Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA INGUINALIS

GUSTI ERNA FARIDAH


1114901180265

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DARUL AZHAR
BATULICIN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA INGUINALIS

1. Definisi
Hernia adalah menonjolnya suatu organ struktur dari tempatnya yang normal
melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Barbara, C. Long, 1996).
Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi karena kelemahan dinding abdomen
yaitu pada sperma cord (laki-laki) dan ligamentum (perempuan).
Macam-macam Hernia :
a. Indirect : usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk
ke dalam kanalis inguinalis masuk ke scrotum atau labia.
b. Batang usus melewati dinding inguinalis bagian posterior ke kanal inguinalis
menonjol difascia tranversalis dan keluar pada cincin kanal.

2. Anatomi Fisiologi
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri dari cincin,
kantong dan isi hernia.
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus
yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus
transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini
dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus
dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta
sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas
bagian proksimedial.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yan g membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada
orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus
oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum
hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.

3. Etiologi
a. Kelemahan otot dinding abdomen.
 Kelemahan jaringan
 Adanya daerah yang luas di ligamen inguinal
 Trauma
b. Peningkatan tekanan intra abdominal.
 Obesitas
 Mengangkat benda berat
 Konstipasi – mengejan
 Kehamilan
 Batuk kronik
 Hipertropi prostat
c. Faktor resiko: kelainan congenital

4. Patofisiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang
didapat insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang
berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Kanalis inguinalis merupakan kanal yang normal pada fetus. Pada usia 8
bulan masa kehamilan akan terjadi tonjolan desensus vestikulorum melalui kanal
tersebut penurunan testis itu akan menarik peritonium ke daerah scrotum sehingga
terjadi tonjolan peritonium yang disebut prosesus vaginalis peritoni. Bila bayi lahir
umumnya prosesus ini akan mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Jika menutupnya tidak tepat akan menyebabkan usus
terjepit.
Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan
daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan
peningkatan tekanan intra abdomen.
Hernia yang dapat dikembalikan ke tempat asal disebut reducible, usus
keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi bila berbaring, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus.
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen disebut
ireducible/inkorserata, karena isi kantong hernia mengalami perlekatan dengan
kantong hernia/bisa isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
Bila isi hernia mengalami nekrosis biasa disebut strangulata. Isi hernia yang
terperangkap akan mengalami gangguan vaskularisasi. Pada awalnya terjadi
bendungan vena sehingga terjadi edema organ/struktur di dalam hernia. Timbulnya
edema akan menyebabkan jepitan pada cincin hernia menjadi nekrosis dan gangren
sehingga kantong hernia berisi eksudat berupa cairan serosanguinus.
Hernia inguinalis ada 2 macam direk dan indirek. Hernia inguinalis indirek
keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrikal inferior, masuk ke kanalis inguinalis. Jika cukup
panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Bila berlanjut tonjolan
akan sampai ke scrotum atau labia.
Hernia ini tiga kali lebih banyak terjadi pada laki-laki pada semua tingkat
usia. Sedangkan hernia inguinalis direk terjadi karena kelemahan kanalis inguinalis
masuk melalui cincin internal, melewati posterior dinding inguinal langsung ke
segitiga Hesselbaeh dan keluar melalui cincin eksternal.
5. Tanda dan Gejala
Benjolan dilipat paha yang muncul saat berdiri, batuk, berisi, mengejan,
nyeri pada benjolan, mual, muntah, terdengar bising usus pada benjolan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, A (2000) pemeriksaan penunjang Pada hernia adalah :
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus / obstruksi
usus
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit). Peningkatan sel darah putih (Lekosit : >10.000 –
18.000/mm³) dan ketidakseimbangan elektrolit.

7. Penanganan
a. Penanganan konservatif dengan reposisi, mendorong hernia ke tempat semula.
b. Istirahat baring
c. Antibiotika
d. Kompres es
e. Celana penyangga
f. Operatif
a. Herniaplasty: memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang.
b. Herniatomy: pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong
hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy: mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus
dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinale.
8. Komplikasi
Menurut Mansjoer, A (2000) komplikasi pada hernia adalah
a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga
isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
irreponibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi
hernia yang sering menyebabkan keadaan irreponibilis adalah omentum, karena
mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena
infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan irreponibilis daripada
usus halus.
b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang
masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan
gangguan vaskuler (proses strangulasi). Keadaan ini disebut dengan hernia
inguinalis strangulata, pada keadaan ini dapat timbul gejala illeus. Yaitu perut
kembung, muntah, dan obstipasi. Pada keadaan strangulata nyeri yang dirasakan
lebih hebat dan kontinyu daerah benjolan menjadi merah dan pasien menjadi
gelisah.

9. Asuhan Keperawatan
Pre Operasi
A. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan
a. Kadang ada keluhan nyeri pada daerah benjolan.
b. Klien mengeluh adanya benjolan (pada lokasi hernia)
2. Pola nutrisi metabolic
a. Pola makan rendah serta
b. Keluhan mual, muntah dan abdomen distension
c. obesitas
3. Pola eliminasi
a. Kebiasaan mengejan saat bab, bak
b. Konstipasi
4. Pola aktivitas dan latihan
a. Pekerjaan klien
b. Sering mengangkat benda berat
5. Pola tidur dan istirahat
Sering terbangun/sulit tidur karena nyeri
6. Pola reproduksi dan seksualitas
Kehamilan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri pada daerah benjolan b.d proses penyakit.
2. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi.
3. Kecemasan b.d tindakan medik yang akan dilakukan.
4. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah.

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri pada daerah benjolan b.d proses penyakit.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang secara bertahap.
Intervensi:
1. Kaji lokasi nyeri, karakteristik dan intensitas.
 R/ - Untuk melanjutkan intervensi secara tepat.
 Untuk memonitor efektifitas pengobatan dan kemajuan
penyembuhan.
2. Observasi TTV (S, N, TD).
 R/ Sebagai tanda adanya penambahan nyeri dan infeksi.
3. Beri posisi nyaman menurut klien, semi fowler.
 R/ Mengurangi ketegangan abdomen.
4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitasnya.
 R/ Aktivitas yang berlebihan akan menambah tekanan pada
abdomen sehingga menambah nyeri.
5. Ajarkan klien untuk melakukan tehnik relaksasi: nafas dalam.
 R/ Tehnik relaksasi dapat mengurangi ketegangan abdomen.
6. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi yang sesuai:
analgetik.
 R/ Pemberian analgetik mengurangi nyeri.

2. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi.


HYD: - Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan
pengobatan
- Berpartisipasi dalam pengobatan.
Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan tentang proses penyakit.
 R/ Mempermudah dalam pemberian informasi sesuai dengan
tingkat pengetahuan.
2. Jelaskan proses penyakit.
 R/ Klien perlu mengerti tentang kondisi dengan cara untuk
mengontrol timbulnya nyeri.
3. Motivasi klien untuk menghindari faktor/situasi yang dapat
menyebabkan timbul nyeri.
 R/ Menurunkan insiden.
4. Kaji klien untuk mengidentifikasikan sumber nyeri dan benjolan,
serta diskusikan jalan keluar untuk menghindarinya.
 R/ Merupakan langkah untuk mencegah terjadinya nyeri.
5. Anjurkan klien untuk menggunakan tehnik yang benar dalam
mengangkat beban.
 R/ Mengurangi faktor resiko komplikasi.
6. Beri informasi/penyuluhan tentang program medik dan keperawatan.
 R/ Menambah pengetahuan klien dan klien dapat kooperatif.

3. Kecemasan b.d tindakan medik yang akan dilakukan.


HYD: – Klien dapat mengungkapkan perasaan, kecemasannya.
Cemas berkurang, tampak rileks, dapat kooperatif.
Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
 R/ Mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepercayaan diri
klien.
2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
 R/ Kehadiran orang terdekat memberi dukungan dan mengurangi
kecemasan.
3. Libatkan keluarga atau orang terdekat dengan klien.
 R/ Kehadiran orang terdekat memberi dukungan dan mengurangi
kecemasan.
4. Beri informasi yang jelas pada setiap prosedur yang akan diberikan.
 R/ Mengurangi kecemasan klien.
5. Bantu klien untuk mengidentifikasi penggunaan koping yang efektif.
 R/ Mengurangi kecemasan klien.

4. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah.
HYD: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi:
1. Kaji intake output.
 R/ Sebagai dasar dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Beri makan dalam porsi kecil tapi sering.
 R/ Merangsang nafsu makan dan mengurangi mual, muntah.
3. Ajarkan tehnik relaksasi: tarik napas dalam.
 R/ Untuk mengurangi mual.
4. Timbang berat badan 1 minggu sekali.
 R/ Mengetahui status nutrisi klien.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi.
 R/ Menentukan rencana pemberian nutrisi agar kebutuhan
nutrisi terpenuhi
6. Kolaborasi dengan tim medik untuk therapi yang sesuai : antiemetik.
 R/ Antiemetik untuk mengurangi mual.

Post Operasi
A. Pengkajian
1. Pola persepsi kesehatan
 Keluhan nyeri pada luka insisi.
 Keadaan balutan apa ada rembesan.
2. Pola nutrisi metabolic
 Keluhan nyeri, mual, muntah.
 Abdomen distensi/kembung.
 Keadaan bising usus.
 Pemberian diit luka/saring.
 Puasa, selaput mukosa kering.
3. Pola eliminasi
 Keluhan Bak dengan pemasangan kateter.
 Konstipasi, retensi.
4. Pola tidur dan istirahat
 Lemas
 Penggunaan celana penyokong

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d insisi luka operasi.
2. Potensial injuri insisi luka operasi b.d masih lemahnya area operasi.
3. Kurang pengetahuan b.d perawatan di rumah.
4. Resti kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah setelah pembedahan.
5. Resti hipertermi b.d infeksi pada luka operasi.

C. Perencanaan
1. Nyeri b.d insisi luka operasi.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1. Kaji intensitas, lokasi, karakteristik nyeri.
 R/ Mempermudah menentukan tindakan yang akan dilakukan.
2. Observasi TTV (S, N, TD).
 R/ Sebagai tanda adanya penambahan nyeri.
3. Beri posisi yang nyaman: semi fowler.
 R/ Mengurangi ketegangan abdomen.
4. Anjurkan klien untuk membatasi aktifitas.
 R/ Mengurangi ketegangan abdomen.
5. Ajarkan pada klien untuk tehnik relaksasi: nafas dalam.
 R/ Relaksasi dapat mengurangi ketegangan abdomen.
6. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi yang sesuai:
analgetik.
 R/ Therapi analgetik dapat mengurangi nyeri.

2. Potensial injuri insisi luka operasi b.d masih lemahnya area operasi.
HYD: Penyembuhan luka tanpa komplikasi.
Intervensi:
1. Anjurkan klien untuk menekan insisi luka operasi bila batuk atau bersin.
 R/ Batuk atau bersin meningkatkan tekanan intra abdomen, stressing
pada insisi.
2. Bantu klien untuk menggunakan tehnik yang tepat dalam Bak.
 R/ Dampak operasi kadang-kadang menimbulkan kesulitan Bak.
3. Observasi TTV.
 R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
4. Beri cairan peroral yang adekuat 2-3 liter/hari dan makanan yang cukup
serat.
 R/ Mencegah terjadinya konstipasi.

3. Kurang pengetahuan b.d perawatan di rumah.


HYD: Pengetahuan klien meningkat tentang perawatan di rumah.
Intervensi:
1. Hindari kerja yang berat dan aktifitas secara bertahap.
 R/ Mencegah komplikasi setelah post operasi.
2. Beri diit tinggi serta dan minum 2-3 liter/hari.
 R/ Mencegah konstipasi.
3. Lakukan follow up secara teratur.
4. Anjurkan penggunaan celana penyokong.
 R/ Menyokong daerah operasi yang memungkinkan akan kembali
lagi bila tidak ada sokongan dikarenakan masih lemahnya daerah
operasi.

4. Resti kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah setelah pembedahan.


HYD: - Turgor kulit elastis dan tidak kering.
- Mual dan muntah tidak terjadi.
Intervensi:
1. Observasi TTV (S, N, TD).
 R/ Kekurangan volume cairan dapat meningkatkan suhu tubuh.
2. Beri minum dan makan secara bertahap.
 R/ Mengurangi rangsangan muntah.
3. Monitor dan catat cairan masuk dan keluar.
 R/ Mengetahui keseimbangan cairan.
4. Ajarkan tehnik relaksasi: nafas dalam jika mual, muntah.
 R/ Mengurangi rasa mual.

5. Resti hipertermi b.d infeksi pada luka operasi.


HYD: - Suhu tubuh dalam batas normal.
- Balutan luka bersih, tidak ada rembesan cairan, luka tidak bengkak.
Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh.
 R/ Peningkatan suhu tubuh sebagai indikasi adanya infeksi.
2. Beri kompres hangat.
 R/ Menurunkan suhu tubuh secara reduksi.
3. Rawat luka dengan tehnik konduksi.
 R/ Mencegah terjadinya infeksi.
4. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan luka operasi.
 R/ Mencegah terjadinya infeksi.
5. Kolaborasi/memberi therapi sesuai instruksi dokter: antipiretika.
 R/ Antipiretika dapat menurunkan panas/suhu.

Discharge Planning
1. Tidak boleh mengangkat beban berat selama 4-6 minggu setelah operasi.
2. Diit tinggi serat.
3. Minum 2-3 liter/hari.
4. Melakukan aktivitas secara bertahap.
5. Dianjurkan untuk menjaga balutan tetap bersih dan kering.
6. Minum obat teratur sesuai dosis.
7. Kontrol sesuai jadwal.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. and Esther Matassarin, 1997. Medical Surgical Nursing, edisi 4.
Pensylvania: W.B Saunders.
Brunner dan Suddarth, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC.
Ignatavicus, Donna D. and Marylin Varber Bayne, 1991. Medical Surgical
Nursing.Philadelphia: W.B. Saunders.
Lewis, Sharon Martik, 2000. Medical Surgical Nursing, Missouri: Mosby.
Long Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung, Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan keperawatan Pajajaran.
Martini. H. Frederic. 2001. Anatomi and Physiologi, Fifth edition. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai