Disusun Oleh :
NINA ZULKA
71170891196
Presentator Pembimbing
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Alamat : Peureulak
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Tgl masuk RS : 17 Mei 2018
II. ANAMNESA
Keluhan utama : Kejang
Telaah : Pasien datang ke IGD RSUD Langsa dengan keluhan penurunan
kesadaran setelah kejang 30 menit sebelum masuk RS. Kejang sudah terjadi 3 kali
sebelum masuk RS dengan durasi ± 5 menit. Pasien 5 hari yang lalu menjalani
operasi Sectio Caesaria dengan kelahiran kembar dan riwayat PEB di RSUD
Langsa. Setelah 3 hari menjalani perawatan di RSUD Langsa pasien sudah
diperbolehkan pulang. Namun setelah 2 hari di rumah pasien mengalami kejang.
Keluarga pasien mengaku pasien tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi
sebelum kehamilan. Nyeri kepala (+), Nyeri perut (-). Mual (-), Muntah (-).
Riwayat Menstruasi
Siklus : 28 hari, 5 hari
Riwayat Menikah
1x selama 3,5 tahun
Riwayat KB
Disangkal
Riwayat Obstetri
P1A0
No Keadaan Cara Keadaan Tanggal Keadaan Tempat
kehamilan persalinan Nifas lahir anak dan
penolong
1 Pre term SC Baik 2018 Kembar RS
I : Hidup
II : Exit
Vital Sign
TD : 150/100 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 100 x/ menit
T : 36,5 C
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepali
Wajah : tampak pucat
Mata : penglihatan kabur (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Telinga : Normal
Mulut : Normal
Tenggorokan : Normal
Leher : Normal
Thorax : Cor : BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, wh -/- , rh -/-
Abdomen : Soppel (+), Peristaltik normal, Nyeri tekan (-), Nyeri bekas op (-)
Ekstremitas : Oedem (+), Akral dingin (+)
Status Obstetri
I : V/ U : tenang
Perdarahan aktif (-)
Lukia alba
ASI (-)
Pemeriksaan Urine
Warna : Kuning keruh
Protein : ++++ (Pos)
Bilirubin : - (Neg)
Reduksi : - (Neg)
Diagnosa : Eklampsia Post Partum
Follow Up Pasien
Tanggal 17 – 20 Mei 2018 : Pasien di rawat di ruang ICU
Tanggal 17 Mei 2018
S/ Kejang (+) sebanyak 3x sebelum masuk RS, 1 kali di IGD, 2 kali di ruangan
OS post SC 5 hari yang lalu dengan riwayat Gemelli + PEB
O/ KU : Lemah Kes : Somnolen
TD : 220/120 mmHg RR : 24 x/i
HR : 100 x/i Temp : 36,5 oC
Status Obstetri
Abdomen : bekas luka op tertutup (+)
I : v/u tenang, perdarahn aktif (-)
Lukia alba, Episiotomi (-)
ASI (-)
A/ P1A0 + Eklamsia post partum
P/ IVFD RL + Inj. MgSO4 40% drip 25 gtt/i
O2 2- 4 l/i
Nifedipin 3 x 10 mg
Ciprofloxacin 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam Mafenamat 3 x 500mg
Vit C 3 x 1
Rawatan ICU
Tanggal 21 Mei 2018
S/ Nyeri di telapak kaki saat berdiri (+), Nyeri kepala (-), Batuk kering (+),
Sariawan (+)
O/ KU : Baik Kes : CM
TD : 140 /100 mmHg RR : 20 x/i
HR : 84 x/i Temp : 36,9 oC
Status Obstetri
I : v/u tenang, perdarahn aktif (-)
Lukia alba, Episiotomi (-)
ASI (-)
A/ P1A0 + Eklamsia post partum
P/ IVFD RL 20 gtt/i
Nifedipin 3 x 10 mg
Ciprofloxacin 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam Mafenamat 3 x 500mg
Vit C 3 x 1
Ambroxol Syr 3 x Cth I
DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan
seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.
Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam
anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan
tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat
anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena
sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia,
keracunan.2
PENATALAKSANAAN
Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang
cepat dan intensif dari pre-eklampsia.2
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.2
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan
ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan
timbulnya kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M.
Selain itu, penderita harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi
dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.2
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu,
pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan
pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil
regurgitasi dari lambung, intubasi endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah
(tong spatel dililit dengan kain, penyumbat mulut, dompet), pemberian oksigen,
dan menjaga agara penderita tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal
dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi
tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai
terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat
diberikan beberapa obat, misalnya :2
1. Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera
bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya
yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah
sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk
intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan
disuntikkan perlahan-lahan.2
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan
diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan
ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g,
dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih
per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain intrarnuskulus,
sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang
diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena secara
pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g
dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat
melumpuhkan diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi
jantung berhenti. Maka untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum
menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan
tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum selalu harus tersedia gluconas
calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator.2
3. Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara
infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi
penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu
setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat
dijarangkan menurut keadaan penderita.2
Pengobatan obstetrik
1) Belum inpartu
a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx.
Medisinal.
b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk
fase aktif.
2) Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja,
6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37
minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru
janin.
TINDAKAN OBSTETRIK
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan
cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea
atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak
faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli
anestesia, tidak terdapat koagulopati dan sebagainya.2
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat
dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu
diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari
serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila
serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih
tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio
sesarea.2
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk
mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi
vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung
dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai.
Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal
dapat dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan
hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan
terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat
menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan
seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh
diberikan pada perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi
jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.2
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48
jam Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi
setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya
diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria
berkurang.2
Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam
postpartum atau kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik
masih > 110 mmhg, pantau urin.2
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24
jam), terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.2