Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata
manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai
kegiatan. Namun, gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari
gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan
kebutaan.2
World Health Organization (WHO) mengetimasikan jumlah orang dengan
gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang dan
39 juta orang diantaranya menderita kebutaan. Katarak merupakan penyebab
gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia kedua (33%) setelah gangguan
refraksi yang tidak terkoreksi (42%).2
Katarak menempati posisi kedua penyakit mata yang menjadi prioritas di
dunia, hal ini menunjukkan bahwa katarak masih merupakan masalah prioritas
penyakit mata yang harus diatasi. Katarak merupakan penyebab 51% kebutaan di
dunia pada sekitar 20 juta orang. Meskipun katarak bisa diatasi dengan operasi, di
banyak negara masih ada hambatan yang dapat mencegah seseorang untuk
mengakses operasi katarak tersebut. Katarak tetap menjadi penyebab utama
kebutaan. Katarak juga merupakan penyebab penting dari penurunan penglihatan
baik di negara maju maupun negara berkembang. 2
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011, jumlah
pasien rawat jalan untuk penyakit mata adalah 672.168 pasien. Berdasarkan data
tersebut diketahui jumlah kasus katarak adalah 94.582, refraksi 198.036 kasus dan
glaukoma 25.176 kasus. 2
Setiap tahun sebanyak 38 ribu lebih warga Jawa Timur terancam penyakit
katarak. Berdasarkan data Dinkes Provinsi Jawa Timur, survei yang dilakukan
Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Jawa Timur diketahui angka kebutaan
pada tahun 2011 mencapai 2,660 juta orang, 570 ribu orang diantaranya buta akibat
menderita katarak. Namun, dari seluruh kasus tersebut 285 ribu diantaranya masih
belum dioperasi. 2

1
Prevalensi katarak di Indonesia semua umur tahun 2013 adalah 1,8%
sedangkan di provinsi Jawa Timur prevalensi katarak adalah 1,6%. Sebagian besar
penduduk dengan katarak di Indonesia belum menjalani operasi katarak karena
beberapa faktor yaitu ketidaktahuan penderita mengenai penyakit katarak yang
diderita, tidak mengetahui bahwa buta katarak bisa dioperasi atau direhabilitasi,
tidak memiliki biaya untuk operasi, serta takut untuk menjalani operasi. 2
Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur merilis data 10 penyakit
terbanyak di Surabaya pada bulan Agustus - Desember tahun 2014. Berdasarkan
data tersebut diketahui, penyakit mata termasuk didalamnya adalah katarak masuk
dalam 10 penyakit terbanyak dengan menempati urutan ke 8. Penyakit mata
tersebut meliputi, kelainan refraksi, katarak. 2
Berdasarkan laporan tahunan Dinas kesehatan Kota Surabaya diketahui
katarak merupakan penyakit mata yang terbanyak setelah kelainan refraksi pada
setiap tahunnya. Jumlah penderita katarak mengalami penurunan selama tiga tahun
terakhir, namun katarak selalu menempati urutan kedua penyakit mata yang dialami
penduduk kota Surabaya. 2
Katarak dapat diatasi dengan tindakan operasi, namun berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa belum semua katarak dapat diatasi karena beberapa faktor.
Katarak yang tidak disembuhkan akan menyebabkan kebutaan sehingga kebutaan
akibat katarak menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. 2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan.
Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior.
Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh
zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat
vitreus.
Radius kurvatura anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm.
Diameter lensa adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir
hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga
255 mg pada usia 40-80 tahun 13 Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di
antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk
cawan badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris
membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior
bola mata 12 Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan
ikat. Lensa dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara
lensa dan badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah
serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa secara sirkular13

B. Fisiologi lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. 6
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih
sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut

3
antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke
retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia,
kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. 6
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous.
Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan
kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase. 6
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 6

C. Pemeriksaan Lensa
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan
tajam penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop,
penlight, loop, sebaiknya dengan pupil dilatasi
Uji bayangan iris diketahui bahwa semakin sedikit lensa keruh semakin
besar bayangan iris pada lensa keruh. Cahaya dari senter disinarkan pada pupil
dengan membuat sudut 45 derajat dengan dataran iris dan dilihat bayangan iris
pada lensa yang keruh. Bila letak bayangan jauh dan besar berarti katarak
imatur , sedangkan bila bayangan kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak
matur.9
D. Definisi Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan
gangguan penglihatan. Katarak ditandai dengan adanya lensa mata yang
berangsur-angsur menjadi buram yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kebutaan total. Penyakit katarak terutama disebabkan oleh proses degenerasi

4
yang berkaitan dengan usia. Katarak kini masih menjadi penyakit paling
dominan pada mata dan merupakan penyebab utama dari kebutaan di seluruh
dunia. Paling sedikit 50% dari semua kebutaan disebabkan oleh katarak, dan
90% diantaranya terdapat di negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia.5
Katarak merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan
kebutaan yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul
pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan
dan faktor lainnya.2
Keadaan patologik dari lensa dapat dijumpai dalam beberapa bentuk
seperti katarak dan dislokasi lensa. Katarak dibagi menjadi beberapa macam
yaitu katarak perkembangan/pertumbuhan misalnya kongenital atau juvenile,
katarak degenerative misalnya katarak senil, katarak komplikata, katarak
trauma. Sedangkan dislokasi lensa merupakan kelainan lensa akibat fiksasi
lensa pada zonula zinn tidak normal. Bila hanya sebagian zonula zinn yang
putus maka disebut subluksasi lensa.2

E. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada tahun
2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita katarak,
atau 1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita katarak6

F. Etiologi
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap
obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi kortikosteroid
menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan amiodaron
menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior. Katarak juvenile juga
dapat disebabkan karena kelainan herediter.6

5
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia
lanjut, kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik),
keracunan obat (eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase topikal),
kelainan sistemik atau metabolik (DM, galaktosemi, distrofi miotonik), genetik
dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin. Faktor
resiko dari katarak antara lain DM, riwayat keluarga dengan katarak, penyakit
infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan mata, pemakaian
kortikosteroid, terpajan sinar UV dan merokok. 6
Katarak juvenile terjadi pada orang muda yang mulai terbentuk dari usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
Katarak juvenile dapat juga disebabkan oleh beberapa jenis obat seperti eserin
(0,25-0,5%), kortikosteroid, ergot, antikolinesterase topikal, kelainan sistemik
atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak juvenile adalah diabetes
mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. 6
Faktor utama penyebabkan terjadinya katarak selain kadar gula darah
adalah usia, jenis kelamin, pendidikan rendah, pendapatan rendah, kebiasaan
merokok, pekerjaan diluar gedung, pola konsumsi protein hewani dan nabati.
Usia lanjut dengan kondisi tubuh yang mulai menurun juga memungkinkan
timbulnya katarak, seperti pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap
persentase usia dengan terjadinya katarak.4

G. Patofisiologi
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan
Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya
pengkabutan pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya
cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water
insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam

6
struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu protein yang larut dalam lemak
(soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan pada keadaan normal
protein yang larut dalam lemak lebih tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam
lemak.6
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak
ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 6
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga
kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. 6
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada
lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya
protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi
lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada
nuklear lensa. Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. 6
Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk
dipahami. Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial
yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-
macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus
meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. 6
Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya
kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring
dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial

7
dan differensiasi abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa
katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah di mana menyebabkan
penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-serpihan
kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan
homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih
jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin
metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada
nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan
transport air, nutrien dan antioksidan. 6
Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia
terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam
studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation
teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida
dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif
pada kataraktogenesis. 6
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa
dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi
larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil
perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi
lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain
yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak
secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.
H. Klasifikas

8
Gambar : 2.1. Klasifikasi katarak
Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria
berbeda, yakni :
1. Klasifikasi Morfologik

a. Katarak Kapsular. Kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul


anterior. Merupakan differensial dari katarak polaris anterior.
Umumnya tidak mengganggu penglihatan.
b. Katarak Subkapsular. Katarak Subkapsular mulai dengan kekeruhan
kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu
yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada
kedua mata. Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa.
Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih
muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Pada
keadaan awal, katarak subkapsular posterior adalah salah satu dari tipe
utama katarak yang berhubungan dengan penuaan. Bagaimanapun, ini
bisa juga terjadi sebagai akibat dari trauma, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang (sistemik, topical, atau intraokuler), inflamasi, paparan
radiasi ion, dan alkholisme. Katarak ini menyebabkan kesulitan
membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.

9
c. Katarak Nuclear. Katarak Inti (Nuclear) merupakan yang paling banyak
terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa.
Biasanya karena proses penuaan. Beberapa tingkat sklerosis nuclear dan
kekuningan pada lensa adalah normal pada pasien dewasa yang telah
melewati usia pertengahan. Secara umum, kondisi ini hanya
mempengaruhi fungsi visual secara minimal. Penghambuaran cahaya
dan kekuningan yang parah disebut sebagai katarak nuklear, yang
menyebabkan opasiti sentral. Nukleus cenderung menjadi gelap dan
keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik
yang disebut juga sebagai second sight., sulit menyetir pada malam hari.
Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada lensa
menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya terhadap
spectrum warna biru sehingga penderita mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
d. Katarak Kortikal. Katarak Kortikal biasanya terjadi pada korteks. Mulai
dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah
sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
lambat. Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi sering asimetris.
Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti
ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi yaitu
penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.
e. Katarak Lamellar. Merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung
pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak
lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan
lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik

10
selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar juga diwariskan
secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan zona
atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat dilihat sebagai
lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal
kuda disebut riders.
f. Katarak Sutural. Kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya tidak
mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik.
Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

2. Menurut patofisiologinya, katarak dapat dibagi menjadi


a. Katarak Developmental
1) Katarak Kongenital. Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat
disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia
kehamilan masih dini. Kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang
cukup berarti terutama akibat penangannya yang kurang tepat.3
Katarak kongenital dapat menyebabkan kebutaan pada bayi atau
anak-anak, biasanya disebabkan oleh virus rubella yang menginfeksi
bay sejak di dalam kandungan melalui plasenta.4
2) Katarak Juvenil. Katarak juvenil adalah katarak yang lembek dan
terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile

11
merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenile
biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic
dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, otot, katarak
traumatik, katarak komplikata, kelainan kongenital lain, dan katarak
radiasi.6
b. Katarak Degeneratif: Katarak Senilis biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun. Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60
tahun.
c. Katarak Komplikata: merupakan katarak akibat penyakit mata lain atau
dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin. Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya
di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus,
pungtata ataupun linear.
Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan katarak senilis,
Galactosemia, Toxic pada obat-obatan steroid yang dapat menyebabkan
katarak subcapsular. Katarak biasa terjadi pada usia lanjut. Namun, pada
diabetes, katarak bisa terjadi pada usia muda dan dapat menjadi semakin
parah, jadi timbulnya katarak tergantung pada usia, lamanya diabetes,
dan bagaimana pasien mengontrol kadar glukosa darah.4
1) Katarak pada Uveitis
2) Katarak pada Diabetes Melitus
3) Katarak pada Galaktosemia
d. Katarak Traumatika
Pembedahan Intraoculer sebelumnya seperti Vitrectomy pars
plana, pembedahan glukoma (trabeculoctomy atau iridotomy). Katarak
traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan
humor aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk kedalam
struktur lensa. Petasan, peluru pistol angin merupakan penyebab yang

12
sering, penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu, pajanan
berlebih terhadap panas dan radiasi pengion.3
1) Trauma tumpul (kontusio)
2) Injuri perforasi
e. Katarak Akibat Penyebab Lain
1) Katarak akibat radiasi
2) Katarak akibat intoksikasi obat

I. Diagnosis
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir
pada tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada anak yang sering di jumpai
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30%
herediter ( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena
sebab lain. Wanita sebagai pembawa sifat (carrier) menunjukkan
kekeruhan pada Y suture lensa tapi tidak terlihat jelas.
Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di
bagi atas :
a. Idiopatik
b. Pewarisan Mendel
1) Autosomal Dominan
2) Autosomal Resesif
3) X-linked
c. Infeksi intrauterine
1) Rubella
2) Chicken pox/ Herpes zoster
3) Herpes Simpleks
4) Cytomegalovirus
d. Prematuritas
e. Gangguan Metabolic
1) Galaktosemia

13
2) Sindrom Lowe
3) Sindrom Alport
f. Gangguan Kromosom
1) Trisomy- 21 (Sindrom Down)
2) Trisomy- 13 (Sindrom Patau)
3) Trisomy- 18 (Sindrom Edward)
g. Abnormalitas Okuler
1) Mikroptalmia
2) Aniridia
3) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous (PHPV)
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria.
Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir,
karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk
sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang
melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala
lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus.
Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal,
pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan.
Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler
atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan
antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi
retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di
dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit
jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.
Semua anak baru lahir berhak mendapat pemeriksaan mata,
termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks
fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari
refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam
ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct
kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes
iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner. Retinoskopi pada anak

14
dengan pupil tidak dilatasi membantu untuk penilaian penglihatan potensial
pada mata katarak. Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi kortikal lebih
dari 3 mm dapat dilihat secara signifikan.

a. Anamnesa. Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta


gejala dari status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat
membantu prognosis penglihatan setelah terapi. Selain itu, dalam
anamnesa juga harus diperoleh informasi mengenai tumbuh kembang
anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang lainnya, lesi kulit
dan riwayat keluarga.
b. Fungsi penglihatan. Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu
dari anamnesa, observasi dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah
laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi. Anak dengan katarak kongenital
bilateral biasanya menunjukkan penurunan penglihatan dan
perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan pergerakan mata dapat
menurun atau tidak ada. Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya
pada anak dengan katarak unilateral. Nistagmus terjadi karena
kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa
menjadi turun setelah terapi.
c. Pemeriksaan segmen anterior. Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat
menjelaskan morfologi dari katarak dan dapat membantu menentukan
penyebab dan prognosis. Hal yang berhubungan dengan kornea
abnormal, iris dan pupil dapat dicatat.

15
d. Pemeriksaan funduskopi. Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan
retina dan optic disc untuk memperkirakan penglihatan potensial dari
mata.
e. Penatalaksanaan.
1) Pencegahan melalui vaksinasi rubela bagi wanita hamil.10
2) Pembedahan. Apabila didapatkan katarak unilateral yang padat,
sentral, diameter lebih dari 2mm atau katarak yang menyerang dua
mata dianjurkan ekstraksi katarak pada waktu bayi berusia 2 bulan
untuk memungkinkan berkembangnya tajam penglihatan dan
mencega ambliopia. Apabila operasi berhasil baik, operasi mata
kedua dapat dilakukan segera. Bila tidak operasi ditunda 1-2 tahun
kemudia sehingga resiko penyulit operasi lebih rendah.10
3) Tindakan pembedahan berupa insisi lensa diikuti dengan aspirasi
irigasi. Dilakukan kapsulotomi posterior primer dan vitrektomi
anterior untuk mencegah kekeruhan pada kapsul.10
4) Pengangkatan lensa (lensektomi). Pada anak-anak pemasangan
lensa kontak ataupun kacamata ditujukan untuk koreksi afakia.
Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau pars plana
menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual.
Irigasi dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang
terpisah untuk pembedahan bimanual. Kapsulektomi anterior
dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan seluruh korteks.
Karena kekeruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak,
penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya
dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa
kapsul lensa posterior bagian perifer sebaiknya ditinggalkan untuk
memfasilitasi penanaman IOL sekunder di kemudian hari.
5) Ekstra kapsular katarak ekstraksi. Walaupun ECCE memerlukan
insisi limbus yang relatif besar (8-10 mm) tapi hal ini relatif
sederhana tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Material
korteks di aspirasi dan diangkat dari kapsul posterior yang intak.
Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular.

16
Insisi kemudian di jahit, kadang-kadang hal ini menimbulkan
astigmatisma kornea. Perbaikan visual secara lambat biasanya 3
bulan post operasi dan astigmatisma dapat hilang dalam beberapa
waktu kemudian.
6) Rehabilitasi optik post operasi. Pilihan koreksi optik untuk afakia
tergantung pada berbagai faktor. Kacamata afakia adalah metode
paling aman yang tersedia dan mudah diganti untuk mengakomodasi
perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak. Lensa
kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat baik pada
kasus monokular afakia. Mengubah kekuatan lensa relatif mudah
dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24
jam. Sangat disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata
digosok-gosok dan harganya mahal. Sebagai tambahan, koreksi
kacamata diperlukan jika penglihatan yang jelas diinginkan untuk
penglihatan dekat dan jauh. Tetapi lensa kontak juga memiliki resiko
infeksi berulang dan terjadinya ulkus kornea.
7) Pemilihan kekuatan lensa intra okuler. Karena mata anak-anak terus
memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan kekuatan lensa intra okuler
yang tepat sangatlah rumit. Oleh karena itu implantasi lensa intra
okuler memerlukan perhitungan yang mencakup usia anak dan
target refraksi pada saat dilakukan pembedahan. Kebanyakan ahli
memasang implant lensa intra okuler dengan kekuatan yang
dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh
dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut.
Kemudian anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata
hipermetropia dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga
usia remaja. Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat
implantasi lensa intraokuler, khususnya pada yang unilateral untuk
menghindari anisometropia dan memfasilitasi perkembangan fungsi
binokuler. Pada anak-anak seperti ini berkembang progesif menjadi
lebih miopia seiring waktu dan akhirnya memerlukan prosedur
sekunder untuk mengatasi peningkatan anisometropia.

17
Diagnosis banding katarak kongenital adalah retinoblastoma yaitu
tumor ganas yang menyerang retina ditandai dengan gejala mata kucing
(amaroutic cat’s eye) yang disertai strabismus dan glaukoma, retrolental
fibroplasia yaitu timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang berlebihan
pada bayi prematur.10
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda
dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas
kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan
perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan
dengan pediatrik afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan
lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari pasien.
2. Katarak senilis
Penyebab pasti sampai sekarang belum diketahui. Terjadi perubahan
kimi apada protein lensa dan agreagasi menjadi protein dengan berat
molekul tinggi, agregasi protein ini mengakibatkan fluktuasi indeks refraksi
lensa, pemendaran cahaya dan mengurangi kejernihan lensa. Perubahan
kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif menjadi
kunng atau kecoklatan dengan bertambahnya umur, juga terjadi penurunan
konsentrasi glutatio dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan
kalsium serta peningkatan hidrasi lensa. Faktor yang berperan pada
pembentukan katarak antara lain proses oksidasi dari radikal bebas, paparan
sinar ultraviolet, dan malnutrisi. 10
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.

18
a. Katarak Insipien

Kekeruhan lensa tampak terutama dibagian perifer korteks


berupa garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji
sebuah roda. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan
tajam penglihatan dan masih bisa dikoreksi mencapai 6/6.10
b. Katarak Imatur atau katarak intumessen

19
Kekeruhan terutama dibagian posterior nukleus dan belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena
lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke depan yang
menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa menimbulkan
glaukoma sekunder. lensa yang menjadi lebih cembung akan
meningkatkan daya bias, sehingga kelainan refaksi menjadi lebih miop.
10
Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa. Iris shadow masih positif karena bagian
superficial lensa masih transparan.
c. Katarak Matur

20
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menajdi putih
keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan
tangan atau persepsi cahaya. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi
ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada
ukuran yang normal.10 Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila
lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga iris shadow negatif dan fundus reflex
negatif. Stadium ini adalah saat yang baik untuk melakukan operasi,
karena lensa dengan mudah dapat dilepas.
d. Katarak Hipermatur

21
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks
dan nukleus tenggelam kebawah (katarak morgagni) atau lensa akan
terus kehilangan cairan dan keriput (shrunken katarak). Operasi pada
stadium ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.10
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.

22
Diagnosis dan cara pemeriksaan pada katarak senilis yaitu optotip
snellen untuk mengetahui tajam penglihatan; lampu senter untuk
mengetahui reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal,
tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan;
ophthalmoskop sebaiknya pupil dilebarkan untuk melihat fundus reflek;
slit-lamp dapat dievaluasi luas, tebal, dan lokasi kekeruhan lensa.
Diagnosis banding katarak senilis adalah refleks senil, katarak
komplikata, katarak karena penyebab lain , kekeruhan badan kaca, ablasi
retina
Penyulitnya adalah glaukoma sekunder terjadi pada katarak
intumessen karena pencembungan lensa, uveitis fakotoksik atau glaukoma
fakolitik terjadi pada stadium hipermatur sebagai akibat massa lensa yang
keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan
3. Katarak komplikata
a. Katarak pada Uveitis
Katarak yang terjadi pada uveitis ini biasanya tipe subkapsular
katarak. Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang disertai
dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan pada
lensa. Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa biasanya
ditemukan beserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah kapsul
anterior. Terjadi inflamasi maka sel radang akan terakumulasi pada
bagian bilik anterior maupun posterior sehingga menyebabkan
penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak seimbang.
Kandungan protein yang disertai sel-sel radang akan menyebabkan air
masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih tebal dan keruh.
b. Katarak pada Diabetes Melitus
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan
pada pasien diabetes Patogenesisnya adalah Sorbitol dibentuk dari
glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim
pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada
lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea,
iris, retina, saraf dan ginjal.

23
Akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular menghasilkan
perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang
akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa,
sorbitol diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi
fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari
sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena
adanya perbedaan gradien osmotik.
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi
dari sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang
kemudian hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga
menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif
oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat
lensa.
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium,
asam amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan
jaringan sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi
perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam
lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi gangguan
elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini
merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari kerja aldose
reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa.
pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang
opaksiatas pada lensa bagian kortikal Dari analisis yang dilakukan
dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami
sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal
yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak.
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi
dalam 3 bentuk:
1) Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa ,

24
kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal
kembali.
2) Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow
flake atau bentuk piring subkapsular
3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan
darah untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa.
c. Katarak pada Galaktosemia
Galaktosa merupakan jenis monosakarida yang siap diabsorsi
dan kemudian dibawa ke hepar dan diubah menjadi glikogen.
Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana konversi
ini tidak terjadi akibat dari defisiensi enzim galaktosa 1-
fosfaturidililtransferase.
Galaktosemia merupakan penyakit herediter. Penemuan klinis
yang bermakna pada bayi baru lahir adalah adanya hepatomegali,
malnutrisi, katarak dan galaktosemia. Katarak umumnya terdeteksi pada
beberapa hari setelah bayi lahir.
Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes,
karena pada pemeriksaan urine, glukosa juga didapatkan hasil yang
positif. Sekarang ini sudah tersedia pemeriksaan khusus galaktosa
oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini dapat
dilakukan dengan diet galaktosa, dimana ketika kadar galaktosa
berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan bahwa
penyakit ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak
menghilang ketika pemberian susu bayi ini kandungan utamanya
pada susu yaitu sumber galaktosa ini dihilangkan.
Patofisiologi yang terjadi bermula pada perubahan morfologi
lensa juga ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan
terjadi akumulasi cairan didalam intraseluler, sehingga membuat suatu

25
celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan presipitasi dari protein-
protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan lensa
itu sendiri menjadi hidropik. Dalam galaktosa katarak metabolit
abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa secara
perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara minimal. Selain
itu juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan bentuk
gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol dalam lensa
ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk kedalam serat
lensa. Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama dengan
peningkatan air pada lensa.
4. Katarak traumatika
Mekanisme pasti serta alasan yang jelas mengenai terbentuknya
katarak masih belum jelas. Namun, faktor – factor yang dapat mengganggu
keseimbangan dari cairan dan elektrolit intrasel dan ekstraseluler dalam
serat lensa cenderung menyebabkan lensa tersebut mengalami opasifikasi.
Faktor yang bertanggung jawab dalam gangguan keseimbangan tersebut
bervariasi dari tipe – tipe katarak serta masing – masing individu.
Munculnya katarak traumatic dapat tertunda sampai kurun waktu
beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai
kemungkinan riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan
akibat tersebut kadang cukup sulit untuk dibuktikan dikarenakan tidak
adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan sebelumnya.
Pada umumnya, manifestasi awal dari katarak kontusio adalah
opasifikasi bentuk stellate atau bentuk rosette (rosette cataract). Biasanya
tampak pada sumbu aksial termasuk kapsul posterior lensa. Selain itu, dapat
memberikan tanda berupa pigmen dari iris yang tercetak ke permukaan
anterior lensa yang disebut vossius ring. Walaupun vossius ring secara
visual dapat menghilang dalam beberapa waktu, namun tanda ini
merupakan indikator dalam trauma tumpul.
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi
untuk terbentuknya katarak, terutama perforasi pada lensa sangat sering
menimbulkan opasifikasi pada korteks lensa yang mengalami trauma. Pada

26
umumnya, proses tersebut berkembang sangat cepat. Jika objek yang
menyebabkan perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa
biasanya tidak memberi dampak pada lensa, dan bila trauma tidak
menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak juga tidak
terbentuk. Hal ini tentu juga bergantung pada penatalaksanaan luka kornea
yang hati – hati dan pencegahan terhadap infeksi.
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia
pasien. Saat kapsul lensa yang ruptur terjadi pada anak – anak, maka akan
diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan massa lensa biasanya
secara berangsur – angsur diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang
lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas
karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata telah hilang. Oleh
karena itu, dibutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler.
5. Katarak akibat penyebab lain
a. Katarak akibat Radiasi Elektromagnetik. Trauma radiasi yang sering
ditemukan adalah:
1) Sinar infra merah, dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari
dan pada saat bekerja di pemanggangan. Bila seseorang berada pada
jarak 1 kaki selama satu menit di depan kaca yang mencair dan
pupilnya midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak 9°C.
Demikian pula iris yang mengabsorpsi sinar infra merah akan panas
sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa dapat mengakibatkan katarak
dan eksfoliasi kapsul lensa.
2) Sinar ultraviolet, banyak terdapat pada saat bekerja las dan menatap
sinar matahari. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan
terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak
akan nyata terlihat.
3) Sinar X dan sinar terionisasi, dapat mengakibatkan katarak dan
rusaknya retina. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan
diri sel epitel secara tidak normal.
b. Katarak akibat Intoksikasi Obat (Penggunaan steroid jangka panjang)

27
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid
bersifat luas, insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular
posterior. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum
sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif
selain operasi pengangkatan lensa.
Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular
posterior adalah karena dihambatnya NaK-adenosine triphosphatase
(ATPase) oleh kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi
natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya kadar
potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa.
Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat
bilateral, terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat didalam
kapsul posterior, terkadang dapat meluas hingga kebagian anterior
korteks dengan bentuk yang iregular. Bagian tepi biasanya sedikit tajam,
tetapi biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan. Kekeruhan
berwarna putih kekuningan pada lensa dengan disertai adanya vakuol
kecil.
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak, tidak sebatas
pada pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa
dilakukan optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan
steroid ini dapat berupa gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif,
modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem osmotik
terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas
membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan, fluktuasi dari
indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar,
tidak fokus pada retina.
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya
membran dan rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi
akibat penggunaan steroid menyebabkan terjadinya denaturasi dari
protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang terakhir adalah
gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan glukosa yang kemudian
terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan atau anti

28
radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk
melindungi dari penggunaan steroid.

J. Gejala Klinis
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan
tanpa rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi.
Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan penglihatan
normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Gejala yang pertama
katarak adalah biasanya pandangan kabur. Silau dan halo dan penurunan tajam,
bayangan ganda dapat juga awal dari katarak. Selain itu kadang dapat
ditemukan gejala awal seperti silau dan diplopia monokular yang tidak dapat
dikoreksi. Diplopia monokular ini umumnya terjadi akibat perubahan indeks
refraksi antara lapisan nuklear dengan korteks lensa sehingga membentuk
daerah refraksi yang multipel.6
Walaupun katarak jarang memberikan gejala nyeri, namun lensa katarak
memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi
dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien)
hanya sedikit opak. Katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut)
mengalami sedikit edema. Apabila kandungan air maksimum dan kapsul lensa
teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak
hipermatur (sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa
yang sangat keruh, relatif mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.6
Gejala klinis pada katarak senilis secara subjektif yaitu tajam
penglihatan menurun, makin tebal kekeruhan lensa tajam penglihatan makin
mundur, demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita
merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan diperifer, penderita merasa lebih
enak membaca dekat tanpa kacamata seperti biasanya karena miopisasi,
kekeruhan di subkapsuler posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
penurunan penglihatan pada keadaan terang
Gejala klinis pada katarak senilis secara objektif yaitu leukoria (pupil
berwarna putih pada katarak matur), tes iris shadow yang positif pda katarak

29
imatur dan negatif pada katarak matur, reflek fundus yang berwana jingga akan
menjadi gelap pada katarak matur.

K. Penatalaksanaan
Pencegahan sampai saat ini belum ada untuk katarak senilis. Non-Bedah
hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk sementara waktu. Di
samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa
bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang
mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada
manusia. Pada katarak imatur dapat diberikan Catarlent eye drop 3 kali sehari 1
tetes untuk memperlambat terjadinya kekeruhan lensa.7
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya,
menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa
pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan
pembedahan. Adapun indikasi operasi :6
1. Indikasi Optik : Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak.
Jika penurunan dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi sosial. Belum buta WHO kategori III namun mengganggu
pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
3. Indikasi terapetik. Dilakukan jika katarak sudah mengganggu kesehatan
mata akibat komplikasi, contohnya : glaukoma fakolitik dan glaukoma
fakomorfik.
4. Indikasi diagnostik. Operasi katarak untuk memperbaiki kejernihan media
okular juga dibutuhkan agar dapat mengetahui keadaan patologis melalui
funduscopy, seperti retinopathy diabetic, Ablasio retina yang membutuhkan
monitoring dan pengobatan.
5. Indikasi Kosmetik : Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan
retina atau nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak

30
dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
Teknik Operasi Katarak :6
1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE). Pembedahan dengan
mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula
Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi
intrascapular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. Akan tetapi pada tehnik ini tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit yang
dapat terjadi pada pembedaha ini yaitu astigmat, glaucoma, uveitis,
endoftalmitis dan perdarahan, sekarang jarang dilakukan.6

31
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
a. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE). Tindakan pembedahan pada
lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah
atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan
ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk tejadinya prolaps
badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablas retina, mata dengan
sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakuka pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyuli
yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapa terjadinya katarak
sekunder.6

32
b. Small Incision Cataract Surgery (SICS). SICS adalah salah satu teknik
operasi katarak yang pada umumnya digunakan di Negara berkembang.
Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat
berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini
dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus),
kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan
CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan
manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian
dipasang IOL in the bag.6

33
c. Phacoemulsification. Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling
mutakhir. Hanya diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan
menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus
lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa
dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus
menghancurkan dan menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat
dilakukan sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa
dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat
dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah
sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan sendirinya tanpa
memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat melakukan
aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif pada katarak
yang padat.6

34
L. Komplikasi
Walaupun dengan fasilitas yang bagus dan keterampilan ahli bedah
katarak yang baik, hasil visus setelah operasi masih sering disertai dengan
astigmat kornea setelah operasi atau yang biasa disebut Surgical Induced
Astigmatism (SIA), sehingga membuat pasien tetap memakai kacamata. Karena
banyak studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ukuran, tempat dan tipe
insisi mempunyai pengaruh langsung terhadap besar astigmat setelah operasi
dan pada akhirnya mempengaruhi hasil operasi katarak maka sangat perlu untuk
memilih jenis operasi yang tidak memberikan efek astigmat setelah operasi.1
Insisi kornea dengan ukuran 4 mm dapat menginduksi SIA sebesar 0,40
- 0,75 D, insisi kornea dengan ukuran 2,75 mm dapat menyebabkan SIA sebesar
0,25 – 0,70 D, insisi kornea dengan ukuran 2 mm dapat menyebabkan SIA
sebesar 0,05 – 0,10 D. 1
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi :6
1. Intraoperation : Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior
mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari
keseimbangan solution garam ke dalam ruangan anterior, kebocoran akibat

35
insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus,
perdarahan pada suprachoroidal.
2. Postoperation : Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early
Complication Post Operation dan Late Complication Post Operation.
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang
merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan
ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan
perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi. Pasien datang dengan : Mata merah yang terasa nyeri,
Penurunan tajam penglihatan biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan, Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
d. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan
kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
e. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak
dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat
komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
f. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bila disertai hilangnya vitreous.

M. Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat
dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti
degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik
dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan
Phacoemulsifikasi.6

36
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Sidoarjo
No. RM : 1929912
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Mata kanan dan kiri kabur.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD sidoarjo dengan keluhan mata kanan dan
kiri teraa kabur sejak 2 bulan yang lalu, kabur secara perlahan, silau kalau
melihat cahaya, melihat seperti ada bayangan kabut, nyeri (-), mual (-),
muntah (-), pusing (-), mata merah (-), gatal (-), keluar kotoran (-), mata
berair (-), melihat bayangan hitam yang mengikuti pergerakan mata (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi obat (-), sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes mellitus (-) Hipertensi (-), asma (-), alergi obat (-), dikeluarga tidak
ada yang menderita penyakit seperti ini
5. Riwayat Pengobatan
Tidak pernah diberikan obat sebelumnya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan : Cukup

37
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,5oC
2. Status Lokalis
OD OS
Visus 5/5,5 ph (-) 5/8,5 ph (-)
TIO 11,3 mmHg 14,4 mmHg
Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Dalam Dalam
Iris Reguler Reguler
Pupil Isokor Isokor
Lensa Keruh di bagian Keruh di bagian korteks
korteks

Tabel 3.1 Status Lokalis Pemeriksaan Fisik

kortek kortek
s
Fundus reflek (+) Fundus reflek (+)
Iris shadow (+) Iris shadow (+)

D. Resume
Pasien datang ke poli mata RSUD sidoarjo dengan keluhan mata kanan
dan kiri terasa kabur sejak 2 bulan yang lalu, kabur secara perlahan, silau kalau
melihat cahaya, melihat seperti ada bayangan kabut, nyeri (-), mual (-), muntah
(-), pusing (-), mata merah (-), gatal (-), keluar kotoran (-), mata berair (-),
melihat bayangan hitam yang mengikuti pergerakan mata (-).

38
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-),
alergi obat (-), sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gangguan seperti ini
Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes mellitus (-) Hipertensi (-), asma (-
), alergi obat (-), dikeluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
Riwayat Pengobatan Tidak pernah diberikan obat sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan:
OD OS
Visus 5/5,5 ph (-) 5/8,5 ph (-)
TIO 11,3 mmHg 14,4 mmHg
Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Dalam Dalam
Iris Reguler Reguler
Pupil Isokor Isokor
Lensa Keruh di bagian Keruh di bagian korteks
korteks

kortek kortek
s
Fundus reflek (+) Fundus reflek (+)
Iris shadow (+) Iris shadow (+)

E. Diagnosis Kerja : ODS Katarak Insipiens

F. Penatalaksanaan
1. Planning Therapy
a. Lyteers ED 6 dd gtt I ODS
b. Catarlent ED 3 dd gtt 1 OS
2. Planning Monitoring
a. Visus/tajam penglihatan

39
b. Keluhan pasien (klinis)
3. Edukasi
a. Menginformasikan kepada pasien tentang penyakitnya dan terapi yang
diberikan.
b. Memberi tahu pasien untuk kontrol secara rutin dan menjalani operasi
untuk mengangkat lensa yang keruh.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Katarak merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan
kebutaan yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul
pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan
dan faktor lainnya
Sebagian besar katarak timbul akibat pajanan kumulatif terhadap
pengaruh lingkungan seperti merokok, radiasi UV serta nutrisi yang buruk.
Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun
katarak bisa juga timbul akibat trauma pada mata, paparan yang lama terhadap
obat seperti kortikosteroid menyebabkan katarak. Akibat induksi kortikosteroid
menyebabkan katarak subkapsul posterior, Phenotiazin dan amiodaron

40
menyebabkan deposit pigmen di epitel lensa anterior. Katarak juvenile juga
dapat disebabkan karena kelainan herediter
Katarak dapat diatasi dengan tindakan operasi, namun berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa belum semua katarak dapat diatasi karena beberapa
faktor. Katarak yang tidak disembuhkan akan menyebabkan kebutaan sehingga
kebutaan akibat katarak menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

1. Ferdian, Fajar., Afifudin, Ahmad., Hamzah., 2015, Astigmat Kornea Anterior,


Setelah Fakoemulsifikasi Dengan Insisi Kornea Temporal Ukiran 2,75
Milimeter Pada Penderita Katarak, Jurnal JST Kesehatan, Vol. 5, No.1,
Hal 66-73
2. Fitria, Aminatul., 2016, Hubungan Umur, Sikap, Pengetahuan, Biaya Terhadap
Tindakan Untuk Melakukan Operasi Katarak, Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol. 4 No. 2, Hal. 176-187
3. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu., Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima, Badan
Penerbit, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
4. Irawan, Geaby M., Saerang, J.S.M., Tongku, Yamin, 2015, Katarak Pada Anak
Di Poliklinik Mata Blu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari
2011-Desember 2013, Journal e-Clinic (eCl), Vol. 3, No. 1, Hal. 338
5. Khairani., Nugrahalia, Meida., Sartini, 2016, Hubungan Katarak Senilis
Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di
Medan, Jurnal BioLink, Vol. 2, No. 2, Hal. 111
6. Mo’otapu, Astria., Rompas, Sefti., Bawotong, Jeavery., 2015, Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Katarak Di Poli Mata
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, e-Journal Keperawatan, Vol. 3,
No. 2, Hal. 2
7. Mutiarasari, Diah., Handayani, Fitriah., 2011, Katarak Juvenile, Jurnal
Inspirasi, No. XIV, Hal. 38
8. Setiawan, Bayu., 2013, Hubungan Antara Pengetahuan, Tentang Operasi
Katarak Dan Tingkat Ekonomi Penderita Katarak Dengan Sikap

41
Tentang Operasi Katarak Pada Penderita Katarak Lanjut Usia Wilayah
Kerja Puskemas Sukoharjo, Naskah Publikasi, Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal. 2
9. Ilyas, Sidarta., Yulianti, Sri Rahayu., 2017, Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima,
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Hal. 210
10. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III, 2006,
Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya
11. Khurana, A A., 2007, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition, New Age
International (P) Limited, Publishers, New Delhi, India, Hal. 167
12. Lang, Gerard K, 2000, Ophtalmology A Short Text Book, Department of
Ophthamology and University Eye Hospital Ulm, Germany, Hal. 165
13. Khurana AK, Diseases of The Lens. Comprehensive Ophthalmology Fourth
Edition. India : Newage International Publishers.2007 : 405.

42

Anda mungkin juga menyukai