Anda di halaman 1dari 8

Tatalaksana Perdarahan pada Pasien Keganasan Stadium Lanjut

Jose Pereira, Tien Phan


Bagian Onkologi, Universitas Calgary, Calgary Alberta, Kanada
Kata kunci. Perdarahan – Perdarahan hebat – Keganasan - Paliatif

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, pembaca dapat:
1.Menyebutkan paling sedikit empat agen hemostatik lokal dan balut untuk mengontrol
perdarahan lokal pada pasien keganasan.
2.Menyebutkan paling sedikit empat terapi sistemik untuk mengontrol perdarahan pada
pasien keganasan stadium lanjut.
3.Menjelaskan proses pengambilan keputusan tentang manajemen perdarahan pada pasien
keganasan stadium terminal
ABSTRAK
Perdarahan terjadi pada sedikitnya 10% pasien dengan keganasan stadium lanjut.
Perdarahan dapat terjadi melalui berbagai macam cara. Artikel ini mereview secara kualitatif
mengenai pilihan pengobatan yang tersedia untuk menangani perdarahan eksternal.
Tatalaksana lokal, seperti obat-obat hemostatik dan pembalutan, radioterapi, ligasi dan
koagulasi endoskopi, dan embolisasi arteri transkutaneus, akan dibahas dalam konteks
keganasan stadium lanjut, dan juga terapi sistemik seperti vitamin K,
vasopressin/desmopressin, ocreotide/somatostatin, obat-obat anti fibrinolitik (asam
traneksamat dan asam aminokaproat), dan produk darah. Pertimbangan status terminal
pasien akan dijelaskan.

PENDAHULUAN
Perdarahan hebat terjadi pada kurang lebih 6%-10% pasien dengan keganasan stadium
lanjut [1]. Ketika terlihat, hal ini dapat menimbulkan kepanikan pada pasien dan keluarga [2,
3]. Pada beberapa pasien, perdarahan dapat menjadi penyebab kematian segera. Artikel ini
berfokus hanya pada perdarahan yang terlihat. Penulis membahas pilihan terapi dalam
konteks keganasan stadium lanjut.
Etiologi dan Manifestasi Klinis
Perdarahan dapat disebabkan oleh invasi dan kerusakan pembuluh darah lokal atau oleh
proses sistemik seperti disseminated intravascular coagulopathy (DIC) atau abnormalitas
fungsi dan jumlah plateletor abnormalities in platelet. Penyebab utama dari abnormalitas
tersebut bervariasi dan meliputi kegagalan fungsi hepar, obat-obatan seperti antikoagulan,
kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan sel keganasan itu sendiri [4]. Terkadang penyakit
lain, seperti idiopatik trombositopenia, dapat pula menjadi penyebab. Perdarahan dapat
bermanifestasi dalam berbagai macam cara, seperti hematemesis, hematochezia, melena,
hemoptysis, hematuria, epistaksis, perdarahan pervaginam, atau lesi ulkus pada kulit [4].
Manifestasi lain seperti ekimosis, petekiae, atau memar dapat pula terjadi. Perdarahan dapat
berlangsung sebagai peristiwa katastrofik yang cepat, perdarahan hebat yang episodeik, atau
perdarahan minimal yang berlangsung terus-menerus. Karakteristik perdarahan tersebut
dapat menjadi petunjuk mengenai penyebab utama dan penatalaksanaannya.
TATALAKSANA: PEMERIKSAAN UMUM
Pengobatan yang diberikan berbeda tiap individu dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain penyebab utama, kemungkinan menghilangkan atau mengendalikan penyebab
utama, dan ratio untung-rugi dari pengobatan, seluruhnya dalam konteks penyakit pasien
secara keseluruhan, harapan hidup, dan tujuan pengobatan. Jika harapan hidup dan kualitas
hidup pasien cukup tinggi, maka tatalaksana episode perdarahan akut terdiri dari tindakan
resusitasi umum, seperti mengganti volume cairan tubuh pasien dan tindakan spesifik untuk
menghentikan perdarahan. Akan tetapi, jika tujuan terapi pasien bersifat paliatif, maka
penanganan yang dilakukan dapat meliputi tindakan untuk menghentikan perdarahan tanpa
usaha resusitasi penuh. Tatalaksana untuk kenyamaan pasien menjadi pilihan yang paling
tepat bagi pasien terminal.
Penatalaksanaan harus berfokus pada mengidentifikasi penyebab utama perdarahan dan
apabila memungkinkan, mengontrolnya. Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan sangat
penting. Sebuah review dari obat-obatan dan penyakit lain dapat membantu untuk
mengidentifikasi etiologi atau faktor yang berpengaruh, seperti penggunaan obat-obatan
NSAID, yang mana dapat mencetuskan atau memperparah perdarahan melalui mekanisme
kerja obat pada saluran pencernaan dan fungsi platelet [5]. Kerugian dan risiko pemberian
antikoagulan profilaksis dapat melebihi keuntungan pada pasien dengan stadium lanjut.
Walaupun ditangani dengan dosis terapi yang tepat dari antikoagulan, kejadian komplikasi
dari perdarahan tetap tinggi pada pasien dengan keganasan stadium lanjut dibanding dengan
stadium awal [6]. Penelitian lebih lanjut mungkin dapat berguna. Hitung jenis lengkap dan
faktor pembekuan dapat menunjukkan permasalahan sistemik yang ada, sedangkan angiografi
atau endoskopi dapat menunjukkan lokasi perdarahan. Tujuan penanganan harus ditentukan.
Tindakan umum dapat meliputi penekanan pada luka, dan melindungi area perdarahan dari
trauma dan jaringan granulasi yang terinfeksi [7].
Pasien dengan risiko tinggi perdarahan harus diidentifikasi, dan tindakan preventif harus
dilakukan sebelumnya. Perdarahan minimal episodik (misal, hemoptysis) dapat berubah
menjadi perdarahan hebat yang mengancam nyawa. Keluarga pasien dengan risiko tinggi
perdarahan perlu diedukasi dan dipersiapkan mengenai kemungkinan terjadinya perdarahan.
Namun hal tersebut perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu ketakutan berlebihan
dari keluarga.
TATALAKSANA: INTERVENSI LOKAL (Tabel 1)
Pembalutan, Obat-obat Hemostatik Packing, dan Penutupan Luka
Pembalutan dapat digunakan dengan atau tanpa penekanan untuk mencapai hemostasis ketika
perdarahan berorientasi sekitar hidung [8, 9], vagina [10, 11], atau rektum [12, 13]. Kasa
bedah dengan berbagai ukuran dapat digunakan. Kasa tersebut dapat dilapisi dengan zat
kimia yang membantu hemostasis, antara lain aseton pada vagina [10, 14] dan kokain pada
hidung. Apabila memungkinkan, frekuensi ganti balut sebaiknya dikurangi, balut yang tidak
lengket yang digunakan. Kateter khusus dengan balon dapat digunakan untuk mengontrol
epistaksis berat. Kateter Foley dpat juga digunakan untuk tujuan tersebut. Tindakan tersebut
bersifat sementara, sebab apabila berlangsung lama dapat menyebabkan iskemia lokal.
Berbagai macam obat dan balut, biasnya digunakan untuk pembedahan, dilaporkan memiliki
keuntungan lebih untuk penggunaan topikal pada pasien keganasan stadium lanjut [15].
Namun bukti medis untuk mendukung laporan ini kebanyakan berdasarkan pada laporan
kasus. Biaya yang tinggi pada bahan-bahan ini dapat menjadi sangat berpengaruh walaupun
pada penggunaan yang biasa. Tromboplastin, obat pembekuan darah alami yang diperoleh
dari plasma sapi, dapat pula digunakan sebagai tabur pada aplikasi topikal [16]. Injeksi
sistemik atau absorbsi dapat menyebabkan pembekuan berat. Gelatin yang dapat diserap
dapat tersedia sebagai balut steril atau bubuk steril [17-19]. Balut tersebut dapat diaplikasikan
langsung atau disaturasi dengan laturan natrium steril dan akan diserap dalam 4-6 minggu.
Jika digunakan, fibrin akan terkumpul pada serat-seratnya, mengakibatkan pembesaran pada
spons, sehingga membentuk sintetik pembekuan. Ketika diaplikasikan pada mukosa hidung,
rektum, atau vagina, maka akan mencair dalam 2-5 hari. Bahan hemostatik topikal lain yang
dapat diserap meliputi fibrin sealants [20, 21] dan selulosa teroksidasi [13].
Tabel 1. Tatalaksana perdarahan pada pasien keganasan stadium lanjut:
Tatalaksana lokal
•Balut non adhesive
•Balut hemostatic
 Absorbable gelatin (sponge)
 Microfibrillar collagen
 Absorbable collagen sheet
 Absorbable collagen sponge
 Selulosa teroksidasi
 Fibrin sealants
 Alginates
•Obat-obat Hemostatis
 Epinefrin
 Aseton
 Trombin/tromboplastin
 Kokain topikal
 Prostaglandin E2 dan F2
 Silver nitrate
 Formalin
 Aluminum astringents
 Sukralfat
•Radioterapi
•Pembedahan
 Ligasi pembuluh darah
 Reseksi jaringan
•Endoskopi
•Radiologi Intervensi
 Transcutaneous arterial embolization
 Transcutaneous arterial balloons

Fibrin sealants yang didapatkan dari plasma manusia dan reproduksi tahap akhir dari proses
koagulasi untuk membentuk bekuan darah. Material ini digunakan pada prosedur
pembedahan untuk membantu hemostasis, meliputi operasi kardiovaskuler, hepar, dan limpa.
Beberapa mengandung faktor pembekuan XIII dan larutan trombin dan kalsium klorida [9].
Kolagen merupakan agen lain dengan aktivitas hemostatik yang serupa. Saat digunakan
sebagai balut dan terkena darah, maka kaskade pembekuan akan terjadi sehingga membentuk
bekuan darah [11, 12]. Alternatif lainnya seperti komponen selulosa teroksidase dan balut
highly absorbent alginate, yang diperoleh dari rumput laur dapat digunakan untuk pemakaian
topikal [12, 14].
Obat-obat vasokonstriktor menjadi modalitas lain untuk menangani perdarahan kecil lokal.
Epinefrin dapat digunakan namun penggunaan secara bebas tidak dianjurkan [12].
Prostaglandin E2 dan F2 dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan pada vesika urinaria
(VU) [22]. Namun, adanya spasme VU dapat membatasi fungsinya. Silver nitrat, garam
silver anorganik, menginduksi kauterisasi kimia dan telah digunakan pada perdarahan VU
dan epistaksis [12, 23]. Formalin, 2% atau 4%, berperan sebagai kauter kimia dan telah
digunakan pada perdarahan rektum [24-26] dan VU [22]. Pada sebuah laporan , formalin
topikal dapat mengendalikan perdarahan pada 49 dari 55 pasien (89%) dengan perdarahan
rektum akibat radiasi. Aluminum astringents, seperti 1% alum, dapat digunakan melalui
irigasi VU [22]. Spasme VU dapat diatasi dengan obat-obatan antispasmodik. Sukralfat
memiliki beberapa manfaat untuk mengendalikan perdarahan saluran cerna dan kulit akibat
keganasan. Penggunaan sukralfat adalah dengan menyiapkan gel dengan mencampur 1 gram
tablet sukralfat dalam gel water soluble (misal, K-Y® Jelly; McNeil-PPC, Inc.; Skillman, NJ)
dan diaplikasikan dua kali sehari [15].

Radioterapi
Radioterapi ekstrnal telah menunjukkan kejadian hempotysis yang disebabkan keganasan
paru, dengan kontrol pada tak kurang dari 80% pasien [27-30]. Dosis optimal dan fraksinasi
masih kontroversial. Hipofraksinasi dinilai sama efektifnya dengan multipel fraksinasi
(umumnya 10 atau lebih per hari) [31-33]. Fraksi tunggal sebesar 10 Gy telah menunjukkan
efektivitas yang sama degan fraksi multipel pada pasien dengan hemoptysis akibat keganasan
paru [29]. Dosis total sebesar 20 Gy (melalui multiple fraksi) atau 8 Gy (melalui
hipofraksinasi) sering dianjurkan.

Radioterapi dapat dipertimbangkan untuk perdarahan pada lesi keganasan vagina [29, 34],
kulit [35], rektum, and VU [29, 36, 37]. Radioterapi eksternal dapat berhasil dalam
mengendalikan perdarahan pada tak kurang dari 85% kasus perdarahan rektal dan 60% kasus
hematuria dari keganasan VU [29, 36]. Sebuah penelitian menemukan bahwa regimen
hipofraksinasi (17 Gy dalam dua fraksi selama 3 hari) untuk pasien dengan gejala dari
keganasan VU dapat ditoleransi dengan baik dan kurang menyebabkan stres pada pasien
dibanding 12 fraksi diberikan lebih dari 26 hari [36].
Perdarahan saluran cerna atas dari proses keganasan kurang dapat diterapi dengan radioterapi.
Meskipun radioterapi dapat berguna dalam mengendalikan perdarahan dari keganasan kepala
dan leher, banyak pasien yang telah menerima dosis maksimal radioterapi ketika perdarahan
terjadi, sehingga radioterapi lebih lanjut tidak memungkinkan [38]. Regimen fraksi tunggal
atau tereduksi sama efektifnya dwngan multipel fraksi dalam mengendalikan perdarahan
[29].

Endoskopi
Penanganan melalui endoskopi telah digunakan sejak lama untuk menangani perdarahan
dari varises saluran cerna atas, khususnya ketika terapi sistemik seperti vasopressin atau
analog somatostatin telah gagal. Metode pengobatan ini dilaporkan lebih unggul
dibanding tamponade balon [39]. Hal ini meliputi injeksi obat sklerotik ke dalam varises
atau ligasi pembuluh darah.
Intervensi endoskopi juga telah terbukti berguna untuk menangani perdarahan akibat
keganasan dari saluran cerna [40, 41], paru [42-44], dan VU [45]. Ethanol [46, 47], saline
epinefrin hiperosmotik [41], larutan gelatin [48], dan sodium tetradecyl sulfat [41]
diinjeksikan ke lokasi perdarahan. Kauterisasi arteri menggunakan panas [47, 49], atau
dengan polar [47, 49] atau koagulasi laser [50, 51] dapat juga menjadi pilihan.
Akhtar, dkk melaporkan sebanyak 48 pasien dengan keganasan esofagogastrik yang
menjalani koagulasi plasma argon secara endoskopi untuk kontrol gejala dan penyakit
[40]. Perdarahan dapat terkontrol dengan baik pada tiga dari lima pasien. Hemostasis
dapat tercapai pada kurang lebih 70%-90% [41, 49] kasus penanganan perdarahan saluran
cerna atas. Komplikasi terjadi pada 5%-15% kasus dan termasuk perburukan perdarahan
dan perforasi saluran. Kauterisasi cystoscopic-assisted menggunakan panas atau laser
telah digunakan pada penanganan hematuria pada pasien dengan keganasan VU [45].
Peran penting dari metode ini umumnya untuk pasien dengan kegagalan pada irigasi VU
berkelanjutan dan cuci VU. Pada pengamatan langsung, urologis dapat menginspeksi VU,
menentukan sumber perdarahan, dan menangani pembuluh darah atau tumor yang
mengalami perdarahan [22, 29, 45]. Pada kasus hemoptysis, bronkoskopy dapat memberi
akses untuk dilakukan cuci saline dingin [44] dan atau penggunaan tamponade balon [44,
52], fototerapi laser [44], atau aplikasi topikal dari trombin atau fibrinogen pada lokasi
perdarahan [44]. Prosedur endoskopi telah digunakan untuk kontrol perdarahan saluran
cerna bawah, meskipun prosedur ini lebih menyulitkan [53, 54]. Teknik kolonoskopi
dapat beragam dan termasuk elektrokoagulasi bipolar, heater probe, argon [55] dan laser
Nd:YAG [54].

Radiologi Intervensi
Embolisasi arteri transkutaneus (Transcutaneous arterial embolization atau TAE) dapat
berguna pada beberapa pasien. Prosedur ini dapat dilakukan melalui pembuluh daral femoral
atau aksila dengan anestesi lokal dan secara umum dapat ditoleransi, hanya membutuhkan
sedasi ringan [56]. Pembuluh darah yang mendarahi lokasi yang terkena diidentifikasi
terlebih dahulu dengan arteriografi. Kemudian dilanjutkan dengan memasukkan obat
hemostatik, biasanya dalam bentuk coil. Faktor penghambat antara lain adanya kelainan
perdarahan dan tersedianya tenaga ahli yang kompeten. Embolisasi terbatas pada area dimana
pembuluh darah dapat diakses dengan kateter dan embolisasi pembuluh darah tersebut tidak
akan menyebabkan iskemia dari organ vital. Keuntungan prosedur ini telah dilaporkan pada
pasien keganasan kepala dan leher [57-59], pelvis [60-64], paru [43, 44, 61, 65], hepar [66],
dan saluran cerna [67]. Sedangkan mengenai pilihan pengobatan lain, mayoritas kasus yang
mendukung didasarkan atas laporan kasus.
Nabi dan kawan-kawan mengevaluasi efektivitas dari embolisasi arteri iliaka interna bilateral
dengan coil permanen untuk mengendalikan perdarahan akibat keganasan pelvis urologis
stadium lanjut [60]. Perdarahan dapat dikendalikan pada lima dari enam pasien pada
percobaan pertama. Pada pasien yang tidak memberikan respon dapat berhasil dikendalikan
pada percobaan kedua. Komplikasi yang muncul bersifat minor meliputi mual, muntah dan
demam selama beberapa hari. Pada follow up 22 bulan setelahnya, tidak ada pasien yang
mengalami perdarahan ulang.

TAE telah digunakan untuk menangani ruptur arteri karotis pada pasien keganasan. Bates and
Shamsham dilaporkan pada pasien yang mengalami episode perdarahan berat karotis dan
telah berhasil dikendalikan dengan teknik endovaskuler yang mengombinasikan penempatan
flexible self-expanding stent-graft untuk melindungi arteri karotis interna dan komunis
dengan embolisasi coil selektif pada cabang arteri karotis eksternal yang terkena [57].
Sakakibara, dkk menggunakan balon endoluminal untuk mengendalikan perdarahan pada tiga
pasien sebelum menjalani operasi ligasi dari arteri [58].

Anda mungkin juga menyukai