Anda di halaman 1dari 20

DESKRIPSI INFUS

RINGER ACETAT DAN DEX 5 %

Dr. HERU RUSSARIANTO

DEPARTEMEN FISIOLOGI

ILMU BEDAH DASAR

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Pemasangan infus merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien dengan


cara memasukkan cairan melalui intra vena (pembuluh balik) yaitu melalui
transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum
yang di sambungkan. Dan yang di maksud dengan pemberian cairan intravena
adalah memasukan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set.
Pemasangan infus biasanya diberikan pada pasien dengan dehidrasi, sebelum
transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta pasien yang
sistem pencernaannya terganggu. Tujuan dari pemasangan infus
yaitu, mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein lemak, dan kalori yang tidak dapat dipenuhi melalui
oral, memperbaiki keseimbangan asam basa, memperbaiki volume komponen-
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan
kedalam tubuh, memonitor tekan Vena Central (CVP), memberikan nutrisi pada
saat sistem pencernaan diistirahatkan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Cairan/Infus


Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung
ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,
kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Infus cairan intravena
(intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam
pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan
menggunakan infus set. Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan
cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan
medikasi.

2.2 Tujuan Pemberian Terapi Cairan/Infus


Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)
1. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
6. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan
Indikasi
Istilah pemasangan infus lebih tepat jika menggunakan istilah Kanulasi
intravena perifer atau kateterisasi intravena perifer atau dengan
istilahvenipuncture. Hal ini disebabkan ada beberapa kegunaan lain dari sekedar
memasukan cairan infus, yaitu termasuk:
1. Pemberian obat intravena pada keadaan emergency yang memungkinkan respon
yang cepat terhadap pemberian obat.
2. Hidrasi intravena.
3. Transfusi darah atau komponen darah.
4. Situasi lain di mana akses langsung ke aliran darah diperlukan. Misalnya Upaya
profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur, misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat. Upaya profilaksis pada
pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya dengan risiko dehidrasi dan syok,
sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba) sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.

C. Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif pada pemasangan kanulasi intravena perifer di lokasi
tubuh tertentu, termasuk:
1. Infeksi kulit sekitar.
2. Flebitis vena/ peradangan vena.
3. Sklerosis vena/ penyempitan pembuluh vena.
4. Infiltrasi/ bocornya intravena sebelumnya.
5. Luka bakar di sekitar lokasi venipuncture.
6. Cedera traumatis proksimal dari lokasi pemasangan.
7. Fistula arteriovenosa di ekstremitas.
8. Prosedur bedah yang mempengaruhi ekstremitas.
Ada situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pemasangan
kanulasi intravena perifer. Misalnya pada dehidrasi ekstrim atau syok dimana
vena perifer telah kolaps. Pada keadaan dimana pemasangan kanulasi memakan
waktu lama atau tidak mungkin dilakukan, perlu dilakukan pemasangan kanulasi
vena sentral atau intraoseous atau melalui insisi vena besar. (Darwis, Aprisal,
2014)

2.3 Macam-Macam Cairan Infus


Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan
penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang
optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien.
Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis.
Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa
glukosa, mempunyai tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke
seluruh ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit: Ringer lactate, Ringer’s
solution, NaCl 0,9%, Tidak mengandung elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-
rata memiliki tingkat osmolaritas yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma.
Jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian terapi intravena
berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut:
1. Normal Saline (NaCl)
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Fungsinya :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor,
diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen
interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial karena
gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan
dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah
banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang
tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah
besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan
cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau
dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal
menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit
nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga
cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan.
Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal,
hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar
(biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan
akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)


Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa
= 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang
dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma
darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi
untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk
menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk
syok perdarahan.
Fungsinya : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan
syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan
asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-
hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired
renal function & pre-eklamsia.

3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Fungsinya : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)


1. Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
2. Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
• Na 130 mEq
• K 4 mEq
• Cl 109 mEq
• Ca 3 mEq
• Asetat (garam) 28 mEq
3. Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
d. Mempunyai efek vasodilator
e. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada
1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga
memperkecil risiko memperburuk edema serebral

5. HES (Hydroxyetyl Starches)


Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin.
Fungsinya : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran
kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan
setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis
moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure
(ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih
Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
6. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Fungsinya :
a. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia
miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten
jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan
ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering
dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul
dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek
pendarahan yang signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

7. Asering
Fungsinya: Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik,
dehidrasi berat, trauma.
Komposisi: Setiap liter asering mengandung: Na 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109 mEq,
Ca 3 mEq, Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
d. Mempunyai efek vasodilator
e. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebra

8. KA-EN 1B
Fungsinya:
a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
c. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam
Komposisi :
Tiap 1000 ml isi mengandung sodium klorida 2,25 g, anhidrosa
dekstros 37,5 g., Elektrolit (meq/L)

9. Otsu-NS
Fungsinya: Untuk resusitasi, Kehilangan Na > Cl, misal diare, Sindrom yang
berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L, Na+ = 154, Cl- = 154

10. Tutofusin OPS


Komposisi Per liter : Natrium 100 mEq, Kalium 18 mEq, Kalsium 4 mEq,
Magnesium 6 mEg, Klorida 90 mEq,Asetat 38 mEq, Sorbitol 50 gram.
Fungsinya :
a. Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, & sesudah
operasi.
b. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi, intra operasi
dan pasca operasi
c. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik dan
kehilangan cairan intraselular
d. Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial

Kontraindikasi : Insufisiensi ginjal, intoleransi Fruktosa & Sorbitol, kekurangan


Fruktosa-1-6-difosfate, keracunan Metil alkohol
Peringatan Hati-hati pada : Penyakit ginjal atau jantung, retensi cairan,
hipernatremia

2.4 Cara Pemakaian Infus


Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan
dan alat-alatnya, meliputi : Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai program
medic, Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai, Pengalas Torniket, Kapas
alcohol, Plester, Gunting, Kasa steril, Betadine, Sarung tangan.
Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari :

a. Cuci tangan Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke


bagian karet atau akses selang ke botol infuse.
b. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem slang hingga cairan memenuhi selang dan udara
selang keluar.
c. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan
penginfusan.
d. Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12
cmdi atas tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam
dengan gerakan sirkular ( bila sadar ).
e. Gunakan sarung tangan steril.
f. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.
g. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian
bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas.
h. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik
keluar bagian dalam ( jarum ) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
i. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar.
j. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang
infuse.
k. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan.
l. Lakukan fiksasi dengan kasa steril Tuliskan tanggal dan waktu
pemasangan infus serta catat ukuran jarum Lepaskan sarung tangan dan
cuci tangan.
BAB III

PEMBAHASAN

1. Ringer Asetat (RA)


Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti.
Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama
dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai
cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat
dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga
didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan
bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Fungsinya : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan
asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi
bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama
diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada
diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur
operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada
tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan
komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya
ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek
pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi
umum dan spinal terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi ini
memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan
hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek
pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal,
serta keseimbangan asam basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi
spinal dan epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian
RA lebih baik dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat
memperbaiki asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke
iskemik/hemoragik akut, sehingga umumnya para dokter spesialis saraf
menghindari penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran terhadap edema
otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan pemberian RA tidak
mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke
akut, terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih
baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa
menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik
(denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).

Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
o Na 130 mEq
o K 4 mEq
o Cl 109 mEq
o Ca 3 mEq
o Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
o Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
o Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
o Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
o Mempunyai efek vasodilator
o Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebral

2. Dextrosa
Dextrosa merupakan senyawa yang siap dimetabolisme di dalam tubuh.
Senyawa ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrosa akan menurun apabila terjadi
penurunan jumlah protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga dapat memicu
pembentukan glikogen. Dextrosa merupakan senyawa monosakarida yang sangat
cepat diserap dalam usus halus dengan mekanisme difusi aktif. Dextrosa juga
disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot. Metabolisme dextrosa akan
menghasilkan CO2, air dan sumber energi

Indikasi
a. Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang
mengalami dehidrasi.
b. Sebagai terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi
glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa
yang ada sebagai cadangan gula dalam darah.
Kontra Indikasi
Pada pasien hiperglikemi (diabetes), pasien gangguan ginjal, gangguan
absorpsi glukosa-galaktosa, sepsis akut

Efek Samping
1. Poliuria: peningkatan jumlah urin, yang disebabkan karena gula yang ada
menyerap air dengan kuat dalam tubuh.
2. Nyeri setempat: hal ini disebabkan karena konsentrasi sediaan yang terlalu
tinggi, biasanya diberikan pada pasien yang membutuhkan nutrisi
parenteral dengan konsentrasi dekstrosa yang tinggi.
3. Hiperglikemia: terjadi peningkatan kadar gula dalam darah dan glukosuria.
Menurut UK Health Department (2009), glukosa atau dekstrosa
hipertonik terutama jika mungkin memiliki pH rendah dan dapat menyebabkan
iritasi vena dan tromboflebitis

a. Dextrose 5%

Keterangan
Komposisinya adalah glukosa anhidrous dalam air untuk injeksi. Larutan dijaga
pada pH antara 3,5 sampai 6,5 dengan natrium bikarbonat. Larutan dextrose 5%
iso-osmosis dengan darah. Larutan dextrose injeksi merupakan larutan jernih dan
tidak berwarna

Sifat Fsikokimia

Dextrose berisi satu molekul air hidrasi atau anhydrous. Kristal tidak berwarna
atau putih, serbuk kristal atau granul. Tidak berbau dan mempunyai rasa manis.
Larut 1 dalam 1 bagian air dan 1 dalam 100 bagian alkohol sangat larut dalam air
mendidih larut dalam alkohol mendidih.

Subkelas Terapi
Parenteral

Indikasi
Dextrose 5% & 10% : '- pengganti cairan atau karbohidrat (dextrose 5% lebih
sering sebagai pengganti cairan).1,4 '- sumber energi '- hipoglikemia '-
penatalaksanaan emergensi hiperkalemia dengan kalsium dan insulin.

Dosis Pemberian

Dextrose 5% dapat diberikan secara intravena melalui vena perifer. Kecepatan


pemberian infus yang dapat diberikan tanpa menimbulkan glukosuria adalah 0,5
g/kg/jam, dengan kecepatan maksimum idak melebihi 0,8 g/kg/jam. Dosis
dextrose tergantung pada usia, berat badan dan keseimbangan cairan, elektrolit,
glukose dan asam basa dari pasien.

Farmakologi

Dextrose adalah monosakarida dijadikan sebagai sumber energi bagi


tubuh. Dextrose juga berperanan pada berbagai tempat metabolisme protein dan
lemak. Dextrose disimpan di dalam tubuh sebagai lemak dan di otot dan hati
sebagai glikogen. Jika diperlukan untuk meningkatkan kadar glukosa secara cepat,
maka glikogen segera akan melepaskan glukosa. Jika suplai glukosa tidak
mencukupi maka tubuh akan memobilisasi cadangan lemak untuk melepaskan
atau menghasilkan energi. Dextrose juga mempunyai fungsi berpasangan dengan
protein (protein sparing). Pada keadaan kekurangan glukosa, energi dapat
dihasilkan dari oksidasi fraksi-fraksi asam amino yang terdeaminasi. Dextrose
juga dapat menjadi sumber asam glukoronat, hyaluronat dan kondroitin sulfat dan
dapat dikonversi menjadi pentose yang digunakan dalam pembentukan asam inti
(asam nukleat). Dextrose dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air yang
bermanfaat untuk hidrasi tubuh.

Stabilitas Penyimpanan
Simpan dibawah suhu 25C.

Kontraindikasi

Koma diabetikum, pemberian bersama produk darah ,anuria, perdarahan


intraspinal & intrakranial, delirium dehidrasi (dehydrated delirium tremens).

Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi: injeksi dextrose, khususnya jika hipertonik
dapat menurunkan pH dan dapat menyebabkan iritasi vena dan thrombophlebitis.4
Hiperglikemia dan glukosuria dapat terjadi pada pemberian dengan kecepatan
lebih dari 0,5 g/kg/jam.2 Ada juga yang menyebutkan diatas 0,8 g/kg/jam.3
Penggunaan jangka lama dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan
asam basa serta pengenceran konsentrasi elektrolit, yang dapat menimbulkan
udem, hipokalemia, hipomagnesia dan hipofosfatemia. Dapat juga terjadi
defisiensi vitamin B kompleks.

Interaksi Makanan
Tidak ada data

Interaksi Obat

Cairan parenteral, khususnya yang mengandung ion natrium, harus digunakan


dengan hati-hati pada pasien yang sedang menggunakan kortikosteroid atau
kortikotropin.

Pengaruh Anak
Gunakan dengan hati-hati pada bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap diabetes.

Pengaruh Hasil Lab


Tidak ada data

Pengaruh Kehamilan

Keamanan pada kehamilan belum diketahui dengan baik. Gunakan hanya jika
manfaat lebih besar dibanding kerugiannya.

Pengaruh Menyusui
Tidak ada data

Parameter Monitoring
1. asupan dan output cairan tubuh 2. gejala hiperglikemia, udem dan hipokalemia

Peringatan

1. Larutan dextrose digunakan terutama untuk menggantikan cairan yang hilang


dan dapat diberikan sendiri hanya jika tidak terjadi kehilangan elektrolit secara
bermakna; pemberian larutan dextrose jangka lama tanpa elektrolit dapat
menimbulkan hiponatraemia dan gangguan elektrolit. Oleh karena itu pada terapi
jangka panjang harus dilakukan pemantauan terjadinya gangguan keseimbangan
cairan, konsentrasi elektrolit dan keseimbangan asam basa. Pemberian secara
intravena dapat menimbulkan overload cairan disertai gangguan (pengenceran)
elektrolit serum dan dapat juga trjadi edema perifer dan paru.Kebutuhan cairan
rata-rata pada orang dewasa sehat berkisar antara 1.5 sampai 2.5 liter perhari dan
hal ini diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan cairan yang tidak dapat
dihindari melalui kulit dan paru-paru dan untuk keperluan ekskresi melalui urin.
Kehilangan cairan (dehidrasi) cenderung terjadi ketika cairan yang dikeluarkan
tidak sesuai (lebih banyak) dibandingkan asupan (intake), yang dapat
menimbulkan koma atau disfagia (dysphagia) atau pada usia lanjut atau mereka
yang apatis yang tidak mau minum cukup air atas inisiatif mereka sendiri.

2. Larutan dextrose harus digunakan dengan hati-hati pada pasien diabetes atau
diketahui intoleran karbohidrat.2,3 Pemberian infus secra cepat atau insufisiensi
metabolik dapat menimbulkan hiperglikemia dan glikosuria. Glukosa darah dan
urin harus dipantau secara reguler.

Mekanisme
Mengkompensasi kehilangan atau kekurangan karbohidrat dan cairan; menjadi
sumber nutrisi yang diberikan secara parenteral dan meningkatkan kadar gula
darah pada keadaan hipoglikemia.

Monitoring
1.Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Kadar gula (gejala hiperglikemia)


DAFTAR PUSTAKA

1. Martindale : The Complete Drug Reference 35th edition 2.e-MIMS


Australia, 2003 3.AHFS 2007, p.2680-82 4. BNF 54th ed (elect.version)
2. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and
Treatment Critical Care Third Edition. McGraw Hill.
3. Brenner M., Safani M., 2005. Critical Care and Cardiac Medicine. Current
Clinical Strategies Publishing.
4. Carpenter D.O., 2001. Handbook of Pathophysiology. Springhouse
Corporation.
5. Singer M., Webb A.R., 2005. OxfordHandbook of Critical Care
2nd Edition. Oxford University Press Inc.
6. Sue, D.Y., 2005. Current Essentials of Critical Care. McGraw Hill.
7. Hidayat, A. Aziz Alimul dan Masrifatul. 2011. Praktik Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya.Health Book.
8. Daniel, 2006, Gerai (Ringer Asetat “Asering(R)” Mencegah Hipotermia
Perioperatif Sectio), Vol. 5, Jakarta.
9. Farmakologi , 2000, Ringer Laktat (Lactate Ringer Injection USP), PT.
Widatra Bhakti, Pandaan, Jawa Timur.
10. Staf Farmakologi FKUI, 2000, Farmakologi dan Terapi, Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
11. Tatang Kustiman Samsi, 2000, Cermin Dunia Kedokteran (Artikel :
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras), Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta.
12. Daniel, 2008, Kolom (Paradigma Baru dalam Terapi Cairan Maintenance),
Vol. 7, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai