PENDAHULUAN
1
tahun, prevalensi retinopati diabetic meningkat menjadi lebih dari 60% dalam
berbagai dereajt. Di Amerika utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien
diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes
tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.
Pada Negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan
oleh diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan
meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderrita diabetes.
Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut
Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit
ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopathy DM berkembang.
Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit
mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui
bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan
yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan
kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan
pada penderita diabetes.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
3
Akibatnya, kebutaan akibat retinopathy DM juga diperkirakan meningkat secara
dramatis.
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopathy DM merupakan kasus terbanyak
yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik
Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari
2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.
Angka kejadian retinopathy DM diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus
(DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insuln dependent atau juvenile DM ),
yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia
muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus
yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90
persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.
Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh
resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30
tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien
penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah
menderita DM selama 15-20 tahun.
ETIOPATOGENESIS
4
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuuler
Arteriovenous shunts
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada
proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis)
Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alcohol, dalam jaringan termasuk dilensa dan saraf optic. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan
osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
o Protein kinase C
5
Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan
proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC
di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de
novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa.
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari DR seperti;
Arteriosklerosis dan hipertensi
Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.
Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme
pathogenesis DR:
6
Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina,
perisit dan sel meingkatkan hipoksia
endotel
VEGF Meningkatkan hipoksia retina, Fotokoagulasi pan
menimbulkan kebocoran, edema retinal
macula, neovaskularisasi
PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
octreotide
Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic
retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan
perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu
dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut
sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.
7
Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan
glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,
yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa
menjadi dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari
peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi
memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina.
Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga
terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary walls)
yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling
awal untuk deteksi retinopathy DM.
8
Gambar II.3 Background diabetic retinopathy: blot hemorrhages (kepala
panah), mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang)
(Bhavsar, 2009)
9
Gambar II.4 Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)
PATOFISIOLOGI
Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
10
Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
Stratum coni at bacilli
Membrana limitans externa
Stratum granularis externa
Stratum plexiformis externa
Stratum granularis interna
Stratum plexiformis interna
Stratum ganglionaris
Stratum N.optici
Membrana limitans interna
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai
11
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:
Pembentukan microaneurisma
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia
retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas
kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
Edema macula atau nonperfusi kapiler
Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini
menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
12
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada
daerah macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama
dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada
makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya
kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,
timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan
bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
13
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.
KLASIFIKASI
14
Gambar II.5 Stadium Retinopati Diabetik
15
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.
Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak
didaerah lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
16
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
GEJALA KLINIS
17
Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end
artery, dilapisan tengah dan compact.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gamabarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam
penglihatan serta pandangan yang kabur.
Pemeriksaan oftalmologi
18
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut
Diabetic Retinopathy Severity Scale :
Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler
berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut
mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak
jelas.5
o
Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate
nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma ekstensif,
perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau cotton wool
spots. Kriteria lain juga menyebutkan pada Mild
nonproliferative retinopathy: kelainan yang ditemukan hanya
adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild dan
severe retinopathy DM.4,5
o
Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and
intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran. Kriteria lain menyebutkan proliferative diabetic
retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat
lain), atau perdarahan retina/ vitreus.4,5
Proliferative Retinopathy
19
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetic retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetic retinopathy memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
(new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.
Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang
meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah
tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah
baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila
dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko
berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika
terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten
dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular
yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan
progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina
maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi
kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular
glaucoma. Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada 50%
penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit
sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,
tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak
pasien dengan proliferative diabetic retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes.5
20
Gambar II.6 Moderate nonproliferative diabetic retinopathy dengan
mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)
21
Diabetic maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau
difus yang diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada
endotel kapiler retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke
sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan
memmerlukan terapi. Diabetic maculopathy dapat diakibatkan iskemia
yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi.
FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah
avaskular pada fovea.5
Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM.
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant
macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa
kriteria berikut :4
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari
fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila
berhubungan dengan penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari
penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis (Ehlers, Shah,
2008).
22
Gambar II.10 Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Branch Retinal Vein Occlusion
Central Retinal Vein Occlusion
Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah artikan
sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut tidak
membentuk sebagai rosette.
Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal
bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat
bersamaan dengan adanya BDR (background diabetic retinopathy). Namun hard
exudates membentuk macular star dan tidak membentuk cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan
haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
Ocular Ischemic Syndrome.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien
23
dengan diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan level HbA1c pada range 6-7% merupakan sasaran pada
manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik. Jika kadar normal
dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang secara
signifikan.
Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai
pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas
luar retina yang tidak mendapat perfusi.
24
Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari
retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau
tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes
ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.
PENATALAKSANAAN
Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien
dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan
progresi retinopathy DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk
pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk
mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA
menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan IDDM) harus
mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk
mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari
DM termasuk retinopathy DM.
25
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS)
menemukan bahwa 650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan
keuntungan dalam pencegahan progresi retinopati diabetik. Sebagai
tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam mempengaruhi insidensi
perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya untuk penyakit
kardiovaskular atau kondisi yang lain.
Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,
pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi
laser fokal.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser
diterapkan.
Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME)
meliputi intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab
(Avastin). Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi
macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien
yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko
penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata
dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya
hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
26
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy
DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau
memulihkan penglihatan yang baik.
Diet
Diet makan yang sehat dengan
makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien
diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.
Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.
27
Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi
retinopati diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui
injeksi intravitreus. Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi
edema makular diabetik.
Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network
(DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema
makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang
dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal
bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan
tekanan intraocular dan katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis
meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-
obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa
membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus
atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal
sedang diinvestigasi dalam uji klinis.
28
Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.
Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat
berkurang 50%.
Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari
pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah
75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu
pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4
bulan.
Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.
Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation
Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula
menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode
fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari
edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi
2 tahap.
29
BAB III
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31