1. Hidayat
2. Muhammad Hipni
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT
karena atas berkat Rahmat, Taufik, Hidayah serta Inayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam.
Makalah yang kami susun ini membahas tentang “Ikhlas Dalam
Beribadah” yang diharapkan dapat memberi pengetahuan yang lebih luas.
Seperti kata peribahasa “tak ada gading yang tak retak”, begitu pula dalam
melaksanakan tugas ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, sehingga
dengan kerendahan hati, kami sangat memerlukan kritik dan saran yang sekiranya
dapat membangun kami di masa depan.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih atas kepercayaannya memberikan
tugas ini kepada kami, selamat membaca dan semoga memberi manfaat kepada
kita semua.
Amien Ya Rabbal ‘Alamien.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada Allah
SWT. Ibadah kepada-Nya merupakan bukti pengabdian seorang hamba kepada
Tuhannya. Dari berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa pada hakekatnya
manusia yang beribadah kepada Allah ialah manusia yang dalam menjalani
hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah dan hadis Nabi SAW.
Pengertian ibadah tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah
atau rukun Islam saja, tetapi sangat luas seluas aspek kehidupan yang ada. Yang
penting aktivitas yang kita lakukan harus diniatkan untuk ibadah kepada-Nya dan
yang menjadi pedoman dalam mengontrol aktivitas ini adalah wahyu Allah dan
sabda Rasul-Nya.
Namun ada satu aspek yang seringkali dilupakan dalam pelaksanaan
ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam menjalankannya. Keikhlasan dalam
beribadah merupakan aspek yang sangat fundamental yang akan mempengaruhi
diterima atau tidaknya ibadah kita. Ibadah yang dilakukan tanpa keikhlasan
adalah ibadah yang sia-sia.
BAB II
PEMBAHASAN
: Artinya
163. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).1
Ibadahku = ِنونسسسمكي
1
Robbani Al-Qurán, (Jakarta Timur : Surprise, 2012) Cet. I, hlm. 151.
نونمنماَمتيِ نونمححنيِاَ ن
Hidup dan matiku = ي
احلنعاَلنمميِنن نر ب
Tuhan semesta alam = ب
لنهس نشمريِ ن
Tiada sekutu bagi-Nya = ك لن
أسممحر س
Aku diperintahkan = ت
Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat ini akan tetapi dalam
suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya tuduhan dari kaum
kafir quraisy tentang dakwah Nabi yang mereka menganggap Nabi mempunyai
maksud dibalik menyuruh mereka meninggalkan kesesatan, mereka menganggap
Muhammad ingin mencari jabatan, dan kekayaan oleh karena itu turunlah ayat ini
yang menyatakan bahwa dakwah Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.2
Ayat ini menjadi sebuah bukti ajakan beliau kepada umat agar
meninggalkan kesesatan dan memeluk islam, tidak beliau maksudkan untuk
meraih keuntungan pribadi dari mereka karena seluruh aktifitas beliau hanya demi
karena Allah semata, Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas
adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya
untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada
kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa kita dituntut ikhlas dalam
menjalankan semua ibadah kepada Allah baik yang sifatnyal vertical maupun
horizontal, ketika kita hendak melasksanakanya niat kita haruslah lurus semata-
mata karena Allah bukan karena dilhat oleh orang atau lainya yang nantinya akan
3
Syamury, Pendidikan Untuk Kelas X, (Jakarta : Erlangga, 2006) hlm. 56.
dapat merusak pahala dari ibadah kita, ketika hendak melaksanakan shalat, ketika
telah bertakbir maka seluruh aktifitas badan, pikiran, dan perasaan haruslah tertuju
kepada Allah, bukan kepada yang lain begitu juga dengan ibadah yang lain seperti
menolong sesama, puasa, dan ibadah yang lain hendaknya hanyalah tertuju
kepada Allah.4
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari
kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak
menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah
akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan
beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak
terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan
amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.Tetapi
banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas kepada Allah
SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya mendapat pujian dari
orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh
Allah SWT.
4
Al-Mahali, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Bandung : Sinar Baru
Al-Qesindo, 2002) hlm. 103.
Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan
pikiran disaat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan
Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya
untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah.
Jangan munculkan rasa riya atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak
berdaya di hadapan Allah SWT.
a. Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun
batin, sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak
Dia memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang
terlewatkan. Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan
tadi.
b. Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam
beribadah hanya kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah
yakin perbuatan kita sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka
ketika niat kita menyimpang dari keikhlasan.
c. Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya,
nifaq atau bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men
gatakan:”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedang beramal
karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah menyelamatkanmu dari
kedua penyakit tersebut.
d. Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas.
Karena hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan
menyelamat kan kita dari godaan syetan.
BAB III
PENUTUP
Tidak ada Asbabun nuzul yang pasti tentang ayat ini akan tetapi
dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun karena adanya
tuduhan dari kaum kafir quraisy tentang dakwah Nabi yang mereka
menganggap Nabi mempunyai maksud dibalik menyuruh mereka
meninggalkan kesesatan, mereka menganggap Muhammad ingin mencari
jabatan, dan kekayaan oleh karena itu turunlah ayat ini yang menyatakan
bahwa dakwah Nabi murni dan hanya untuk Allah semata.
DAFTAR PUSTAKA