Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Usia


Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Proses menua adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan
kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut meliputi: usia pertengahan
(middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60
sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua
(veryold) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun
wanita (Nugroho, 2008)

B. Konsep Aktivitas
1. Pengertian Aktivitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan
dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan
sistem persarafan dan muskuloskeletal (Tarwoto, Wartonah, 2007).
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi untuk
mengerjakannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain sebagainya.
Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang serta ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani disebut
olahraga (Farizati, 2002).

2. Tujuan Aktivitas
a. Memperkuat Jantung
Jantung sebenarnya tersusun dari serangkaian otot yang bekerja bersama,
oleh sebab itu, latihan secara teratur akan meningkatkan kinerjanya. Dengan
memperkuat otot jantung, bisa menghindari penyakit jantung yang bisa
menyebabkan kematian, bahkan pada anak-anak sekalipun.
b. Menjaga Arteri dan Vena Supaya Dapat Bekerja dengan Baik
Latihan fisik atau olahraga dapat mengurangi jumlah kolesterol dan lemak
berbahaya dalam darah. Hal ini akan meningkatkan fleksibilitas dinding
pembuluh darah, serta membantu penurunan tekanan darah. Hal ini dapat
mengurangi risiko serangan jantung maupun stroke.
c. Memperkuat Paru-Paru
Olahraga dapat meningkatkan kapasitas dan efisiensi paru terutama saat
beraktivitas, sehingga akan lebih banyak oksigen yang masuk kedalam tubuh
dan lebih banyak karbon dioksida yang dikeluarkan dari tubuh.
d. Menurunkan Kadar Gula Darah
Latihan fisik akan mencegah akumulasi berlebih gula dalam sirkulasi
darah. Saat berolahraga, otot akan mengambil pasokan gula dari sirkulasi dan
mengubahnya dalam bentuk energi. Hal ini tentunya akan mengurangi risiko
diabetes.
e. Mengontrol Berat Badan
Saat bermalas-malasan, tubuh kita cenderung mendapat asupan kalori
berlebih dibandingkan penggunaannya, kalori yang tidak terpakai tersebut
nantinya akan tersimpan sebagai lemak. Lain halnya apabila kita aktif
berolahraga, tubuh kita akan membutuhkan lebih banyak kalori, sehingga
lemak tubuh yang tersimpan akan dibakar untuk diubah menjadi energi.
Penurunan berat badan, memberikan efek positif bagi kesehatan jantung dan
pengontrolan kadar gula darah.
f. Mencegah Kanker
Seseorang yang berolahraga teratur memiliki risiko lebih kecil terkena
penyakit kanker terutama pada usus besar, rahim dan payudara.
g. Mengatur Tekanan Darah
Latihan fisik atau olahraga telah terbukti dapat mengurangi stres. Dengan
menghindari stress berlebihan, resiko peningkatan tekanan darah serta
penyakit jantung pun akan menurun
3. Aktivitas Fisik Pada Lansia
Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia, diantaranya
perubahan komposisi tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskular,
respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak berubah dengan bertambahnya usia.
Laki-laki dengan bertambahnya usia akan mengakumulasi lemak terutama di
sekitar batang tubuh (truncus) dan di sekitar organ-organ dalam, sedangkan
wanita terutama di sekitarorgan-organ dalam. Penelitian pada atlet senior
menunjukkan bahwa mereka mempunyai kadar lemak lebih rendah
dibandingkan dengan non-atlet, namun apabila dibandingkan dengan atlet
muda mempunyai kadar lemak 5-10% lebih tinggi (Wojtek, 2000).
Pada lansia, ada penurunan massa otot, perubahan distribusi darah ke otot,
penurunan PH dalam sel otot, otot menjadi lebih kaku, dan ada penurunan
kekuatan otot. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa otot, perfusi
otot, dan kecepatan konduksi saraf ke otot.
1) Manfaat Olahraga pada Lansia
Manfaat olahraga pada Lansia antara lain dapat memperpanjang usia,
menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat Lansia lebih mandiri,
mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh
kepercayaan diri yang lebih tinggi. Olahraga dikatakan dapat memperbaiki
komposisi tubuh, seperti lemak tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan
meningkatkan daya tahan, massa otot dan kekuatan otot, serta fleksibilitas
sehingga lansia lebih sehat dan bugar dan risiko jatuh berkurang.
Selain itu, olahraga atau aktivitas fisik bermanfaat secara fisiologis,
psikologis maupun sosial. Menurut Nina (2007), secara fisiologis,
olahraga dapat meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan, fleksibilitas,
dan keseimbangan. Secara psikologis, olahraga dapat meningkatkan
mood, mengurangi risiko pikun, dan mencegah depresi. Secara sosial,
olahraga dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain, mendapat
banyak teman, dan meningkatkan produktivitas.

2) Latihan Fisik yang Dilakukan


Jenis jenis aktivitas fisik pada lansia menurut Kathy (2000), meliputi
latihan aerobik, penguatan otot (muscle strengthening), fleksibilitas, dan
latihan keseimbangan. Seberapa banyak suatu latihan dilakukan
tergantung dari tujuan setiap individu, apakah untuk kemandirian,
kesehatan, kebugaran, atau untuk perbaikan kinerja (performance).
a) Latihan Aerobik
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya
selama 30 menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam
seminggu. Berpartisipasi dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun,
melakukan pekerjaan rumah, dan naik turun tangga dapat mencapai
tujuan yang diinginkan. Olahraga yang bersifat aerobik adalah
olahraga yang membuat jantung dan paru bekerja lebih keras untuk
memenuhi meningkatnya kebutuhan oksigen, misalnya berjalan,
berenang, bersepeda, dan lain-lain.
b) Latihan Penguatan Otot
Bagi Lansia disarankan untuk menambah latihan penguatan
otot disamping latihan aerobik. Kebugaran otot memungkinkan
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Latihan fisik untuk
penguatan otot adalah aktivitas yang memperkuat dan menyokong
otot dan jaringan ikat. Latihan penguatan otot dilakukan setidaknya 2
hari dalam seminggu dengan istirahat diantara sesi untuk masing-
masing kelompok otot.
c) Latihan Fleksibilitas dan Keseimbangan
Kisaran sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian tubuh
sangat penting untuk mempertahankan fungsi muskuloskeletal,
keseimbangan dan kelincahan pada lansia. Latihan fleksibilitas
dirancang dengan melibatkan setiap sendi-sendi utama (panggul,
punggung, bahu, lutut, dan leher). Latihan fleksibilitas adalah
aktivitas untuk membantu mempertahankan kisaran gerak sendi
(ROM), yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan tugas
sehari-hari secara teratur. Latihan fleksibilitas disarankan dilakukan
pada hari- hari dilakukannya latihan aerobik dan penguatan otot atau
2-3 hari per minggu. Latihan dengan melibatkan peregangan otot dan
sendi. Intensitas latihan dilakukan dengan memperhatikan rasa tidak
nyaman atau nyeri. Peregangan dilakukan 3-4 kali, untuk masing-
masing tarikan dipertahankan 10-30 detik. Peregangan dilakukan
terutama pada kelompok otot-otot besar, dimulai dari otot-otot kecil.
Contoh: latihan Yoga.
d) Latihan Keseimbangan
Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah
Lansia jatuh. Latihan keseimbangan dilkakukan setidaknya 3 hari
dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas dilakukan pada intensitas
rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi, dan latihan penguatan otot
memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada Lansia.

C. Konsep Istirahat dan Tidur


1. Definisi Istirahat dan Tidur
Istirahat adalah merupakan keadaan tenang, rileks tanpa tekanan emosional
dan bebas dari perasaan gelisah. Istirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas
sama sekali. Terkadang, jalan-jalan ditaman dan lain-lain juga dikatakan sebagai
istirahat. Sedangkan tidur merupakan suatu perubahan kesadaran ketika persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. (Barbara Kozier, 1983).
Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Apabila waktu istirahat
seseorang berkurang, orang tersebut sering kali mudah marah, depresi, dan lelah
serta memiliki kontrol emosi yang buruk. Menyediakan lingkungan yang tenang
untuk klien merupakan fungsi penting perawat (Kozier, 2010). Makna istirahat
dan tidur bervariasi pada setiap individu. Istirahat bermakna ketenangan, relaksasi
tanpa stres emosional dan bebas dari ansietas. Oleh karena itu istirahat tidak selalu
bermakna tidak beraktifitas, pada kenyataannya, beberapa orang menemukan
ketenangan dari beberapa aktivitas tertentu seperti berjalan di udara segar (Kozier
2010).
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia, tidur merupakan proses biologis
yang umum pada semua orang. Ditinjau dari sejarahnya, tidur dianggap sebagai
keadaan tidak sadar. Tidur telah dianggap sebagai perubahan status kesadaran
yang didalamnyapersepsi dan reaksi individu terhadap lingkungannya mengalami
penurunan. Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran
bervariasi, perubahan pada proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap
stimulus eksternal. Beberapa stimulus linkan, seperti alarm detektor asap,
biasanya akan membangunkan orang yang sedang tidur, sementara suara bising
lain tidak akan membangunkannya. Tampaknya bahwa individu berespon terhadap
stimulus bermakna saat tidur dan mengabaikan stimulus yang tidak bermakna
secara selektif (Kozier, 2010).

2. Fisiologi Tidur
Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan oleh pusat yang terletak di bagian
bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat keadaan terjaga, sehingga
menyebabkan tidur.Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian
dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. (Kozier,2010).
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan
pusat otak agar agar dapat tidur dan bangun. Pusat pengaturan tidur terdapat pada
medula oblongata (Hidayat, 2008). Menurut Hanun (2011), berdasarkan gambaran
EGG tidur dapat dibagi menjadi dua fase yaitu non rapid eye movement (NREM)
dan rapid eye movement (REM). Pada awal tidur didahului oleh fase NREM yang
terdiri dari tiga stadium NREM dan satu REM yaitu
a. Tidur stadium 1 (N1)
Stadium ini merupakan antara tahap terjaga dan tahap awal tidur.Saat
seseorang mulai mengantuk, perlahan-lahan kesadaran mulai meninggalktan
dirinya.Stadium ini juga disebut dengan downiness, yaitu tahap ketika pikiran
kita melayang-layang tak menentu tetapi masih menyadari kondisi disekeliling
sehingga merasa belum tidur. Stadium ini hanya berlangsung 3-5 menit dan
mudah ekali dibangunkan. Gambaran EKG biasanya terdiri dari gelombang
campuran alfa, beta, dan kadang gelombang teta dengan amplitude yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.
b. Tidur stadium 2 (N2)
Setelah stadium N1, maka akan semakin dalam tertidur dan masuk ke tidur
fase stadium N2. Gelombang otak lambat masih menjadi latar, tetapi sesekali
muncul gelombang khas berupa gelombang sleep spindle. Pada stadium ini,
tidur semakin sulit bangunpanggilan berulang-ulang karena merupakan tahap
tidur terbanyak, kira-kira 50 % dari total tidur satu malam.
c. Tidur stadium 3 (N3 )
Setelah kira-kira 10 menit dalam tahap N2, maka akan masuk ke stadium tidur
yang lebih dalam, yaitu tahap stadium 3 (N3) atau sering disebut tidur slow
wave karena gelombang otak semakin melambat dengan frekuensi yang lebih
rendah. Pada gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris
antara 25%- 50% serta tampak gelombang sleep spindle. Dalam stadium ini
hormone pertumbuhan (growth hormon) dan prolaktin dikeluarkan oleh tubuh
untuk pertumbuhan pada bayi dan perbaikan untuk mempertahankan keutuhan
maupun kemudaan jaringan tubuh.Sementara prolaktin adalah hormon yang
banyak terdapat pada ibu menyusui maka semakin tinggi pula produksi
prolaktin. Namun fungsi pada saat tidur belum dapat dijelaskan.
d. Tahap tidur REM
Dari tahap N3 biasanya akan terus meningkat dan kembali pada tahap N2.
EEG akan menunjukkan aktivitas otak yang meningkat secara drastis, yang
pertanda seseorang memasuki tahap tidur R (REM) atau hanyut dalam mimpi.
Tahap ini tubuh tidak bisa menerima rangsangan apa pun, karena tubuh tidak
merespon aktivitas otak yang menimbulkan lumpuh sesaat. Pada lansia yang
sering terbangun dan kembali tidur, maka tahap 1 akan dimulai kembali.
Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur.
Konsekuensi dari terbangun pada malam hari dapat menimbulkan efek buruk
pada fisiologis dan fungsi mental pada usia lanjut (Stanley, 2006).

3. Faktor yang Mempengaruhi Tidur


a. Usia
Orang yang berbeda memiliki kebutuhan tidur yang berbeda, tetapi
kebanyakan orang dewasa dari segala usia membutuhkan sekitar delapan jam
tidur malam untuk merasa istirahat. Dan penuaan menyebabkan perubahan
yang dapat mempengaruhi pola tidur. Pada usia lanjut proporsi waktu yang
dihabiskan dalam tidur tahap 3 dan tahap 4 menurun, sementara yang
dihabiskan di tidur ringan tahap 1 meningkat dan tidur menjadi kurang efisien.
b. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga merupakan faktor yang mempengaruhi tidur usia
lanjut. Dimana wanita lebih sering terjadi gangguan tidur daripada laki-laki.
Hal ini disebabkan karena wanita sering mengalami depresi dibanding laki-
laki. Secara psikososial wanita lebih banyak mengalami tekanan dari pada
dengan laki-laki.
c. Lingkungan
Lingkungan dapat mempercepat atau memperlambat tidur. Setiap perubahan
misalnya,suara bising di lingkungan dapat menghambat tidur. Tidur tahap 1
adalah tidur yang paling ringan dan tidur tahap 3 dan 4 adalah tidur yang
paling dalam hasilnya, suara yang lebih keras dibutuhkan untuk
membangunkan orang yang berada dalam tidur tahap 3 dan 4. Namun, jika
waktu telah berlebihan seseorang dapat menjadi terbiasa tehadap suara bising
sehingga tingkat suara tidak lagi berpegaruh. Ketidaknyamanaan akibat suhu
lingkungan dan kurang ventilasi dapat memengaruhi tidur. kadar cahaya dapat
menjadi faktor lain yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur dalam
gelap mungkin sulit tidur pada keadan terang.
a. Letih
Diperkirakan bahwa orang yang letih sedang mengalami tidur yang tenang.
Letih juga mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin letih seseorang,
semakin pendek periodetidur REM (paradoksikal). Pertama, saat seseorag
beristrahat, periode REM menjadi lebih panjang.
b. Gaya Hidup
Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus
mengatur aktifitas untuk siap tertidur di saat yang tepat. Olahraga sedang
biasanya kondusif untuk tidur, tetapi olahraga berlebihan dapat memperlambat
tidur. Kemampuan seseorang untuk relakas sebelum istrahat adalah faktor
terpenting yang memengaruhi kemampuan untuk tertidur.
c. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya
dipengaruhi dengan masalah pribadi mungkin tidak mampu relaks dengan
cukup untuk dapat tidur. Ansietas meningkatkan kadar norepinefrin dalam
darah melalui stimulasi sitem saraf simpatis. Perubahan kimia ini
menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap 4 NREM dan tidur REM serta
lebih banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun.
d. Stimulan dan Alkohol
Minuman yang mengandung kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf
pusat, sehingga memepengaruhi tidur. Orang yang minum alkohol dalam
jumlah berlebihan sering kali mengalami gangguan waktu tidur. Alkohol yang
berlebihan mengganggu tidur REM, walaupun dapat mempercepat awitan
tidur. Sementara mengganti kehilangan waktu tidur REM setelah beberapa
efek yang disebabkan oleh alkohol menghilang, individu sering kali
mengalami mimpi buruk. Orang yang toleran terhadap alkohol mungkin tidak
mampu tidur dengan baik dan akibatnya menjadi mudah marah.
e. Diet
Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur
total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih awal. Disisi lain,
pertambahan berat badan tampak berhubungan dengan peningkatan total
waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan bangun tidur lebih lama. L-
triptofan dalam makanan misalnya, dalam keju dan susu dapat menginduksi
tidur, sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskanmengapa susu hangat
membantu seseorang untuk tidur.
f. Merokok
Nikotin memiliki efek stimulun pada tubuh, dan perokok lebih sulittertidur
dibandingkan bukan perokok. Perokok biasanya mudah terbangun dan sering
kali menggambarkan diri mereka sebagai orang tidur di waktu fajar. Dengan
tidak merokok setelah makan malam, seseorang biasanya dapat tidur dengan
lebih baik, terlebih lagi banyak orang yang dahulunya perokok melaporkan
bahwa pola tidur mereka membaik setelah mereka berhenti merokok.
g. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga sering kali dapat mengatasi rasa letih seseorang.
Misalnya, seseorang yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga saat
menghadiri konser yang menarik sebaliknya saat seseorang mengalami rasa
bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga, tidur sering kali terjaga
dengan cepat.
h. Obat-Obatan
Beberapa obat mempengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat memengaruhi
tahap 3 dan tahap 4 tidur NREM dan menekan tidur REM. Penyekat beta
diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Narkotik seperti demerol
dan morfin, diketahui menekan tidur REM dan menyebabkan sering terbangun
dan rasa ngantuk. Obat penenang dapat mempengaruhi tidur REM.
Amvetamin dan anti depresan menurunkan tidur REM secara tidak normal.
Seorang klien yang putus obat dari setiap obatan-obatan ini mendapatkan lebih
banyak tidur REM dibandingkan biasanya dan akibatnya dapat mengalami
mimpi buruk yang mangganggu (Koizer, 2010).
4. Gangguan Tidur Pada Lansia
Ditemukan ada beberapa sumber yang mengemukan tentang gangguan tidur pada
lansia diantaranya Hidayat (2008), Hanun (2011), Yeonsu (2010), Asmadi (2008),
Cole & Richards (2010). Kemudian didapatkan gangguan tidur pada usia lanjut
terdiri dari insomnia, hipersomnia, enuresis, narkolepsi, dan apnea tidur.
a. Insomnia
Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan tidur
malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan kantuk di siang
hari yang berlebihan (Cole & Richards, 2007).Insomnia dapat berupa kesulitan
untuk tetap tidur atau pun seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa
belum cukup tidur (Japardi, 2002).Menurut Hidayat (2008), insomnia dibagi
menjadi tiga jenis yaitu
1) Insomnia initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh atau
mengawali tidur.
2) Insomnia intermiten, yang merupakan ketidakmampuan memepertahankan
tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
3) Insomnia terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali
setelah bangun tidur pada malam hari.
Sedangkan menurut Stanley (2006), insomnia dibagi menjadi:
1) Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat pengalaman stress yang
bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di
tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi medis
setelah orang itu beradaptasi dengan stressor.
2) Sementara
Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti
konstruksi bangunan yang bising atau pengalaman yang menimbulkan
ansietas.
3) Kronis
Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup.Disebabkan kebiasaan
tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang
berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan.Empat puluh persen
insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom
kaki gelisah, atau nyeri kronis.
b. Hipersomnia
Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam,
dengan keluhan tidur berlebihan (Stanley, 2006). Biasanya disebabkan oleh
masalah psikologis, depresi, kecemasan, dan gaya hidup yang membosankan
(Hidayat, 2008). Dengan pada ciri mengantuk di siang hari yang persisten,
mengalami serangan tidur.
c. Enuresis
Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau mengompol, paling banyak
terjadi pada laki-laki (Asmadi, 2008). Pada pria lansia dapat terjadi hipertrofi
kelenjar prostat yang menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih
sehingga sering berkemih. Selain itu, hipertrofi prostat dapat mengakibatkan
kesulitan memulai dan mempertahankan aliran urine. Wanita lansia, terutama
wanita yang memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu
terjadi pelepasan urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat tidur tanpa
disadari mereka akan mengompol sehingga menyebabkan terbangun hal ini
disebabkan karena melemahnya otot kandung kemih pada lansia (Perry &
Potter, 2005).
d. Narkolepsi
Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur atau serangan
mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur pada setiap saat di mana
serangan tidur itu datang (Asmadi, 2008). Serangan mendadak yang dialami
pada siang hari tidak bisa dihindari, biasanya berlangsung 10-20 menit atau
kurang dari 1 jam(Copel, 2007). Gambaran tidur pada narkolepsi ini
menunjukkan penurunan fase REM 30-70 %. Terdapat empat gejala klasik
penderita narkolepsi yaitu rasa kantuk berlebihan (EDS), melemasnya otot
secara mendadak (katapleksi), dan sleep paralysis (keadaan ketika akan tidur
atau bangun tidur merasa sesak napas seperti tercekik, dada sesak, sulit
berteriak, dan badan sulit bergerak) (Hanun, 2011).
e. Apnea tidur
Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau mendengkur (Stanley,
2006). Yang disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung
dan di mulut. Pangkal lidah yang menyumbat saluran napas sering terjadi pada
usia lanjut karena otot-otot di bagian belakang mengendur lalu bergetar jika
dilewati udara pernapasan (Asmadi, 2008). Telah dilaporkan apnea napas
terjadi pada 11% sampai 62% pada usia lanjut (Cole & Richards, 2007).
Sebagian besar penderita apnea tidur ini adalah pria, dengan keluhan sering
terbangun di malam hari, banyak tidur di siang hari, mendengkur,dan nyeri
kepala pada saat bangun (Lumbantobing, 2004)

5. Kebutuhan Tidur Pada Lansia


Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa
faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan
perubahan pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda.
Perubahan-perubahan itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan
peningkatan jumlah tidur siang (Simpson, T, et al, 1996).
Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik
maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut
membutuhkan waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat, 2008). Walaupun mereka
menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering
mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total,
mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak (Kryger et
al, 2004). Sebagai contoh seorang lansia yang mengalami artritis mempunyai
kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan tidur siang meningkat secara
progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai
untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari.
Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun
sejam atau lebih ( Perry& Potter, 2005).
Pada usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat,
sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium 1 ke
stadium IV, selama 70-100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode REM
berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total.
Umumnya tidur REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium II sekitar
50% dan stadium III dan IV bervariasi. Jumlah jam tidur total yang normal
berkisar 5-9 jam pada 90% orang dewasa. Pada usia lanjut efisiensi tidur
berkurang, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat
dalam keadaan tidur.

Anda mungkin juga menyukai