PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Plasenta previa
1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknyua abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehing menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa
adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi sebagian pembukaan jalan lahir. (manjoer arief, 2001).
Di kenal 4 klasifikasi dari plasenta previa :
1) Plasenta previa totalis : plasenta Menutupi seluruh ostium uteri internum
2) Plasenta previa lateralis : plasenta menutupi sebagian dan ostium uteri intenum
3) Plasenta previa marginalis : tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri
internum
4) Plasenta letak rendah : plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri internum
2. Etiologi
Belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara,
primigrafida tua, bekas seksio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, leioma uteri.
3. Patofisiologi
Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu
saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak
mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan
sinus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Pendarahan tak dapat dihindarkan karena ketidak
1
mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta
letak normal.
4. Manisfestasi klinik
1) Anamneses pendarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri,
tan[pa sebab. Terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 20 minggu.
2) Pemeriksaan fisik :
(1) Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul.
(2) Pemeriksaan inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
5. Penatalaksanaan
Harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk, anjurkan
pasien untuk baring total dengan menghadap kekiri, tidak melakukan senggama,
menghindari peningkatan tekanan rongga perut ( misal batuk, mengedan karena
sulit buang air besar ). Pasang infus Nacl fisiologis, bila tidak memungkinkan beri
cairan peroral. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15
menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan. Bila terjadi
renjatan, segera lakukan retutisasi cairan dan dan tranfuse darah. Penanganan
dirumah sakit dilakukan sesuai dengan kehamilan pengelolaan plasenta previa
tergantung dari banyaknya pendarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.
Setiap ibu yang di curigai plasenta previa hams dikirim ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok,
pasang infus NaCl/RL sebanyak 2-3 kali jumlah darah yang hilang jangan
melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak
pendarahan dan menyebabkan insfeksi.
1) Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF
(1) Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik dan maka biasanya
penanganan konservatif sampai kehamilan umur aterm. Penanganan berupa
tirang baring, hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his.bila selama 3
hari tak ada pendarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien
berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan
agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera kerumah sakitjika terjadi
perdarahan. Nasihat ini juga di anjurkan bagi pasien yang di diagnosis
plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan.
(2) Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin
maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif.
2) Bila umur kehamilan 37 minggu/ lebih dan TBF 2500 g
Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera
mengakhiri kehamilan, baik secara pervagina/parabdominal. Persalinan
pervagina diindikasikan pada plasenta previa marginalis,plasenta previa letak
rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm/lebih. Pada kasus
tersebut bila tidak banyak pendarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit
ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan
plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip.
Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar..
2
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik
janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana pembukaan penentuan
jenis plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dengan pemeriksaan dalam
atau spekutum di kamar operasi.
6. Diagnosis
Berdasarkan derajat abnormatilasnya plasenta previa di bagi :
1) Plasenta previa totalis : plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
2) Plasenta previa lateralis : plasenta menutupi sebagian dan ostium uteri intenum
3) Plasenta previa marginalis : tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri
internum
4) Plasenta letak rendah : plasenta berada 3-4 cm pada tepi ostium uteri internum.
7. Pemeriksaan penunjang
1) USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta
2) Pemeriksaan darah : hemoglobin,hematokrit.
8. komplikasi
pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat pendarahan. Anemia karena
pendarahan plasenta, dan endometris pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi
persali komplikasi ibu yang sering terjadi adalah pendarahan post partum dan syok
karena kurang kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan
uterus /servik komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan angka
kematian ± 5.
Selain hal diatas ada beberapa patologi atau kelainan selama kehamilan. Pada
beberapa wanita dan kemungkinan mengalami penyimpangan dalam perjalanan
kehamilannya.ada beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh wanita hamil.
Komplikasi ini dapat di bagi sesuai dengan masa kehamilannya yaitu pada
kehamilan muda atau kehamilan trimester ketiga.
B. Solusio placenta
1. Pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan . solusio plasenta ringan
jarang di diagnosis, mungkin karena penderita selalu terlambat datang kerumah sakit;
3
atau tanfa-tanda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian
penderita maupun dokternya.
2. Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhinya antara lain:
1. Penyakit hipertensi menahun
2. Pre-eklampsia
3. Tali pusat yangb pendek
4. Trauma
5. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
6. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir)
1. Umur lanjut
2. Multiparitas
3. Ketuban pecah sebelum waktunya
4. Defisiensi asam folat
5. Merokok, alcohol, kokain
6. Mioma uteri
3. Klasifikasi
4. Patologi
4
besar sehingga placenta terdesak dan akhirnya terlepas. Jika perdarahan sedikit,
hematom yang kecil itu hanya akan mendesak ke jaringan placenta, belum
mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta lahir baru di dapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman.
Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh
kehamilan itu tak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan.
Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup dibawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong
ketuban, atau mengadakan ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan
uterus akan berbecak ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus seperti ini
sangat tegang dan nyeri.
Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan
darah, kelaian ginjal dan nasib janin. Makin lam sejak terjadinya solusio placenta
sampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.
5. Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his,
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan
darah yang berkumpul dibelakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en
bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah)
8. Sering ada proteinuri karena disertai pre-eclampsia
5
6. Diagnosis
7. Gambaran klinik
Ruptura ringan marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun
janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,warnanya akan kehitaman dan
jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak
tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi
lebih tegang karena perdarahan terus menerus.bagian bagian janin masih muda teraba.
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas
permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-perlahan seperti solusio
plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul
dengan perdarahan pervaginam. Tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mecapai
1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-
bagian sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan
stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya
telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal.
8. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasinya antara lain :
Perdarahan
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Persalinan dapat dipercepat
dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin. Bila persalinan
tidak selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3, dan
kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh
ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus
couvelaire. Apabila perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi
bimanual uterus, pemeberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan
darah, maka tindakan terakhir adalah histerektomia atau pengikatan arteri
hipogastrika.
6
Kelainan pembekuan darah
Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena
itu keadaan akut baik dilakukan clot observation test, dengan cara:
Terjadinya hipofibrinogenemi:
Fase 1 : pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, venol) terjadi pembekuan
darah, disebut disseminated intravascular clotting. Akibatnya peredaran darah kapiler
7
terganggu. Jadi, pada fase 1 turunnya kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat
tersebut maka fase 1 disebut juga koagulopati konsumtif. Diduga bahwa hematom
retroplasenta mengeluark-an trombloplastin yang menyebabkan pembekuan
intravascular tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi, terjadi kerusakan jaringan
pada alat-alat yang penting karena hipoksia. Kerusakan ginjal menyebabkan oliguri /
anuri dan akibat gangguan mikrosirkulasi ialah syok.
Fase 2 : fase ini sebetulnya fase regulasi reparative ialah usaha badan untuk
membuka kembali peredaran darah. Kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan
dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, akan menurunkan kadar fibrinogen
hingga terjadi pendarahan patologis.
3. Oliguria
Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik, oleh karena
itu, oliguria hanyab dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin
yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio
plasenta berat, apalagi yang disertai pendarahan tersembunyi, preeklamsia, atau
hipertensi menahun. Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas.
Mungkin berhubungan dengan hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah
ginjal akibat pendarahan yang banyak. Adapula yang menerangkan bahwa tekanan
intrauterin yang tinggi menimbulkan reflex penyempitaan pembuluh darah ginjal.
Kelainan pembekuan darah berperan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal.
4. Gawat janin
Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih hidup. Kalaupun
masih hidup, biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat, kecuali pada kasus
solusio plsenta ringan.
10. Pengobatan
Umum:
8
a. Tranfusi darah
Tranfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum
penderita waktu itu. Karena jika diagnosa solusio placenta dapat ditegakkan
itu berarti pendarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
b. Pemberian 02
c. Pemberian antibiotik
d. Pada syok yang berat diberi kortikosteriod dalam dosis tinggi
Khusus:
Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya pendarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada
tidaknya hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
pendarahannya dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai
pengosongan uterus.
9
Pendarahan yang lebih dari 2000ml biasanya menyebabkan kematian janin.
Pada kasus solusio plasenta tertentu sectio caesaria dapat mengurangi angka
kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan sangat membantu
memperbaiki prognosis ibu dan janinya.
C. Ruptur Uteri
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang berbahaya, yang
umumnya terjadi pada persalinan tetapi dapat pula terjadi pada kehamilan, ruptur
uteri termasuk salah satu diagnosa bonding apabila wanita ( ibu ) dalam persalinan
lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan
pervaginam. Robekan dapat mencapai kandung kemih dan organ vital disekitarnya.
Ruptur uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada parametrium. Kadang-
kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga seringkali menimbulkan
komplikasi serius atau bahkan kematian.
Karena ruptur uteri merupakan peristiwa kegawatdaruratan kebidanan dengan angka
kematian yang tinggi, maka bidan yang menerima/menghadapi kasus ruptur uteri
diharapkan dapat melakukan observasi saat menolongpersalinan dan kemudian dapat
melakukan rujukan dengan cepat dan tepat.
1. Pengertian
Berikut beberapa pengertian dari ruptur uteri, yang dapat memperjelas kasus ini,
antara lain :
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viserale (PB POGI,1991)
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium (Saifudin,2006)
Ruptur uteri adalah kerobekan (dikontinuitas) dinding rahim yang terjadi saat
kehamilan atau persalinan.
Ruptur uteri inkompleta, merupakan ruptur uteri dimana peritonium
viserale tidak ikut robek.
10
Ruptur uteri kompleta, merupakan ruptur uteri dimana peritonium viserale
ikut robek dan dengan demikian terdapat hubungan langsung antara kavum
uteri dengan kavum abdomen.
Ruptur uteri imminens (Kerobekan rahim mengancam), merupakan suatu
keadaan dimana rahim telah menunjukan tanda yang jelas akan
mengalami ruptur, yaitu dengan dijumpai lingkaran retraksi Bandl
(lingkaran konstriksi) yang semakin tinggi melewati batas pertengahan
simfisis pubis dengan pusat. (Achadiat,2004)
2. Insiden
Ruptur uteri masih sering dijumpai diindonesia, dengan angka kematian dan
kesakitan yang tinggi pada kasus ini karena persalinan masih banyak ditolong oleh
petugas yang belum terlatih. Salah satu tindakan yang mempercepat terjadinya
ruptur uteri adalah dorongan pada fundus uteri selama terjadi kemacetan proses
persalinan. Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi juga sangat
tinggi pada kasus ini.
11
Pada kateterisasi, dijumpai urine hemorhagis, ligamenta rotunda menegang
(dinding vesika urinaria sudah ikut terlibat dengan kerobekan tersebut)
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap (terutama Hb dan Ht) dan urine lengkap
b. Pemeriksaan USG
6. Penatalaksanaan
Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi
syok/pre-syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk
menyelamatkan jiwa ibu. Apabila merujuk kasus belum memungkinkan, bidan
dapat melakukan :
Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi
syok dan pre-syok
Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk dapat segera merujuk pasien dan
petugas yang mendampingi rujukan
Tidak melakukan pemeriksaan dalam untukmenghindari terjadinya perdarahan
baru.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13