Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum

ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National

Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi.

Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal

akut dan juga kematian.1

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di

Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering

ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Riset Kesehatan

Dasar/RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi

di Indonesia adalah sebesar 26,5%. Disamping itu, pengontrolan hipertensi

belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.2

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan

tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran selang waktu lima menit

dalam keadaan cukup istrahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang

berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan

otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah

tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi

1
semua pihak baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,

pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat

dikembalikan.2

2
BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS

Nama : Ny. H

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 36 Tahun

Alamat : Dusun Embung

Pekerjaan : IRT

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Masuk RS : 07 Februari 2019, pukul 17:03 WITA

No. RM : 163732

II. 2. SUBJEKTIF

ANAMNESIS

a. Keluhan utama

Nyeri kepala

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk dengan keluhan nyeri kepala yang terasa

seperti terikat dengan kuat disertai rasa tegang pada daerah

tengkuk dan leher.

Nyeri kepala sejak 2 hari yang lalu setelah melahirkan anak

ke 3 di RS Bersalin Masyita Makassar. Keluhan demam tidak ada.

3
Penglihatan kabur disangkal. Batuk dan sesak tidak ada. Nyeri

dada tidak ada, rasa berdebar-debar ada. Nyeri ulu hati tidak ada,

mual dan muntah tidak ada. Buang air besar kesan biasa warna

kuning kecoklatan. Riwayat buang air besar warna kehitaman dan

berdarah tidak ada. Buang air kecil warna kuning kesan lancar.

Riwayat nyeri berkemih tidak ada.

Riwayat hipertensi sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi

sectio cesaria 3 hari yang lalu dikarenakan tekan darah pasien

yang tinggi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat dislipidemia disangkal

Riwayat peningkatan asam urat disangkal

d. Riwayat keluarga

Riwayat hipertensi pada keluarga tidak ada.

e. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok disangkal

Riwayat meminum alkohol disangkal.

4
II.3. OBJEKTIF

Keadaan umum : Sakit sedang / gizi baik/ komposmentis

Berat Badan : 64 kg

Tinggi Badan : 160 cm

IMT : 64/(1.67)2 = 25 kg/m2 (BB lebih/overweight)

Tekanan Darah : 210/110 mmHg

Nadi : 93 kali / menit, Irama : Reguler

Pernapasan : 20 kali / menit Tipe : Thorako-abdominal

Suhu : 36,90C (Aksila)

Kepala : Normochepali, Rambut : hitam, lurus, sukar

dicabut

Mata : Gerakan : segala arah

Kelopak mata : edema tidak ada

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

Pupil :bulat,isokor ɸ=2,5/2,5 mm

Telinga : Sekret :-

Nyeri tekan di proc. Mastoideus: -

Pendengaran : normal

Hidung : Perdarahan (-), Sekret (-)

Mulut : Bibir : pucat (-) kering(-)

5
Gigi geligi : karies (-)

Gusi : perdarahan(-)

Lidah : kotor/tremor (-/-)

Tonsil : T1- T1,hiperemis(-)

Farings :hiperemis (-)

Leher :

Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

Jugular Venous Pressure: ± 2 cm mmHg

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

Dada :

 Inspeksi : Bentuk : normochest, simetris ki-ka

Sela iga : tidak ada pelebaran

Lain-lain : tidak ada

6
Paru :

 Palpasi : Fremitus raba : dalam batas

normal, simetris ki-ka

Nyeri tekan : (-)

 Perkusi : Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru – hepar : ICS V-VI

Batas paru belakang kanan : ICS IX belakang

kanan

Batas paru belakang kiri : ICS X belakang

kiri

 Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Rh (-/-) Wh (-/-)

Jantung :

 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : ictus cordis tidak teraba

7
 Perkusi : pekak

Batas kanan atas jantung :ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kanan bawah jantung : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis sinistra

 Auskultasi : BJ I / II : murni reguler

Bunyi tambahan : (-)

Abdomen :

 Inspeksi : datar, ikut gerak napas

 Palpasi : Hati :tidak teraba

Limpa : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Lain-lain : nyeri tekan regio

epigastrium (-)

 Perkusi : timpani

8
 Auskultasi : peristaltic (+), kesan normal

Punggung :

 Palpasi : tidak ada kelainan

 Nyeri ketok : tidak ada

 Auskultasi : normal

 Gerakan : normal

 Lain-lain : ………………….

Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Edema -/-

Laboratorium :

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


WBC 13.9 4 – 10 [103/mm3]
RBC 5,3 4–6 [106/mm3]
HGB 8,7 12 – 18 [g/dL]
HCT 4,8 37 – 52 [%]
PLT 231 150 – 400 [103/mm3]

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


SGOT 24 5-38 U/L
SGPT 26 5-41 U/L
Cholesterol 132 5-200 Mg/dl
HDL 63 35.3 – 79.5 mg/ dl
LDL 122 7 – 130 mg/ dl
TRIGLYSERIDA 187 10-200 mg/dl
GLUKOSA SEWAKTU 115 70-140 mg/dl

9
ELEKTROKARDIOGRAFI:

- Sinus tachycardia, Heart Rate 101x/menit, normoaxis.

III. RESUME

Seorang perempuan umur 36 tahun masuk RSI Faisal Makassar dengan

keluhan nyeri kepala yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

kepala dirasakan tidak berputar namun disertai rasa tegang pada regio cervical dan

cefalgia. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi. Riwayat operasi sectio cesaria

3 hari sebelum masuk RS. Riwayat dislipidemia disangkal.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan composmentis, IMT BB lebih, dan tekanan

darah 210/110 mmHg. Pada abdomen tidak didapatkan nyeri tekan regio

epigastrium. Pada pemeriksaan Elektrokardiografi didapatkan kesan normal.

IV. DAFTAR MASALAH

1. Tension Headache

2. Hipertensi urgensi

3. Leukositosis

IV. PEMBAHASAN MASALAH

1. Tension Headache

Ditegakkan berdasarkan:

Anamnesis : didapatkan keluhan berupa nyeri pada kepala dan

tengkuk

Pemeriksaan fisis : kaku kuduk (-)

Rencana Terapi : Pemberian obat muscle relaxan. Diberikan eperisone

HCl 50 ml/8 jam/oral.

10
2. Hipertensi Urgensi

Ditegakkan berdasarkan:

Anamnesis : Didapatkan keluhan nyeri dan tegang pada

tengkuk.

Nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (+)

Pasien mempunyai riwayat operasi sectio cesaria

karena hipertensi.

Pemeriksaan fisis : TD: 210/110 mmHg.

Abdomen: tidak didapatkan kelainan

Edema ekstremitas -/-

Elektrokardiografi : Sinus ritme, HR: 101x/ menit, normoaxis

Foto thorax X-Ray : -

Rencana terapi :

- Calcium Channel Blocker:

Nifedipine 10 mg/8 jam/oral

Rencana monitoring:

- Pantau tekanan darah / jam dengan target terapi tekanan darah

diastol kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnyat MAP 25% .

- Penurunan tekanan darah secara bertahap dalam 24 jam.

- Pantau urin output.

- Pantau kesadaran pasien.

- Pemeriksaan Ureum, Creatinin, elektrolit

3. Leukositosis

11
- Anamnesis : adanya riwayat operasi SC tiga hari sebelum masuk RS.

- Laboratorium : leukosit 13.900

- Lanjutkan antibiotik : Ceftriaxon 2 gr/24 jam/IV

VII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

08/02/2017 S: R/
Hari 2 - Pusing (-) - Connecta
- Tegang pada Leher berkurang - Diet rendah garam
- Mual (-) - Amlodipine 10
- Nyeri ulu hati (-) mg/24 jam/oral
- BAB coklat, biasa - Micardis 8 gram/24
- BAK kuning, lancar jam/oral
O:
- KU: SS/GC/CM
- T: 140/80 mmHg
- N: 82 x/menit
- P: 20x/menit
- S: 36,5oC
- Anemis (-), ikterus
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/-
- BJ: I/II murni reguler BT: (-)
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-
A:
- Tension Headache
- Hipertensi on Treatment

12
09/02/2019 S: R/
Hari-3 - Pusing (-) - Connecta
- Tegang pada Leher (-) - Diet rendah garam
- Mual (-) - Amlodipine 10
- Nyeri ulu hati (-) mg/24 jam/oral
- BAB coklat, biasa - Micardis 8 gram/24
- BAK kuning, lancar jam/oral
O:
- KU: SS/GC/CM
- T: 130/90 mmHg
- N: 78 x/menit
- P: 20x/menit
- S: 36,7oC
- Anemis (-), icterus (-)
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/-
- BJ: I/II murni reguler BT: (-)
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-
A:
- Tension Headache
- Hipertensi on treatment

IX. PEMBAHASAN

Pasien berusia 36 tahun masuk dengan keluhan utama nyeri kepala yang

dirasakan sejak 2 hari sebelum masik rumah sakit. Pasien mengaku sebelumnya

sering merasakan keluhan yang sama namun membaik dengan istirahat. Dari hasil

anamnesis pasien mengaku nyeri kepala yang dialami tidak berputar namun

disertai rasa tegang dan tertekan pada tengkuk. Berdasarkan Internasional

Headache society (IHS), nyeri kepala diklasifikasikan berdasarkan 2 golongan

besar yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala sekunder

merupakan nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelaian

13
struktur, dan meliputi kelainan nonvaskular, misalnya neoplasma intrakranial.

Sedangkan nyeri kepala primer adalah kelainan yang tidak jelas terdapat kelaianan

anatomi atau kelaianan struktur, atau sejenisnya. Adapun nyeri kepala pprimer

diklasifikasikan lagi ke dalam 4 bagian, yaitu: tipe migraine, tension type

Headache, Cluster Headache, dan nyeri kepala primer lain. Berdasarkan teori

pasien didiagnosis Tension Headche. Hal ini ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesis pasien yaitu didapatkan keluhan nyeri pada kepala bilateral, disertai

keluhan tegang pada tengkuk.

Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan Tekanan Darah pasien 210/110

mmHg yang berdasarkan JNC 7 pasien digolongkan sebagai Hipertensi Grade II.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua

kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang. Jika dalam hal ini pasien termasuk dalam hipertensi urgensi

(mendesak) situasi dimana terdapat peningkatan darah yang bermakna tanpa

adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah

perlu diturunkan dalam beberapa jam. (TD 180 >110 mmHg).

Dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan pasien diperoleh IMT

25 kg/m2. Menurut kriteria Asia Pasifik, pasien digolongkan dalam IMT berat

badan lebih. Namun dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hiperkolesterolemia, dimana diketahui hiperkolesterolemia dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan atherosklerosis sehingga terjadi penyempitan serta

kakunya dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan resistensi perifer

14
meningkat sehingga dapat menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi. Selain itu,

hipertensi juga dipengaruhi oleh diet dan kebiasaan makan. Asupan garam yang

berlebihan serta diet yang kurang mengandung buah dan sayuran secara teoris

dapat menyebabkan hipertensi. Menurut anamnesis pasien selama ini kurang

membatasi diet makanan.

Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala

berikut: tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110

mmHg, proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif,

oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24jam, kenaikan kadar kreatinin

plasma, gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma dan pandangan kabur, nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran

kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson), edema paru dan

sianosis, hemolisis mikroangiopatik, trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3

atau penurunan trombosit dengan cepat, gangguan fungsi hepar yaitu peningkatan

SGOT dan SGPT, pertumbuhan janin terhambat, dan sindrom HELLP.8

Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau dua dari ketiga

parameter sindrom HELLP. Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial dapat dibagi

beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit counts (LP),

Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated liver enzymes

(H+EL). Berdasarkan jumlah trombosit penderita sindrom HELLP dibagi dalam 3

kelas, yaitu: kelas I jumlah trombosit ≤50.000/mm3, kelas II jumlah trombosit

>50.000-100.000/mm3, kelas III jumlah trombosit >100.000-150.000/mm3.8

15
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan

target tekanan darah. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk

menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg. Pada pasien ini diberikan diet

rendah garam dengan kadar garam ≤6 g/hari. Menurut penelitian diet rendah

garam dapat menurunkan tekanan darah 2-8 mmHg. Pasien juga diberikan terapi

medikamentosa berupa Obat golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dan

Calcium Channel Blocker (CCB). ARB bekerja dengan cara memblock kerja dari

angiotensin II di angiotensin I reseptor, selain itu ARB dapat menurukan

hipertensi pada glomerulus ginjal. Sedangkan CCB bekerja dengan cara

menurunkan kontraksi jantung yang dapat dicetuskan oleh peningkatan Ca2+.

Kedua kombinasi obat ini merupakan rekomendasi JNC 8 untuk antihipertensi

awal. Pasien juga dapat diterapi dengan obat golongan muscle relaxan untuk

mengurangi spasme sehingga keluhan nyeri kepala dapat berkurang.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium juga ditemukan leukosit yang sedikit

meningkat. Kemungkinan disebabkan oleh kondisi pasien yang merupakan pasien

pasca operasi sectio secaria ataupun hal lain misalnya infeksi saluran kemih

namun memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan

cukup istirahat/tenang.2

Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan

tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya.

Krisis hipertensi terbagi dua, yaitu:

a. Hipertensi emergensi (darurat) : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan

darah yang segera dengan obat anti hipertensi parenteral karena adanya

kerusakan organ target akut atau progresif (TD> 220/140 mmHg)

b. Hipertensi urgensi (mendesak): situasi dimana terdapat peningkatan tekanan

darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ

target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. (TD

> 180/110 mmHg)

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang

berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5

juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Riset

17
Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.2,3

III. FAKTOR RESIKO

a. Herediter

Faktor genetik telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting dalam

terjadinya hipertensi. Data yang mendukung pandangan ini ditemukan

melalui penelitian satu pendekatan mutlak dengan menilai hubungan

tekanan darah dalam satu keluarga.3

b. Lingkungan

Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya

hipertensi, termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol,

ukuran keluarga, dan kepadatan.3

18
c. Sensitivitas garam

Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan

aldosteronisme primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit parenkim

ginjal, atau hipertensi esensial-renin rendah bertanggung jawab terhadap

sekitar separuh pasien.3

d. Peranan renin

Renin merupakan enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerular ginjal

dan terkait aldoteron dalam lingkaran umpan balik negatif. Sebagian

pasien hipertensi dijelaskan menderita renin-rendah dan sebagian lainnya

menderita hipertensi esensial renin tinggi.3

e. Ion natrium versus ion klorida atau kalsium

Sebagian besar penelitian menilai penilaian garam dalam proses

hipertensif disimpulkan bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa ion klorida mungkin sama

pentingnya. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk

hipertensi esensial.3

f. Defek membrana sel

Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek

membrana sel yang menyeluruh karena abnormalitas transpor natrium.3

g. Resistensi insulin

Resistensi insulin diduga bertanggung jawab terhadap kenaikan tekanan

arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. 3

19
IV. KLASIFIKASI

a. Klasifikasi menurut WHO4

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sedang 160 –179 100 –109
Hipertensi ringan 140-159 90-99
Hipertensi Perbatasan 140-149 90-94
Hipertensi sistolik 120 –149 < 90
Perbatasan
Hipertensi sistolik > 140 < 90
Terisolasi
Normotensi < 140 < 90
Optimal < 120 < 80

b. Klasifikasi menurut JNC VII2

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistole (TDS) mmHg Diastole (TDS) mmHg

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

20
c. Klasifikasi menurut JNC VIII5

Patient Subgroup Target Sistolik Blood Targrt Diastolik Blood

Pressure (mmHg) Pressure (mmHg)

≥ 60 years < 150 < 90

< 60 years < 140 < 90

> 18 years with CKD <140 <90

> 18 years < 140 <90

V. PATOFISIOLOGI

Tekanan darah diatur dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer

total dan volume darah. Tekanan arteri rerata secara terus menerus dipantau oleh

baroreseptor (reseptor tekanan) di dalam sitem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya

penyimpangan dari normal maka berbagai respon refleks teraktifkan untuk

mengembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka

pendek (dalam hitungan detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan

resistensi perifer total, yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom pada jantung,

vena, dan arteriol. Kontrol jangka panjang (dalam hitungan menit sampai hari)

dicapai melalui penyesuaian volume darah dengan cara memulihkan

keseimbangan garam dan air melalui mekanisme-mekanisme yang mengatur

pengeluaran urin dan rasa haus. Besar-kecilnya volume darah total, sebaliknya

berdampak besar pada curah jantung dan tekaanan arteri rerata.6

21
1) Refleks Baroreseptor (kontrol jangka pendek)

Setiap perubahan pada tekanan arteri rerata memicu suatu refleks

baroreseptor otomatis yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah untuk

menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total dalam upaya memulihkan

tekanan darah ke normal. Seperti semua refleks, refleks baroreseptor mencakup

reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen dan organ efektor. Reseptor

terpenting yang terlibat dalam regulasi terus menerus tekanan darah, sinus karotis

dan baroreseptor arkus aorta. Jika karena suatu sebab tekanan arteri rerata

meningkat diatas normal maka baroreseptor sinus karotis dan akus aorta

meningkatkan frekuensi lepas di neuron-neuron aferennya. Setelah mendapat

informasi oleh peningkatan lepas muatan bahwa tekanan darah terlalu tinggi,

berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatakan aktivitas

parasimpatis ke sistem kardiovaskular. Sinyal-sinyal eferen ini mengurangi

kecepatan jantung, menurunkan isi sekuncup, dan menyebabkan vasodilatasi

arteriol dan vena, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan curah jantung

dan resistensi perifer total, diikuti oleh penurunan tekanan darah kembali ke

normal.5

22
2) Sistem Renin Angiotensin-Aldosteron / SRAA (kontrol jangka panjang)

Sistem hormon terpenting dan paling terkenal yang terlibat dalam regulasi

Na+ adalah sistem-renin-angiotensin-aldosteron (SRAA). Sel granular aparatus

jukstaglomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik, renin ke ddalam darah

sebagai respon terhadap penurunan NACL/ volume CES / tekanan darah. Setelah

dikeluarkan ke dalam darah renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan

angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah suatu protein

plasma yang disintesis oleh hati dan selaalu terdapat di dalam plasma dalam

konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I

diubah menjadi angiotensin II oleh angiotenssin-converting enzyme (ACE), yang

banyak terdapat di kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi

hormon aldosteron dari korteks adrenal.6

23
Diantara berbagai efeknya, aldosteron meeningkatkan reabsorbsi Na+ oleh

tubulus distal dan koligentes. Hormon ini melakukannya dengan mendorong

penyisipan saluran Na+ tambahan ke dalam luminal dan penambahan pembawa

Na+-K+ ATPase ke dalam membran basolateral sel tubulus distal dan koligentes.

Hasil akhirnya adalah peningkatan fluks pasif Na+ masuk ke dalam tubulus dari

lumen dan peningkatan reabsorbsi Na+ , disretaai Cl- mengikuti secara pasif.

Karena itu SRAA mendorong retensi garam yang menyebabkan retensi H2O dan

peningkatan tekanan darah arteri. Selain merangsang aldosteron, angiotensin II

adalah konstriktor poten arteriol sistemik, secara langsung meningkatkan tekanan

darah dengan meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu, angiotensin II

merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopresin

(suatu hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal) dimana keduanya ikut

berperan dalam menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan arteri.6

Pada Paada keadaan diamana beban Na+ , volume CES dan plasma, dan

tekanan darah arteri meningkat maka sekresi renin akan terhambat. Dengan

demikian, karena angiotensinogen tidak diaktifkan menjadi angiotensin I dan II

maka sekresi aldosteron tidak terangsang. Sehingga sebagian kasus hipertensi

dapat disebabkan oleh peningkatan abnormal dari aktivitas SRAA.6

24
VI. GEJALA DAN TANDA

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak mempunyai gejala spesifik

yang menunjukkan kenaikan tekanan darah dan hanya diidentifikasi pada

pemeriksaan fisis. Jika gejala membuat pasien datang ke dokter, dapat

digolongkan menjadi 3 kategori. Pasien dihubungkan dengan (1) kenaikan

tekanan darah itu sendiri, (2) penyakit vaskular hipertensif, dan (3) penyakit yang

mendasarinya pada kasus hipertensi sekunder. Meskipun dengan populer dianggap

gejala kenaikan tekanan darah, sakit kepala hanya karakteristik untuk hipertensi

berat; paling sering terletak pada daerah oksipital, terjadi ketika pasien bangun

25
pada pagi hari, dan berkurang secara spontan setelah beberapa jam. Keluhan lai

yang mungkin adalah pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi. Keluhan yang

mengarah ke panyakit vaskuler termasuk epistaksis, hematuria, pandangan kabur

karena perubahan retina, episode lemah atau pusing yang disebabkan oleh iskemia

serebral sementara, angina pektoris, dan dispneu yang disebabkan oleh gagal

jantung. Nyeri karena diseksi aorta atau bocornya aneurisma merupakan gejala

yang kadang-kadang terjadi.3

Contoh gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya

pada hipertensi sekunder adalah poliuria, polidipsia, dan kelemahan otot sekunder

terhadap hipokalemia pada pasien dengan aldosteronisme primer atau berat badan

bertambah dan emosi yang labil pada pasien dengan sindroma cushing. Pasien

dengan feokromositoma datang dengan sakit kepala episodik, palpitasi, diaforesis,

dan pusing postural.3

26
VII. EVALUASI KLINIS

a. Anamnesis7

1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a) Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

b) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,

pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain

c) Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi

(feokromositoma)

d) Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor-faktor resiko

a) Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga

pasien

b) Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya

c) Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya

d) Kebiasaan merokok

e) Pola makan

f) Kegemukan, intensitas olahraga

g) Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ

a) Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attacks, defisit sensoris dan motoris

b) Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki

27
c) Ginjal: haus, paliuria, nokturia, hematuri

d) Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

b. Pemeriksaan fisis

Pemerikssaan fisis dimulai dengan penampilan umum pasien. Misalnya

apakah terdapat wajah yang bulat dan obesitas daerah badan akibat sindroma

cushing? Apakah perkembangan otot pada ekstremitas atas tidak proporsioal

dengan ekstremitas bawah, menunjukkan adanya koarktasio aorta? Langkah

selanjutnya adalah pengukuran tekanan darah yang meliputi: (1) pengukuran rutin

di kamar periksa, (2) pengukuran 24 jam, (3) pengukuran sendiri oleh pasien.

Bandingkan tekanan darah dan nadi pada kedua ekstremitas atas dan pada posisi

supinasi dan berdiri (paling tidak selama 2 menit). Kenaikan tekanan darah

diastolik keetika pasien berubah posis dari supinasi menjadi berdiri adalah paling

cocok untuk hipertensi esensial; penurunan, tanpa adanya terapi antihipertensi,

menunjukkan bentuk hipertensi sekunder. Tinggi dan berat badan pasien

sebaiknya dicatat. Pemeriksaan fundus okuli yang terperinci mutlak dilakukan

karena kelainan funduskopik memberikan salah satu indikasi terbaik mengenai

lamanya hipertensi dan prognosis, perunbahan spesifik dari setiap fundus

sebaiknya dicatat dan ditentukan derajatnya. Palpasi dan auskultasi arteri karotis

untuk mencari tanda stenosis atau oklusi adalah peting; penyempitan arteri karotis

mungkin merupakan manifestasi penyakit vaskular hipertensi, dan juga mungkin

28
petunjuk adanya lesi arteri renalis, karena kedua lesi ini dapat terjadi secara

bersamaan. Pada pemeriksaan jantung dan paru sebaiknya dicari tanda hipertrofi

ventrikel kiri dan dekompensasi jantung. Bunyi jantung ketiga dan ronki paru

tidak bisa ditemukan pada hipertensi tanpa komplikasi. Adanya dua tanda ini

menunjukkan adanya disfungsi vertikel. Pemeriksaan dada juga meliputi

pencarian bising diluar jantung dan pembuluh darah kolateralyang dapat dipalpasi

yang terjadi akibat koarktasio aorta.3,7

Bagian paling penting dari pemeriksaan abdominal adalah auskutasi

adanya bruit yang berasal dari arteri renalis yang mengalami stenosis. Bruit yang

disebabkan oleh penyempitan arteri renalis hampir selalu mempunyai komponen

diastolik dan paling baik terdengar pada sisi kanan atau kiri dari garis tengah

diatas umbilikus atau pada pinggang; bruit ini terdapat pada beberapa pasien

dengan stenosis areteri renalis yang disebabkan oleh displasia fibrosa secara

fungsional disebabkan oleh arteriosklerosis abdomen yang dipalpasi untuk

mencari adanya aneurisma abdomen. Abdomen juga dipalpasi untuk mencari

adanya aneurisma abdominal dan pembesaran ginjal dari penyakit ginjal

polikistik. Denyut nadi femoralis harus dirasakan dengan teliti, dan jika menurun

dan/ atau terlambat dibandingkan dengan denyut nadi radialis, tekanan darah pada

ekstremitas bawah harus diukur. Sekalipun denyut nadi femoralis normal pada

palpasi, tekanan arteri pada ekstremitas bawah sebaiknya dicatat paling tidak

sekali pada pasien dengan hipertensi ditemukan sebelum usia 30 tahun. Akhirnya,

dilakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencari adanya edema dan atau

gangguan serebrovaskuler sebelumnya dan/atau patologi intrakrannial lainnya.3

29
c. Pemeriksaan Penunjang7

1. Pemeriksaan Laboratorium meliputi: test darah rutin, glukosa darah

(sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum,

trigliserid serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum,

hemoglobin dan hematokrit, urinalisis, enzim jantung.

2. Elektrokardiogram

3. Ekokardigram

4. C-reactive protein

5. Foto polos dada, CT scan atau MRI kepala

VIII. KOMPLIKASI HIPERTENSI

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:7

1. Jantung

- hipertrofi ventrikel kiri

- angina atau infark miokardium

- gagal jantung

1) Otak

- stroke atau transient ishemic attack

2) Penyakit ginjal kronis

3) Penyakit arteri perifer

4) Retinopati

30
IX. PENATALAKSANAAN (berdasarkan JNC 8)1

a. Modifikasi Gaya Hidup

Dalam guideline JNC 8 modifikasi gaya hidup tidak dibahas secra detail,

mungkin tetap mengacu pada modifikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa

panduan lain.

1. Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20 mmHg/

penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria dan <80

cm untuk wanita, indeks masa tubuh <25 kg/m2. Rekomendasi penurunan

berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga

meningkatkan aktivitas fisik. 1

2. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat

menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah,

sayur-sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh

dan total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.

3. Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

Konsumsi Sodium Chloride ≤6 g/hari (100 mmol sodium/hari)

rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.

4. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. Lakukan

aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1

minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi @ 10 menit).

5. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4

mmHg. Maksimum 2 minuman standar/hari.

31
6. Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskular secara

keseluruhan.

b. Medikamentosa

Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi,

yaitu sebagai berikut..

1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, terapi farmakologis untuk

menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik <150 dan

target diastolik <90 mmHg. (Strong Recommendation – Grade A)

Pada populasi umum <60 tahun, teraapi farmakologis hipertensi

menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah (misalnya <140 mmHg) da

ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak

perlu disesuaikan. (Expert Opinion – Grade E)

2. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan

tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target

tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong

Recommendatin – Grade A; untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion – Grade

E)

3. Pada populasi umum<60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan

tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan target

tekanan darah sistolik <140 mmHg (Expert Opnion Grade E)

4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi

farmakologis untuk menurukaan tekanan darah dimulai jika tekannan darah

32
sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target

tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90

mmHg (Expert Opiinion – Grade E)

5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk

menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik

<140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion –

Grade E)

6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes,

terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, Calcium

Channel Bloker (CCB), Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),

atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). (Moderate Recommendatin –

Grade B)

7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi

antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, atau CCB.

(Untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommmendation – Grade B; untuk

kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation – Grde C)

8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi

antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya menvakup ACEI atau ARB

untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien

penyakit ginjal kronik dengan hipertensi terlepass dari ras atau status

diabetes. (Moderate Recommendation – Grade B)

33
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target

tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan

perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah

satu kelas yang direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type

diuretc, CCB, ACEI, atau ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah

dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan darah dicapai.

Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan

titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB

bersama-sama pada 1 pasien. Jika target tekanan darah tidak dapa dicapai

menggunakan obat dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu

menggunakan lebih dari 3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat

digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi mungkin diindikasikan jika target

tekanan darah tidak dapat dicapai dengan strategi diatas atau untuk

penanganan pasien komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis

tambahan. (Expert Opinion – Grade E)

34
Algoritma penanganan hipertensi JNC 81

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline; Penanganan Pasien

Hipertensi Dewasa. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo: Jakarta, Indonesia.

2. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Hipertensi.

3. Isselbacher et all. 2012. Horrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam

Edisi 13. Jakarta: EGC.

4. Arif Mansjoer, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran ed. IV Jilid I :

Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

5. Bilazarian, seth. 2014. Hypertension Guidelines: Clear as Mud.

6. Sherwood Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6.

Jakarta: EGC

7. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II. V ed. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;

2009.

8. Delahaije D, Sander MJ, Carmen DD, dkk. Cost effectiveness of recurrence

risk guided care versus care as usual in women who suffered from early-onset

preeclampsia including HELLP syndrome in their previous pregnancy (the

PreCare study). BMC Pregnancy and childbirth. 2010; 10(10):60-71.

36

Anda mungkin juga menyukai