Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Disusun oleh:
FARADILA NIAOCTAVIANI
NPM 1102015071

Pembimbing :
dr. Yenni, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RSUD ARJAWINANGUN – KAB. CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja
(occupational disease) yang banyak terjadi pada masyarakat, dan merupakan
penyakit akibat kerja kedua terbanyak di Eropa setelah cidera muskuloskeletal.
Penyakit kulit akibat kerja yang paling umum terjadi adalah dermatitis kontak,
yaitu sebanyak 70-90%. Perkembangan pesat pada bidang industry dan jasa di
Negara berkembang seperti Indonesia dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kulit akibat kontak dengan bahan kimia yang disebut dengan dermatitis
kontak iritan. Dermatitis atau dikenal dengan eksim merupakan peradangan kulit
yang masih belum diketahui dengan pasyi patogenesisnya. Dermatitis kontak
iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik pada kulit yang
disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.1,2,3

Survey Biro Statistik Tenaga Kerja terhadap seluruh penduduk yang


berkerja di Amerika mencatat dermatitis kontak sebesar 90%-95% dari seluruh
kasus penyakit kulit akibat kerja dan DKI sekitar 81% dari kasus dermatitis
kontak. Berdasarkan data dari safe work Australia, prevalensi dari 1 Januari
1993 sampai 31 Desember 2010 tercatat 2900 kasus dermatitis kontak akibat
kerja, sedangkan kasus DKI tercatat sebanyak 958 kasus (33%). Pada taun 2001
di Amerika Utarta, dilaporkan 836 kasus terindentifikasi sebagai dermatitis
kontak akibat kerja, 32% merupakan dermatitis kontak iritan. Studi cross-
sectional yang dilaksanakan oleh Rika Mulyaningsih pada tahun 2005,
dilaporkan kasus dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 64% dari 75 reponden
pada karyawan salon di Indonesia. Berdasarkan penelitian Efek Sampiing
Kosmetik pada Pekerja Salon Kecantikan di Denpasar mencatat 39 pekerja
(18,2%) yang mengalami DKI dari 214 pekerja salon.3

1
1.2 Tujuan Penulisan

Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan kasus


Dermatitis Kontak Iritan yang terjadi pada orang dewasa dan dalam rangka
memenuhi syarat Program Pendidikan Profesi Kepaniteraan Bagian Ilmu Kulit
dan Kelamin di RSUD Arjawinangun

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. X
Usia : 51 tahun
Tanggal lahir : 16 Februari 1968
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Payuraga Kulon
Tanggal pemeriksaan : Rabu, 31 Juli 2019
Ruang : Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Arjawinangun

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
Gatal di regio digiti, dorsum manus, carpali sampai antebcrachialis
dextra dan sinistra
 Riwayat Penyakit Sekarang (autoanamnesis):
Perempuan berumur 51 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Arjawinangun pada tanggal 31 Juli 2019 dengan
keluhkan adanya gatal di daerah tangannya. Pasien mengaku bekerja
sebagai petani selama lebih dari 20 tahun. Berdasarkan anamnesis
riwayat penyakit sekarang pasien mengeluhkan gatal dan kulit
mengelupas sejak setengah bulan yang lalu di daerah tangan kanan dan
kirinya. Pada awalnnya lesi berupa kemerahan di telapak tangan
kemudian muncul bintik berair dan gatal, kemudian pecah karna
digaruk dan menyebar ke bagian lengan bawah. Saat ini, pada telapak
tangan dan lengan pasien tampak kulit kering disertai pengelupasan
kulit dan bintik kemerahan. Pasien tidak pernah menderita sakit seperti
ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak pernah berobat sebelumnya.

3
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa

III. STATUS GENERALIS


1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Kepala : Normocephali, rambut distribusi merata
4. Thoraks : Dalam batas normal
5. Abdomen : Dalam batas normal
6. Ekstremitas atas :Tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan
kulit (lihat status dermatologis)
7. Ekstremitas bawah : Dalam batas normal

IV. STATUS DERMATOLOGIS


 Lokasi : Digiti, Dorsum Manus, Carpal sampai Antebcrachialis dextra
dan sinistra
 Distribusi : Regional
 Effloresensi: Makula eritema dan hiperpigmentasi dengan skuama

4
Gambar 1. Regio digiti, dorsum manus, carpal dan antebrachi

V. DIAGNOSIS BANDING
- Dermatitis Kontak Alergi
- Dermatitis Atopik
- Tinea manus

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk
menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan
untuk mendiagnosis dermatitis kontak alergi. Patch test dilepas setelah 48 jam,
hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 ja


m berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) ,
maka dapat didiagnosis sebagai DKI.

VII. DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Iritan

VIII. TATA LAKSANA


1. Medikamentosa :
- Sistemik :
- Combantrine 1 x 500mg

5
- Metilprednisolon 2 x 4 mg

- Cetirizine 2 x 10 mg

- Topikal
- Mometasone + Ketokonazole + Asam Salisilat 5% dipakai 4x sehari

2. Non – Medikamentosa :
- Menjaga kebersihan makanan

- Menjaga kebersihan badan dengan mandi menggunakan sabun bayi

- Istirahat jangan pergi ke sawah dahulu

IX. PROGNOSIS
1. Prognosis ad functionam: baik
2. Prognosis ad sanam: baik
3. Prognosisad kosmetikam: baik

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi
bersamaan, bahkan mungkin hanya satu jenis misalnya hanya berupa papula
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis1.
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non
imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen
maupun endogen.2 Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,
maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit
ini.2 Dermatitis kontak iritan atau DKI merupakan peradangan pada kulit akibat
efek sitotosik langsung dari bahan kimia, fisik, atau agen biologis pada sel-sel
epidermis tanpa adanya produksi dati antibody spesifik3.

3.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin.4 Data epidemiologi penderita dermatitis
kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan
diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya.4 Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan
kelainan ringan.4
Dari data yang didapatkan dariU.S. Bureau of Labour
Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit
kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit
okupasional.(1,3)Juga berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama, bahwa
incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika,

7
menunjukkan 90-95%dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan
80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.(2,5)

3.3 ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak iritan ialah pajanan dengan bahan yang
bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali
dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan vehikulum.1
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor
eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan, antara lain:
Faktor Eksogen :
1. Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul,
jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan.2
2. Sifat dari pajanan: Jumlah, konsentrasi, lama kontak, jenis kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan
kulit lebih permeable1,2
3. Faktor lingkungan: Suhu dan kelembaban lingkungan juga turut
berperan. Kelembaban lingkungan yang rendah dan suhu dingin
menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit
lebih rentan pada bahan iritan.1,2
4. Faktor mekanik: Tekanan, gesekan atau goresan1,2

Faktor Endogen, antara lain :


 Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu


untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim
antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat
shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.2 Faktor tersebut juga
menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan iritan.
Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda

8
untuk setiap bahan iritan.2 Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik
mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α
polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan
terhadap kontak iritan.6

 Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan
wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien.1,2 Dari hubungan
antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih
banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan
daripada laki-laki.7 Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis
kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.6
 Usia
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-
bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit.1 Banyak studi yang
menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan
kulit dengan meningkatnya umur.2 Data pengaruh umur pada percobaan
iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema)
menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan
(kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.2 Reaksi terhadap
beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut.6 Terdapat penurunan
respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial
penetrasi perkutaneus.6
 Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.2 Karena
eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan
eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang
mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam
lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.2

9
 Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,
sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih
rentan terhadap dermatitis kontak iritan.2 Telapak tangan dan kaki jika
dibandingkan lebih resisten.(2, 6)
 Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi
pada dermatitis iritan pada tangan.1,2 Riwayat dermatitis atopi
kelihatannya berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap
dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi
pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.1,2 Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika
terpajan oleh bahan iritan1.

3.4 PATOGENESIS
Kelainan kulit oleh bahan irirtan terjadi akibat kerusakan sel secara
kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi kreatinin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat kulit terhadap
air.1
Secara singkat terdapat mekanisme yang saling terkait
dihubungkan dengan DKI yaitu hilangannya jaringan lemak dan substasi
yang menahan air, kerusakan membrane sel, denaturasi keratin epidermis,
dan efek langsung sitotoksik. Sebagian besar bahan iritan mampu
merusak membran lemak keratinosit, tetapi sebaian dari bahan membran
juga dapat menembus membrane sel, merusak lisosom, mitokondria, atau
komponen inti. Kerusakan membrane keratinosit mengaktifkan fosfolipase
dan melepas asam arakhidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet
activating factor (PAF), dan fosfodilinositol. AA dirubah menjadi eicasanoid
yaitu prostaglandin (PG) dan leukotriene (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga

10
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrophil, serta
mengaktivasi sel mast melepaskan histamine, LT, PG, dan PAF, sehingga
memperkuat perubahan vskular.1,3
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada kontak dengan bahan iritan, keratinosit juga
melepaskan faktor nekrosis  (TNF) merupakan sitokin utama dapa DKI
yang mengarah pada peningakatan histokompatibilitas kompleks kelas II
mayor dan adhesi intraseluler molekul 1 pada keratosit.1,3
Rangkaian kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik
di tempat terjadinya kontak di kulit. Bahan iritan yang lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh delipidasi yang menyebabkan desikasi
dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di
bawahnya oleh iritan. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan
keratosit dan keluarnya mediator - mediator inflamasi.1,3

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.4 Selain itu
juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya.4
Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis
kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya
kontak iritan, terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,

11
kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis.
Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.4

Gambar 2: DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,2,4 gambaran klinisnya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidrofluorat. Sebagai contoh ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bulu serangga (dermatitis venenata); keluhan dirasakan pedih keesokan harinya,
sebagai gejala awal terlihat eritema kemudian menjadi vesikel bahkan nekrosis.1

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)


Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi.
Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan
pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan.
Kelainan kulit baru muncul setelah kontak berlangsung beberapa hari, minggu,
bulan, bahkan bertahun - tahun kemudian.1,4

12
Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan
menjadi hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh.1, 4

Gambar3 : DKI Kronis akibat efekkorosif dari semen.

4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di
dorsum dari tangan dan jari, biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan
dengan pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan
kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1

5. ReaksiTraumatik (DKITraumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma panas atau laserasi.
Gejala klinis menyerupai dermatitis nurmularis.1 Biasanya terjadi padatangan
dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama. Pada proses penyembuhan
akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Lokasi tersering terjadi di
tangan.1,4

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

13
Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat
secara histologi.(2) DKI non – eritematosa merupakan bentuk subklinis DKI,
terdapat perubahan fungsi sawar (stratum korneum).1

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)


Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa
tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya
terjadi di daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan
yang paling sering menyebabkan penyakit ini.2,4

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)


Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau
gesekan yang berulang.2,4 DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan
yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal
pada daerah yang terkena gesekan.4 DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak
tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah
menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal.2

Gambar 5 : DKI Gesekan.

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

14
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat
setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah
penggunaan beberapa kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan
transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat
dilihat pada pasien dermatitis atopi maupun pasien dermatitis seboroik.4

Gambar 6 : DKI Akneiform.

10. Dermatitis Asteatotik


Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.2,4

Gambar 7 : DKI Asteatotik.

15
3.6 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang


cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai
gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak alergika (DKA), selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain : (1,2,6)

Pemeriksaan Penunjang :
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk
menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan
untuk mendiagnosis DKA.2,5
Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif
dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan
pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik
(negatif) , maka dapat didiagnosis sebagai DKI.2,5

3.7 TATALAKSANA

Pengobatan DKI secara topikal dapat menggunakan kortikosteroid


dimana sediaan yang tersedia berupa losion atau krim, pemberian salep
pelembap apabila pada efloresensi deitemukan likenifikasi dan hiperkeratosis.
Jenis kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison 2,5% dan flucinolol
asetonide 0,025%. Antibiotik topikal diberikan pada kasus yang terdapat tanda
infeksi staphylococcus aureus dan streptococcus beta hemolyticus.3

Pengobatan sistemik diberikan untuk mengurangi rasa gatal dan pada


kasus gejala dermatitis yang berat. Kortikosteroid oral diberikan pada kasus akut

16
denga intensitas gejala sedang hingga berat serta pada DKA yang sulit
disembuhkan. Pilihan terbaik adalah prednisone dan metilprednisolon. Dosis
awal pemberian prednisone 30 mg pada hari pertama, kemudian diturunkan
secara berkala sebanyak 5 mg setiap harinya. Antihistamin diberikan untuk
mendapatkan efek sedatif guna mengurangi gejala gatal, dosis dan jenis
antihistamin yang diberikan ialah CTM 4 mg 3-4 kali sehari.3

3.8 PROGNOSIS

Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan
penyebab dapat diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan
kumulatif atau dermatitis iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin
lebih buruk daripada dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan
faktor yang menyebabkan prognosis buruk. Dermatitis post-occupational
persistent telah terlihat pada 11% dari individu.5

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, diagnosis kerja yang


dapat di tetapkan pada pasien yaitu dermatitis kontak iritan. Hal ini didukung
dengan pekerjaan pasien yaitu petani sawah yang mengalami kontak langsung
dengan periode yang cukup lama dengan bahan iritan yaitu daun padi.
Dermatitis juga merupakan penyakit akibat kerja kedua terbanyak selain cedera
muskuloskeletal dengan dermatitis kontak iritan menjadi jenis dermatitis paling
banyak diderita. DKI yang diderita pasien termasuk jenis DKI kronik. DKI
kronik merupakan dermatitis kontak yang paling sering ditemukan dalam
praktek, DKI kumulatif berkembang sebagai akibat kerusakan berulang pada
kulit, dimana bahan kimia yang terlibat bersifat kimia lemah dan tidak mampu
langsung menimbulkan dermatitis, sehingga membutuhkan paparan yang
berulang kali untuk menimbulkan dermatitis.

Pasien pada kasus ini memiliki keluhan utama berupa kulit terkelupas
dan gatal-gatal pada tangan kanan dan kiri sejak setengah bulan yang lalu tanpa
adanya riwayat alergi, berdasarkan efloresensi ditemukan makula eritema dan
hiperpigmentasi, terdapat skuama putih di atas makula pada tangan kanan dan
kiri sesuai dengan gejala dan tanda klinis diagnosis kerja pada kasus ini yaitu
dermatitis kontak iritan kronis (kumulatif).

Diagnosis banding pada kasus ini paling sering yaotu dermatitis kontak
alergika, tinea, dan dermatitis atopik. Deramatitis kontak alergi merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe IV yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik
yang menembus lapisan epidermis kulit, gejala klinis yang ditimbulkan
umumnya berupa gatal, sedangkan tanda klinis dibedakan berdasarkan fase akut
atau kronis. Pada DKA akut dimulai dengan adanya bercak eritema berbatas

18
tegas, kemudian disertai edem, papulovesikel, vesikel atau dapat terjadi bula.
Pada DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan fisura.
Tinea merupakan infeksi jamur pada kulit, pada pasien ini karena lokasi kelainan
kulit pada tangan sehingga jenis tiena yang menjadi diagnosis banding ialah
tinea manu, tanda klasik yang terlihat berupa eritema dan maserasi pada aspek
dorsal tangan, sedangkan pada fase kronik terlihat kulit kering disertai
hiperkeratosis pada telapak tangan. Lokasi penyebaran dapat terjadi pada satu
tangan atau kedua tangan. Dermatitis atopi merupakan keadaan peradangan kulit
kronis dan residif yang menimbulkan rasa gatal, penyakit ini sering terjadi pada
bayi dan anak-anak namun dapat terjadi pada orang dewasa yang memiliki
riwayat atopi. Kelainan kulit yang ditimbulkan sama dengan dermatitis pada
umumnya yang membedakannya hanya lokasi terjadinya yaitu daerah lipatan.

Pasien belum pernah berobat sebelumnya, pengobatan yang diberikan di


RSUD Arjawinangun berupa Combantrine 1 x 500mg untuk mencegah adanya
infeksi fokal, Metilprednisolon 2 x 4 mg sebagai steroid sistemik dan Cetirizine
2 x 10 mg sebagai antihistamin untuk meredakan gejala gatal. Hal ini sudah
sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan.

19
BAB V

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik


pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun
endogen.

2. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung

3. Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. Patch test merupakan pemeriksaan
gold standard dan digunakan untuk menentukan substansi yang
menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis DKA

4. Pengobatan DKI secara topikal dapat menggunakan kortikosteroid dimana


sediaan yang tersedia berupa losion atau krim. Pengobatan sistemik diberikan
untuk mengurangi rasa gatal dan pada kasus gejala dermatitis yang berat.
Kortikosteroid oral diberikan pada kasus akut denga intensitas gejala sedang
hingga berat serta pada DKA yang sulit disembuhkan.

5. Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab
dapat diidentifikasi dan dieliminasi

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S.A and Soebaryo, R.W. Dermatitis. In :Sri Linuwih SW Menaldi,


Editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2017.

2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, Editors.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th Ed. New York: Mcgraw -
Hill; 2008.

3. I Putu Gilang Iswara Wijaya, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati. Edukasi
Dan Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di Rsup Sanglah
Denpasar Bali Tahun 2014/2015. E-Jurnal Medika, Vol. 5 No.8, Agustus, 2016

4. Sularsito, S.A and Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar
H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008

5. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw - Hill; 2005.

6. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed.
Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.

7. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th


ed. USA: mosby; 2003.

21
22

Anda mungkin juga menyukai