BAB I
PENDAHULUAN
atau masyarakat disebabkan oleh adanya agen penyakit yang sampai pada
tubuhnya. Agen yang berasal dari sumbernya menyebarkan melalui simpul media
seperti udara, air, tanah, makanan dan manusia itu sendiri. setelah agen sampai
pada tubuh manusia kemudian berinteraksi dan memberikan dampak sakit mulai
dari yang ringan sampai berat. Salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui
dahak yang dikeluarkan dari penderita TB Paru terhirup atau masuk kedalam
Orang yang sudah terkena kuman TB Paru maka kuman tersebut masuk
orang yang terkena kuman TB paru secara umum akan mengalami gejala terlebih
dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat
badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
1
2
dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. 2) Untuk menjamin kepatuhan pasien
Obat (PMO). 3) Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal
( intensif ) dan lanjutan. Pengobatan TB paru dalam jangka waktu tertentu dapat
menimbulkan efek samping baik yang bersifat ringan maupun yang berat (Depkes
RI, 2008).
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
sehingga tidak jarang pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan
selesai yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB. WHO menerapkan
langsung oleh seorang pengawas minum obat (PMO). Dengan strategi DOTS
angka kesembuhan pasien TB menjadi >85%. Obat yang diberikan juga dalam
bentuk kombinasi dosis tetap (fixed dose) karena lebih menguntungkan dan sangat
dengan desain case control ditemukan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kejadian TB Paru dimana perempuan berisiko 0,425 kali lebih kecil untuk
control ditemukan bahwa seseorang yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi
kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan memiliki risiko 29,994 kali
untuk terinfeksi TB Paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dalam rumah
dengan ventilasi kamar tidur memenuhi syarat kesehatan demikian juga dengan
kelembapan rumah, dimana orang yang tinggal dalam rumah yang lembab
berisiko 9,229 kali untuk terinfeksi TB Paru dibandingkan dengan orang yang
(Kemenkes RI, 2013), sedangkan pada tahun 2013 adalah sebanyak 33.547 jiwa,
(Kemenkes RI, 2014), selanjutnya pada tahun 2014 adalah sebanyak 33.424 jiwa,
3.213 jiwa, sedangkan jumlah kesembuhan TB adalah sebanyak 182 jiwa (Profil
Aceh, 2013). Selanjutnya pada tahun 2013 adalah sebanyak 4.381 jiwa, dengan
jiwa, sedangkan jumlah kesembuhan TB adalah sebanyak 150 jiwa (Dinkes Aceh,
2014).
sebanyak 113 jiwa, degan jumlah penderita yang melakukan pengobatan lengkap
jiwa (Profil Aceh, 2013). Selanjutnya pada tahun 2013 adalah sebanyak 67 jiwa,
Aceh, 2014), sedangkan pada tahun 2014 adalah sebanyak 127 jiwa, dengan
2015).
Paru pada tahun 2014 di Puskesmas Meureubo adalah sebanyak 43 jiwa dengan
jiwa. Penderita TB Paru tahun 2015 terdiri dari 7 perempuan dan 26 laki-laki,
yang berumur 20-73 tahun. Jumlah pasien yang sembuh banyak di bandingkan
5
Paru yaitu orang tua, sehingga mereka juga mengalami TB Paru. Selanjutnya 7
bekerja sebagai pengumpul sampah dan besi-besi tua sehingga mudah untuk
terkena TB Paru.
menyerang siapa saja serta dapat di tularkan kepada siapa saja sehingga penulis
Ha : Ada Perbedaan faktor Host antara penderita TB Paru dan tidak menderita
Aceh Barat
b. Bagi Universitas UTU Fakultas FKM sebagai bahan masukan dan referensi
2. Bagi Fakultas FKM Universitas Teuku Umar sebagai salah satu bahan
3. Bagi pihak lain diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
paru
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TB
2.1.1 Pengertian
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Kemenkes RI,
2010).
Menurut Miller bahwa :”Kuman ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga di kenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Basil–basil
dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3– 0,6 mikron.
Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik –manik atau
bersegmen. Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa
2.1.2 Epidemiologi
prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.
9
10
ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang
perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dari 2,5 juta orang meninggal setiap tahun.
Mycobacterium tubercolosis menginfeksi 8,7 juta kasus baru pada tahun 2000
dengan angka insidensi global yang meningkat sebanyak 0,4% per tahun. Infeksi
baru dalam jumlah banyak terdapat di Asia Tenggara (3 juta) dan Afrika (2 juta).
(Human Imunno Defisiensi Virus) . Pada tahun 2005, WHO (World Health
Organisation) memprediksi bahwa akan terdapat 10.2 juta kasus baru dan Afrika
akan memiliki lebih banyak kasus daripada daerah lainnya. Di Inggris jumlah
dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (Pedoman Nasional
2.1.2 Penularan TB
Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
terinfeksi TB paru di tentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB.
Dimana Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 % berarti setiap tahun diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 penderita TB Paru baru setiap tahun,
2.1.3 Gejala TB
a. Gejala utama: batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
b. Gejala lainnya :
3. badan lemah
2.1.4 Komplikasi
usus. Menurut Kementrian Kesehatan RI, (2010) komplikasi yang sering terjadi
nafas.
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
lain selain paru, misalnya selaput otak, selaput jantung, kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
positif.
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
Tuberkulosis).
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
Dalam buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
b) Kambuh
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2
e) Gagal
(1) Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan setelah pengobatan) atau
lebih.
15
(2) Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA
f) Lain-lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk pasien dengan kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
2.1.6 Kegagalan
Drop out adalah penderita yang tidak mengambil obat selama 2 bulan berturuturut
bahwa keadaan drop out pada masa pengobatan terjadi pada dua bulan pertama
kegagalan dalam pengobatan (Drop Out) menjadi salah satu keberhasilan program
pemberantasan TB Paru. Penderita yang gagal bisa meninggal dunia namun juga
tidak bisa sembuh dan tetap merupakan sumber penularan bagi masyarakat
antara lain, umur, sosial ekonomi, keteraturan minum obat dan penyakit kronis
16
yang menyertai pemakaian obat anti tuberkolosis sebelumnya dan adanya resisten
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis yang
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori
Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal ( intensif ) dan
efek samping baik yang bersifat ringan maupun yang berat. Tabel 2.2 menjelaskan
efek samping OAT dari yang ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
17
Etambutol Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
karena obat) Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi
Gatal – gatal tersebut pada sebagian pasien akan hilang, namun pada sebagian
pasien malahan terjadi kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini terjadi maka
OAT yang diberikan harus dihentikan, dan ditunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
(2011) menjelaskan bahwa terjadinya suatu penyakit dipengaruhi oleh tiga hal
2.2.1 Host
3. Umur
kemungkinan untuk terpapar kuman TB Paru lebih besar. Bayi dan anak-anak
mempunyai daya tahan tubuh yang lemah sampai berusia 2 tahun, anak dapat
dapat dicegah. Sebagian besar basil TB yang masuk ke dalam tubuh anak tidak
menimbulkan penyakit tetapi akan tetap tinggal dalam paru sampai anak dewasa.
TB Paru pada orang dewasa dapat terjadi melalui 2 mekanisme, yang pertama
19
dengan terhirup basil tuberkulosis kemudian berkembang biak dalam paru dan
merusaknya, dan yang kedua timbul akibat aktifnya kembali basil tuberkulosis
mengenai batasan usia. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah
sebagai berikut :
4. Jenis Kelamin
(2004), kematian wanita akibat TB di dunia lebih banyak dari pada kematian
bahwa laki-laki lebih sering terserang TB Paru dari pada perempuan. Hal ini
disebabkan mobilitas pria yang lebih tinggi dan kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terserang
TB Paru.
5. Pendidikan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya drop out, pendidikan juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya drop out pada pengobatan TB Paru.
20
6. Status Gizi
macam penyakit termasuk TB Paru. Dan faktor ini merupakan salah satu faktor
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi
indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak
tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah
dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
BB : Berat Badan
IMT Kategori
< 17,0 KEK
>17,0-18,5 Kurus
18,5-25,0 Normal
25,0-27,0 gemuk
> 27,0 Obesitas
7. Merokok
45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit
banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan.
Apabila dilakukan uji fungsi paru-paru maka pada perokok jauh lebih buruk
bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per
per hari.
hari.
iii. Perokok Berat, apabila seseorang menghisap lebih dari 20 batang rokok per
2.2.2 Agent
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi.
Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak,
suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan
Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang
bahkan banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
demam, batuk/batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise. Berikut
1. Demam
panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
2. Batuk/Batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menarik/melepaskan napasnya.
2.2.3 Environment
rumah yang lembab dan gelap, kamar tanpa ventilasi serta lingkungan tempat
a. Kepadatan Penghuni Rumah, ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya
dengan kejadian tuberkulosis paru. Hal ini dikarenakan kepadatan rumah yang
tuberculosis adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak
dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali
anak di bawah umur lima tahun. Suhu kamar yang ideal adalah 20 sampai
dengan 250c
kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang
c. Ventilasi Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya
udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di
dalam rumah tersebut tetap segar. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi
akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-
ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Fungsi sinar matahari
didalam rumah sangat baik bagi kesehatan dimana sinar matahri yang masuk
membunuh bakteri dn virus yang ada di udara dan sebagai sumber energi.
e. Lantai rumah Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai
kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses
gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu
pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan
dengan desain case control menemukan bahwa ada pengaruh faktor lingkungan
seperti suhu kamar dengan kejadian TB Paru, ada pengaruh pencahayaan kamar
pencahayaan dan suhu kamar yang tidak memenuhi syarat kesehatan serta
meningkat 1,354 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah
orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan
segera setelah bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun
karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun
ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih
pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak
27
dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. Tidak ada bukti yang
perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-
primer juga dapat didukung dengan konsumsi gizi yang baik (Depkes RI, 2008):
skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak
tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6
bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal.
sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium (Depkes RI, 2008).
Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah,
bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan
lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara
cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk
membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat
29
karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri
dimulai, kadang gejala tuberkulosis atau gambaran X-ray dada menjadi lebih
parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena
perbaikan gizi, pengobatan tuberkulosis itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak
dengan HIV. Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak
dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting diperhatikan
kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid
anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil
(WHO, 2006).
Development Goals) dan kemudian tahun 2050 (tahun target untuk penghapusan
berikut:
Host
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Status gizi
5. Merokok
Envirotmen
a. Kepadatan Penghunian Rumah
b. Kelembaban Rumah
c. Ventilasi Jendela dan Lubang
Ventilasi
d. Pencahayaan Sinar Matahari
e. Lantai Rumah
f. Dinding
Host
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Status gizi
5. Merokok
Envirotmen
1. Kepadatan Penghunian Rumah
2. Ventilasi Jendela dan Lubang
Ventilasi
3. Pencahayaan Sinar Matahari
4. Lantai Rumah
5. Dinding
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survei yang bersifat analitik
dengan pendekatan Case Control dalah suatu penelitian analitik yang menyangkut
Perbedaan faktor Host, Agent, Environtment antara penderita TB Paru dan tidak
Oktober 2016.
3.3.1 Populasi
kerja UPTD Puskesmas Meureubo pada tahun 2015 yaitu sebanyak 64 orang
32
33
3.3.2 Sampel
1. Kriteria inklusi
2. Kriteria ekslusi
(Notoatmodjo, 2012).
2. Coding, dimana data yang telah didapat dari hasil penelitian dikumpul
1. Data Primer
2. Data Sekunder
Kabupaten Aceh Barat seperti data jumlah desa, jumlah pasien TB Paru,
batasan wilayah dan data lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini.
35
Variabel Independen
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Umur Usia Wawancara Kuesioner 1. Muda Ordinal
responden 2. Tua
yang dilihat
dari tahun lahir
2 Jenis Jenis kelamin Observasi Cheklis 1. Laki-laki Ordinal
Kelamin responden 2. Perempuan
3 Pendidikan Jenjang Wawancara Kuesioner 1. Rendah Ordinal
Pendidikan 2. Tinggi
responden
yang dilihat
pada ijazah
terakhir
4 Status Gizi Status gizi Berat Badan IMT 1. Baik Ordinal
responden dan Tinggi 2. Tidak
berdasarkan Badan Baik
rekam medis
5 Merokok Kebiasan Wawancara Kuesioner 1. Ada Ordinal
responden 2. Tidak Ada
merokok atau
sugi tembakau
6 Riwayat Penyakit yang Wawancara Kuesioner 1. Ada Ordinal
Penyakit dialami 2. Tidak
responden baik Ada
sekarang
maupun di masa
lalu
7 Kepadatan Jumlah keluarga Observasi Cheklis 1. Padat Ordinal
Hunian yang tinggal 2. Tidak Padat
pada satu kamar
8 Ventilasi Jumlah jendela Observasi Cheklis 1. Ada Ordinal
Jendela di rumah 2. Tidak Ada
dalam setiap
ruangan
9 Pencaha Masuknya Observasi Cheklis 1. Ada Ordinal
yaan cahaya matahari 2. Tidak
Matahari pada setiap Ada
ruagan di rumah
10 Lantai Keadaan Observasi Cheklis 1. Layak Ordinal
Rumah Lantai rumah 2. Tidak
memenuhi Layak
syarat atau
tidak
36
Variabel Depende
1 Kejadian penyakit yang Rekam Lembar 1.Ada Ordinal
TB Paru menyerang Medis Observasi 2.Tidak
paru-paru Ada
penelitian ini adalah skala Guddman yaitu memberi skor dari nilai tertinggi ke
1. Faktor Umur
3. Faktor Pendidikan
5. Faktor Merokok
maupun berat = 0
Layak: jika lantai rumah terbuat dari keramik, semen, dan kayu yang
bersih = 1
Tidak Layak: jika dinding rumah terbuat dari bambu, terpal, dan
teriplek. = 0
38
frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini di sajikan dalam bentuk
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
wilayah Kecamatan Meureubo. Berdiri pada tahun 1992 terletak di sebelah Barat
Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat kurang lebih berjarak 3,5 km tepatnya
berada di Gampong Meureubo. Luas wilayah 112,87 km2 dengan persentase luas
kemukiman Ranto Panjang dari 28 desa 20 desa kategori desa biasa dan 8 desa
masuk dalam kategori desa sangat terpencil , 2 gampong yaitu Peunaga Baro dan
sebanyak 28.711 jiwa terdiri atas 14760 laki-laki dan 13.951 perempuan dengan
jumlah rumah tangga 6.629 rumah tangga dan rata-rata jiwa perumah tangga.
39
40
pencaharian sebagian besar adalah petani dan nelayan dan penyerapan tenaga
Meureubo.
variabel maka terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi
1. Umur Responden
Dari tabel 4.1 di ketahui bahwa responden tertinggi yang berumur tua
terendah yang berumur muda (≤ 30 Tahun) tahun adalah sebanyak 14 orang (21,9
%).
41
Dari tabel 4.2 dapat di ketahui bahwa responden yang berjenis kelamin
3. Pendidikan
4. Status Gizi
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel status gizi dapat
Dari tabel 4.4 dapat di ketahui bahwa responden yang status gizi baik
adalah sebanyak 39 orang (60,9%), yang status gizi tidak baik adalah sebanyak 25
orang (39,1%).
5. Merokok
Dari tabel 4.5 dapat di ketahui bahwa responden yang merokok ada
adalah sebanyak 36 orang (56,3%), yang merokok tidak ada adalah sebanyak 28
orang (43,8%).
6. Riwayat Penyakit
Dari tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki riwayat
penyakit ada adalah sebanyak 27 orang (42,2%) dan responden memiliki riwayat
7. Kepadatan Hunian
8. Ventilasi Jendela
dan lubang ventilasi dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut dibawah ini:
44
Dari tabel 4.8 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki ventilasi
jendela tidak ada sebanyak 33 responden (51,6%) dan responden yang memiliki
9. Pencahayaan Matahari
(40,6%).
Dari tabel 4.10 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki lantai
rumah layak sebanyak 43 responden (67,2%) dan responden yang memiliki lantai
Dari tabel 4.11 dapat di ketahui bahwa responden yang memiliki dinding
12. TB Paru
Dari tabel 4.12 dapat di ketahui bahwa responden yang ada mengalami
TB Paru sebanyak 32 orang (50,0%) dan responden yang tidak ada mengalami TB
dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada hubungan yang
menderit TB Paru adalah 0,63 dengan standar deviasi 0,492, sedangkan untuk
responden yang tidak menderita TB Paru rata-rata umurnya adalah 0,94 dengan
standar deviasi 0,246. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002, berarti pada
alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata umur antara responden
yang menderita TB Paru rata-rata umurnya adalah 0,22 dengan standar deviasi
0,420, sedaangkan responden yang tidak menderita TB Paru adalah 0,56 dengan
standar deviasi 0,504. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,004, berarti pada
alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata jenis kelamin antara
yang menderita TB Paru rata-rata pendidikan adalah 0,16 dengan standar deviasi
0,369, sedangkan responden yang tidak menderita TB Paru adalah 0,56 dengan
standar deviasi 0,504. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada
yang menderita TB Paru adalah 0,38 dengan standar deviasi 0,492, sedangkan
untuk responden yang tidak menderita TB Paru rata-rata status gizi adalah 0,84
dengan standar deviasi 0,369. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti
pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata status gizi antara
yang menderita TB Paru adalah 0,28 dengan standar deviasi 0,457, sedangkan
untuk responden yang tidak menderita TB Paru rata-rata merokok adalah 0,59
dengan standar deviasi 0,499. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,011, berarti
pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata merokok antara
kamar responden yang menderit TB Paru adalah 0,28 dengan standar deviasi
kepadatan hunian kamar adalah 0,84 dengan standar deviasi 0,369. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan
yang signifikan rata-rata kepadatan hunian kamar antara responden yang terkena
responden yang menderita TB Paru adalah 0,72 dengan standar deviasi 0,336,
penyakit adalah 0,13 dengan standar deviasi 0,457. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-
rata riwayat penyakit antara responden yang terkena TB Paru dan tidak terkena
TB Paru.
50
responden yang menderit TB Paru adalah 0,25 dengan standar deviasi 0,440,
jendela adalah 0,72 dengan standar deviasi 0,457. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-
rata ventilasi jendela antara responden yang terkena TB Paru dan tidak terkena TB
Paru.
matahari responden yang menderita TB Paru adalah 0,09 dengan standar deviasi
pencahayaan sinar matahari adalah 0,72 dengan standar deviasi 0,457. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan
yang menderita TB Paru adalah 0,59 dengan standar deviasi 0,499, sedangkan
untuk responden yang tidak menderita TB Paru rata-rata lantai rumah adalah 0,75
dengan standar deviasi 0,440. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,189, berarti
pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata lantai rumah
responden yang menderit TB Paru adalah 0,69 dengan standar deviasi 0,471,
rumah adalah 0,94 dengan standar deviasi 0,246. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p=0,010, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-
rata dinding rumah antara responden yang terkena TB Paru dan tidak terkena TB
Paru.
52
4.3 Pembahasan
yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel independen yaitu variabel umur,
hunian, ventilasi jendela, pencahayaan matahari, lantai rumah dan dinding rumah
dengan variabel dependen yaitu penyakit TB Paru. Penelitian yang dilakukan oleh
peneliti hasil penelitian dilapangan yang peneliti lakukan dan didukung oleh data
dari puskesmas.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata umur antara responden yang terkena TB
umur responden yang lebih tua lebih banyak mengalami TB Paru karena pada
masa muda tidak menjaga pola hidup selain itu pada masa muda bekerja dengan
giat dan kurang beristirahat sehingga di masa tua responden mengalami penyakit
TB Paru.
terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga
dewasa memiliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya
tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok
53
menjelang usia tua. Kelenjar timus berperan dalam pendewasaan limfosit B dan
timus dalam serum relatif tetap dan mengalami penurunan yang signifikan pada
usia 50 tahun keatas. Hal ini membuktikan bahwa kadar imunitas orang berusia 20
Berdasarkan hasil penelitian Rusnoto, dkk di BP4 Pati (2006) dengan desain
case control ditemukan bahwa umur >45 tahun mempunyai risiko 3,816 kali (OR
tahun.
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Sari (2014), dimana analisis
data menggunakan pendekatan case control dan didapatkan hasil bahwa adanya
Tanah Kali Kedinding Surabaya, hasil p value umur (0,010) < α (0,05).
TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,004, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata jenis kelamin antara responden yang
dengan responden yang berjenis kelamin perempuan, hal ini karena kebanyakan
responden laki-laki berpola hidup kurang sehat seperi merokok, dan bekerja
Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki
Kandou (2015), dimana analisis data menggunakan pendekatan case control dan
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
TB Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Minahasa Utara, hasil p value jenis
Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata pendidikan antara responden yang terkena
TB Paru karena mereka tidak mengetahui tentang bahaya dan pencegahan atau
penyebabb dari penykit TB Paru tersebut. Hal ini membuat responden yang
berpendidikan rendah tidak menjaga pola hidupnya dengan baik karena kurangnya
yang baik akan berusaha mencegah terjadinya penularan yang mungkin terjadi.
sesuai dengan hasil penelitian Ratnasari (2005) yang menunjukkan hasil bahwa
tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor risiko TB paru hasil p value
Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata status gizi antara responden yang terkena
responden yang memiliki status gizi tidak baik lebih banyak mengalami kejadian
yang memiliki status gizi tidak baik akan lebih mudah mengalami peyakit karena
daya tahan tubuhnya yang tidak baik. Dan pada saat kekebalan tubuh menurun
tuberkulosis paru.
Untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu
atau masyarakat diperlukan Penilaian Status Gizi (PSG). Definisi dari PSG adalah
untuk mengidentifikasi populasi atas individu yang berisiko atau dengan status
gizi buruk. Metode dalam PSG dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama,
metode secara langsung yang terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes
56
penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut PSG tidak
Berdasarkan hasil penelitian Rusnoto, dkk di BP4 Pati (2006) dengan desain
case control ditemukan bahwa status gizi yang buruk berisiko 5,113 kali untuk
Abdullah (2010), dimana analisis data menggunakan pendekatan case control dan
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian TB
Paru pada masyarakat di Propinsi Sulawesi Selatan 2007, hasil p value status gizi
Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,011, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata merokok antara responden yang terkena
responden yang merokok lebih banyak mengalami kejadian TB Paru karena asap
rokok tidak baik bagi kesehatan dapat merusak paru-paru dan dapat mengakibat
tidak merokok lebih sedikit mengalami kejadian TB Paru karena rumah bersih
dari asap rokok sehingga tidak merusak paru-paru dan terhindari TB Paru .
57
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara
kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak
Nurjazuli (2015), dimana analisis data menggunakan pendekatan case control dan
(0,05).
menderita TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata riwayat penyakit antara responden yang
responden yang memiliki riwayat penyakit ada lebih banyak mengalami penyakit
TB Paru karena pasien yang pernah mengalami penyakit lebih rentan atau lebih
mudah untuk mengalami penyakit TB Paru karena daya tahan tubuh yang kurang
baik. sedangkan repsonden yang tidak ada mengalami riwayat penyakit lebih
58
sedikit mengalami penyakit TB Paru karena responden memiliki daya tahan tubuh
yang baik sehingga tidak rentan atau tidak mudah mengalami penyakit TB Paru.
Setyawan (2012), dimana analisis data menggunakan pendekatan case control dan
menderita TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata kepadatan hunian kamar antara responden
responden yang memiliki kepadatan hunian yang padat lebih banyak mengalami
kejadian TB Paru karena keadaan kamar yang padat dapat menyebabkan penghuni
rumah untuk tidak memperoleh udara yang segar serta membuat suasana dalam
kamar terasa penuh, hal ini dapat menyebabkan paru-paru mengalami masalah
lebih banyak yang tidak mengalami kejadian TB Paru karena udara di dalam
59
kamar terasa nyaman dan segar, pergantian udara dapat dihirup dengan baik oleh
penghuni kamar, hal ini membuat fungsi paru-paru dapat bekerja dengan baik dan
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Mawardi, dan Indah (2014),
dimana analisis data menggunakan pendekatan case control dan didapatkan hasil
menderita TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata ventilasi jendela antara responden yang
responden yang memiliki jendela ada lebih banyak yang tidak mengalami TB
Paru karena setiap ruangan dirumah memiliki jendela sehingga pertukaran udara
selalu terjadi dalam rumah dan suasana rumah selalu terasa segar dan responden
terhindar dari kejadian TB Paru. Sedangkan responden yang tidak ada memiliki
60
karena jendela tidak ada di ruangan sehingga udara tidak dapat tertukar, hal ini
TB Paru.
udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi
akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-
Cahyo (2012), dimana analisis data menggunakan analisis case control dan
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara ventilasi jendela dengan kejadian
menderita TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
responden yang memiliki pencahayaan matahari ada lebih banyak yang tidak
mengalami TB Paru karena cahaya matahari selalu masuk ke setiap ruangan yang
61
ada di rumah, seperti kamar, ruang makan, ruang tamu dan dapur hal ini membuat
suasana dan keadaan rumah selalu nyaman dan sehat sehingga terhindar dari TB
rumahnya lebih banyak mengalami kejadian TB Paru karena suasana rumah yang
tidak nyaman karena cahaya matahari tidak masuk dalam setiap ruangan seperti
kamar, ruang makan, dapur dan ruang tamu. Hal ini membuat suasana rumah
terasa lembab dan tidak baik bagi kesehatan sehingga menyebabkan pasien
mengalami TB Paru.
menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri (Hera, 2013)
analisis data menggunakan pendekatan case control dan didapatkan hasil bahwa
(0,05).
TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,189, berarti pada alpha 5% terlihat
tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata lantai rumah antara responden yang
responden yang memiliki lantai rumah memenuhi syarat lebih banyak yang tidak
mengalami kejadian TB Paru karena lantai rumah terbuat dari keramik dan semen
dengan di pel. Hal ini membuat seluruh keluarga terhindar dari maslaah TB Paru.
Sedangkan responden yang lantai rumahnyaa tidak memenuhi syarat lebih banyak
mengalami kejadian TB Paru karena lantai rumah mereka terbuat dari semen akan
tetapi terdapat lantai yang berlubang dimana-mana sehingga pasir banyak terdapat
di dalam rumah, hal ini membuat responden tidak dapat menjaga kebersihan
lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap
(Hera, 2013)
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Halim, Naning, dan Satrio
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara lantai rumah dengan kejadian TB
Paru pada anak usia 1-5 tahun di Kabupaten Kebumen, hasil p value lantai rumah
menderita TB Paru
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,010, berarti pada alpha 5% terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata-rata dinding rumah antara responden yang
responden yang memiliki dinding rumah memenuhi syarat lebih banyak yang
63
tidak mengalami kejadian TB Paru karena dinding rumah terbuat dari beton dan
kayu yang masih layak di gunakan dan licin tidak mengalami lubang-lubang
tidak layak lebih banyak mengalami kejadian TB Paru karena dinding rumah
mereka terbuat dari beton akan tetapi terdapat dinding yang berlubang sehingga
menyebabkan debu, hal ini membuat responden tidak dapat menjaga kebersihan
maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta
adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya.Tetapi dari
beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok
(permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah
dibersihkan.
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Mudiyono, Endah, dan Adi
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara dinding rumah dengan kejadian
TB Paru di Kota Pekalongan, hasil p value dinding rumah (0,025) < α (0,05).
64
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Ada Perbedaan faktor Host (umur (p= 0,002 < α = 0,05), jenis kelamin
(p= 0,004 < α = 0,05), pendidikan (p= 0,000 < α = 0,05), status gizi (p=
0,000 < α (0,05) dan merokok (p= 0,011 < α (0,05)) antara penderita TB
2. Ada Perbedaan faktor Agent (riwayat penyakit (p= 0,000 α (0,05)) antara
(p= 0,000 < α (0,05), dinding rumah (p= 0,010 < α (0,05).) antara
Akan tetapi tidak Ada perbedaan yang signifikan rata-rata faktor lantai
5.2 Saran
tidak merokok, dalam satu kamar hanya boleh di terdiri dari 2 orang
dewasa dan 1 bayi, agar membuat jendela dan ventilasi dalam setiap
64
65
ruangan di rumah. Hal ini diharapkan agar terhindar dari bahaya penyakit
ventilasi udara sehingga udara dalam rumah selalu dapat bertukar, serta
jika ada keluarga yang perokok untuk tidak merokok di dalam rumah,
yang sama akan tetapi pada faktor-faktor yang lainnya yang juga
DAFTAR PUSTAKA
Dotulong, Sapulete, dan Kandou. 2015. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis
Kelamin dan Kepadatan Hunian, dengan Kejadian Penyakit TB Paru di
Desa Wori Kecamatan Wori. Universitas Sam Ratulangi.. Jurnal
Kedokteran Komunitas dan Tropik. Vvol III No. 2 April 2015.
Halim, Naning dan Satrio.. 2015.. Faktor Risiko Kejadian TB Paru pada anak
Usia 1-5 Tahun di Kabupaten Kebumen. Universitas Jabi Jurnl Kesas ol 17
No 2 Hal 26-29 Juli-Deseber 2015
Mudiyono, Endah, dan Adi.. 2015. Hubungan Antara Perilaku Ibu dan
Lingkungan Fisik Rummah dengan Kejadian TB Paru Anak di Kota
Pekalongan. UNDIP. Jurnal Keseling Indonesi Vvol 14 No 2 Oktober
2015.
Mawardi, dan Indah 2014. Hubungan Kondidis Fisik Ruah dan Kepadtan Hunian
dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja UPT Puskesas Dadahup
Kecatan Dadahup Kabupaten Kapuas. UNISKA. Jurnal An-Nad, Vol 1
No. 1 Juni 2014. Hal. 14-20.
Umar, F., 2005. Pengaruh Peran Petugas PMO Dan Persepsi Penderita Tabel Paru
BTA Positif Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di
Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Tesis. Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Zulkifli dan Asril Bahar. 2010. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi kelima Jilid III. Jakarta. FKUI
69
KUESIONER PENELITIAN
I. Karakteristik Responden
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jenis Kelamin :
Status Gizi :
II. Faktor Merokok
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah anda seorang perokok/Sugi tembakau
TABEL SKOR
RIWAYAT HIDUP