Anda di halaman 1dari 37

BAB III

PEMBAHASAN
3.1.Sosial Budaya
3.1.1. Sejarah Nua Ata Saga
Desa Saga terletak di kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Nua
ata Saga (kampung adat Saga) telah ada sejak tahun 1800-an.
Penetapan tahun ini didasarkan atas beberapa cerita kedatangan
nenek moyang dari masyarakat Nua Ata Saga.
A. Arti Kata Saga
Terdapat 3 versi mengenai arti dari kata “Saga”.
1. Saga berarti tempat persembahan atau sesajen bagi para
leluhur untuk bersyukur atau untuk memohon perlindungan dari
Dua Gheta Lulu Wula Ngae Ghale Wena Tana ( Tuhan atas
langit dan bumi ).
2. Saga juga memiliki arti yaitu “Sa” artinya bunyi atau gaung dan
“Ga” artinya menakjubkan. Jadi, secara keseluruhan Saga
berarti bunyi atau gaung yang menakjubkan. Hal ini didasari
dari berbagai prosesi adat yang sering menggunakan alat
tradisional.
3. Saga artinya cahaya.Arti ini kemudian dijadikan filosofi dalam
kehidupan masyarakat Saga sendiri, misalnya dalam
pembangunan rumah, saat tiang bagian tengah bangunan
telah ditanam dilanjutkan dengan penanaman tiang pada
bagian timur, karna bagian timur merupakan arah datangnya
cahaya.
B. Suku
Menurut Koentjaraningrat, suku berarti sekelompok manusia yang
memiliki kesatuan budaya dan terikat oleh kesadaran dan identitas
serta dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Dikabupaten Ende terdapat 2 suku yaitu Suku Ende dan Suku Lio.
Suku Ende merupakan suku yang bermukim didaerah pesisir
sekitar bagian selatan Kabupaten Ende, sedangkan Suku Lio
merupakan suku yang bermukim didaerah pegunungan.
Desa Saga adalah salah satu desa yang berada didaerah
pegunungan, dan merupakan wilayah bermukimnya Suku Lio. Di

15
Desa Saga sendiri terdapat Embu atau sub suku dari Suku Lio,
yaitu Ermbu Wolo dan Embu Limbu. Embu sendiri merupakan
kumpulan dari kepala-kepala keluarga yang disebut dengan
mbola.

ENDE

SUKU LIO SUKU ENDE

DAERAH DAERAH PESISIR


PEGUNUNGAN

DESA SAGA

EMBU

WOLO LIMBU

MBOLA

Gambar 3.1. Diagram Suku di Ende

C. Cerita Kedatangan Nenek Moyang Masyarakat Saga


Pada mulanya embu Wolo dan embu Limbu, datang bersama
dengan orang-orang Tombe, orang Tembrabu dan orang Bena
dari Malaka menggunakan tuju rajo (perahu besar). Saat itu orang
Bena turun di tempat bernama Wolojika, sedangkan embu Wolo

16
dan embu Limbu turun disuatu tempat bernama Liatola yang
berada dekat dengan Saga.
Setelah tiba di Liatola, embu Wolo pergi ke Mbuja Roga Kemari
dan menetap di Wolo Keli , sedangkan embu Limbutinggal di Odja
au ta’u lere leke pere. Karna embu Limbu tinggal Odja au ta’u lere
leke pere menyebabkan embu Limbu hingga saat ini dalam
pembangunan rumah pantang unuk menggunakan kaju Odja
(kayu Odja), demikian halnya juga dalam memasak. Sedangkan
embu Wolo pantang untuk memakan keli (mentimun). Kemudian
embu Limbu dan embu Wolo bersama pindah ke bagian timur dari
kampung Saga dan menetap disitu.
Saga awalnya dihuni oleh penduduk pertama yaitu Randalaki
bersama dengan keluarganya. Pada saat itu embu Limbu(Paji
Mai) dan embu Wolo(Mbeke Lena) masih menetap pada bagian
timur dari kampung Saga.
Paji Mai yang berasal dari embu Limbu, memiliki anak perempuan.
Anak perempuan dari Paji Mai pada saat itu pergi mengambil air,
kemudian dalam perjalan ia bertemu dengan Randa Laki. Dalam
pertemuan tersebut, Randa Laki menertawakan pakaian yang
digunakan oleh anak perempuan dari Paji Mai. Saat itu pakaian
yang digunakan hanya terbuat dari kain-kain sisa yang tidak layak
untuk digunakan sebagai pakaian.
Setelah menertawakan anak dari Paji Mai, Randa Laki yang
awalnya dalam perjalanan untuk berburu melanjutkan kembali
perjalanannya. Dalam perjalanan Randa Laki bertemu dengan
Dalawolo yang juga hendak berburu, sehingga mereka berburu
bersama. Dalam perburuan tersebut, Randa Laki menceritakan
tentang anak perempuan dari Paji Mai.
Saat mendengar cerita tersebut, maka timbullah niat jahat dari
Dalawolo untuk mengadu domba antara Randa Laki dengan embu
Limbu dan embu Wolo. Ketika mereka mendapatkan hasil buruan,
Randa Laki menyuruh Dalawolo untuk pergi mengambil api di
rumah Randa Laki. Sesampainya dirimah Randa Laki, Dalawolo
mendapati rumah tersebut berada dalam kondisi kosong. Karena
telah ada niat jahat dalam diri Dalawolo untuk mengadu domba, ia

17
memanfaatkan kondisi rumah Randa Laki yang kosong untuk
merusak senjata milik Randa Laki. Kemudian barulah ia
mengambil api dan membawanya kepada Randa Laki untuk
digunakan saat memasak hasil buruan mereka.
Setelah selesai menikmati hasil buruan mereka, Dalawolo pergi ke
tempat embu Limbu dan embu Wolo untuk menceritakan bahwa
Randa Laki telah menertawakan anak perempuan Paji Mai.
Dalawolo kemudian menyuruh embu Wolo dan embu Limbu untuk
pergi mengusir Randa Laki karna telah menertawakan saudari
mereka. Awalnya embu Wolo dan embu Limbu enggan untuk
pergi mengusir Randa Laki karna mereka takut dengan senjata
milik Randa Laki. Namun Dalawolo memberitahukan kepada
mereka bahwa senjata milik Randa Laki telah dirusaknya.
Sehingga embu Limbu dan embu Wolo bersama-sama pergi
mengusir Randa Laki dari Saga. Randa Laki yang senjatanya
telah dirusak akhirnya pergi dan menetap di bagian pesisir sampai
sekarang. Setelah itu embu Wolo dan embu Limbu bersama
dengan Dalawolo menetap dikampung Saga

3.1.2 Tujuh Unsur Kebudayaan


A. Kepercayaan
Setiap manusia memiliki kepercayaan masing-masing yang
dijalankan secara bebas. Secara umum Suku Lio mayoritas
beragama Kathollik, tak terkecuali dengan Desa Saga. Mayoritas
penduduk Desa Saga menganut agama Katholik. Selain menganut
agama Katholik, penduduk Desa Saga juga masih menganut sistem
kepercayaan animisme yaitu kepercayaan terhadap roh nenek
moyang.
1. Agama Katholik
Penduduk Desa Saga secara keseluruhan berjumlah 655 orang
menganut agama Khatolik. Sarana yang menjadi tempat
peribadahan berupa satu buah rumah ibadah yakni Gereja Sta.
Theresia Kanak-kanak Yesus Saga.

18
Tabel 3.1. Data kepercayaan masyarakat desa Saga
Dusun/RW/RT Laki-laki Perempuan
Dusun 1/RW 01/ RT 01 51 67
Dusun 1/RW 01/ RT 02 25 40
Dusun 1/ RW 01/ RT 03 26 28
Dusun 2/ RW 01/ RT 04 36 43
Dusun 2/ RW 01/ RT 05 39 50
Dusun 2/ RW 01/ RT 06 19 43
Dusun 3/ RW 01/ RT 07 22 44
Dusun 3/ RW 01/ RT 08 27 28
Dusun 3/ RW 01/ RT 09 32 35
Jumlah 277 378
Sumber : Data rakapitulasi kependudukan Desa Saga tahun 2014/2015

2. Kepercayaan Adat
Selain menganut agama Khatolik, masyarakat desa Saga juga
menganut kepercayaan adat berupa Animisme, yaitu
kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Dua Gheta Lulu
Wula Ngae Ghale Wena Tana ( Tuhan atas langit dan bumi
),yakni pemberian sesajen pada roh nenek moyang, yang masih
dilakukan hingga kini. Dalam rumah adat ada terdapat tempat
khusus,yaitu (1) “watu pa’a du’a” ( batu untuk sesajen dalam
rumah ), yang terdapat pada 4 sudut rumah, (2) “tenda teo”
(tempat meletakan sesajen yang terbuat dari bambu), hal ini
dilakukan selain sebagai penghormtan terhadap arwah leluhur
juga sebagai bentuk ucapan syukur atas apa yang diperoleh.
Pemberian sesajen kepada arwah leluhur biasanya berupa
makanan dan moke. Sisa dari makanan dan moke tersebut
dimakan dan diminum oleh semua orang yang ikut dalam
prosesi tersebut. Hal ini dipercaya dapat memperpanjang umur
dari orang-orang yang memakan dan minum dari sisa sesajen
untuk leluhur tersebut.

19
a)

b)
Gambar 3.2. (a) Watu pa’a du’a, (b)tenda teo

Kepercayaan animisme masih dianut oleh masyarakat Desa


Saga dan banyak mempengaruhi dalam bidang kehidupan,
salah satunya dalam bidang arsitektur. Hal ini dibuktikan
dengan adanya berbagai ritual adat yang dilakukan saat
pembangunan sebuah rumah, mulai dari tahap persiapan
hingga peresmian. Ritual ini maksudkan untuk meminta ijin
hingga meminta perlindungan kepada para leluhur agar
bangunan yang akan dibangun diberkati dan dapat bertahan
lebih lama.

20
B. Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama penduduk Desa Saga adalah bertani.
Dengan komuditi utama yang dihasilkan adalah cengkeh dan kopi..
Selain bertani,masyarakaat Desa Saga memiliki pekerjaan
sampingan, yaitu beternak. Hewan yang diternakan berupa babi
dan ayam, hewan-hewan ini selain untuk dikomsumsi masyarakat
setempat, juga sebagai kurban dalam berbagai prosesi adat.
Masyarakat Desa Saga juga memiliki kealihan khusus dalam bidang
arsitektur, misalnya dalam hal pembangunan rumah dimana
terdapat atarawi (tukang-tukang) dan juga pemahat-pemahat yang
membuat ukiran pada rumah sehingga terlihat lebih estetik.

a)

b)
Gambar 3.3. (a) cengkeh, (b) kopi

21
C. Sistem Kemasyarakatan
1. Pemerintahan Nasional
Suatu sistem pemerintahan yang bersifat otonom pada prinsipnya
memiliki aparat yang bertugas untuk mengatur dan mengurus
berbagai aktifitas pembangunan demi kepentingan masyarakat.Untuk
mendukung aktifitas tersebut maka pemerintahan desa memiliki
personil dan bentuk organisasi yang berwenang memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang terdiri dari :
a) Pemerintahan Desa
Seperti struktur pemerintahan desa pada umumnya, desa Saga
juga memiliki struktur pemerintahan desa yang sama dengan desa
lainya. Yaitu terdiri dari Kepala desa, Sekretaris desa, dan dibantu
oleh kaur pembangunan, pemerintahan, dan umum. Berikut
adalah diagram struktur pemerintahan desa Saga :

BAGAN ORGANISASI DESA

KEPALA DESA SAGA

SEKRETARIS DESA SAGA

Kaur Kaur Kaur


Pembangunan. Pemerintahan Umum

Gambar 3.4. Diagram Pemerintahan Desa


Sumber : Peraturan desa nomor 02 tahun 2011

b) Kepala Dusun
Dibawah pemerintahan desa yang bersifat otonom pada umumnya
memiliki aparatus yang bertugas untuk mengatur dan mengurus
berbagai aktifitas pembangunan demi kepentingan masyarakat
desa. Aparatus tersebut terdiri dari pemerintahan desa dan kepala

22
dusun. Desa Saga sendiri terdiri dari 3 dusun yang dipimpin oleh
masing-masing kepala dusun.

KEPALA DUSUN

KEPALA DUSUN I KEPALA DUSUN II KEPALA DUSUN III

Gambar 3.5. Diagram struktur kepala dusun


Sumber : Peraturan desa nomor 02 tahun 2011

c) Badan Permusyawaratan Desa


Seperti halnya pemerintahan suatu negara yang memiliki Dewan
Permusyawaratan Rakyat atau pemerintahan legislatif, dalam
struktur pemerintahan desa juga terdapat pemerintahan legislatif
yaitu Badan Permusyawaratan Desa yang terdiri dari Ketua, Wakil,
Sekretaris, dan anggota-anggota.

2. Pemerintahan Adat
Selain pemerintahan yang bersifat nasional, di desa Saga juga
terdapat pemerintahan adat yang dipimpin oleh Mosalaki.Mosalaki
merupakan pemimpin atau kepala suku dalam struktur
kemasyarakatan Suku Lio.
Pemerintahan adat ini diwariskan oleh nenek moyang secara turun-
temurun dan diakui sebagai pemangku adat oleh seluruh masyarakat
Nua ata Saga.

LAKI PU’U LAKI PU’U


LAKI PU’U
LAKI NDU
NUA LIMBU WOLO

LAKI WUNU LAKI WUNU LAKI KAGO PAIRIA LAKI


KOLI LIMBU KOLI WOLO KAO NIU BEWA TURU TAI

Gambar 3.6. Diagram struktur pemerintahan adat


Sumber : hasil wawancara (2015)

23
Di Nua ata Saga sendiri terdapat sembilan orang mosalaki dengan
tugas dan fungsi yang berbeda-beda untuk tiap Mosalaki. Berikut
adalah tugas dan fungsi dari tiap mosalaki.
a) Laki pu’u nua
Laki pu’u nua merupakan Mosalaki tuan tanah dalam nua ata
Saga.Laki pu’u nua berasal dari Dalawolo, dan memiliki peranan
penting dalam nua ata Saga. Berbagai ritual ataupun acara adat
yang berlangsung di nua ata Saga selalu dibuka oleh laki pu’u
nua. Berikut adalah tugas dari laki pu’u nua :

- Koe kolu
Merupakan peranan dari laki pu’u nua dalam
pembangunan rumah dalam nua ata Saga, dimana laki
pu’u nua melakukan ritual pertama sebelum
pembangunan rumah.
- Kago awuatau goro tumba
Laki pu’u nua memiliki tugas membangun sumba nua
(pagar kampung). Sumba nua yang dimaksud bukan
merupakan pagar yang tampak secara fisik namun
merupakan pagar gaip atau maya yang tidak nampak
secara fisik.
- Melakukan nggua uta dan uwi

b) Laki Ndu
Laki ndu adalah hakim adat yang memiliki tugas untuk mengadili
berbagai perkara yang terjadi di desa Saga. Biasanya laki ndu
disebut dengan sebutan ria bewa yang berarti hakim adat. Ria
bewa berasal dari embu limbu. Berikut adalah tugas dari ria bewa :
- Ndeto tau peto au tau bo
Menyelidiki semua pelanggaran-pelanggaran dalam
berbagai aturan adat.
- Keso besi kero mbelo
Mengadili dan memutuskan perkara yang terjadi dalam
nua ata Saga.

24
- Tena biko liri boa
- Mendamaikan kedua belah pihak apabila terjadi
perselisihan serta memperbaiki hubungan antara kedua
belah pihak.
c) Laki pu’u limbu
Laki pu’u limbu merupakan mosalaki pu’u dari embu limbu.
Memiliki tugas yang hampir sama dengan laki pu’u nua namun
bertempat di luar nua ata Saga atau di uma (kebun). Segala ritual
adat yang berlangsung diluar nua ata Saga atau di dalam uma
dipimpin oleh laki pu’u limbu dan laki pu’u wolo secara
berdampingan.
d) Laki pu’u wolo
Sama halnya dengan laki pu’u limbu, laki pu’u wolo memiliki tugas
yang sama. Laki pu’u wolo merupakan mosalaki pu’u yang berasal
dari embu wolo.
e) Laki wunu koli limbu
Laki wunu koli limbu bertugas pada saat pembangunan keda,
menentukan dan melihat kayu yang pas untuk digunakan,
mengurusi komsumsi(daging) saat ritual adat.
f) Laki wunu koli wolo
Memiliki tugas yang sama dengan laki wunu koli limbu namun
berasal embu wolo.
g) Laki kogo kaoatau laki loge bote
Laki loge bote bertugas dalam akomodasi dan juga mengurusi
komsumsi khususnya nasi pada saat ritual adat.
h) Pairia Niubewa
Bertugas untuk mendampingi laki ndu atau yang biasa disebut
dengan Ria bewa, bertugas untuk menyiarkan dan menerangkan
tentang hasil perkara yang diputuskan oleh Ria bewa.pairia
Niubewa berasal dari embu wolo.
i) Laki turu ta’i
Merupakan mosalaki yang tidak memiliki garis keturunan
mosalaki , namun karna merupakan orang berada atau kapitan
sehingga diberi gelar sebagai “mosalaki”.Laki turu ta’i tidak

25
memiliki peranan dalam ritual adat namun berhak untuk
melestarikan dan menjaga eksistensi dari nua ata Saga.
D. Kesenian
Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang
digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa
manusia. Kesenian terdiri dari seni patung, seni relief, seni lukis dan
gambar, seni rias, seni vokal, seni instrumen, seni kesusastraan, dan seni
drama.
Di Desa Saga sendiri terdapat beberapa jenis kesenian yang unik dan
beragam. Antara lain seni rupa yang terdiri seni ukir dan patung, seni
musik, seni tari, dan pakaian adat.
1. Seni Rupa
Seni rupa terdiri dari beberapa cabang kesenian. Namun seni rupa
yang terdapat di Desa saga terdiri dari 2 cabang kesenian yaitu :
a) Ukiran
Ukiran biasanya dapat ditemukan di rumah-rumah adat nua ata
Saga. Untuk setiap rumah biasanya ada beberapa ukiran yang
bermotif sama, namun ada juga ukiran-ukiran yang menjadi ciri
khas dari setiap rumah. Setiap ukiran memiliki arti dan makna
serta sejarah yang menceritakan tentang rumah dan pemilik
rumah tersebut.Biasanya ukiran terdapat pada bagian depan
rumah dan “tenda”.
Kaitan antara kesenian dalam bidang arsitektur khususnya ukiran
adalah sebagai elemen estetika dimana ukiran tersebut
merupakan unsur dekoratif yang memperindah tampilan suatu
bangunan.

26
Tabel 3.2. Seni Ukir
Gambar Nama Makna Rumah
Mamo Memberi Sao Ria
maika makan leluhur Tolandale
yang di
umpamakan
dengan belut

Wea Dalam upacara Sao Ria


tertentu Tolandale
khususnya
pembangunan
keda para
wanita
menggunakan
wea sebagai
perhiasan
Ola roe Salah satu Sao Ria
ritual pertanian Tolandale

Ola roe Orang-orang Sao ria


yang Tolandale
melangsungkan
ritual ola roe

Benga Melambangkan Ada di


(gadis) kesuburan semua
rumah

Benga Melambangkan Ada di


(ibu) kesuburan semua
rumah

Bersambung

27
Lanjutan tabel 3.2. Seni ukir
Gambar Nama Makna Rumah
Nggala Membawa beras Sao Ria
Tolandale

Keba Melambangkan Sao Ria


(belut) kecerdikan Tolandale

Nipa Melambangkan Sao Ria


(ular) kecerdikan Tolandale

Gawi Tarian adat Sao Ria


masyarakat Saga Tolandale

Senjata Melambangkan Sao Ria


kekuasaan Tolandale

Manu Ayam adalah Sao Ria


hewan yang di Tolandale
gunakan sebagai
kurban, untuk
memperdamaikan
dua pihak yang
bertikai.

Bersambung

28
Lanjutan tabel 3.2. Seni ukir
Gambar Nama Makna Rumah
Koba Melambangkan Di semua
leke persatuan rumah

Tadho Salah satu ritual Sao Ria


dalam Tolandale
pembangunan keda

Kolo Melamabangkan Di semua


Kamba kejantanan/keberani rumah
an dan kerja keras

Pahlawa Melambangkan Sao Ria


n ksatria yang maju Tolandale
berperang

Riabewa Sebagai pertanda Sao Ria


bahwa rumah Tolandale
tersebut adalah
rumah milik hakim
adat (riabewa)

Leke Salah satu jenis Sao


tumbuhan yang atalakiWol
dipercaya o
menghubungkan
kehidupan manusia
dengan Tuhan
Bersambung

29
Lanjutan tabel 3.2. Seni ukir
Gambar Nama Makna Rumah
Ke’a dan Merupakan Sao
podo peralatan yang atalakiWolo
digunakan oleh
masyarakat
Saga

Kili uta Merupakan Sao


bue salah satu ritual atalakiWolo
adat

Oto keu Merupakan Sao


cerita awal atalakiWolo
kehidupan
manusia yaitu
laki-laki dan
perempuan

Lamba Merupakan alat Sao atalaki


musik yang Wolo
sering
digunakan
dalam berbagai
ritual adat

Podo Merupakan Sao atalaki


periuk tanah Wolo
yang
digunakan
untuk
memasak
dalam berbagai
ritual adat

Bersambung

30
Lanjutan tabel 3.2. Seni ukir
Gambar Nama Makna Rumah
Nggo Merupakan alat Di
musik yang semua
sering rumah
digunakan
dalam berbagai
ritual adat
Gaga Melambangkan Sao
pemilik rumah labadile
sebagai seorang
pembuat moke

Mosalaki Melambangkan Sao


pemilik rumah labadile

Ata du’a Melambangkan Keda


one sa’o pemilik rumah

Ata du’a Melamabangkan Keda


one sa’o pemilik rumah

31
b) Patung
Di nua ata Saga terdapat 2 patung yang berada didalam keda.
Kedua patung itu adalah guru dan kara yang dianggap sebagai ibu
dari semua mosalaki yang bertugas sebagai pelayan bagi para
leluhur.

Gambar 3.7. Patung guru dan kara


Sumber :Dokumentasi Maksimus,( 2014)
2. Seni Musik
Di nua ata Saga terdapat bebrapa jenis alat musik yang sering
digunakan dalam berbagai ritual adat, antara lain nggo (gong), lamba
(tambur), dan feko (seruling).
a) Nggo
Nggo merupakan salah satu alat musik (gong) yang biasanya
digunakan sebagai alat musik pengiring dalam berbagai ritual adat
ataupun sebagai musik pengiring tarian.

Gambar 3.8. Nggo


Sumber :Dokumentasi Beldish,(2014)

32
b) Lamba
Lamba merupakan salah satu alat musik (tambur) yang biasanya
digunakan sebagai alat musik pengiring dalam berbagai ritual adat
ataupun sebagai musik pengiring tarian. Lamba biasanya
dimainkan bersamaan dengan nggo.

Gambar 3.9. Lamba


Sember : Dokumentasi Beldish,(2014)
c) Feko
Feko merupakan salah satu alat musik tradisional Saga yang
terbuat dari bambu dan biasanya digunakan sebagai alat musik
pengiring tarian.

Gambar 3.10. Feko


Sumber :Dokumentasi Beldis,(2015)
Alat-alat musik ini disimpan di dalam keda, dan digunakan sebagai
pengiring tarian pada berbagai prosesi adat.

33
3. Seni Tari
Seni tari merupakan salah satu jenis kesenian yang terdapat dan
sampai sekarang masih dilestarikan di Saga. Terdapat 2 jenis tarian
yaitu Nggolamba dan Gawi.
a) Nggolamba
Nggolamba merupakan salah satu jenis tarian yang dilakukan
oleh para mosalaki sebelum melakukan tarian Gawi.

Gambar 3.11. Nggolamba


Sumber : Dokumentasi Hendrik,(2014)
b) Gawi
Tarian Gawi merupakan tarian yang dilakukan oleh mosalaki
setelah tarian Nggolamba bersama dengan semua golongan
masyarakat. Tarian ini dilakukan disekitar kodjahanga sehingga
ruang maya yang terbentuk adalah lingkaran mengikuti pola
tarian.Bagi pemula dan pendatang yang baru mengikuti tarian ini
harus melakukan tarian Gawi sebanyak 3 kali putaran sebelum
berhenti.

Gambar 3.12.Gawi
Sumber : Dokumentasi Hendrik,(2014)

34
4. Pakaian Adat
Pakaian adat yang terdapat di Saga, dibagi menjadi pakaian adat
untuk perempuan dan pakaian adat untuk laki-laki.
a) Pakaian adat laki-laki
Untuk laki-laki menggunakan sarung yang disebut dengan ragi
mite sedangkan untuk atasan menggunakan pakaian bebas,
kecuali untuk mosalaki menggunakan baju berwarna merah.

a)

b)
Gambar 3.13. (a) Pakaian adat orang biasa, (b) pakaian adat mosalaki
Sumber : (b) Dokumentasi Hendrik,(2014)

35
b) Pakaian adat perempuan
Untuk perempuan pakaian yang digunakan terdiri dari lawo
(sarung) dan lambu nu’a (baju bodo) sebagai atasan.

Gambar 3.14. Pakaian adat untuk perempuan


Sumber : Dokumentasi Beldish, (2014)

E. Sistem Peralatan
Peralatan adalah segala keperluan yang digunakan manusia untuk
mengubah alam sekitarnya, termasuk dirinya sendiri dan orang lain
dengan menciptakan alat-alat sebagai sarana dan prasarana. Berikut
adalah peralatan-peralatan yang digunakan oleh masyarakat desa Saga
dalam berbagai aktifitasnya, baik itu dalam memasak, ritual adat,
berkebun, maupun dalam keperluan lainnya.

36
Table 3.3. Sistem peralatan
Gambar Nama Fungsi
Sobe Digunakan untuk
menaruh daging

Ngesu dan alu Digunakan


sebagai ulikan

Kogabe Digunakan
sebagai irus untuk
mengaduk
makanan

Rambo Sebagai bakul


untuk mengisi
beras

Pado Periuk tanah yang


digunakan untuk
memasak

Bersambung

37
Lanjutan tabel 3.3. Sistem Peralatan
Gambar Nama Fungsi
Ke’a Digunakan untuk
menaruh kuah
dan juga untuk
minum moke.

Nge’bhi Digunakan pada


saat kili uta bue
untuk menaruh
daun kacang.

Ka’do Terbuat dari


anyaman daun
kelapa yang
digunakan untuk
tempat makan

Ola teo Sebagai jantung


sebuah rumah

Bersambung

38
Lanjutan tabel 3.3. Sistem Peralatan
Gambar Nama Fungsi
Tenda teo Digunakan
sebagai
tempat
sesajen untuk
arwah leluhur

Watu pa’a du’a Batu yang


terletak
diempat sudut
bangunan
yang
digunakan
sebagai
tempat
sesajen untuk
para leluhur
Bhabhe Digunakan
sebagai kipas

Sokal Terbuat dari


anyaman daun
gebang dan
digunakan
sebagai
menaruh
garam

Bersambung

39
Lanjutan tabel 3.3. Sistem Peralatan
Gambar Nama Fungsi
Kaka dénga Batu yang
digunakan
sebagai tempat
penumbuk kemiri
dan jagung

Kukur Digunakan
sebagai parut

Lesung Digunakan untuk


menumbuk padi
pada saat ritual
adat

Jerat Tikus Digunakan


sebagai
perangkap untuk
menangkap tikus

40
Selain peralatan-peralatan tersebut, terdapat juga beberapa peralatan
yang digunakan dalam membangun rumah adat, diantaranya parang,
pahat, dan kapak.

F. Bahasa
Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk
menyampaikan sesuatu yang terlintas dalam pikiran, namun bahasa juga
dapat diartikan sebagai alat untuk berinteraksi atau alat untuk
berkomunikasi dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan,
konsep, atau perasaan.
Bahasa yang digunakan di DesaSaga sendiriadalah bahasa Lio dan
bahasa Indonesia. Sedangkan dalam berbagai prosesi adat digunakan
bahasa adat, dimana bahasa ini memiliki kemiripan seperti bahasa Lio
hanya pengucapan kata-katanya terbalik. Biasanya bahasa ini diucapkan
pada saat pembacaan mantra-mantra.
Bahasa dalam kaitannya dengan dunia arsitektur adalah dalam hal istilah
atau penyebutan struktur dan konstruksi bangunan serta bagian-bagian
dalam rumah. Misalnya tenda (teras/lantai), loro (lorong), waja (tungku),
gara (tempat penyimpanan kayu), kojandawa (ruang pertemuan), dhembi
(kamar tidur), lulu (ruang makan), wishu (kolom),dan watu (batu
pondasi).

G. Sistem Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui, yang diperoleh,
dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan
pada dasarnya adalah hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan,
dan berpikir yang menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak.
Didesa Saga sendiri terdapat sistem pengetahuan baik itu dalam bidang
pertanian yaitu misalnya pada sistem pengairan, dalam bidang kesenian
misalnya dalam seni ukiran, patung, tarian maupun seni musik, dan juga
dalam bidang arsitektur yaitu pengetahuan dalam pembangunan rumah,
khususnya dalam pembangunan rumah adat.

41
1. Pengetahuan dalam bidang arsitektur
Pengetahuan dalam bidang arsitektur dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a) Fisik
Pengetahuan secara fisik adalah pengetahuan yang terlihat secara
kasat mata misalnya pengetahuan tentang bentukan suatu
bangunan.
Terdapat 2 filosofi bentukan bangunan rumah adat di Nua ata Saga
yaitu bentukan perahu dan gunung.
- Pertama mengenai bentukan perahu, menurut masyarakat
Saga bentukan rumah adat Saga diadopsi dari bentukan
perahu terbalik. Hal ini berdasarkan cerita masyarakat Saga
tentang awal kedatangan nenek moyang masyarakat Saga dari
Malaka dengan menggunakan tuju rajo (perahu besar).
- Kedua mengenai bentukan gunung, Desa Saga dihuni oleh
masarakat Suku Lio yaitu suku yang bermukim didaerah
pegunungan. Oleh sebab itu masyarakat Saga banyak
menggantungkan kehidupannya pada alam atau gunung
sehingga masyarakat Saga sangat mengagungkan gunung hal
ini dibuktikan dengan bentukan bangunan yang menurut
masyarakat Saga diadopsi dari bentukan gunung.
b) Non fisik
Pengetahuan secara non fisik adalah pengetahuan dalam bentuk
tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan. Dalam
bidang arsitektur pengetahuan secra non fisik berupa tradisi yang
dilakukan dan dipercaya oleh masyarakat Saga dalam
pembangunan rumah yang dimulai dengan tahapan persiapan
hingga peresmian, antara lain :
- Kolo lengi (penanaman tiang as)
Kolo lengi merupakan salah satu ritual awal dalam
pembangunan rumah. Ritual ini dilakukan oleh mosalaki pu’u
nua dalawolo dan diawali dengan melumuri tiang dengan darah
babi yang dicampur dengan minyak kelapa dan dipercaya
selain untuk memberi tahu kepada leluhur juga dapat
menambah perkuatan tiang.
- Senda (penanaman tiang dan pendudukan balok)

42
Setelah penanaman tiang as dilanjutkan dengan ritual senda
yaitu penenman tiang selain dari tiang as. Penanaman ini
diawali dengan penanaman tiang pada bagian timur terlebih
dahulu, karena masyarakat Saga menganut filosofi bahwa
bagian timur merupakan arah datangnya cahaya dan cahaya itu
sendiri dianggap sebagai berkat.
- Padja wisu (pelumuran darah ayam pada tiang)
Dalam ritual ini mosalaki kembali melumuri wishu dengan
menggunakan darah ayam hasil pemberian pemilik rumah, hal
ini juga dipercaya dapat menambah perkuatan dari wishu.
- Poto puki (pemasangan penutup atap)
Merupakan ritual pemasangan penutup atap. Sebelum ritual ini
dilakukan tertlebih dahulu dilakukan pemasangan tiang nok.
Pemasangan tiang nok dilakukan pada malam hari dengan
kembali memberikan persembahan kepada nenk moyang
berupa darah babi. Darah babi itu juga kemudian dioleskan
pada tiang nok dan juga dipercaya sebagai penambah
kekuatan pada tiang nok tersebut.
- Nai’sa o (peresmian)
Setelah pembangunan selesai, ritual selanjutnya adalah nai
sa’o. Ritual ini merupakan merupakan ritual pendinginan rumah
atau peresmian yang dilakukan oleh mosalaki bersama pemilik
rumah dengan kembali memberikan persembahan kepada
leluhur sebagai ucapan syukur atas pembangunan rumah yang
telah selesai.

3.1.3. Prosesi Adat


Terdapat beberapa prosesi adat dalam kehidupan masyarakat Saga.
Antara lain prosesi pertanian, prosesi kematian, prosesi
pembangunan rumah, prosesi penerimaan tamu, prosesi pernikahan
dan prosesi kelahiran. Prosesi-prosesi tersebut masih dianut dan
dilestarikan oleh masyarakat desa Saga sebagai warisan dari nenek
moyang.

43
1. Prosesi Pertanian
Dalam prosesi pertanian terdapat beberapa ritual dari
membersihkan kebun hingga ke syukuran atas hasil panen yang
diperoleh. Beberapa ritual tersebut adalah sebagai berikut :
a) Gaga Jala ( pembersihan jalan kekebun )
Ritual ini diawali dengan po’o gaga jala ( memasak nasi
dengan menggunakan bambu ). Ritual ini dimaksudkan agar
ketika hendak menanam tidak terdapat halangan dalam
perjalanan kekebun, sehingga proses penanaman dapat
berjalan dengan lancar.
b) Po’o api nu ( api diasapkan keatas )
Po’o api nu merupakan ritual untuk mulai membersihkan
kebun. Ritual ini dilakukan dengan cara membuat api dan
membiarkan asapnya mengarah keatas sebagai simbol
untuk memberitahukan kepada nenek moyang bahwa
masyarakat telah siap untuk memulai membersihkan kebun.
c) Po’o te’u ( tolak bala untuk mengusir hama )
Ritual ini berfungsi sebagai tolak bala untuk mengusir hama
tanaman berupa tanaman padi dan jagung. Ritual ini
dilakukan dengan cara menyanyi dan diiringi musik gong.
Dalam lirik nyanyian tersebut disebutkan nama-nama hama
yang menyerang tanaman dengan maksud agar hama
tersebut tidak menyerang tanaman.
d) Tepo mulu ( tanam perdana )
Tepo mulu atau tanam perdana dilakukan oleh Mosalaki
dari kedua Embu yaitu Embu Wolo dan Embu Limbu secara
bersamaan.Mosalaki Embu Wolo melakukan tanam pertama
dikebun milik Embu Limbu, sedangkan Mosalaki dari Embu
Limbu melakukan tanam pertama dikebun milik Embu Wolo.
Ritual ini dilakukan secara bersamaan namun ditempat yang
berbeda.

44
Gambar 3.15. prosesi tepo mulu
Sumber : dokumentasi Hendrik , (2014)
e) Ka ke’o ( syukuran pertama )
Ke ke’o merupakan syukuran pertama yang dilakukan
setelah melihat hasil panen yang pertama. Ka ke’o dilakukan
secara bersama-sama dengan seluruh mbola dari tiap embu
di rumah Mosalaki dari tiap embu.
f) Joka ule ( Tolak bala menjelang panen )
Ritual ini dimaksudkan untuk mengusir hama dengan melihat
hasil pertama atau ka ke’o. Joka ule dilakukan dengan cara
menaruh hama beserta sesaji berupa nasi dan daging dalam
ba’o yang terbuat dari pelepah pinang yang dibuat seperti
perahu dan dialirkan kesungan dengan mengucapkan
mantra penolak bala yaitu sebagai berikut :
Bere sai no’o ai lawo sai ngere rajo lago leke niku ma’e be’o.
g) Keti are sa’e jawa ( Panen perdana padi dan jagung )
Keti are sa’e jawa merupakan ritual panen perdana padi dan
jagung yang dilakukan oleh Mosalaki. Setelah Mosalaki
melakukan panen perdana barulah diikuti oleh semua
kalofaewalu atau masyarakat.
h) Nggua Ria ( syukuran )
Nggua Ria terdiri dari beberapa ritual yaitu sebagai berikut :
- Teo Nggo ( Menggantung gong )
- Dhu Are ( Tumbuk padi )

45
Gambar 3.16. prosesi dhu are
Sumber : dokumentsi Hendrik, (2014)
- Nogo ( pembukaan acara Nggua Ria )
- Sare Are Tu ( pengantaran beras kerumah saudari )
- Keti Uta Bue

Gambar 3.17. Keti uta bue


Sumber : dokumentasi Hendrik, (2014)
- Keli dan uwi (pinang dan ubi)

Gambar 3.18. keli


Sumber : dokumentasi Hendrik, (2014)

46
- Roro uwi ( dari prosesi kake’o sampai nggua ria
masyarakat nua ata Saga pantang memakan pinang
yang merupakan hasil panen dari desa Saga sampai
pada ritual ini).
2. Prosesi Pemakaman
Terdapat beberapa ritual adat yang dilakukan di Desa Saga pada
saat meninggalnya seseorang. Ritual-ritual ini dimaksudkan agar
kematian tersebut tidak mendatangkan dampak buruk bagi alam
maupun masyarakat Desa Saga, sehingga ritual-ritual ini dapat
digolongkan sebagai ritual tolak bala.
a) Meka tana
Meka tana merupakan ritual menggali lubang pertama yang
dilakukan oleh mosalaki nua apabila jenazah dikuburkan di
nua ata Saga, tetapi jika dikuburkan di uma (kebun)
penggalian lubang pertama dilakukan oleh mosalaki wolo
maupun limbu. Sebelum menggali lubang kubur para
mosalaki terlebih dulu mempersembahkan darah babi yang
diperoleh dari keluarga almarhum dan juga beras. Hal ini
dimaksudkan agar jenazah tersebut tidak membawa kesialan
bagi tanah yang menjadi tempat kuburnya, sehingga
tanaman-tanaman yang berada disekitarnya tidak mengalami
gagal panen.
b) Tolak bala
Ritual ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit dari
bagian-bagian barang milik jenazah yang terdpat dikamarnya
seperti tempat tidur dan ditaruh didalam ba’o (pelepah pinang)
dan diletakan disungai sehingga ba’o tersebut terbawa aliran
sungai sambil para mosalaki mengucapkan mantra agar
kesialan tidak menimpa Desa Saga.
c) Poru (hari ketiga)
Ritual ini biasa dilakukan kodja kanga apabila jenazah
dikuburkan di nua ata Saga. Pada saat ritual ini keluarga dari
almarhum kembali memberikan babi, darah dari babi ini
kemudian dicampurkan dengan minyak kelapa oleh para
mosalaki dan dioleskan keseluruh masyarakat menggunakan

47
daun mangga, dimaksudkan agar kematian tersebut tidak
mendatangkan kesialan bagi masyarakat setempat.

Gambar 3.19. prosesi poru


Sumber : dokumentasi Hendrik, (2014)
d) Peri elu ( menghapus air mata)
Jika ada yang meninggal saat upacara teo nggo keluarga dari
almarhum dilarang untuk menangis dan mengeluarkan air
mata, hal ini dilakukan karna upacara teo nggo merupakan
upacara syukuran yang sakral sehingga pantang untuk
bersedih. Apabila dilanggar maka akan dikenakan denda
berupa babi 1 ekor.

3. Prosesi penerimaan tamu


Terdapat 2 jenis prosesi penerimaan tamu yaitu secara umum
dan secara adat. Secara umum tamu diterima dan disambut di
kantor desa oleh kepala desa beserta aparatus desa lainnya.
Sedangkan penerimaan tamu secara adat diawali dengan ritual
tolak bala yaitu dengan cara mengorbankan hewan yang dapat
berupa ayam maupun babi kepada para leluhur dimaksudkan
untuk meminta ijin dari leluhur agar tamu tersebut dapat diterima
dengan baik di Nua ata Saga oleh para leluhur, mosalaki,
maupun seluruh masyarakat Saga.

48
a)

b)
Gambar 3.20. a) Prosesi penerimaan tamu secara umum, b) prosesi
penerimaan tamu secara adat

4. Prosesi pernikahan
Di desa Saga sebelum melangsungkan suatu pernikahan,
terdapat serangkaian adat yang dilakukan antara lain sebagai
berikut :
a) Ndu’u sai lati ndeki (perkenalan keluarga)
Pada tahap ini keluarga dari pihak calon mempelai pria
datang memperkenalkan diri kepada pihak keluarga dari calon
mempelai wanita. Dan juga perkenalan dari pihak calon
mempelai wanita kepada pihak keluarga dari calon mempelai
pria.
b) Perkenalan diri
Setelah perkenalan oleh kedua pihak keluarga, selanjutnya
adalah perkenalan dari kedua calon mempelai dengan
menyampaikan silsilah keluarga secara keseluruhan.

49
c) Mbabo gajo (penyampaian hari belis)
Mempelai pria bersama-sama dengan keluarga menentukan
hari atau tanggal belis. Setelah tanggalnya ditetapkan
mempelai pria bersama-sama dengan keluarga
menyampaikan tanggal tersebut kepada pihak mempelai
wanita.
d) Karia (makan bersama)
Karia merupakan makan bersama yang dilakukan oleh kedua
pihak keluarga, yang diawali dengan minum kopi, kemudian
moke dan makan daging panggang. Ritual ini dilakukan
dengan maksud agar dapat menyatukan kedua belah pihak
keluarga.
e) Mbabo (belis)
Setelah mempelai pria bersama keluarga menyampaikan
tanggal belis kepada mempelai wanita dan keluarga, pada
hari penetapan tanggal tersebut akan diserahkan mbabo dari
pihak mempelai pria kepada pihak mempelai wanita, dan
kemudian akan dibalas oleh pihak mempelai wanita kepada
pihak mempelai pria yang disebut dengan tu kabu genu.
f) Penentuan tanggal
Pada tahap ini kedua pihak keluarga menentukan tanggal
pernikahan.
g) Pengantaran ke paroki
Setelah menentukan tanggal pernikahan, nama-nama dari
kedua calon mempelai didaftarkan ke paroki sebagai
pasangan yang akan menikah.
h) Painaja (panggilan ke 3)
Painaja adalah panggilan ketiga kalinya digereja sebagai
pertanda bahwa kedua mempelai akan segera
melangsungkan pemberkatan nikah.
5. Prosesi kelahiran
Prosesi kelahiran merupakan salah satu prosesi adat yang
terdapat didesa Saga yang masih di pertahankan hingga
sekarang. Serangkaian ritual dari prosesi ini antara lain sebagai
berikut :

50
a) Ta’o laki tana (penanaman ari-ari oleh mosalaki)
Ta’o laki tana merupakan ritual penanaman ari-ari yang
dilakukan oleh mosalaki. Ritual ini dilakukan oleh mosalaki
pu’u nua dalawolo apabila ritual ini berlangsung di nua ata
Saga, dan dilakukan oleh mosalak pu’u limbu dan wolo
apabila berlangsung di uma. Dalam ritual ini keluarga
mempersembahkan babi, darah dari babi kemudian
dicampurkan dengan minyak kelapa dan disebar keseluruh
rumah serta halaman, hal ini dimaksudkan agar tanaman
sekitar dapat terhindar dari hama.
b) Makan bersama
Setelah penanaman ari-ari dilakukan oleh mosalaki,
keluarga bersama dengan mosalaki makan bersama dengan
menggunakan babi yang awalnya dilakukan untuk ta’o laki
tana.
c) Ta’o sawa (pemberian persembahan kepada leluhur)
Ta’o sawa merupakan ritual terakhir dari prosesi kelahiran.
Dalam ritual ini, keluarga mempersembahkan sesajen
kepada para leluhur sebagai ungkapan syukur atas kelahiran
dengan mempersembahkan rahang babi kepada leluhur.

51

Anda mungkin juga menyukai