Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

PENURUNAN KESADARAN ET CAUSA


EPIDURAL HEMATOMA SPONTAN

Pembimbing :
dr. Anton Sirait, Sp.BS

Disusun oleh :
Fitriana Dyah Lestari
Riga Mellia Puspita

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK BEDAH SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
Juni 2017
BAB I
DESKRIPSI KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. D
Usia : 35 tahun
Alamat : Cibeber Barat Cilegon
Agama : Islam
Ruangan : ICU
No. RM : 00.28.09.09
Tanggal masuk : 6 Juni 2017

1.2 ANAMNESIS
Dilakukan Alloanamnesis pada tanggal 7 Juni 2017
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran setelah pengangkatan rahim 1 hari sebelum
masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan : mual (-) muntah (-) kejang (-)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSDP pada tanggal 6 Juni 2017 sekitar pukul 00.40 WIB
dengan keluhan penurunan kesadaran setelah menjalani operasi pengangkatan rahim total
di Rumah Sakit Panggung Rawi Cilegon sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Menurut keluarga pasien, pasien telah mengindap mioma uteri sejak 3 tahun yang lalu
sehingga dilakukan histerectomy di Rumah Sakit Panggung Rawi pada tanggal 5 Juni
2017 pukul 14.00 WIB. Namun setelah dioperasi pasien tidak sadarkan diri selama 3 jam.
Sebelum di bawa ke RS dr. Drajat Prawiranegara pasien sempat dibawa ke Rumah Sakit
Krakatau Steel untuk dilakukan CT – Scan kepala lalu hasilnya terdapat pendarahan
intrakranial. Menurut keluarga pasien, benturan pada kepala disangkal. Riwayat penyakit
hipertensi disangkal. Riwayat penggunaan kontrasepsi disangkal. Riwayat penggunaan
obat atau jamu disangkal oleh keluarga pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Mioma uteri sejak 3 tahun yang lalu.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Sopor
Glassglow Coma Scale : E2M5V2 = 9
Tanda Vital Tekanan darah : 110/80 mmHg
Respirasi : 21 x/menit
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Motorik : tidak dapat dinilai

Status Generalis
Kepala : Normochepale
Mata : Pupil anisokor, diameter 3mm/1mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
THT : Dalam batas normal
Wajah : Simetris
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

1.4 PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 6 Juni 2017 pukul 06.05
Haemoglobin : 12,60 g/dL
Leukosit : 15.720 /uL
Hematokrit : 38 %
Trombosit : 190.000 /uL
GDS : 135 mg/dL
PT : 17,6 sec
APTT : 32,80 sec
INR : 1,20
D.Diner : 855,52 ng/mL
Pemeriksaan CT-Scan pada tanggal 5 Juni 2017
1.5 DIAGNOSIS KERJA
EDH spontan at regio frontoparietal dextra
1.6 PENATALAKSANAAN
- Observasi tanda-tanda vital dan GCS
- Head up 30o
- O2 10 lpm
Terapi:
- Nacl 0,9% 12 tpm
- Inj Citicholin 2x1gr
- Inj Vit. K 3x1amp
- Inj Asam tranexamat 3x500mg
- Manitol 20% 4x125mg
- Inj diazepam bila kejang
- Inj Omeprazole 1x1gr
- Tramadol 3x1 amp
- Ikaphen 3x100mg

1.7 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala
dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os
temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan
melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.1,3

Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan tabula
interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai
fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di
dekat lokasi fraktur. 15

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal,


di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media
atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume
EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi
pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama 8,15,16
2.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan
sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural
hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH
adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)

60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi
pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien
yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. (9)

Tipe- tipe : (6)

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri


2. Subacute hematoma ( 31 % )
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

2.3 ANATOMI OTAK

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di
perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian
masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di
temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan
gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di
gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit
dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung
pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan
diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke
dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement
kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak. (1)

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan
perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan
oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut
tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar,
dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan
tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang
tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan
dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah dura mater,
arachnoid, dan pia mater (1)

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:
 Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang
membungkus dalam calvaria
 Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater spinalis yang membungkus
medulla spinalis
2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus


temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-
tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di
medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial
ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak
mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski
positif.(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.(1)

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri
kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau
pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar. (8)

Sumber perdarahan : (8)


 Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
 Sinus duramatis
 Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan
vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu
setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama,
apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

Arteri meningea media

2.5 ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9)

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada kranium. Dura
melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporal
parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media. Pada kasus yang
jarang, pembuluh darah ini dapat robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan
terpisahnya perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan
yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma
menjadi massa yang mengisi ruang.

Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang
epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, herniasi dari unkus dan
kompresi batang otak.1,4,5,6

2.6 GEJALA KLINIS

Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada
kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti adanya
penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid
interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif.
Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat
terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien
yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada
kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.1

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral
melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang
pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil
kontralaterak juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan
reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.3
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7

1. Lucid interval (+)


2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :7

1. Lucid interval tidak jelas


2. Fraktir kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan
5. Pupil isokor

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang


seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang menyokong
diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar garis
fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.3

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens (perdarahan)
di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan tampak bikonveks.

2.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Subdural Hematoma

Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan.
Gejala klinisnya adalah :

- sakit kepala

- kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater
dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.7

2. Subarakhnoid hematoma

Gejala klinisnya yaitu :

- kaku kuduk

- nyeri kepala

- bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat :

 Dekompresi dengan trepanasi sederhana


 Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan
posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase
vena.(9)

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan
dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3
mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini
masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus
epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan
saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk
mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial
yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang
biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-
4mg%.(8)

Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat : (15)

 Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)


 Keadaan pasien memburuk
 Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika
untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan
emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

 > 25 cc desak ruang supra tentorial


 > 10 cc desak ruang infratentorial
 > 5 cc desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

 Penurunan klinis
 Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
 Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis
yang progresif.

Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara trepanasi dengan
tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan perdarahan.3

2.10 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada : (8)

 Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )


 Besarnya
 Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan
kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma
sebelum operasi. (2,14)

Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural


hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma intrakranial
yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko terjadinya epilepsi post
trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2%.9
DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5


2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 6 mei 2017]. Didapat dari :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi61.pdf
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p. 818-9
4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books, 2000. p. 183-5
5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC,
1994. p. 329-30
6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.
Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003. [cited 20 Mei
2008]. Didapat dari
: http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html
7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11
8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p. 359-65, 382-
87
9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996. p.
144-5

Anda mungkin juga menyukai