Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Gigi dan Mulut
Dosen Pengampu : Prof. Dr.dr Suharyo Hadisaputro, Sp.PD-KPTI

Disusun oleh :

Fastabiqul Hanif P1337425318002


Rohisotul Laily P1337425318003
Melani Agis Marludia P1337425318008
Ireine Norma Dajoh P1337425318006
Raaufa Imaria Nurjati P1337425318012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
PRODI TERAPIS GIGI DAN MULUT
2018
A. PATOGENESIS TERJADINYA GINGIVITIS
Menurut Carranza dan Newman, Jenkins dan Allan, dikutip oleh
Riyanti E, gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan
oleh invasi bakteri atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim
dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang menghancurkan substansi
interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel sulkus. Selanjutnya
enzim dan toksin menembus jaringan pendukung dibawahnya. Peradangan
pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah pada
jaringan, edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.9
Perkembangan gingivitis dapat dibedakan atas empat tahap yaitu:10
1. Tahap I
Manifestasi awal dari inflamasi gingiva berupa lesi inisial atau awal
dengan adanya perubahan vaskuler berupa dilatasi pembuluh darah kapiler
dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini terjadi sebagai respon awal dari
inflamasi terhadap aktivasi mikroba leukosit dan stimulasi berikutnya sel
endotel. Secara klinis, respon awal gingiva untuk plak bakteri tidak terlihat
perubahan.
Dapat juga sudah terjadi perubahan perlekatan epitelium junctional
dan jaringan ikat perivaskular pada tahap awal. Limfosit mulai menumpuk,
peningkatan migrasi leukosit dan berakumulasi di dalam sulkus disertai
peningkatan aliran darah cairan gingiva ke dalam sulkus. Jika keadaan
berlanjut, makrofag dan sel-sel limfoid juga terinfiltrasi hanya dalam
beberapa hari.
2. Tahap II
Dengan berjalannya waktu, tanda-tanda klinis berupa lesi dini (early
lesion) mulai terlihat dengan adanya tanda klinis eritema. Eritema ini terjadi
karena proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan loops capiler.
Epitel sulkus menipis atau terbentuk ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi
perdarahan pada probing. Ditemukan 70% jaringan kolagen sudah rusak
terutama disekitar sel-sel infiltrate.
Neutrofil keluar dari pembuluh darah sebagai respon terhadap
stimulus kemotaktik dari komponen plak, menembus lamina dasar ke arah
epitelium dan masuk ke sulkus. Sel-sel tersebut tertarik ke arah bakteri dan
memfagositkannya. Lisosom dikeluarkan dalam kaitan memproses bakteri.
Dalam tahap ini fibroblas jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik
sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.
3. Tahap III
Pada tahap III, lesi mantap (establish lesion) disebut sebagai gingivitis
kronis karena pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh
balik terganggu atau rusak, sehingga aliran darah menjadi lamban. Terlihat
anoksemia lokal sebagai perubahan warna kebiruan pada gingiva yang merah.
Selanjutnya sel darah merah keluar ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga
haemoglobin menyebabkan warna area perdarahan menjadi lebih gelap.
Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga
berat. Aktivitas kolagen sangat meningkat karena kolagenase banyak terdapat
di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah bakteri oral maupun
nerofil.
4. Tahap IV
Perpanjangan lesi ke dalam tulang alveolar ciri tahap yang keempat
yang dikenal sebagai lesi lanjut atau fase kerusakan periodontal.

B. KLASIFIKASI GINGIVITIS
Menurut Carranza dan Glickman’s dikutip oleh Eriska E, gingivitis
dibedakan berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.
Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :9
1. Gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu
pendek)
2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut)
3. Gingivitis rekuren, peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah
dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat
timbul kembali
4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul
secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit
apabila tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang
semakin parah).
Berdasarkan lokasi penyebarannya, pembesaran gusi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa
daerah gigi)
2. Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara
menyeluruh)
3. Marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian
batas gusi cekat)
4. Papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai
batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papilla)
5. Diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papilla
interdental).

C. GINGIVA INDEKS (GI)


Menurut Sillnes dan Loe, Gingiva Indeks digunakan sebagai metode
untuk menilai tingkat keparahan dan kuantitas inflamasi gingiva pada pasien.
Analisis dengan GI hanya dilakukan pada jaringan gingiva. Menurut metode
ini, daerah gingiva yang diperiksa terdiri atas empat bagian gigi (bukal/fasial,
mesial, distal, dan lingual), dan diberikan skor dari 0 sampai 3 sebagai
kriteria identifikasi untuk mengukur tingkat keparahan radang gingiva.
Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang
dinding jaringan lunak dari celah gingiva.
Skor dan Kriteria dari Gingiva Indek.11
0 : normal (tidak ada peradangan)
1 : peradangan ringan, sedikit perubahan dalam warna, sedikit edema,
tidak ada perdarahan sewaktu probing.
2 : peradangan sedang, kemerahan, edema, mengkilat, berdarah sewaktu
probing.
3 : peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,
cenderung ada perdarahan spontan

D. KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR


Kesehatan gigi dan mulut anak-anak usia sekolah dasar merupakan hal
yang sangat memerlukan perhatian yang penting karena pada anak usia
sekolah tersebut merupakan waktu yang rentan terhadap gangguan kesehatan
gigi dan mulutnya. Anak-anak usia sekolah dasar mencakup kelompok
masyarakat dengan usia antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Kelompok
pada usia sekolah tersebut adalah saat paling efektif dalam menerima
pengetahuan dan perawatan kesehatan giginya. Masa anak usia sekolah
merupakan masa untuk melakukan landasan yang kokoh bagi terwujudnya
manusia yang berkualitas.
1. Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar adalah masa erupsi gigi permanen yang dapat
meningkatkan risiko peradangan pada gingiva akibat dari proses rupturnya
jaringan gingiva. Apabila kebersihan mulut tidak terjaga, maka resiko
terjadinya gingivitis dapat meningkat.
Gingivitis yang sering ditemukan pada anak-anak yaitu simpel
gingivitis. Keadaan tersebut sering terlihat pada saat pertumbuhan gigi dan
reda setelah gigi tumbuh dengan sempurna di dalam rongga mulut.
Peningkatan terbesar terjadi pada anak-anak usia 6-7 tahun, yaitu pada saat
gigi permanen mulai erupsi. Ini terjadi karena pada saat gigi erupsi marginal
gingiva tidak dilindungi oleh korona, dan disisi lain makanan terus menerus
menekan gingiva sehingga terjadi proses inflamasi.
Macam-macam gingivitis kronis pada anak antara lain sebagai berikut :
a. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi pada
daerah margin yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan
perubahan warna, ukuran konsistensi, dan bentuk permukaan gusi.
Penyebab peradangan gusi pada anak-anak sama seperti pada
dewasa, yang paling umum yaitu disebabkan oleh penimbunan
bakteri plak. Perubahan warna dan pembengkakan gusi merupakan
gambaran umum terjadinya gingivitis kronis.
b. Gingivitis Erupsi, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi
yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna
dalam rongga mulut, sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika
gigi permanen mulai erupsi. Gingivitis erupsi lebih berkaitan dengan
akumulasi plak daripada dengan perubahan jaringan. McDonald dan
Avery mengatakan bahwa gingivitis dapat berkembang karena pada
tahap awal erupsi gigi, margin gusi tidak mendapat perlindungan
dari mahkota sehingga terjadi penekanan makanan di daerah tersebut
yang menyebabkan proses peradangan. Selain itu sisa makanan,
materia alba, dan bakteri plak sering terdapat di sekitar dan di bawah
jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang erupsi
hal ini mengakibatkan peradangan.
c. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada
pinggiran margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak,
sehingga dapat terjadi edema sampai dengan abses.
d. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai dengan
perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi,
ulserasi, dan bentuk poket dalam yang menyebabkan terjadinya pus,
meningkat pada anak-anak yang memiliki overjet dan overbite yang
besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge to edge, dan
protrusif.
e. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems
merupakan salah satu kerusakan atau penyimpangan morfologi,
keadaan, dan kuantitas dari gusi di sekitar gigi (antara margin gusi
dan mucogingiva junction) yang ditandai oleh mukosa alveolar yang
tampak sangat tipis dan mudah pecah, susunan jaringan ikatnya yang
lepas serta banyaknya serat elastis.
f. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat
gigi, alat ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan
mulut yang buruk.
g. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya
gingivitis yang bersifat sementara terutama berhubungan dengan
perubahan cuaca.
2. Faktor Risiko Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar
Gingivitis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama
gingivitis pada anak adalah plak. Faktor resiko lainnya yang dapat
menyebabkan gingivitis pada anak-anak sekolah dasar yaitu :
a. Sosial ekonomi
Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku
kesehatan keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah
berpengaruh terhadap kesehatan umum dan gigi anak, sebab dengan
status ekonomi rendah masalah utamanya adalah pemenuhan kebutuhan
minimal sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya.
b. Oral Hygiene (kebersihan mulut).
c. Pendidikan kesehatan gigi
Makin tinggi pendidikan, akan mudah menyerap informasi dan inovasi
baru, termasuk kesehatan gigi, bila dibandingkan dengan tingkat
pendidikan rendah.

E. Upaya Pencegahan Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar


Pencegahan primer merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit,
tetapi bila hal ini tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala
penyakit dan pengobatan secara tuntas merupakan pertahanan kedua. Tiga
tingkat pencegahan dalam epidemiologi yang disesuaikan dengan fase-fase
yang berbeda-beda dari perkembangan penyakit dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Pencegahan primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat
berupa:
a. Promosi Kesehatan Masyarakat
b. Pencegahan Khusus
2. Pencegahan sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk
mencegah orang yang telah sembuh dari sakit agar tidak sakit lagi, mencegah
orang yang telah sakit semakin parah, menghambat progresifitas penyakit,
menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini
dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi penyakit secara
dini dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyaringan
b. Pengamatan Epidemiologis
c. Survei Epidemiologis
d. Memberi pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya pada sarana
pelayanan umum atau praktek dokter swasta
3. Pencegahan tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan
dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat
dilakukan dengan cara:
a. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat
b. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi
c. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik
DAFTAR PUSTAKA

1. Anitasari S. Hubungan frekuensi menyikatan gigi terhadap tingkat


kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan
Palara Kotamadya Samarindah Propinsi Kalimantan Timur. Dentika
Dental Journal ;2005:10: 22-7.

2. Natamiharja L, Dewi O. Efektivitas penyingkiran plak antara sikat gigi


berserabut posisi lurus dan silang (exceed) pada murid kelas v sekolah
dasar. Dentika Dental Journal ;2002:7: 6-10.

3. Wangsaraharja K. Kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada


masyrakat berpenghasilan rendah. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi ;
2007:22: 90-5.

4. Adiningrat A, dkk. Perbedaan antara penggunaan pasta gigi yang


mengandung propolis dan tanpa propolis terhadap status kesehatan
gingiva. Majalah Ilmu Kedokteran Gigi ;2008:10(1): 17-9.

5. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal


desease. In: Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 5th
Ed. The C.V Mosby Company. Toronto; 1987. p.466-84.

6. Hadnyanawati H. Hubungan kebersihan gigi dan mulut dengan gingivitis


pada siswasekolah dasar kelas v di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran
Gigi UI ;2002:9(2): 10-12.

7. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta :


EGC, 2002; p.108-15

Anda mungkin juga menyukai