MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK Edit
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK Edit
MOBILILASI ( STROKE )
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Imobilisasi pada Lansia dengan Stroke .............. ........
PENDAHULUAN
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. (Mubarak, 2008).
Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitas pada penderita stroke. Melakukan
mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah berbagai komplikasi seperti infeksi saluran
perkemihan, kontaraktur, tromboplebitis, dekubitus, sehingga mobilisasi dini penting
secara rutin dan kontinyu. Mobilisasi penderita stroke di rumah sakit tidak hanya dilakukan
oleh fisiotherapis tetapi juga menjadi kewajiban perawat. Mobilisasi sudah kebutuhan
pokok seperti halnya makanan dan minuman, bernafas, atau istirahat terlebih pada
penderita sangat diharapkan (Bustami, 2007)
Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar
5.300.000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia
24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia
mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi. Data Badan Pusat Statistik
menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 18,7
juta jiwa selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23,9juta jiwa (9,77 persen). Pada
tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28,8 juta jiwa (11,34 persen)
(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data lansia dari berbagai sumber yang ada, dapat
dipastikan bahwa semakin tahun pertambahan jumlah penduduk semakin bertambah,
begitupula bertambahnya usia angka lansia akan semakin tinggi, dengan bertambanya
angka lansia yang semakin tinggi maka masalah-masalah kesehatan pada lansia akan
semakin beragam dan komplek.
Masalah kesehatan lansia berdasarkan hasil laporan Badan Litbangkes penyakit
Stroke dan Ischaemic Heart Disease merupakan penyakit paling tinggi dalam registrasi
penyebab kematian di 15 kabupaten/kota pada tahun 2011 (Kemenkes, 2013). Stroke
adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh
darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah otak yang terganggu. Insiden stroke meningkat secara eksponesial dengan
bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang
berusia 80-90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.00 pada golongan usia
30-40 tahun. Paralisis (kelumpuhan) merupakan salah satu gejala klinis yang ditimbulkan
oleh penyakit stroke. Paralisis disebabkan karena hilangnya suplai saraf ke otot sehingga
otak tidak mampu menggerakkan ekstremitas. Hilangnya suplai saraf ke otot akan
menyebabkan otot tidak lagi menerima sinyal kontraksi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan ukuran otot yang normal sehingga terjadi atropi (Junaidi, 2006).
Pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat
penting, stroke yang tidak mendapatkan penanganan yang baik akan menimbulkan
berbagai tingkat gangguan seperti penurunan tonus otot, hilangnya sensibilitas pada
sebagian anggota tubuh, menurunnya kemampuan untuk menggerakan anggota badan dan
keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik. Pasien stroke yang mengalami kelemahan
pada satu sisi anggota tubuh disebabkan oleh karena penurunan tonus otot sehingga tidak
mampu menggerakkan tubuhnya atau anggota gerak. Imobilisai yang tidak mendapatkan
penanganan yang tepat akan menimbulkan komplikasi berupa abnormalitas tonus, atropi
otot dan kontraktur. Atropi otot karena kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya dalam
waktu kurang dari satu bulan setelah terjadinya serangan stroke (Junaidi, 2006).
Tujuan dari terapi stroke adalah mengurangi kerusakan saraf, menurunkan mortalitas
dan kecacatan jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder pada imobilisasi serta
mencegah stroke yang berulang. Pentingnya penanganan dan perawatan bagi pasien dalam
upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien pasca perawatan di
rumah sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pada keluarga (Lewis,
2007). Salah satu bentuk latihan perawatan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih
cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke yaitu
dengan latihan range of motion (ROM). Sebaiknya latihan pada pasien stroke dilakukan
beberapa kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi setelah kondisi hemodinamik
pasien sudah mulai stabil. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan
pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (National Stroke Association,
2009).
Mahasiswa mampu memahami konsep teori imobilisasi pada lansia dengan stroke
serta dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien lansia dengan imobilisasi secara
komprehensif.
BAB 2
KONSEP MATERI
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008).
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
2.1.2 Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur. Menurut
A. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi :
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
B. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut :
a. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,
2003).
d. Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, seminggu
hidupnya bergantung pada pemberian orang lain. ( Depkes RI, 2013)
2.1.3 Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam
buku R. Siti Maryam, dkk, 2008). Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat
kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi
beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan
langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia
dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda, lansia yang dirawat di rumah
sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi menjadi
beberapa tahapan, antara lain:
a. Psikologis
Komponen yang beperan adalah kapasitas penyesuaian diri yang terdiri
atas pembelajaran, memory (daya ingat), perasaan kecerdasan, dan motivasi.
Selain hal-hal tersebut, dari aspek psikologis dikenal isu yang erat hubungannya
dengan lansia yaitu teori mengenai timbulnya depresi, gangguan kognitif, stress
serta koping.
b. Biologis
Sebagaimana layaknya manusia yang tumbuh nsemakin lama semakin
tua dan proses penuaannya bukan karena evolusi akan tetapi karena proses
biologis dan keausan pada tubuh.
c. Sosial
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi proses penuaan karena
lingkungan sosial yang nyaman dan bebas dari penyakit menular akan
meningkatkan derajat kesehatan.
2.2.1 Definisi
Stroke adalah suatu keadaan sebab timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996),
stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD).
Penyakit Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak akibat
pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah ke otak terganggu.
Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat merusakkan atau mematikan sel - sel
saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
penurunan kesadaran.
Penyakit stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: penyakit stroke iskemik
maupun penyakit stroke hemoragik. Penyakit stroke iskemik yaitu tersumbatnya
pumbuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian otak dan
keseluruhan terhenti. Penyakit stroke hemoragik adalah penyakit stroke yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hapir 70% kasus penyakit
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Penyakit stroke hemoragik ada 2 jenis,
yaitu:
a. penyakit hemoragik intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam otak,
b. Penyakit hemoragik subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak).
2.2.2 Patofisiologi Stroke
Otak sangat tergangtung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan
suplai oksigen. Pada saat terjadi anoksia, sebagaimana pada CVA, metabolism
serebral akan segera mengalami perubahan dan kematian sel dan kerusakan
permanen dapat terjadi dalam 3 – 10 menit. Banyak kondisi yang merubah perfusi
serebral yang akan menyebabkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia pertama kali
menimbulkan iskemia. Iskemia dalam waktu singkat (kurang dari 10 – 15 menit)
menyebabkan deficit sementara. Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan
kematian sel permanen dan infark serebral dengan disertai edema serebral.
Tipe defisit fokal permanen akan tergantung pada daerah dari otak yang
dipengaruhi. Daerah otak yang diperngaruhi tergantung pada pembuluh darah
serebral yang dipengaruhi. Paling umum pembuluh darah yang dipengaruhi adalah
middle serebral arteri ; yang kedua darah arteri karotis interna.
Stroke trombotik, adalah tipe stroke yang paling umtum, dimana sering
dikaitkan dengan tateroklerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri,
sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal dari
trombus terjadi selama tidur atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada
orang tua aktifitas simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan
menurunnya tekanan darah, yang akan menimbulkan iskemia otak. Pada orang ini
biasannya mempunyai hipotensi postural atau buruknya refleks terhadap perubahan
posisi. Tanda dan gejala neurologi sangat sering memperlihatkan keadaan yang
lebih buruk pada 48 jam pertama setelah trombosis.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua
dari stroke. Klien yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih
muda dan paling umum embolus berasal dari trombus jantung. Miokardial trombus
paling umum disebabkan oleh penyakit jantung rhematik dengan mitral stenosis atau
strial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke embolik adalah lemak, tumor sel embolik,
septik embolik, eksudat dari subakut.
Transient ischemic attack (TIA) berkaitan dengan iskemik serebral dengan
disfungsi neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa hilang kesadaran
dan hilangnya seluruh fungsi sensorik dan motoric, atau hanya ada deficit fokal.
Defisit paling umum adalah kelemahan kontralateral wajah, tangan, lengan, dan
tungkai, disfasia sementara dan beberapa gangguan sensorik. Serangan iskemik
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. (Widagdo, 2008).
PATHWAY
2.2.3 Etiologi Stroke
Menurut Wahyu Widagdo, dkk (2008) penyebab stroke dapat diklasifikasikan sebagi
berikut :
a. Trombus
1) Aterosklerosis dalam arteri intracranial dan ekstrakranial
2) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
3) Arteritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun) atau arteritis
bakteri
4) Hiperkoagulasi seperti polistitemia
5) Thrombosis vena serebral
b. Emboli
1) Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik
2) Infark miokardial
3) Fibrilasi arteri
4) Endocarditis bakteri dan endocarditis nonbakteri menyebabkan bekuan pada
endocardium. (Widagdo, 2008)
c. Perdarahan
1) Perdaraha intraserebral karena hipertensi
2) Perdarahan subaraknoid
3) Ruptur anurisma
4) Arteri venous malformation
5) Hipokoagulansi (pada klien dengan blood dyscrasias)
2.2.4 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko penyebab stroke untuk menderita penyakit
ini. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah sering diderita oleh orang yang
usianya diatas 40 tahun oleh karena itu beberapa sebab seperti menurunnya
elastisitas pembuluh darah dan atherosklerosis. Untuk mengurangi risiko penyebab
stroke tersebut maka disarankan agar sejak dini kita berolahraga, menghindari rokok,
alkohol, dan menghindari kegemukan.
a. Faktor Risiko Penyebab Stroke secara medis
Antara lain hipertensi ( penyakit tekanan darah tinggi), kolestrol,
aterosklerosis (pengeras pembuluh darah), gangguan jantung, penyakit
kencing manis (diabetes), dan adanya riwayat keluarga.
b. Faktor Risiko Penyebab Stroke secara Perilaku
c. Antara lain merokok (aktif dan pasif) , makan yang tidak sehat ( junk food,
fast food), alkohol, kurang olahraga, mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba,
obesitas.
2.2.5 Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus,
pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry
atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
c. Berdasarkan sindrom klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak, maka
stroke dapat dikelompokkan menjadi (Irfan, 2010) ;
1) Total Anterior Circulation Syndromes (TACS)
2) Partial Anterior Circulation Syndromes (PACS)
3) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
4) Lacunar Syndromes (LACS)
2.2.7 Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi,komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a. Berhubungan dengan immobilisasi (infeksi pernafasan, nyeri pada
daerahtertekan, konstipasi dan thromboflebitis).
b. Berhubungan dengan paralisis (nyeri pada daerah punggung, dislokasisendi,
deformitas dan terjatuh)
c. Berhubungan dengan kerusakan otak (epilepsi dan sakit kepala).
d. HidrocephalusIndividu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrolrespon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
Adapun tujuan dari range of motion menurut Ni Made Suarti dkk, 2009, yaitu :
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
2) Kardiovaskular
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3) Integritas Ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
4) Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat : mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5) Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
ketergantungan.
6) Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
8) Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9) Interaksi Sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
Dari hasil pengkajian INDEKS KATZ pasien dapat diambil kesimpulan bahwa
pasien berada pada skore E yaitu pasien dapat melakukan semua aktivitas
kehidupan sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan fungsi
tambahan.
A. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2) Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
6) Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital :
TD meningkat, nadi bervariasi.
- Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
- Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
- Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
- Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai,mata
tampak cowong.
- Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
- Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
- Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
- Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
- Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
- Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
- Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
- Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
- Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawat Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
an
Kolaborasi:
a) Meningkatkan
aliran balik vena
dari kepala,
sehingga akan
mengurangi
kongesti dan edema
atau risiko
terjadinya
peningkatan TIK.
b) Pembatasan cairan
mungkin diperlukan
untuk menurunkan
edema serebral
c) Menurunkan
hipoksemia, yang
mana dapat
meningkatkan
vasodilatasi dan
volume darah
serebral yang
meningkatkan TIK.
e) Mempertahankan
memobilitas dan
fungsi sendi/posisi
normal ekstremitas
dan menurunkan
terjadinya vena
yang statis.
f) Proses
penyembuhan yang
lambat seringkali
menyertai trauma
kepala dan
pemulihan secara
fisik nerupakan
bagian yang amat
penting dari suatu
program pemulihan
tersebut.
g) Meningkatkan
sirkulasi dan
elastisitas kulit dan
menurunkan risiko
terjadinya
ekskoriasi kilit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. (Mubarak, 2008).
Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitas pada penderita stroke. Melakukan
mobilisasi sedini mungkin dapat mencegah berbagai komplikasi seperti infeksi saluran
perkemihan, kontaraktur, tromboplebitis, dekubitus, sehingga mobilisasi dini penting
secara rutin dan kontinyu. Mobilisasi penderita stroke di rumah sakit tidak hanya dilakukan
oleh fisiotherapis tetapi juga menjadi kewajiban perawat. Mobilisasi sudah kebutuhan
pokok seperti halnya makanan dan minuman, bernafas, atau istirahat terlebih pada
penderita sangat diharapkan.
3.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat kita harus mampu mendeteksi secara dini gangguan
mobilisasi yang terjadi pada pasien dalam hal ini adalah seorang lansia dengan stroke. Oleh
sebab itu kita harus memahami setiap gejala-gejala yang ditimbulkan dari keabnormalan
yang terjadi dan mampu mengambil keputusan secara cepat, tepat, dan efisien serta
membuat intervensi yang dapat mencegahan komplikasi lebih lanjut.
Secara khusus, seperti yang telah dipaparkan dalam makalah ini yaitu tentang
imobilisasi pada lansia dengan stroke. Sebagai seorang perawat harus memahami apa saja
akibat dari gangguan mobilisasi yang bisa terjadi dan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang tepat serta mampu melakukan rujukan secara cepat apabila terjadi suatu
kegawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol.3. Jakarta : EGC.
Darmojo, B dan Hadi, M. 2005. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Guyton & Hall. 2007.Buku ajar fisiologi kedokteran .ed 11. Jakarta: EGC.
Watson, R. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,