Anda di halaman 1dari 17

Rizki Maulana Syukur.1102015203. SK-3 Ginjal dan sal.

kemih
LI.1 MM Anatomi Kelenjar Prostat
LO1.1 Makroskopik

 Definisi: bagian sistem reproduksi yang mengelilingi urethrae, kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi
oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra
(uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum
 Bentuk: ovoid, ujung caudal disebut: Apex prostata, bersandar pada serabut-serabut media; M. levator ani dan
M. levator prostata.
 Ukuran: sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih20 gram, dengan jarak basis
ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
 Mengeluarkan semen yang membawa sperma.
 Terletak cranial dari trigonum urogenitale, antara vesica urinaria (caudal) dengan diaphragma urogenitalis.
 Sintopi:
o Kanan dan kiri terdapat tepi bebas m. levator ani
o Dorsal terdapat rectum (pars ampullaris) dan m. pubococcygeus
o Ventral terdapat spatium prevesicale (cavum Reztii) yang memisahkannya dari symphysis pubica.
o Extraperitoneal (tidak dibungkus peritoneum)
 Melingkari urethare pars prostatica.
 Ada basis prostatae dan apex prostatae terletak di atas sphincter urethrae externa VU. Facies anterior, posterior,
dan facies inferolaterales.
 Permukaan cranialnya disebut basis prostata, dinding prostatnya merupakan lanjutan dari dinding Collum
vesicae tanpa batas yang jelas.
 Bagian ventral prostat, difiksasi oleh Ligamentum pubo prostatica mediale.
 Permukaan dorsal disentuh oleh Vasa deferentia dan vesiculae seminalis dan terpisah dari membrana
prostaticoperitoneale (Denonvillier) dan fascia rectalis.
 Pada prostat dewasa, masih dapat dibedakan lobus lateralis kanan dan kiri yang menonjol yang saling
dihubungkan oleh jaringan musculo fibrous disebut Isthmus.
 Biasanya pada prostat, di daerah uvula pada bibir posterior collum vesicae terjadi pembesaran prostat yang oleh
para klinisi dianggap sebagai: Hipertrofi median lobe.

Menurut strukturnya dibagi:

 Kelenjar 50%
 Otot polos 25%
 Jaringan ikat fibrotik 25%

Prostat terdiri dari lima lobus:


1. Lobus anterior
 Terletak di depan urethrae pars prostatica
 Unsur kelenjar tidak berkembang
 Embriologi: berasal dari dinding depan
 Urethra pars prostatica
2. Lobus lateral dextra dan sinistra
 Paling berkembang menjadi benign prostat hyperplasia
 Terletak sebelah lateral dari urethrae pars prostatica
3. Lobus posterior
 Berkembang dari dinding dorsal urethra
 Lobus posterior ini yang teraba pada rectal toucher, bila membesar menjadi carsinoma prostata
 Bagian prostat yang berhadapan dengan rectum
 Terletak di bawah muara ductus ejakulatorius
4. Lobus media
 Sinonim: lobus medianus
 Berkembang dari dinding posterior urethra pars prostatica
 Terketak di atas ductus ejakulatorius
 Sering menjadi BPH

Prostat dapat diraba secara rectal melalui anus dengan menekan dinding pars ampularis recti ke ventral, bila
terjadi carcinoma prostat, terjadi pembesaran prostat terutama pada lobus posterior yang dapat teraba dengan recetal
toucher.

http://training.seer.cancer.gov/images/prostate/prostate.jpg

http://rwjms.rutgers.edu/surgery/urology/media/images/3rd%20Year
%20Modules/Module1/Prostate_Frontal_Section.jpg
Hubungan :

 Ke superior: basis prostatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos prostataterus melanjut tanpa
terputus dengan otot polos collum vesicae. Urethra masuk padabagian tengah basis prostatae
 Ke inferior: apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma urogenitale.Urethra meninggalkan prostate
tepat diatas apex pada facies anterior.
 Ke anterior: facies anterior prostatae berbatasan dengan symphysis pubica, dipisahkan oleh lemak
ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium retropubicum (cavumRetzius). Selubung fibrosa prostata
dihubungkan dengan aspek postrior os pubis oleh ligamenta puboprostatica. Ligamenta ini terletak di samping
kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan fascia pelvis.
 Ke posterior: facies posterior prostatae berhubungan erat dengan facies antrerior ampulla recti dan dipisahkan
dari rectum oleh septum rectovesicae (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi
dinding ujung bawah excavatio retrovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke bawah sampai ke corpus
peritoneal.
 Ke lateral: facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus levator ani pada saat serabut ini
berjalan ke posterior dari pubis.

Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna, dan Arteri rectalis
(hemoroidalis) media. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika yang berhubungan dengan
vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral.
Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan
vertebra lumbalis.
Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian inferior yaitu fleksus saraf simpatis
dan parasimpatis. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari korda spinalis S2-4 dan simpatik
dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatnkan sekresi kelenjar pada epitel prostat,
sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uterta posterior, seperti pada saat
ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos pristat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di
tempat tersebut banyak terdapat reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankannya tonus
otot polos tersebut.
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yangkemudian bersatu untuk membentuk
beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.
1.2. Mikroskopik
Prostat merupakan kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar bercabang yang saluran keluarnya bermuara ke
dalam urethra pars prostatica. Prostat mengeluarkan cairan prostat dan menyimpannya untuk dikeluarkan pada saat
ejakulasi. Secara umumnya, kalenjar prostat terbentuk dari glandular fibromaskuler dan juga stroma, di mana, prostat
berbentuk piramida, berada di dasar musculofascial pelvis dimana dan dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat.
Prostat dikelilingi oleh kapsula fibroelastis yang kaya akan otot polos. Kapsula ini memancarkan septa yang
menembus kelenjar. Stroma yang sangat kaya akan fibromuskuler terbentuk mengelilingi kelenjar. Lamina basalis
tidak nyata dan sel-sel epitel terletak pada suatu lapisan jaringan penyambung yang banyak otot polos, jala-jala
serabut elastin padat dan kapiler-kapiler darah. Epitelnya mungkin kubis atau malahan berlapis tetapi pada sebagian
besar tempat adalah toraks, disertai sedikit sel-sel basal. Sel-selnya mensekresi protein. Sel-sel ini memiliki aktifitas
fosfatase asam yang besar. Keistimewaan ini dipertahankan pada karsinoma prostat yang ditandai oleh adanya enzim
dalam konsentrasi tinggi dalam tumor dan dalam darah. Fosfatase asam serum diukur tidak hanya pada diagnosis
tetapi juga untuk mengikuti penderita dengan tumor tersebut.
Bagian-bagian kelenjar terbenam di dalam stroma padat yang di bagian tepi berlanjut pada simpai. Stromanya
juga fibroelastik dan mengandung sejumlah berkas serat otot. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk dan ukurannya. Alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali, keduanya memiliki lumen yang
lebar. Lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya selapis atau bertingkat dan bervariasi
dari silindris sampai kubis rendah, tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma banyak
mengandung butir sekret dan butir lipid. Saluran keluar mempunyai lumen yang tidak teratur dan mirip tubuli
sekretoris yang kecil.
Sekret prostat merupakan cairan seperti susu, bersifat agak alkali, kaya dengan enzim proteolitik, terutama
fibrinolisin yang membantu pencairan semen. Sekret juga mengandung sejumlah besar fosfatase asam. Pada sajian,
sekret terlihat sebagaimassa granular yang asidofilik. Seringkali mengandung badan-badan bulat atau bulat telur
disebut konkremen prostat (korpora amilasea) yang merupakan kondensasi sekret yang mungkin mengalami
perkapuran.
Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral: Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer: Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan
terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis: Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25%
massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi
4. Zona Transisional: Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik.
Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma
fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH)
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra: Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

2. MM fisiologi prostat
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, dan ion fosfat,
enzim pembeku, dan profibrinolisis. Selama pengisian, sampai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan
kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih
banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme
sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambar fertilisasi sperma. Sekret vagina juga bersifat asam (ph 3.5–4).
Sperma tidak dapat bergerak optumal sampai pH sekitarnya meningkat kira–kira 6–6.5 sehingga merupakan suatu
kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga
meningkatkan moyilitas dan fertilisasi sperma.

Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang masa kanak–kanak dan mulai tumbuh pada masa pubertas di
bawah rangsangan testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran hampir tetap pada usia 20 tahun dan tetap dalam
ukuran itu sampai pada usia kira–kira 50 tahun. Pada waktu tersebut, beberapa orang kelenjarnya mulai berinvolusi,
bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis. Sekali kelenjar prostat terjadi, sel–sel karsinogen
biasanya dirangsang untuk tumbuh lebih cepat oleh testosteron, dan diambat dengan pengangkatan testis, sehingga
testosteron tidak dapat dibentuk lagi.
3. MM BPH
3.1. Definisi
Kelainan histologi yang khas ditandai dengan proliferasi sel2 prostat. Akumulasi sel2 dan pembesaran kelenjar
merupakan hasil proliferasi sel epitel dan stroma prostat. BPH bagian yg proses yang normal pada laki2 dan secara
hormonal tergantung dari testosteron dan dehidrotestosteron(DHT).
Istilah lain adalah pembesaran kelenjar prostat yg menyebabkan sumbatan pada uretra dan menyebabkan terjadinya
gejala traktus urinarius bawah ( LUTS) , ISK . indikasi pembesaran prostat jika mempunyai gejala gangguan
berkemih yg diyakini ada nya sumbatan kelenjar prostat pada kandung kemih.
3.2. Etiologi
Saat ini, tidak ada konsensus tentang etiologi BPH. Ada banyak pendapat, seperti perubahan fungsi urodinamik
karena meningkatnya uretra angulasi prostat. Beberapa telah mengidentifikasi peristiwa molekuler, seperti
peningkatan stress oksidatif, kerusakan iskemik akibat gangguan pembuluh darah, hilangnya regulator negatif
kontrol siklus sel, atau perubahan kadar hormon terkait usia. Namun, sebagian besar postulasi etiologi mengarah ke
peradangan prostat sebagai inisiator BPH. Meskipun masih belum ada kesepakatan apakah peradangan hanyalah
sebuah kejadian paralel atau penyebab langsung, beberapa dalam penelitian telah menemukan hubungan yang
signifikan antara peradangan dan BPH
Faktor Resiko :
Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat telah menjadi kontroversi. Menurut
sebuah studi yang menganalisis data dari kelompok plasebo dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang
terdaftar 18.880 pria berusia lebih dari 50 tahun, tingginya konsumsi daging merah dan diet tinggi lemak dapat
meningkatkan risiko BPH, dan tingginya konsumsi sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene dan
suplemen dengan vitamin D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi vitamin C, vitamin E, dan selenium
dilaporkan tidak ada hubungannya dengan BPH. Aktivitas fisik juga terbukti mengurangi kemungkinan
pembesaran prostat dan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Dalam meta-analisis yang terdaftar 43.083 pasien
laki-laki, intensitas latihan itu terkait dengan pengurangan risiko pembesaran prostat. Sebuah korelasi negatif
antara asupan alkohol dan pembesaran prostat telah ditunjukkan dalam banyak studi penelitian
Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih kecil kemungkinan terjadi gejala BPH,
40% lebih kecil kemungkinan untuk mengalami transurethral resection prostate, dan 20% lebih kecil
kemungkinan mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis dari 19 studi terakhir, menggabungkan
120.091 pasien, pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH sebesar
35% tetapi peningkatan risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak mengkonsumsi alcohol
3.3. Epidemiologi
Pembesaran prostat dianggap sebagai bagian dari proses pertambahan usia, seperti halnya rambut yang memutih.
Oleh karena itulah dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of Health
Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales beberapa tahun ke
depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi
satu setengah kalinya pada tahun 2031.
Bukti histologis adanya benign prostatic hyperplasia(BPH) dapat diketemukan pada sebagian besar pria, bila
mereka dapat hidup cukup lama. Namun demikian, tidak semua pasien BPH berkembang menjadi BPH yang
bergejala (symptomatic BPH). Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%.
Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir
25%, dan pada usia 60 yahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum
pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.
3.4. Klasifikasi
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum. Rectal toucher
dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan
permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1
cm dan berat prostat diatas 35 gram.Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu
sebagai berikut :
 Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
 Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
 Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
 Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
 Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm

Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang dengan rectal toucher tidak teraba menonjol
tetapi telah ada gejala, hal ini dapat terjadi bila bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus lateralis.
Pada derajat ini klien mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine lemah, harus mengedan saat
BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine.
A. Derajat Klinik

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai selesai dan puas,
kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine
dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut:

 Normal sisa urine adalah nol


 Derajat I sisa urine 0-50 ml
 Derajat II sisa urine 50-100 ml
 Derajat III sisa urine 100-150 ml
 Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali.

Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan
periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi
infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.
B. Derajat Intra Vesikal

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram, panendoscopy. Bila lobus
medialis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada
stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan
trabekulasi bertambah.

C. Derajat Intra Uretral

Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai seberapa jauh lobus
lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensio urine total.

3.5. Patogenesis
Hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron dan proses
aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah:
a. Teori Dihidrotestosteron
Untuk pertumbuhan sel kelenjar prostat
sangat dibutuhkan suatu metabolit
androgen yaitu dihidrotestosteron atau
DHT. Dihidrotestosteron dihasilkan dari
reaksi perubahan testosteron di dalam sel
prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan
bantuan koenzim NADPH.
Dihidrotestosteron yang telah berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat Perubahan testosteron menjadi
dihidrotestosteron oleh enzim 5α-reduktase. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

b. Teori Ketidakseimbangan Estrogen dan Testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga
perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat menjadi lebih besar.

c. Teori Interaksi Stroma dan Epitel


Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat


Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan
homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga
mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses
apoptosis.

e. Teori Sel Stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat
dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma
maupun sel kelenjar

peningkatan

3.6. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu
dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya aliran kemih, dan ini
memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial,
Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral
hiperplasia insisi transuretral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi
balon pada prostat untuk memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada prostat normal rasio stroma dibanding
dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi
peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai
penyebab obstruksi prostat.

Pada BPH terdapat dua komponen yang


berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik.
Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang
akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan
komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan reseptor alpha adrenergik.
Stimulasi pada reseptor alpha adrenergik akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi saraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara perlahan-lahan. Pada tahap awal, terjadi pembesaran prostat , peningkatan retistensi pada leher buli-buli dan
daerah prostat. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra
yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada
buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
3.7. Manifestasi klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.) Gejala pada saluran kemih:
- Gejala pada saluran kemih bagian atas: Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
- Gejala pada saluran kemih bagian bawah: Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah ( LUTS ) terdiri
atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan Uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejala obstruktif ialah :


a. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
b. Pancaran miksi yang lemah (Weak stream)
c. Miksi terputus (Intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of Incomplete Bladder Emptying )
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :
- Volume kelenjar periuretral
- Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
- Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar
periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala iritatif ialah :
a. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
b. Nokturia
c. Miksi sulit ditahan (Urgency)
d. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut di atas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu
dibagi menjadi :
 Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50ml
 Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
 Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas
sisa urin > 150 ml

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada
suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:
- Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan.
- Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat
akut.
- Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat
mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.
2.) Gejala di luar saluran kemih:
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua
penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal. Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala
klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
- Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
- Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.

Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman
pada epigastrik.
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih
teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada
suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

3.7. Diagnosis dan diagnosis banding


Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
2.) Gejala pada saluran kemih:
- Gejala pada saluran kemih bagian atas: Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
- Gejala pada saluran kemih bagian bawah: Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah ( LUTS ) terdiri
atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan Uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejala obstruktif ialah :
f. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
g. Pancaran miksi yang lemah (Weak stream)
h. Miksi terputus (Intermittency)
i. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
j. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of Incomplete Bladder Emptying )
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :
- Volume kelenjar periuretral
- Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
- Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar
periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejala iritatif ialah :
e. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
f. Nokturia
g. Miksi sulit ditahan (Urgency)
h. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut di atas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu
dibagi menjadi :
 Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50ml
 Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
 Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas
sisa urin > 150 ml

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada
suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:
- Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan.
- Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat
akut.
- Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat
mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

2.) Gejala di luar saluran kemih:


Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua
penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal. Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala
klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
- Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
- Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
o. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).
p. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
q. Miksi yang tidak puas.
r. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
s. Pada malam hari miksi harus mengejan.
t. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
u. Massa pada abdomen bagian bawah.
v. Hematuria (adanya darah dalam urin).
w. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
x. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
y. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
z. Berat badan turun.
aa. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
bb. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.

Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman
pada epigastrik.
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
5. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
6. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih
teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
7. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.
8. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada
suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

3.8. Tatalaksana
a. Tanpa terapi (watchful waiting)
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS <8 dan ≥8, tetapi gejala LUTS tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuau hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya tidak boleh mengkonsumsi kopi
atau alkohol sebelum tidur malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi
atau cokelat), dan hindari penggunaan obat dekongestan atau antihistamin.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya yang mungkin menjadi lebih
baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah buruk daripada sebelumnya, mungkin dipikirkan untuk memilih terapi
yang lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-α (adrenergic α-blocker)
dan mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat 5α-reduktase.

Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai obat golongan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih
belum jelas.
1. Penghambat reseptor α-adrenergik
Fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju
pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Fenoksibenzamin mengikat reseptor alfa secara kovalen,
yang menimbulkan penyekatan irreversibel berjangka lama (14−48 jam atau lebih lama). Obat ini cukup
selektif terhadap reseptor α1, tetapi lebih lemah dari prasozin. Obat ini juga menghambat ambilan kembali
norepinefrin yang dilepas oleh ujung saraf presinaptik adrenergik. Fenoksibenzamin menyekat reseptor
histamin (H1), asetilkolin, dan serotonin seperti halnya reseptor α.
Obat ini diserap per oral, walaupun biovailabilitasnya rendah dan sifat kinetiknya tidak diketahui dengan
baik. Biasanya obat ini diberikan per oral, dimulai dengan dosis rendah sebesar 10−20 mg/hari yang dapat
dinaikkan sampai mencapai efek yang diinginkan. Dosis kurang dari 100 mg/hari biasanya sudah cukup
untuk menyekat reseptor alfa secara adekuat.
Banyak efek samping yang ditimbulkan terutama hipotensi postural dan takikardi. Sumbatan hidung dan
hambatan ejakulasi dapat pula terjadi. Karena fenoksibenzamin memasuki sistem saraf pusat, obat ini akan
menimbulkan efek sentral yang kurang spesifik seperti kelemahan, sedasi, dan mual. Obat ini dapat
menimbulkan tumor pada binatang, tetapi implikasi klinisnya belum diketahui.

Prasozin merupakan suatu piperazinyl quinazoline yang efektif pada penanganan hipertensi. Obat ini sangat
selektif terhadap reseptor α1 dan 1000 kali kurang kuat pada reseptor α2. Hal ini dapat menjelaskan
sebagian mengenai ketiadaan relatif takikardi pada pemberian prasozin dibandingkan dengan pemberian
fentolamin dan fenoksibenzamin. Prasozin melemaskan otot polos arteri dan vena serta otot polos di prostat
akibat penyekatan reseptor α1.

Tamsulosin adalah suatu antagonis kompetitif α1 dengan struktur yang agak berbeda dari struktur
kebanyakan penyekat α1. Biovailabilitasnya tinggi dan memiliki waktu paruh yang lama sekitar 9−15 jam.
Obat ini dimetabolisme secara ekstensif di hati. Tamsulosin memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap
reseptor α1A dan α1D dibandingkan dengan subtipe α1B. Percobaan mengindikasikan bahwa tamsulosin
memiliki potensi yang lebih besar dalam menghambat kontraksi otot polos prostat versus otot polos vaskular
dibandingkan dengan antagonis selektif α1 lain. Selain itu, dibandingkan dengan antagonis lainnya,
tamsulosin memiliki efek yang lebih kecil terhadap tekanan darah pasien pada kondisi berdiri.

2. Penghambat 5α-reduktase (5-ARI)


Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang
dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel prostat menurun. Preparat yang tersedia mula-mula adalah finasteride, yang
menghambat 5α-reduktase tipe 2. Dilaporkan bahwa pemberian obat ini 5mg sehari yang diberikan sekali
setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%. Hal ini memperbaiki keluhan
miksi dan pancaran miksi. Saat ini telah tersedia preparat yang menghambat enzim 5α-reduktase tipe 1 dan
tipe 2 (dual inhibitor), yaitu Duodart.

3. Fitofarma
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi
prostat, tetapi data farmakologis tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fitofarma sampai saat ini belum diketahui pasti. Kemungkinan fitofarma bekerja sebagai: antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG), Inhibit Basic Fibroblast Growth
Factor (BFGF) dan Epidermal Growth Factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek
antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang
banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih
banyak lainnya.

c. Intervensi
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena
pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk
melihat hasil terapi. Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak
lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi TURP, atau Insisi Prostat Transurehtra (TUIP atau BNI).
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi
medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbulnya
batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.

1. Pembedahan terbuka
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada operasi melalui
kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah, kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya.
Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi
apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik dikerjakan melalui sayatan kulit
perut bagian bawah dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung kemih, kemudian prostat
dienukleasi. Kedua cara pembedahan tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TURP, yaitu
mordibitasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus,
dengan alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak lagi dikerjakan.

2. Transurethra Resection of Prostate


Transurethral Resection of The Prostate adalah tatalaksana bedah standar untuk pasien BPH. Cairan irigan
(pembilas) non-konduktif digunakan selama TURP untuk menjaga visibilitas yang baik dari lapangan
operasi selama tindakan berlangsung. Cairan ini tidak mengandung elektrolit, dan penyerapan larutan
hipotonik ini ke dalam aliran darah dapat menyebabkan kelebihan cairan dan hiponatremia, sehingga dapat
menyebabkan efek kardiovaskular dan sistem saraf yang merugikan. Sindrom TURP didefinisikan sebagai
tingkat natrium serum <125 mmol/L yang dikombinasikan dengan gejala klinis kardiovaskular atau
manifestasi neurologis. Namun, manifestasi klinis juga dapat terjadi dengan tingkat natrium serum >125
mmol/L.
Menurut The European Association of Urology Guidelines 2009, TURP adalah pengobatan pilihan untuk
prostat, namun memiliki angka morbiditas pasca operasi yang signifikan.
TURP dapat mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan pascaoperasi, striktur uretra, inkontinensia urin,
ejakulasi retrograde, dan sindrom TURP. Komplikasi yang menyebabkan perdarahan membutuhkan
transfusi darah sesegera mungkin.

3. Elektrovaporasi prostat
Cara ini sama dengan TURP, hanya saja teknik yang dilakukan memakai roller ball yang spesifik dan
dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini
cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa rawat inap di rumah sakit
lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

4. Laser prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari tahun ke tahun mengalami
penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan
diode yang dapat dipancarkan melaui bare fibre, right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar protat
pada suhu 60−65C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100°C akan mengalami
evaporasi. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan
komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang
lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang sebesar 2% setiap tahun. Kekurangannya
adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak
menimbulkan disuria pasca-bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi
spontan setelah operasi, dan peak flow rate yang lebih rendah dari pada pasca TURP.

5. Transurethral Needle Ablation of Prostate (TUNA)


Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai mencapai 100°C,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan
dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke
dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak
pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria,
kadang-kadang retensi urin, dan epididimo-orkitis.
3.9 Komplikasi

 Perdarahan

 Pembentukan bekuan

 Obstruksi kateter

 Disfungsi seksual tergantung pembedahan

 Stasis urin

 ISK

 Batu ginjal

 Trabekulasi dinding kandung kemih

 Hipertrofi m.detrusor

 Kandung kemih divertikula dan saccules

 Stenosis uretra

 Hidronefrosis

 Paradoks (overflow) inkontinensia

 Gagal ginjal aku atau gagal ginjal kronis

 Akut postobstructive diuresis

3.10 Pencegahan
1. BPH dapat dicegah secara dini dengan obat-obatan anti pembentukan DHT (Proscar dan Avodart).

2. Lakukan perubahan gaya hidup dengan cara mengurangi makanan yang kaya akan lemak hewan, dan
meningkatkan makanan yang kaya akan lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin
E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

4. Pertahankan berat badan ideal


5. Hindari merokok

6. Jangan minum setelah jam tujuh malam

7. Upayakan agar kandung seni tidak penuh (kencing dalam posisi duduk lebih efektif daripada berdiri)

8. Hindari penggunaan obat-obatan anti hidung buntu (akan mempersulit kencing)

9. Hindari kedinginan

10. Berolahraga secara teratur sesuai umur dan kondisi tubuh.

3.11 Prognosis
Menurut Birowo dan Rahardjo prognosis BPH adalah:
1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi.

2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika keparahan obstruksi
diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana tingkat keparahannya. Jika obstruksi
keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50% fungsi ginjal hilang.

3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi.

4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.

4. MM pandangan islam terhadap pemeriksaan lawan jenis


Di antara keindahan syariat Islam, yaitu ditetapkannya larangan mengumbar aurat dan perintah untuk menjaga
pandangan mata kepada obyek yang tidak diperbolehkan, lantaran perbuatan itu hanya akan mencelakakan diri dan
agamanya.Larangan melihat aurat, tidak hanya untuk yang berlawan jenis, akan tetapi Islam pun menetapkan
larangan melihat aurat sesama jenis, baik antara lelaki dengan lelaki lainnya, maupun antara sesama wanita.
Disebutkan dalam sebuah hadits:
‫اة أعلأريةه أوأسل رأم أقاَأل أل يأرنظةةر الررةجةل إةألىَ أعروأرةة الررةجةل أوأل ارلأمررأأةة إةألىَ أعروأرةة ارلأمررأأةة‬
‫صرلىَ ر‬ ‫ي أعرن أأةبيةه أأرن أرةسوأل ر‬
‫اة أ‬ ‫أعرن أعربةد الرررحأمةن ربةن أأةبيِ أسةعيدد ارلةخردةر ي‬
Artinya: "Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain), dan janganlah seorang wanita melihat
kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, di antara kandungan hadits ini, yaitu larangan bagi seorang lelaki
melihat aurat lelaki (lainnya) dan wanita melihat aurat wanita (lainnya).Di kalangan ulama, larangan ini tidak
diperselisihkan.Sedangkan lelaki melihat aurat wanita, atau sebaliknya wanita melihat aurat lelaki, maka berdasarkan
Ijma', perbuatan seperti ini merupakan perkara yang diharamkan.Rasulullah mengarahkan dengan penyebutan
larangan seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya, yang berarti lelaki yang melihat aurat wanita maka lebih tidak
dibolehkan.Demikian sekilas prinsip pergaulan dengan lawan jenis yang telah ditetapkan Islam.Tujuannya, ialah
demi kebaikan yang sebesar-besarnya.
Menurut Syekh Kamil, dokter pria boleh menangani pengobatan lawan jenis jika dalam keadaan darurat dan tidak
ada dokter wanita yang mampu mengobatinya. Demikian halnya dengan hukum melihat aurat pasien lawan jenis,
baik bagi dokter pria maupun wanita.Jika dalam kondisi terpaksa, boleh dilakukan selama untuk kepentingan
medis.Persoalan ini juga telah dibahas dalam kajian hukum Islam klasik di kalangan ulama mazhab.Mereka sepakat
hukum pengobatan lawan jenis diperbolehkan, begitu pula hukum menyentuh salah satu anggota tubuh, termasuk
melihat atau memegang kemaluan pasien.
Menurut ulama Hanafi, melihat kemaluan pasien lawan jenis diperbolehkan dalam kondisi darurat, seperti
dikhawatirkan kondisi pasien memburuk atau munculnya penyakit yang di luar prediksi. Pada saat yang sama, tidak
terdapat dokter dari golongan yang sama, baik perempuan maupun laki-laki.
Secara umum, para ulama memberlakukan beberapa syarat pengobatan oleh lawan jenis, yaitu:
1. Syarat pertama ialah tidak didapati dokter dari golongan yang sama, baik pria maupun wanita, atau memang
ada dokter hanya saja tidak memiliki kompetensi menangani penyakit tersebut.

2. Syarat kedua, dikhawatirkan penyakit akan lebih parah ataupun terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bila
tidak segera ditangani sekalipun oleh lawan jenis, sebagaimana syarat yang berlaku di mazhab Hanafi.

3. Syarat ketiga, hendaknya dokter yang bersangkutan seorang Muslim selama masih terdapat dokter Muslim
yang mumpuni. Menurut mazhab Syafi’i, bila keahlian dan kemampuan dokter non-Muslim lebih baik
dibandingkan dokter Muslim, boleh hukumnya berobat ke dokter tersebut.

4. Syarat yang keempat ialah terbebas dari potensi munculnya fitnah. Syarat ini hanya dikemukakan oleh
sebagian ulama mazhab Syafi’i.Sedangkan, menurut mazhab lain, Maliki misalnya, syarat tersebut tidak
berlaku.Lantaran kondisi terpaksa, baik terbebas dari fitnah maupun tidak, tetap diperbolehkan berobat pada
lawan jenis.

5. Syarat yang kelima, saat pemeriksaan atau pengobatan, hendaknya pasien perempuan ditemani oleh
muhrimnya.

Anda mungkin juga menyukai