Semoga bermanfaat.
Wassalamu�alaikum.
-------------------------------------
Tradisi orang DPR untuk menerima uang, cincin, akses perusahaan, atau
apapun, serta disebut dengan kata apapun yang halus-halus dan
menyamarkan � tak lain merupakan hasil dari penyakit miskin.
Dari tinggat paling atas sampai stratan paling rendah, yang merupakan
pelaku rutin dari kolusi semacam itu � penyakit miskin semacam ini
menghinggapi bangsa Indonesia dengan riuh rendah.
Hati kecil itu mereka penjarakan jauh di kerak bumi jiwanya. Hati
sejati itu mereka kubur dan mereka timbuni di bawah tumpukan
pembenaran, aplogi dan klenik-klenik yang mereka tumbuhkan secara
curang di ladang akal pikiran mereka.
Pemenjaraan hati nurani itu sesudah berlangsung dalam jangka waktu yang
terlalu lama, akan membuat diri manusia pelakunya akan menjadi percaya
bahwa mereka bukan sedang menipu diri sendiri. Mereka akhirnya percaya
bahwa yang mereka lakukan adalah kemulian, kebenaran, bahkan kekudusan.
Kalau anak atau istri kita pada suatu sore berwajah cerah riang gembira
karena kita membawa uang sangat banyak, maka kecerian wajah mereka itu
benar-benar merupakan sorga mulia. Karena kecerian wajah anak istri itu
kita penggal keterkaitannya dengan kenyataan bahwa uang yang kita bawa
itu adalah uang curian atau rampokan. Kita berlindung pada keceriaan
wajah anak istri dan melarikan diri dari realitas rampok kita.
Kalau ada orang, ada kelompok, ada gerakan, yang berjalan ke arah
berlawanan ke arah metabolisme kebahagiaan egosentris kita � kita akan
gebug. Dan kalau jumlah orang yang harus kita gebug sudah terlalu
banyak, sementara kita sudah tidak terlalu yakin bahwa kita akan bisa
terus menerus menerapkan subyektivisme kekuasaan seperti itu, maka kita
membutuhkan UMROH.
Kalau kita pergi ke Tanah suci dan baitullah, kita berhadapan dengan
dua kemungkinan. Pertama, Tuhan masih memiliki rasa sayang kepada kita,
sehingga kita akan ditegur, entah melalui cara apa.
Kedua, Tuhan sudah tidak memperdulikan nasib kita, dibiarkan saja kita
menginjakkan kaki kita yang penuh lumpur dosa di lantai rumahNya.
Dibiarkannya tangan kita yang penuh maksiat-maksiat besar menyentuh
dinding rumahNya. Sebab Tuhan tidak punya ketergantungan apapun
terhadap apa dan siapapun. Tuhan tidak bergantung pada adanya Ka�bah,
atau pada apapun.
Semua alam bumi dan tanah suci di Arab Saudi itu dihamparkan olehNya
tidak diperuntukkan bagi diriNya sendiri, melainkan untuk memberi
pelajaran hidup untuk hamba-hambaNya yang masih disayangiNya. Tuhan
bisa membiarkan Ka�bah dinjak-injak oleh perampok dan maling, tanpa
Tuhan kehilangan kehormatan dan nilai apapun.
Tuha tidak ngingu jimat sebagaimana hamba-hambaNya yang bodoh. Dan
kemulian serta keakbaranNya sama sekali tidak ditentukan oleh apakah
manusia mengakbarkanNya atau tidak. Qiyamuhu binafsihi. Dan itu semua
karena sudah dianggapnya final dan jelas: bukan hanya akan masuk
neraka, melainkan menjadi kerak neraka itu sendiri.
Kita, atau orang yang demikian, sudah �menjadi tuhan � dengan �t�
kecil. Oleh karena itu �setuhan-tuhannya manusia�, selalu akan masih ia
butuhkannya Tuhan yang sebenarnya. Tuhan dengan �t� besar. Tuhan Allah
subhanallahu wata�ala.
Tuhan amat kaya dan amnusia amat sangat miskin. Keduanya sama sekali
tidak bisa diperbandingkan. Dan di antara manusia-manusia itu, yang
termiskin adalah orang-orang kaya. Adalah menteri-menteri, presiden,
penguasa, pejabat, pemegang uang banyak, pemilik modal raksasa.
Penyakit miskin itu ditaburkan awalnya oleh Iblis, kepada Adam dan
Hawa.
Dua manusia pemula itu sudah memperoleh anugerah yang tiada taranya di
seantero sorga. Bahkan jumlah dan kadar kekayaan sorga sama sekali tak
bisa dibandingkan dengan kekayaan bumi, apalagi sekedar tambang emas di
Irian Jaya, tanah Kalimantan, bukit-bukit di Jawa atau apapun � yang
seluruhnya hanya membuat para penguasanya hanya menjadi bertambah
penyakit miskinnya.
Tapi Iblis melakukan brainwashing kepada Adam dan Hawa. Mereka dibuat
merasa belum kaya. Mereka disihir untuk merasa masih kurang, merasa
miskin � dan itulah hakekatnya penyakit miskin.
Di antara hamparan kekayaan sorga yang tak terhingga itu hanya ada satu
pohon yang Adam dan Hawa oleh Pemilik kekayaan itu dilarang
mendekatinya. Engkau boleh jebol semua pohon dan krakoti semua buahnya:
hanya satu saja � dari bermilyar-milyar pohon � yang engkau jangan
dekati. Engkau boleh makan apa saja, hanya babi saja jangan . Bukankah
kalau Tuhan kasih seratus, lantas yang lima puluh Ia larang untuk kita
sentuh - masih sangat normal dan wajar? Dan larangan Tuhan itu hanya
0,00000000001 persen belaka.
Tapi berkat penyakit miskin itulah kita bisa merasa kurang dan lantas
menyemporkan ketamakan dengan air liur kita sehingga kita dekati pohon
yang hanya satu.
Abdul Lathif kurang kaya apa? Menteri manapun, pejabat tinggi manapun,
pengusaha manapun, tukang katabelece manapun - kurang kaya bagaimana?
Pak Harto dan putra-putrinya, kurang kaya bagaimana? Masih berapa pohon
lagi yang akan mereka dekati, mereka ambil atau mereka sandera sampai
esok.
Agama? Tuhan? Nabi? Rasul? Mursyid? Ulama? Sufi? Ah, siapa percaya
mereka?
----------------------------------
Feri A. Latief
Wiraangun-angun 32, Bandung 40115.
icadd5@indosat.net.id
----------------------------------