Kaitan DGN Kasus SP
Kaitan DGN Kasus SP
1 Rencana Perawatan
4.4.1 Perawatan Pada Intrusi Gigi
Perawatan kasus intrusi bervariasi bergantung pada perkembangan akar gigi dan beratnya
intrusi yang terjadi. Perawatan pada intrusi yang dapat dilakukan yaitu reposisi pasif, reposisi
secara bedah dan reposisi dengan ortodontik yang disebut sebagai reposisi aktif (Punta dan Silvy,
2013). Pada gigi dengan pertumbuhan akar belum sempurna maka pilihan perawatannya adalah
tanpa intervensi dan menunggu erupsi kembali. Jika dalam beberapa minggu tidak didapatkan
pergerakan gigi maka disarankan untuk reposisi secara bedah atau ortodontik. Pada gigi dengan
pembentukkan akar yang telah sempurna, pilihan perawatannya adalah tanpa intervensi dan
menunggu erupsi kembali, apabila intrusi kurang dari 3 milimeter. Jika dalam 2-4 minggu tidak
didapatkan pergerakan gigi maka dilakukan reposisi secara bedah atau ortodontik sebelum terjadi
ankylosis (DiAngelis dkk, 2012).
Gigi intrusi memiliki kecenderungan untuk menjadi nekrosis. Beberapa penelitan
menyatakan bahwa gigi dengan apeks tertutup yang mengalami intrusi, 100% akan terjadi
nekrosis pulpa, sedangkan gigi dengan apeks terbuka hanya 62,5%. Perawatan lanjutan
endodontik dengan pengaplikasian kalsium hidroksida pada saluran akar perlu dipertimbangkan,
serta bisa dimulai dalam waktu sesegera mungkin. Perawatan endodontik harus dimulai 2-3
minggu setelah trauma, (DiAngelis dkk, 2012).
Tabel. 1. Derajat keparahan intrusi gigi.
No Derajat intrusi gigi Apeks terbuka Apeks tertutup
1. Ringan (< 3 mm) RP RP setelah 2 sampai 3 minggu RO
2. Sedang (3-6 mm) RP RB atau RO
3. Berat (> 6mm) RP RB
Ket: RP: reposisi pasif, RO: Reposisi ortodontic, RB: Reposisi bedah (DiAngelis dkk, 2012)
A. Reposisi Pasif
Reposisi Pasif merupakan perawatan gigi instrusi dengan membiarkan gigi tersebut
mengadakan erupsi kembali dengan sendirinya. Gigi dibiarkan mengalami erupsi kembali selama
2-4 minggu dan dievaluasi selama 6 bulan. Reposisi pasif biasa dilakukan apabila pada gigi
masih terlihat mahkota, kerusakan tulang alveolar kecil, maupun pada gigi yang pertumbuhan
akarnya belum sempurna. Gigi yang re-erupsi kemungkinan dapat menjadi non vital, tetapi
keadaan ini dapat ditanggulangi dengan perawatan endodontik. Daerah trauma rawan terjadi
infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses reerupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi
terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk
reerupsi umumnya antara 2-6 bulan (Riyanti, 2010).
B. Reposisi Aktif
Reposisi aktif merupakan proses mengembalikan gigi dengan cara menarik gigi sehingga
kembali ke posisi semula. Prosedur reposisi aktif pada gigi yang intrusi adalah sebagai berikut
(Syarifah, 2008) (DiAngelis dkk, 2012):
1. Memakai anastesi lokal secara infiltrasi
2. Reposisi gigi dilakukan dengan menarik gigi yang intrusi keluar dari soketnya secara
perlahan-lahan dengan memakai tang. Prosedur tersebut harus dilakukan dengan hati-hati
dan jangan sampai menyebabkan trauma tambahan.
3. Setelah gigi selesai direposisi, lagkah selanjutnya adalah perhatikan permukaan insisal
antara gigi yang direposisi dengan gigi tetangganya. Hal tersebut bertujuan untuk
menciptakan fungsi estetis dan juga untuk menghindari faktor predisposisi terjadinya
trauma akibat insisal gigi yang tidak sama dengan insisal gigi tetangganya.
4. Pada kasus gigi yang intrusi setelah direposisi, dapat dilakukan pemasangan splint atau
bracket ortodontik. Karena setelah pemindahan posisi gigi, gigi sangat goyang sehingga
perlu distabilkan dengan bantuan splinting.
5. Follow up dilakukan setiap 2 minggu selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan klinis serta
radiografi.
Prosedur follow-up dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan radiografi harus untuk
meminimalkan gejala dari trauma gigi dengan interval follow-up setiap 4 minggu, 6-8 minggu, 4
bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 5 tahun. Pasien harus diberitahu mengenai perawatan apa saja yang
dilakukan setelah gigi mengalami cedera. Penggunaan sikat gigi berbulu lembut dan kumur
dengan klorheksidin 0,1% dapat dilakukan untuk mencegah akumulasi plak, debris dan
membantu menjaga kebersihan mulut dengan baik (Malhotra dkk, 2011).
Pada kasus dijelaskan bahwa pasien mengalami intrusi pada gigi insisivus sentral maksila
kiri 5 mm kearah aksial dan fraktur akar horizontal pada sepertiga tengah pada gigi insisivus
lateral maksila kiri setelah mengalami trauma. Prosedur perawatan yang dilakukan pada gigi
yang intrusi pada kasus yaitu perawatan reposisi aktif secara bedah. Prosedur ini dipilih karena
apeks gigi sudah terbetuk sempurna dan pemulihan spontan mungkin tidak terjadi. Setelah 20
hari, perawatan endodontik pada gigi insisivus yang mengalami intrusi dimulai dan pasta
kalsium hidroksida (Calen, SS White-Rio de Janeiro, RJ, Brasil) ditempatkan di saluran akar
selama 4 minggu, dan dilanjutkan dengan obturasi dan restorasi koronal. Prosedur perawatan
yang dilakukan pada gigi yang fraktur pada kasus yaitu dilakukan reposisi bagian koronal dari
gigi insisivus lateral maksila kiri yang telah bergeser dengan menggunakan tekanan jari.
Setelah dilakukan prosedur perawatan intrusi dan fraktur, kemudian dilanjutkan dengan
splinting. Pada kasus dijelaskan digunakan rigid splint yang melibatkan gigi insisivus maksila
untuk menjaga stabilitas. Rigid splint diindikasikan untuk fraktur akar horizontal, fraktur tulang
alveolar, dan gigi yang mengalami intrusi untuk mencegah terjadi fraktur. Rigid splint bersifat
kaku dan diperlukan untuk menahan jaringan keras yang mengalami fraktur selama masa
penyembuhan sehingga tidak ada pergerakan atau imobilisasi dan dapat membentuk dentin di
sepanjang dinding saluran akar melintasi garis fraktur dan memperbaiki sementum pada
permukaan eksternal akar dan meluas ke garis fraktur. Setelah perawatan, pada kasus dilakukan
follow-up dengan pemeriksaan radiografi dan kontrol klinis dari semua gigi yang terlibat
dilakukan selama 6 bulan pertama, 1 tahun dan kemudian setiap tahun selama 8 tahun.