Anda di halaman 1dari 2

Di Celah-celah Kehidupan Rasulallah (4)

Bab 4 : IA TETAP SEBAGAI MANUSIA BIASA

Lanjutan...

Khadijah binti Khuwailid adalah muslimah mulia yang selalu ada di hati Rasulallah dan
selalu beliau ingat dan kenang. Rasulallah telah menerima banyak sekali bantuan moril dan
materiil dari hartawan budiman ini. Kasih sayang Khadijah dan Rasulallah begitu mulia dan
tulus, luas bagai lautan tak bertepi, luas tak terkira.
Namun sayang Khadijah tidak sempat menyaksikan kemenangan Islam yang gilang gemilang.
ada saat Khadijah wafat, Rasulallah pun sangat berduka cita dan tahun saat Khadijah
meninggal itu beliau beri nama Amal-hazn, Tahun Duka Cita.
Bertahun-tahun kemudian, tatkala Rasulallah telah menikah dengan Siti Aisyah yang lebih
cantik dan muda, namun Khadijah masih juga tetap beliau ingat dan kenang. Sampai Aisyah
pernah berkata bahwa tidak ada perempuan yang lebih ia cemburui melainkan Khadijah.

Sekali, pada suatu malam, ketika Rasulallah sedang duduk-duduk di rumah Aisyah,
kembalilah kenangan ke jaman Khadijah masih hidup. Tanpa beliau sadari, pada saat Rasul
terangguk-angguk karena rasa kantuk, bibir beliau berulang kali menyebut-nyebut nama
Khadijah... Khadijah... Khadijah...
Aisyah sendiri mula-mula mengira bahwa Rasulallah bukan menyebut nama Khadijah, tetapi
sedang berzikir dengan ucapan Alhamdulillah atau Subhanallah. Begitu Aisyah mengetahui
bahwa Rasul menyebut nama Khadijah, maka seketika bangkitlah amarahnya, datang rasa
cemburunya. Lalu Aisyah mendekati Rasulallah dan dienggutnya janggut beliau hingga Rasul
tersentak bangun.

Dalam keterkejutannya beliau bertanya mengapa Aisyah begitu marah kepadanya.


Aisyah menjawab bahwa suaminya tengah menyebut-nyebut nama Khadijah, itu sangat
membuatnya tidak bersenang hati. Rasul menjelaskan bahwa Khadijah tidak pantas
dicemburui, Khadijah lebih pantas untuk tetap diingat dan dikenang oleh setiap muslim
karena jasa Khadijah begitu banyak, budi pekertinya begitu agung dan luhur, serta ia adalah
Ummul Mukminin yang sangat berjasa bagi umat dan agama Islam.

Mendengar jawaban yang demikian, Aisyah melelehkan air mata penyesalannya,


menginsyafi dengan sangat kekeliruannya dan berjanji tidak akan lagi mengusik Rasulallah
jika Rasul menyebut-nyebut nama Khadijah lagi. "Aku ingin agar Rasulallah berbahagia, maka
aku tak mau mengusik beliau lagi. Aku kagum pada Khadijah".
Dalam berbagai kitab tarikh, memang tidak banyak diceritakan tentang Khadijah, meski jasa
beliau begitu besar, sebagaimana Rasulallah sendiri mengakuinya. Aisyah yang lebih dikenal
secara luas. Ini disebabkan karena Khadijah wafat sebelum sempat menyaksikan masa
kejayaan dan kemenangan Islam. Beliau wafat pada tahun ke-11 Nubuwah, yaitu sebelum
Nabiullah melakukan Isra' Mi'raj.
Sedangkan Aisyah lebih banyak bergaul dengan Rasulallah dan para sahabat utama.
Aisyah banyak meriwayatkan hadist, cerdas berpikirnya, sampai-sampai pada usia 15 tahun,
Aisyah telah menjadi guru wanita yang alim.
Kepada Aisyah sendiri pun Rasulallah sangat hormat. Rasul juga menyapa Aisyah dengan
panggilan "Ya Ummul Mukminin" (ibu semua orang yang beriman). Jika Rasulallah tiba di
rumah pada waktu malam, beliau menyapa Aisyah dengan sebutan yang lebih mesra lagi " Ya
Humairah" (pemilik pipi yang kemerah merahan). Betapa Rasul selalu menyapa Aisyah dengan
panggilan yang sangat menyenangkan hati dan penuh kasih sayang.

Sekali pada suatu malam, Rasulallah terlambat pulang. Beliau ketuk-ketuk pintu rumah
berulang kali, namun Aisyah tak kunjung terbangun juga. Beliau tidur di beranda depan rumah
hingga Subuh menjelang. Dijadikan serbannya sebagai alas tidur, beliau lipat lengan untuk
dijadikan bantalan. Beliau tertidur dengan seulas senyum menghiasi bibir.

Pagi-pagi betul, Aisyah sangat terkejut demi melihat Rasulallah tertidur di teras.
Aisyah membangunkan Rasulallah dengan lembut dan bertanya dengan rasa sangat bersalah
mengapa Rasul tidak membangunkan dirinya hingga beliau tidur di beranda. Rasul menjelaskan
bahwa semalam telah diketuk berulang kali pintu rumah tetapi rupanya Aisyah tidur terlalu
pulas hingga tidak mendengarnya. Jawaban itu tidak membuat hati Aisyah tenang, ia terus
melanjutkan pertanyaannya mengapa Rasul tidak mengetuk pintu sedikit keras agar ia dapat
mendengar dan terbangun. Rasul menjawab dengan sabar dan tersenyum, "Sedangkan Allah
Yang Amat Berkuasa atas hambaNya saja tidak mengijinkan engkau terbangun ya Aisyah,
apalagi saya sebagai hamba Allah, tentunya tidak lebih berhak membangunkanmu" (tidak
ditulis riwayat haditsnya, red).

Aisyah terpanah demi mendengar jawaban Rasulallah. Rasul tetap menatap mata
Aisyah dengan mesra dan sayang. Pandang bertemu pandang, senyum bertukar senyum,
Aisyah menghaturkan maaf yang dalam, tetapi Rasulah tetap tidak merasa bahwa Aisyah
bersalah. Subhanallah.
Kadang-kadang juga pada saat Rasulallah pulang ke rumah dengan tidak didapati makanan
yang tersedia. "Tidak ada makanan yang sudah masak ya Rasulallah", ujar Aisyah.
Rasulallah tersenyum lalu pergi ke dapur memasak makanan sendiri, kemudian disantap
berdua dengan Aisyah.

Insya Allah bersambung...

--
To unsubscribe:
mailto:is-lam-request@isnet.org with "unsubscribe" as the Subject.
Trouble? mailto:kati@isnet.org

Anda mungkin juga menyukai