Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM

ANALISA KADAR ABU PADA BATUBARA

Oleh :

Kelompok I

Agus Irawan Saputra (061640411588)

Anggun Pratiwi (061640411589)

Ayu Dwi Harliyani (061640411590)

Bairuni Himantandra (061640411591)

Elbi Zalita Pramadani B (061640411593)

Fathul Wahab (061640411594)

Febry Veronica (061640411595)

Heri Yansyah (061640411596)

Kelas : 3 EGB

Dosen Pembimbing : Ir. Hj Sutini Pujiastuti Lestari., M.T

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PRODI D IV TEKNIK ENERGI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2017
ANALISA KADAR ABU PADA BATUBARA

I. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat


menghitung kadar abu pada sampel batubara.

II. STANDARD ACUAN


ASTM D 3174-2004
ISO 1171-1997 (E)

III. PRINSIP
Kedar abu ditentukan dengan cara menimbang sisa hasil pembakaran
sempurna contoh batubara pada kondisi standar

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan :


 Muffle furnace
 Cawan porcelain
 Neraca analitik
 Desikator
 Penjepit

Bahan yang digunakan :

 Batubara

V. DASAR TEORI

Ash Content

Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan


mengandung mineral matter. Namun mineral matter dapat dianalisa dan
dinyatakan sebagai kadar abu atau Ash Content. Mineral matter atau ash
dalam batubara terdiri dari inherent dan extraneous. Inherent ash ada
dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan
dalam batubaraterikat secara kimia dalam stuktur molekul batubara.
Sedangkan extraneous ash berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya
yang berasal dari luar batubara.
Mineral matter atau abu dalam batubara terutama terdiri dari
senyawa Si, Al, Fe, dan sedikit Ti, Mn, Na dalam bentuk silikat, oksida,
sulfide, sulfat, dan fosfat, sedangkan unsure seperti As, Ca, Pb, Ni, Zn, dan
uranium terdapat sangat sedikit sekali yang disebut trace element.

Sifat-sifat Ash content :


 Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis
mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal
dari inherent atu dari extraneous.
 Kadar abu relative lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh
karena itu ash sering dijadikan parameter penentudalam beberapa
kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling.
 Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin
rendah nilai kalorinya.
 Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.

Ash adalah istilah parameter dimana setelah pembakaran batubara


dengan sempurna, material yang tersisa dan tidak terbakar adalah ash atau
abu sebagai sisa pembakaran.jadi ash atau abu merupakan istilah umum
sebagai sisa pembakaran. Pada material lain mugkin ash ini dapat
mencerminkan langsung mineral matter yang terkandung dalam mineral
yang dibakar tersebut. Akan tetapi, di dalam batubara, hal tersebut tidak
selamanya terjadi karena terjadinya reaksi-reaksi kimia selama
pembakaran atau insinerasi batubara tersebut, sehingga nilai ash yang
didapat akan relative lebih kecil disbanding dengan mineral matter yang
sebenarnya. Adapula yang menggolongkan mineral dalam batubara ke
dalam tiga kategori, yaitu :

 Mineral matter
 Inherent ash
 Extraneous ash

Mineral matter adalah unsure-unsur yang terikat secara organic


dalam rantai karbon sebagai kation pengganti hydrogen. Unsure ini
biasanya ada dalam batubara pada saat pembentukan batubara yang berasal
dari tumbuhan atau pohon pembentuk batubara tersebut. Unsure yang
biasanya ditemukan sebagai mineral matter ini adalah kalsium, sodium dan
juga ditemukan besi dan alumina pada low rank coal.
Inherent ash adalah superfine discrete mineral yang masih dapat
tertinggal dalam partikel batubara setelah dipulverize. Dan yang ketiga
adalah extraneous ash, yang termasuk ke dalam kategori ini adalah tanah
atau pasir yang terbawa pada saat penambangan batubara dan mineral yang
keluar dari partikel batubara pada saat dipulverizer. Ketiga jenis ash
tersebut sangat tergantung pada lingkungan pada saat pembentukan
batubara serta bahan pembentuk batubara sehingga memiliki sifat-sifat
termal masing-masing, akibatnya juga setiap tipe ash tersebut memiliki
kontribusi yang berbeda terhadap slagging dan fouling. Penentuan di
laboratorium yaitu dengan membakar batubara pada temperature 750 atau
800⁰C sampai dianggap pembakaran telah sempurna. Dalam prosedur
tergantung kepada standar masing-masing. Penentuan secara prosedur di
atas untuk batubara tertentu yang mengandung banyak pyrite dan carbonat,
menjadi tidak begitu teliti karena selama pembakaran terjadi beberapa
reaksi. Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi selama pembakaran :

 Dekomposisi Pyrite
4FeS2 + 15O2 → 2Fe2O3 + 8SO3

 Dekomposisi Karbonat
CaCO3 + CaO + CO2

 Penetapan dari Sulfur


CaO + SO3 → CaSO4
Na2O + SO3 → Na2SO4

Dalam basis dry mineral matter free basis (dmmf) untuk penentuan
rank batubara di ASTM, ash yang digunakan adalah hasil kalkulasi dimana
ash dinyatakan sebagai ash bebas sulfat. Dalam utilitasnya, batubara yang
digunakan sebagai fuel murni ash tinggi tidak diharapkan karena selain ash
merukan material yang incombustible, juga akan menambah beban dalam
pengolahan limbahnya. Namun untuk keperluan tertentu, ash tinggi justru
dibutuhkan asalkan kalori yang dibutuhkan juga terpenuhi. Dari tipe
batubara yang sama semakin tinggi nilai ash, maka semakin kecil nilai
kalorinya dalam basis adb, dan ash received karena antara ash cv memiliki
korelasi yang jelas. Inherent ash yang tinggi akan sulit sekali dipisahkan
dari batubara, akan tetapi extraneous ash masih bisa dikurangi dengan
memperkecil dilusi yang terjadi pada saat penambangan atau suatu proses
pencucian. Kadar Abu didapat dengan rumus :
𝑚3 − 𝑚1
𝐴 (%) = 𝑥 100 %
𝑚2 − 𝑚1
Keterangan :
𝑚1 = berat cawan kosong (gr)
𝑚2 = berat cawan dengan contoh (gr)
𝑚3 = berat cawan dengan abu (gr)

Setelah kandungan air bawaan, kandungan abu, dan zat terbang


telah berhasil didapat, maka perhitungan terakhir dalam analisis proksimat
adalah menghitung karbon tertambat (fixed carbon). Rumusnya adalah
sebagai berikut :

Keterangan :
FC : Fixed Carbon, %
IM : Inherent Moisture, %
AC : Ash Content, %
VM : Volatile Matters, %

Fixed Carbon tidak dapat dihitung dengan pengujian secara


langsung di laboratorium, melainkan dengan pengurangan kandungan
pengotornya, yaitu kadar air, kadar abu, dan zat terbang.

VI. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Menimbang 3 buah cawan porselen.


2. Memasukkan batubara seberat 1 gr pada setiap cawan porselen yang
telah ditimbang sebelumnya
3. Memanaskan contoh tersebut ke dalam muffle furnace dimulai dari
suhu rendah, kemudian perlahan-lahan suhu dinaikan sampai ± 750 C
(ASTM) ± 815 C (ISO)
4. Pemanasan dilakukan sampai semua sampel batubara menjadi abu (±3
jam).
5. Mengangkat cawan dari dalam muffle furnace, meletakkan diatas
lempengan logam
6. Mendinginkan cawan berisi batubara tersebut sealam 10 menit
kemudian memasukkannya kedalam desikator
7. Menimbang masing-masing cawan dan menghitung kadar abunya.
VII. DATA PENGAMATAN

No. Cawan Kosong Cawan + Batubara Cawan + Abu


Cawan (m1) (m2) (m3)
1 23,651 gr 24,666 gr 22,764 gr
2 22,57 gr 23,571 gr 22,689 gr
3 22,245 gr 23,272 gr 22,359 gr

VIII. PERHITUNGAN

1. Cawan 1
Dik :
Berat cawan kosong (m1) = 23,651 gr
Berat cawan + batubara (m2) = 24,666 gr
Berat cawan + abu (m3) = 22,764 gr
Dit :
Kadar abu batubara A (%) ?

Penyelesaian :

m3 − m1
A (%) = ×100%
m2 − m1

(23,764− 23,651)gr
= ×100%
(24,666− 23,651)gr

0,113 gr
= ×100%
1,015 gr
= 11,133 %

2. Cawan 2
Dik :
Berat cawan kosong (m1) = 22,57 gr
Berat cawan + batubara (m2) = 23,571 gr
Berat cawan + abu (m3) = 22,689 gr
Dit :
Kadar abu batubara A (%) ?
Penyelesaian :

m3 − m1
A (%) = ×100%
m2 − m1

(22,689−22,57)gr
= ×100%
(23,571− 22,57)gr

0,119 gr
= ×100%
1,001 gr
= 11,89 %

3. Cawan 3
Dik :
Berat cawan kosong (m1) = 22,245 gr
Berat cawan + batubara (m2) = 23,272 gr
Berat cawan + abu (m3) = 22,359 gr
Dit :
Kadar abu batubara A (%) ?

Penyelesaian :

m3 − m1
A (%) = ×100%
m2 − m1

(21,359 −22,245)gr
= ×100%
(23,272− 22,245)gr

0,114 gr
= ×100%
1,027 gr
= 11,00 %

11,13 %+11,89 %+11,10 %


% Rata-rata abu = × 100% = 11,37%
3
4. Fixed Carbon

%𝑭𝑪 = 𝟏𝟎𝟎 % − ( 𝟏𝟎, 𝟖 % + 𝟏𝟏, 𝟑𝟕 % + 𝟑𝟏, 𝟑𝟕𝟓 %)

% 𝑭𝑪 = 𝟏𝟎𝟎 % − 𝟓𝟑, 𝟓𝟒𝟓 %

% FC = 46,455 %
IX. ANALISA DATA

Praktikum penentuan kadar abu pada sampel batubara ini


dilakukan untuk mengetahui kualitas batubara dan efisiensi proses
pembersihan. Abu merupakan bahan-bahan yang tidak terbakar setelah
pembakaran. Abu dalam batubara tersebut bersumber dari mineral matter
dalam batubara dan unsur pengotor dari batu pasir, tanah dan sebagainya
yang berasal dari penutup, dasar, atau parting pada lapisan batubara.
Berdasarkan teori, semua proses preparasi baik pengurangan
ukuran, pembagian dan pemanasan khusus tidak akan mengurangi atau
menambah kadar abu pada batubara yang diproses. Dan hal tersebut akan
dapat diketahui kebenarannya melalui praktikum ini.
Dalam proses pemanasan batubara, suhu yang digunakan adalah
750⁰C dalam waktu 3 jam, berdasarkan standar ASTM. Hal ini dilakukan
agar batubara dapat menyerap kalor dari dalam oven dengan sempurna.
Selain itu, pada kondisi tersebut, semua zat organic teroksidasi menjadi
CO2 dan H2O, sedangkan zat anorganiknya akan menjadi abu yang tersisa
setelah pembakaran.
hal yang pertama dilakukan adalah menyiapakan sampel batubara 1
gram ke dalam cawan platina, cawan yang dibutuhkan sebanyak 3 cawan
lalu cawan tersebut ditimbang untuk mengetahui beratnya. Setelah
ditimbang, cawan yang berisi sampel dimasukkan kedalam furnace selama
3 jam dengan suhu 400-750oc.
Setelah proses pemanasan selesai, tiap-tiap cawan didinginkan
didalam desikator selama kurang lebih 30 menit, lalu ditimbang. Dari
percobaan didapat kadar abu untuk cawan 1 sebesar 11,13 % , cawan 2
sebesar 11,89 % , dan terakhir cawan 3 sebesar 11,10 % dengan % rata –
rata sebesar 11,37 %
Ketika batubara dalam porselen dipanaskan, porselen harus dalam
keadaan terbuka supaya panas yang dihasilkan oven mengenai batubara
secara langsung dan dapat terjadi transfer panas secara sempurna, sehingga
menghasilkan pembakaran sempurna pula. Sementara itu, pada proses
pendinginan, oven harus dalam keadaan terbuka supaya proses
pendinginan barjalan lebih cepat karena suhu dalam oven akan
dipengaruhi oleh lingkungan sehingga suhu akan turun lebih cepat.
Kadar batubara yang tinggi akan menyebabkan nilai kalornya
rendah. Hal ini dikarenakan kecilnya kandungan fixed carnon (karbon
padat) yang berpengaruh terhadap besarnya pembentukan energi pada
porses pembakaran batubara. Dan didapat fixed carbon pada kadar abu ini
sebesar 46,455 %
X. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


 Ash adalah mineral batubara yang masihtersisa setelah proses
pembakaran.
 Penentuan kadar abu batubara dilakukan untuk menentukan
kualitas batubara.
 Kadar abu di dalam batubara dipengaruhi oleh banyaknya jenis
mineral matter yang dikandung oleh batubara tersebut, baik yang
berasal dari inherent maupun extraneous.
 Semakin tinggi kadar abu dalam batubara maka nilai kalornya akan
semakin rendah, begitupun dengan kualitas dan harga jualnya.
 Fixed karbonnya 46,455 %
 Data kadar abu yang didapat dari setiap cawan yaitu :
Cawan 1 : 11,13 %
Cawan 2 : 11,89 %
Cawan 3 : 11,10 %
Rata-rata : 11,37 %
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, KA. 2014. Penuntun Praktikum Analisa Batubara. Palembang :


Politeknik Negeri Sriwijaya.
GAMBAR ALAT

Neraca Analitik Muffle Furnace

Desikator Penjepit Cawan porselen

Anda mungkin juga menyukai