Anda di halaman 1dari 4

EVALUASI SISTEM ANTRIAN STASIUN TIMBANGAN I

DI PG. KEBON AGUNG, MALANG

1. Latar Belakang

Sebagai pabrik gula swasta yang mulai berdiri pada tahun 1905 di Malang dan telah
beberapa kali mengalami peningkatan kapasitas giling sejak tahun 2005, Pabrik Gula
(PG) Kebon Agung masih belum juga mampu mengatasi adanya permasalahan antrian
truk yang menunggu untuk dilayani di stasiun timbangan I. Hal ini dikarenakan belum
adanya keseimbangan antara laju kedatangan truk sebagai sumber masukan (input)
dengan jumlah fasilitas pelayanan yang dalam hal ini ialah stasiun timbangan.
Tebu tebangan yang terlalu lama tidak tergiling akan menurunkan bobot dan
rendemennya (Sunaryo, 2006). Waktu tunggu dari tebang sampai giling idealnya adalah
24 jam, lebih dari itu tebu akan mengalami inversi menjadi gula reduksi. Selain itu juga
akan terbentuk dextran. Untuk menghindari kehilangan gula selama proses tebang angkut,
hendaknya proses ini dijalankan dengan optimal sehingga tidak memakan waktu lama,
paling tidak sebelum 36 jam tebu harus digiling (Anonymous, 2009a).
Terjadinya antrian di stasiun timbangan akan mengakibatkan menurunnya kualitas
tebu yang akan digiling karena waktu tunggu truk tebu yang semakin lama. Oleh karena
itu perlu dievaluasi kinerja atau performansi dari sistem antrian di stasiun timbangan I
sehingga didapat sebuah usulan alternatif untuk mengatasi permasalahan antrian di
stasiun timbangan tersebut agar kelancaran persediaan tebu tetap terjaga dan tidak
menurunkan kualitas tebu akibat menunggu terlalu lama untuk digiling. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengevaluasi kinerja sistem antrian timbangan I milik PG. Kebon
Agung, Malang dan menetapkan alternatif pemecahan masalah sistem antrian tersebut.
2. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :


1. Mengetahui model antrian yang diterapkan di stasiun timbangan I PG. Kebon
Agung.
2. Memberikan usulan perbaikan masalah dari stasiun timbangan I PG. Kebon
Agung.
3. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada sistem antrian di stasiun timbangan I milik PG. Kebon
Agung, Malang saja dengan analisis biaya total antrian yang diperhitungkan hanyalah
truk dengan muatan tebu saja. Asumsi yang digunakan selama penelitian : 1). Kondisi
fasilitas pelayanan di stasiun timbangan I PG. Kebon Agung dianggap berjalan dengan
baik dan tidak ada masalah. 2). Pada perhitungan biaya antrian, biaya penggunaan lahan
tidak turut diperhitungkan.
4. Model Antrian

Data yang diperlukan dalam perhitungan didapatkan dari pengukuran tingkat


pelayanan penimbangan truk dilakukan dengan menghitung waktu baku dari pelayanan
penimbangan truk dan data waktu antara kedatangan truk satu dengan truk lainnya di
stasiun timbangan I. Waktu pengamatan ditentukan mulai pukul 08.00 WIB sampai 14.00
WIB. Rentang waktu ini dipilih karena pada jam tersebut merupakan jam sibuk dari
kedatangan truk.
Metode pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan melalui beberapa
tahapan yaitu, pengukuran data, pengujian keseragaman data, pengujian kecukupan dan
pengujian distribusi data.
Berdasarkan perhitungan Kondisi awal antrian di stasiun timbangan I PG. Kebon
Agung, Malang mengikuti penerapan model antrian (M/M/1) : (FCFS/∞/∞). Pada
alternatif pertama yaitu dengan mempercepat waktu pelayanan, biaya total penerapan
sistem antrian di stasiun timbangan I turun menjadi Rp. 33.976.063/musim giling. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan kertas SPTA yang digunakan dan adanya peningkatan
waktu pelayanan petugas timbangan akibat pemberlakuan implementasi SOP proses
penimbangan. Alternatif kedua, yaitu dengan menambah fasilitas pelayanan, total biaya
penerapan sistem antrian turun menjadi Rp. 60.770.380/musim giling. Adanya
penambahan fasilitas pelayanan yang semula hanya satu menjadi dua buah fasilitas
menyebabkan model antrian yang diterapkan berubah menjadi (M/M/2) : (FCFS/∞/∞)
yang juga akan berakibat meningkatkan tingkat pelayanan yang akan diberikan.
Pada alternatif ketiga yaitu dengan menggabungkan alternatif pertama dan kedua,
biaya total penerapan sistem antrian akan turun menjadi Rp. 37.821.998/musim giling.
Menurut Suprapto (1998), penambahan atau perbaikan fasilitas pelayanan akan dapat
mempercepat waktu pelayanan dan mengurangi jumlah individu yang ada dalam sistem
antrian.
Penambahan fasilitas atau perbaikan fasilitas akan meningkatkan biaya pelayanan tapi
sebaliknya biaya menunggu akan turun (Nafees, 2007). Alternatif perbaikan yang
diterapkan terhadap sistem antrian di stasiun timbangan I akan menyebabkan biaya
pelayanan meningkat dan biaya menunggu menurun jika dibandingkan dengan biaya
pelayanan dan biaya menunggu pada kondisi awal. Pada alternatif pertama dengan
mempercepat fasilitas pelayanan, biaya pelayanan akan meningkat dari semula Rp.
57.666,67/hari menjadi Rp. 64.833,33/hari. Pada saat yang sama, biaya menunggu turun
dari Rp. 62.373.443,67/hari menjadi Rp. 119.200,35/hari. Percepatan waktu pelayanan
akan mempercepat waktu pelayanan sehingga dapat menurunkan rata-rata waktu tunggu
dalam sistem dan mengurangi jumlah rata-rata individu dalam sistem. Penurunan waktu
tunggu truk dalam sistem akan menurunkan biaya tunggu dan perbaikan pelayanan akan
meningkatkan jumlah biaya pelayanan.
Penambahan fasilitas pelayanan dapat menurunkan waktu tunggu truk dalam sistem
dari semula 8 jam 53,73 menit menjadi hanya 1,626 menit. Penurunan ini akan berakibat
pada turunnya biaya menunggu menjadi Rp. 190.019,71/hari, tetapi biaya pelayanan
meningkat menjadi Rp. 147.593,51/hari karena kebutuhan untuk menambah fasilitas
pelayanan dari semula hanya satu menjadi dua fasilitas pelayanan. Waktu tunggu truk
didalam sistem akan turun menjadi hanya 22,32 detik pada alternatif ketiga yaitu dengan
mempercepat waktu pelayanan dan menambah fasilitas pelayanan menjadi dua buah.
Turunnya waktu tunggu akan mengakibatkan biaya menunggu turun menjadi hanya Rp.
43.473,15/hari sedangkan biaya pelayanan akan meningkat menjadi Rp. 161.926,83/hari.
5. Kesimpulan

Model antrian yang diterapkan di stasiun timbangan I PG. Kebon Agung adalah
(M/M/1) : (FCFS/∞/∞). Kedatangan truk mengikuti distribusi poisson dengan tingkat
kedatangan truk (λ) sebesar 131 truk/jam dan pelayanan stasiun timbangan I mengikuti
distribusi eksponensial dengan tingkat pelayanan staff (μ) sebesar 86 truk/jam. Jumlah
rata-rata truk dalam sistem adalah 1127 truk dan waktu tunggu di dalam sistem selama 8
jam 53,73 menit.
Alternatif pertama yang diusulkan adalah dengan mempercepat waktu pelayanan.
Tingkat pelayanan staff (μ) meningkat menjadi 185 truk/jam. Jumlah rata-rata individu
dalam sistem turun menjadi 2 truk dan waktu tunggu rata-rata di dalam sistem turun
menjadi 1,02 menit. Alternatif kedua menambah fasilitas pelayanan menjadi dua buah
sehingga, model antrian yang diterapkan menjadi (M/M/2) : (FCFS/∞/∞). Jumlah rata-
rata individu dalam sistem menjadi 4 truk. Waktu tunggu rata-rata di dalam sistem 1,626
menit. Alternatif ketiga, yaitu dengan menggabungkan kedua alternatif sebelumnya,
model antrian yang diterapkan adalah (M/M/2) : (FCFS/∞/∞) dengan tingkat pelayanan
staff (μ) sebesar 85 truk/jam. Jumlah rata-rata individu dalam sistem menjadi 1 truk.
Waktu tunggu rata-rata di dalam sistem turun menjadi hanya 22,32 detik. Dari ketiga
alternatif yang diusulkan, alternatif pertama dengan percepatan waktu pelayanan
merupakan alternatif yang terbaik karena memiliki biaya total penerapan sistem antrian
terendah yakni Rp. 33.126.063/musim giling, disamping juga karena nilai faktor
utilisasinya yang paling mendekati 1, yakni 0,708.

Anda mungkin juga menyukai