adalah semua penghasilan

dari pemberdayaan lahan. Misal investor membangun wahana permainan seperti Water Park, maka

penghasilannya adalah :

 Ticket Masuk
 Sewa sehubungan dengan penggunaan harta seperti lapak yang ada disekitar waterpark

 Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila masa

perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan

 dan lain-lain

Semua penghasilan yang diterima wahana permainan Waterpark tersebut di atas dilaporkan dalam

SPT Tahunan PPh sesuai jenis subjek pajaknya.

Pembiayaan yang dapat dilakukan oleh investor meliputi :

 Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan pasal 9 ayat (1) Undang-undang PPh

berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna

serah tersebut.

 Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan merupakan nilai

perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan

tersebut, dan nilai perolehan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar

setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah.

contoh-contoh :

 Biaya Amortisasi, Investor PT. Nusa Wahana Permai (NWP) mendirikan tempat bermain Water

Park atas tanah milik PT. Channel Penguasa (CP) berdasarkan perjanjian bangun guna serah

dengan biaya Rp. 15 Miliar untuk masa selama 15 Tahun. Maka Amortisasi yang dilakukan oleh

PT. NWP setiap tahunnya adalah Rp. 1 Miliar (Rp 15 Miliar : 15).

 Penghasilan, berdasarkan contoh di atas pada akhir tahun tahun ke 10 PT. NWP menyerahkan

bangunan kepada PT. CP. Maka dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT.

NWP diberikan imbalan oleh PT. CP sebesar Rp. 5 Miliar padaalhir tahun ke 10 (tahun
bverakhirnya masa perjanjian bangun guna serah). PT. NWP memperoleh tambahan penghasilan

sebesar Rp. 5 M

b. Pemegang Hak Atas Lahan

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016 tentang pajak penghasilan atas penghasilan

dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikat jual beli atas tanah

dan/atau bangunan beserta perubahannya dijelaskan bahwa yang dikecualikan dari kewajiban PPh

atas PHTB dan PPJB TB adalah Orang pribadi atau badan yang melakukan PHTB dalam rangka

melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna atau pemanfaatan barang milik

negara berupa tanah dan atau bangunan. Sesuai pasal 15 ayat (1) UU PPh pihak-pihak yang

mjelakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian bangun guna serah adalah kategori Wajib Pajak

tertentu.

Adapun penghasilan yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan

perjanjian bangun guna serah dapat berupa :

 Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah dalam atau

selama masa bangun guna serah;

 Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang telah

diberikan oleh investor;

 Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah yang terima atau diperoleh

pemegang hak atas tanah.

 Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian

diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, maka bagian bangunan yang diserahkan merupakan

penghasilan bagi pemegang atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan

tersebut terutang pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi
antara lain pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan, dan

harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.

 Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa Perjanjian

bangunan serah berakhir merupakan penghasilan baik pemegang hak atas tanah, dan terutang Pajak

Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar

dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang telah diserahkan, dan harus dilunasi oleh

pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun

guna serah berakhir.

- E-commerce – dibatalkan

Peraturan Perlakuan Perpajakan e-commerce Terbit, Tingkatkan Kepastian dan Keadilan Bagi

Semua Pelaku Usaha Jakarta, 11 Januari 2019 – Dalam rangka memberikan kepastian terkait aspek

perpajakan bagi pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik,

Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem

Elektronik. Penting untuk diketahui bahwa Pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru

bagi pelaku e-commerce. Pengaturan yang dimuat dalam PMK-210 ini semata-mata terkait tata

cara dan prosedur pemajakan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi dan

mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce demi menciptakan perlakuan yang

setara dengan pelaku usaha konvensional.

Pokok-pokok pengaturan dalam PMK-210 ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace

a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform marketplace;
b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh

NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform

marketplace;

c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar

pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam

setahun, serta

d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam

setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban penyedia platform marketplace

a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;

b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform

marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;

c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik

penyedia platform marketplace sendiri, serta

d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang

menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa

pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli. Penyedia platform

marketplace yang dikenal di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee,

dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku overthe-top di bidang transportasi juga

tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace. 3. Bagi e-commerce di luar Platform
marketplace Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui

online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN,

PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku. Sebelum PMK-210 ini mulai berlaku efektif pada

1 April 2019, DJP akan melaksanakan sosialisasi kepada para pelaku e-commerce, termasuk

penyedia platform marketplace dan para pedagang yang menggunakan platform tersebut. Untuk

mendapatkan salinan PMK-210 ini dan informasi lain seputar perpajakan serta berbagai program

dan layanan yang disediakan DJP, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Kring Pajak di 1500

200.

Anda mungkin juga menyukai