Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR MARET 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ST-SEGMENT ELEVATION MYOCARDIAL


INFARCTION ONSET > 12 HOURS KILLIP II

DISUSUN OLEH :
MULTAZAM (C014182120)

SUPERVISOR PEMBIMBING :
Prof. Dr. dr. Ali Aspar M. Sp.PD., Sp.JP. (K), FIHA, FAsCC

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : MULTAZAM

NIM : C014182120

Judul Laporan Kasus : ST Segment Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)

Killip II

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Kardiologi dan

Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2019

Supervisor Pembimbing,

Prof. Dr. dr. Ali Aspar M. Sp.PD., Sp.JP. (K), FIHA, FAsCC

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I LAPORAN KASUS .................................................................................... 1
A. Identitas Pasien............................................................................................ 1
B. Anamnesis ................................................................................................... 1
C. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 2
D. Hasil Laboratorium ..................................................................................... 4
E. Elektrokardiogram....................................................................................... 6
F. Radiologi ..................................................................................................... 8
G. Diagnosis Kerja ........................................................................................... 9
H. Tatalaksana.................................................................................................. 9
I. Edukasi ........................................................................................................ 9
J. Resume ...................................................................................................... 10
BAB II DISKUSI KASUS .................................................................................... 11
A. Definisi ...................................................................................................... 11
B. Anatomi dan Fisiologi Jantung ................................................................. 11
C. Faktor Risiko ............................................................................................. 13
D. Patofisiologi .............................................................................................. 14
E. Diagnosis ................................................................................................... 15
F. Tatalaksana................................................................................................ 18
G. Komplikasi ................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MS
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Bantaeng
Tanggal Masuk : 8 maret 2018 jam 22.10
MR : 876238
DPJP : dr. Akhtar Fajar M, SP.JP., FIHA
Unit Kerja : CVCU PJT Lantai 3
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Nyeri Dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri dada dirasakan di retosternal dirasakan sejak pukul 2 dini hari,
dirasakan selama 15 menit tanpa menjalar ke daerah manapun dan
disertai keringat dingin. Setelah itu pasien pingsan lalu dibawah ke RS.
Riwayat nyeri dada dirasakan sejak dua bulan terakhir sekitar 10 menit
saat melakukan aktivitas dan menghilang saat istirahat. Sesak nafas
juga ada, pasien tidur menggunakan 1 bantal. Pasien kadang bangun
karena sesak nafas yang dirasakan.
Pasien masuk RSUD Bantaeng kemudian dirujuk ke PJT RSWS.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
 Riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu tapi tidak berobat teratur.
 Riwayat Diabetes Melitus sejak 5 tahun lalu tapi tidak berobat
teratur.
 Riwayat penyakit jantung dan dislipidemia disangkal.

1
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit jantung
5. Riwayat Kebiasaan
 Riwayat merokok (+)
 Riwayat konsumsi alcohol (-)
 Aktivitas fisik baik
6. Faktor Resiko
 Tidak dapat Dimodifikasi
 Laki-laki
 Umur (71 tahun)
 Dapat dimodifikasi:
 Hipertensi
 Diabetes Melitus
 Merokok
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
 Sakit sedang
 Nutrisi baik
 Compos mentis
 Berat Badan : 54 kg
 Tinggi Badan : 163 cm
 BMI : 20,32 kg/cm2
 GCS : E4M6V5
2. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 135/80 mmHg
 Nadi : 76x/ menit
 Pernapasan : 24x/menit
 Suhu : 36,6oC

2
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
 Mata : Anemis (-), Ikterus (-), Pupil isokor (d= 2,5 mm
ODS), reflex pupil (+/+), edema palpebral (-).
 Bibir : sianosis (-).
 Leher : JVP R+2 cm H2O, Limfadenopati (-).
4. Pemeriksaan Thoraks
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan.
 Palpasi : tidak ada massa, tidak ada penekanan.
 Perkusi : sonor.
 Auskultasi : vesikuler, ronkhi bilateral basal, wheezing -/-.
5. Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada interkosta 5 kiri.
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada interkosta 5 kiri.
 Perkusi : Batas jantung kanan di interkosta 5 linea parasternal
kanan, batas jantung kiri pada interkosta 6 linea
axilaris anterior, batas jantung atas di interkosta 2.
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur dan gallop (-).
6. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Datar, tidak terdapat distensi.
 Auskultasi : Peristaltic (+), normal.
 Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada penekanan, hepar dan lien
tidak teraba.
 Perkusi : Timpani.
7. Pemeriksaan Ektremitas
 Hangat, udem (-).

3
D. Hasil Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Pasien MS
No Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Darah Rutin
1 WBC 20.57 4,00-10,0 10^3/ul
2 RBC 5.16 4,00-6,00 10^6/ul
3 HGB 14.1 12,0-16,0 gr/dl
4 HCT 41.1 37,0-48,0 %
5 MCV 79.7 80,0-97,0 fL
6 MCH 27.3 26,5-33,5 Pg
7 MCHC 34.3 31,5-35,0 gr/dl
8 PLT 242 150-400 10^3/ul
Koagulasi
1 PT 11.9 10-14 detik
2 INR 1.15 --
3 APTT 31 22-30 detik
Kimia Darah
1 GDS 149 200 mg/dl
2 HbA1c 6.9 4-6 %
Fungsi Ginjal
1 Ureum 66 10-15 mg/dl
L(<1,3);
2 Kreatinin 3.13 mg/dl
P(<1,1)
Fungsi Hati
1 SGOT 57 <38 U/L
2 SGPT 42 <41 U/L
Immunoserology
1 Troponin I >10 <0.01 ng/l

4
No Pemeriksaan Hasiil Rujukan Referensi
Elektrolit
1 Natrium 135 136-145 mmol/l
2 Kalium 4.4 3.5-5.1 mmol/l
3 Klorida 102 97-111 mmol/l
Fraksi Lipid
1 Kolestrol Total 246 200 mg/dl
L (>55); P
2 Kolestrol HDL 22 mg/dl
(>65)
3 Kolestrol LDL 148 <130 mg/dl
4 Trigliserida 119 200 mg/dl
Urinalisis
1 Warna Kuning muda Kuning Jernih
2 PH 5.0 4.5-8.0
3 Protein 2+ Negatif
4 Glukosa Negatif Negatif
5 Bilirubin Negatif Negatif
6 RBC 274 0-3 /HPF
7 WBC 34 0-5 /HPF
8 Bakteri 9 0-7 /uL

5
E. Elektrokardiogram
1. 08 Maret 2019

Interpretasi EKG
Irama : Sinus
Laju QRS : 62,5 bpm
Regullaritas : Regular
Aksis : Normoaxis
Gelombang P : Normal, durasi 0.10 detik
Interval PR : Normal, 0.20 detik
Kompleks QRS : Normal, 0.10 detik
Segmen ST : Elevasi di segmen V1-V5
Gelombang T : Normal
Kesimpulan : Irama sinus, HR 62,5 bpm, Normoaxis, infark
miokard akut anteroseptal

6
2. 13 Maret 2019

Interpretasi EKG
Irama : Sinus
Laju QRS : 65,1 bpm
Regullaritas : Regular
Aksis : Normoaxis
Gelombang P : Normal, durasi 0.10 detik
Interval PR : Normal, 0.20 detik
Kompleks QRS : Normal, 0.12 detik
Segmen ST : Elevasi di segmen V1-V4
Gelombang T : Normal
Kesimpulan : Irama sinus, HR 65,1 bpm, Normoaxis, infark
miokard anteroseptal
.

7
F. Radiologi
1. Foto Toraks (08 Maret 2019)

Interpretasi:
 Corakan Bronkovaskuler dalam batas normal
 Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
 Cor : Kesan membesar, pinggang jantung cekung, apex tertanam
(LVE, aorta kalsifikasi)
 Kedua sinus dan diafragma kesan baik
 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan:
 Kardiomegali dengan Aterosklerosis aorta
 Pulmo dalam batas normal

8
2. Echocardiography
Kesimpulan :
 Fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, EF 27,4% (BIPLANE)
 Dilatasi ventrikel kiri
 Hipertrofi ventrikel kiri eksentrik
 Akinetik dan hipokinetik segmental
 Mitral regurgitasi ringan dan aorta regurgitasi ringan
 Disfungsi diastolik ventrikel kiri derajat sedang
G. Diagnosis Kerja
1. ST Elevasi Myocard Infarction Anteroseptal Onset >12 hours Killip II
2. Hypertention on Treatment
3. DM type 2 non Obese
4. AKI DD/ Acute on CKD
H. Tatalaksana
1. IVFD NaCl 0,9% 500 ml/24 jam/intravena
2. Antiplatelet
 Aspilet 80 mg/24 jam/ oral
 Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral
3. Diuretik
 Furosemid 40mg/12 jam/intravena
4. Antikoagulan
 Arixtra (Fondaparinux) 2.5 mg/24 jam/subcutaneous
5. Statin
 Atorvastatin 40 mg/24 jam/oral
6. ACE Inhibitor
 Captopril 6,25 mg/8 jam/oral
7. Nitrat
 Farsorbid (ISDN) 10mg/8 jam/oral
I. Edukasi
1. Menghentikan kebiasaan merokok.

9
2. Teratur meminum obat dan control ke Poli Jantung.
3. Mengontrol tekanan darah dan gula darah.
4. Mengatur diet lemak dan makanan asin.
5. Berolahraga secara rutin.
6. Dukungan moral pasien dan keluarga
J. Resume
Pasien laki-laki berumur 71 tahun dirujuk dari RSUD Bantaeng
dengan nyeri dada pada retrosternal yang dialami selama 15 menit disertai
keringat dingin dan tidak menjalar ke lengan, kemudian pingsan. Pasien
juga mengeluh sesak nafas dan sering terbangun saat malam hari. Nyeri
dada dialami 20 jam sebelum masuk ke IGD PJT. Riwayat angina pectoris
stabil sudah dialami dalam 2 bulan terakhir saat beraktivitas dan berhenti
saat beristirahat. Riwayat Hipertensi dan DM sejak 5 tahun terakhir tapi
tidak berobat teratur. Riwayat merokok 1 bungkus per hari selama 55
tahun.
Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit sedang dan compos
mentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah 135/80mmHg, nadi 76 kali
per menit, pernapasan 24 kali permenit, suhu 36.6oc. Pemeriksaan kepala
dan leher dalam batas normal. Pemeriksaan thorax didapatkan ronkhi basal
bilateral. Pemeriksaan jantung didapatkan kardiomegali. Pemeriksaan
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
Hasil laboratorium menunjukkan leukositosis, peningkatan aPTT,
peningkatan HbA1c, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati,
peningkatan signifikan markah jantung yakni Troponin I, dislipidemia,
proteinuria, hematuria, leukosituria, dan bacteriuria.
Pemeriksaan EKG menunjukkan STEMI anteoseptal. Foto toraks
didapatkan kesan kardiomegali. Dan hasil echocardiogram menunjukkan
fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, EF 27,4%, dilatasi ventrikel kiri,
hipertrofi ventrikel kiri eksentrik, akinetik dan hipokinetik segmental,
mitral regurgitasi ringan dan aorta regurgitasi ringan, disfungsi diastolik
ventrikel kiri derajat sedang.

10
BAB II
DISKUSI KASUS
A. Definisi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial
Infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner
akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi
ST dan IMA dengan elevasi ST.1
B. Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung terletak di rongga toraks di antara paru- paru. Lokasi ini
dinamakan mediastinum. Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.),
lebar 9 cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata-rata 250 g
pada wanita dewasa dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa
jantung berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh. Pangkal jantung
berada di bagian paling atas, di belakang sternum, dan semua pembuluh
darah besar masuk dan keluar dari daerah ini. Apeks jantung yang
dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior, inferior, dan
kiri, serta berada di atas diafragma. Membran yang membungkus dan
melindungi jantung disebut perikardium. Perikardium terdiri dari dua
bagian, yaitu perikardium fibrosa dan pericardium serosa. Perikardium
fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis.
Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan
membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Rongga yang berisi cairan
perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.2
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan
paling luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium
(lapisan paling dalam). Perdarahan otot jantung berasal dari 2 pembuluh
koroner utama yang keluar dari sinus valsava aorta. Pembuluh koroner
pertama adalah arteri koroner kiri atau Left Main Coronary Artery
(LMCA) yang berjalan di belakang arteri pulmonal sepanjang 1-2 cm
untuk kemudian bercabang menjadi Left Circumflex Artery (LCX) yang
berjalan pada sulkus artrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior

11
jantung dan arteri desenden anterior kiri atau Left Anterior Descendent
Artery (LAD) yang berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks.
Pembuluh darah ini juga bercabang-cabang mendarahi daerah diantara
kedua sulkus tersebut. Pembuluh koroner kedua, disebut sebagai arteri
koroner kanan, mendarahi nodus sino-atrial dan nodus atrio-ventrikuler
melalui kedua percabangannya yaitu, arteri atrium anterior kanan dan
arteri koroner desenden posterior. 2

Gambar 1. Anatomi Jantung


Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan
pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan
ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi
terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi
timbul setelah repolarisasi jantung. Selama diastol ventrikel dini, atrium
juga masih berada dalam keadaan diastol. Karena aliran masuk darah yang
kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi
tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena
perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung

12
dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume
ventrikel perlahan- lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi.
Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan
membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan
menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan
melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang
ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera
melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah yang
mendorong katup AV tertutup.3
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV
sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat sampai tekanan
tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal).
Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup
AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada
darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini
disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik. Pada saat tekanan
ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi 8
mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah segera
terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik,
terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara
cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan
darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar.
Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun
katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari
tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam
waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.3
C. Faktor Risiko
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang masih dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik,antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan

13
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta
kalori.4
D. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI teradi jika secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokalatau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologist
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang
dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya, pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen,
ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal
yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF)
dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat
mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endootel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi

14
protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi ffibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh
oklusi arteri koroner yang disebabkan emboli koroner, abnormalitas
congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2,5
E. Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm minimal pada dua
sadapan precordial dengan anatomi jantung yang sama atau >1mm pada
sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim terutama Troponin I akan
memperkuat diagnosis.1
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan tentang nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina
sebagai berikut :
 Lokasi : substernal, retrosternal, dan precordial
 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
 Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke
lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
 Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
 Gejala yang menyertai : mual muntah sulit bernapas keringat
dingin cemas dan lemas.2
2. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat
disertaikeringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit
dan banyak keringat dicurigaikuat adanya STEMI. Seperempat pasien

15
infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitassaraf simpatis
(takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark
inferiormenunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunanintensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapatditemukan murmur midsistolik atau late
sistolik apikal yang bersifat sementara karenadisfungsi aparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380C
dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI.1
3. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan
terapi karena buktikuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaatuntuk dilakukan terapi
reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi
pasientetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG
serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksipotensi
perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami
evolusi menjadi gelombangQ pada EKG yang akhirnya didiagnosis
sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak
total,obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukanelevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya
mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.1

16
Tabel 2. Gambaran EKG STEMI1
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V3-V4
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3/V4
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat
implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung
yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

17
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB.1
 CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam
2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik
dapat meningkatkan CKMB.
 cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin,
creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH)
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-
15.000/ul.1

Gambar 2. Penanda Laboratorium IMA


F. Tatalaksana
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti
platelet, memberi obat penunjang.1,6
1. Tindakan Umum dan Langkah Awal
Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar

18
keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau marka jantung.
Intervensi dini Infark Miokard Akut ditujukan pada:7
 Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut dengan oksigen,
nitrat, antiplatelet, morfin, dan diazepam.
 Menstabilkan hemodinamik (kontrol tekanan darah dan denyut
nadi), dengan antihipertensi seperti beta blocker, CCB, dan
ACE-inhibitor.
 Reperfusi Miokard.
 Mencegah Komplikasi
Terapi awal menurut Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut
adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau bersamaan.6
a. Tirah baring
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi.
Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam
6 jam, pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
c. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang
tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (lewat
mukosa) yang lebih cepat.
d. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
 Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali
pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, atau
 Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat
reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).

19
e. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat. jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak
tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti.
f. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,
bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual.7
2. Perawatan Gawat Darurat
Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi Medis yang terlibat dalam
penanganan pasien STEMI harus berusaha untuk mencapai dan
mempertahankan target kualitas berikut ini:
 Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG
pertama ≤10 menit
 Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi
reperfusi:
 Untuk Fibrinolisis <30 menit
 Untuk Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang
dengan awitan kurang dari 120 menit atau langsung
dibawa ke rumah sakit yang mampu melakukan PCI.
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada
tempat-tempat yang tidak dapat melakukan PCI pada pasien STEMI
dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan
diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa
kontra indikasi apabila PCI primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang
berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama.

20
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase)
lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap
fibrin (streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan.
Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin.
Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang
diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau
selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari. Antikoagulan yang
digunakan dapat berupa:
 Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan
heparin tidak terfraksi).
 Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai
berat badan dan infus selama 3 hari.
 Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinux
intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24
jam kemudian.1
G. Komplikasi
Adapun komplikasi dari STEMI adalah:6
1. Gangguan Hemodinamik
 Gagal Jantung
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi
disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera
dengan PCI atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat
segera terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau
obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat
terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan
remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan
jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik.
Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
aritmia yang berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis.

21
 Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di
bawah 90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal
jantung, namun dapat juga disebabkan oleh hipovolemia,
gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut,
hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular
necrosis, dan berkurangnya urine output.
 Kongesti Paru
Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di
segmen basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti
paru pada Roentgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik
dan/atau terapi vasodilator.
 Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan
merupakan penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas
di rumah sakit mendekati 50%. Meskipun syok seringkali
terjadi di fase awal setelah awitan infark miokard akut, ia
biasanya tidak didiagnosis saat pasien pertama tiba di rumah
sakit.
Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah indeks jantung
<2,2, L/menit/m2 dan peningkatan wedge pressure >18 mmHg.
Selain itu, diuresis biasanya <20 mL/jam. Pasien juga dianggap
menderita syok apabila agen inotropik intravena dan/atau IABP
dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90
mmHg. Syok kardiogenik biasanya dikaitkan dengan
kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada
infark ventrikel kanan.
 Aritmia
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam
beberapa jam pertama setelah infark miokard. Monitor jantung
yang dipasang dalam 11-15 hari sejak infark miokard akut

22
melaporkan insidensi fibrilasi atrium awitan baru sebesar 28%,
VT yang tidak berlanjut sebesar 13%, blok AV derajat tinggi
sebesar 10% (≤30 detak per menit selama ≥8 detik), sinus
bradikardi sebesar 7% (≤30 detak per menit selama ≥8 detik),
henti sinus sebesar 5% (≥5 detik), VT berkelanjutan sebesar
3% dan VF sebesar 3%.
2. Komplikasi Kardiak
 Regurgitasi katup jantung.
 Ruptur jantung.
 Ruptur septum ventrikel.
 Aneurisma ventrikel kiri.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
2. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC. 2007.
3. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2007.
4. Santoso M. Setiawan T, Penyakit Jantung Koroner, Cermin Dunia
Kedokteran, 2005.
5. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Acute Coronary Sindrome. Philadelphia:
Wolters Kluwer; 2011.
6. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal
Medicine. New South Wales: McGraw Hill. 2010.
7. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai