PRESENTASI KASUS
UNSPECIFIED JAUNDICE
Pembimbing:
dr. Joyo Santoso, Sp. PD
Disusun oleh :
Nur Khalifah 1620221197
2017
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
UNSPECIFIED JAUNDICE
Disusun Oleh :
Nur Khalifah 1620221197
2
Dokter Pembimbing,
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. C
Usia : 52 tahun
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Swasta mandiri
Alamat : Limbangan 03/09 Wanareja, Kab. Cilacap, Jawa
Tengah
Tanggal/Jam Masuk : 22 Juli 2017 Pukul 11.15 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 23 Juli 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Badan terasa lemah
Keluhan Tambahan
Mual, nyeri kepala
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSMS dengan badan terasa lemas, lelah, letih dan sejak 1
bulan yang lalu. Selain itu pasien. Pasien juga mengeluh nafsu makan
menurun, cepat kenyang dan mual.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat di diagnosis dengan leukemia di RS Margono Soekarjo
- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
a. Pekerjaan
Pasien mengaku pekerjaannya sebagai buruh, memberikannya cukup
waktu untuk beristirahat.
b. Diet
Pasien mengosumsi makanan sayur-sayuran serta buah-buahan dengan
jumlah yang cukup.
4
c. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
a. Keadaan umum: Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 96 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu badan (axila) : 36 ºC
d. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : simetris, mesochepal
- Rambut : distribusi merata
- Venektasi temporal : tidak ada
e. Pemeriksaan Mata :
- Konjungtiva anemis : +/+
- Sklera ikterik : -/-
- Palpebra edem : -/-
f. Pemeriksaan Telinga :
- Simetris :+
- Kelainan bentuk :-
- Discharge :-
g. Pemeriksaan Hidung :
- Discharge :-
- Nafas cuping hidung :-
h. Pemeriksaan Mulut :
- Bibir sianosis :-
- Lidah sianosis :-
- Lidah kotor :-
i. Pemeriksaan Leher :
- Deviasi trakea :-
5
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak
Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah
kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada
kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada
sebelah kiri atas
Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari
medial LMCS
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, tidak teraba masa, nyeri tekan di regio epigastrik.
Hepar : Teraba 4 jari BACD, tepi tumpul, konsistensi kenyal,
permukaan rata, NT (+)
Lien : Schuffner 3-4, konsistensi padat, berbatas tegas
6
Pemeriksaan ekstrimitas
1) Superior dextra/sinistra : edem -/-, ikterik -/-, sianosis -/-
2) Inferior dextra/sinistra : edem -/-, ikterik -/-, sianosis -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (14/06/17):
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 8.8 g/dL (L) 11.2-17.3 gr/dl
Leukosit 154.000 /uL 3.800 –10.600/µL
Hematokrit 29 % (L) 40 - 52%
Eritrosit 3.4 x 10ˆ6/uL (L) 4.4 - 5.9 juta/µL
Trombosit 427.000 /uL 150.000-440.000/µL
MCV 85 80 - 100 fL
MCH 26 pg 26 – 34 pg
MCHC 30% 32 – 36 gr/dL
RDW 16.8 % (H) 9.4 – 12.4 %
Hitung Jenis
Basofil 1.9 % (H) 0–1%
Eosinofil 0.3 %(L) 1–3%
Batang 17 % (H) 2–6%
Segmen 37.4 % (L) 50 – 70 %
Limfosit 15 % (L) 20 – 40 %
Monosit 3.5 % 2 -8 %
E. Diagnosis kerja
CML (Chronic Myelogenous Leukemia)
F. Terapi
IVFD NaCl 0.9% 10 tpm
Inj. ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj.Metochlorpramid 1 amp/12 jam
Transfusi PRC 3 Koff
G. Prognosis
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad fungsionam : dubia ad malam
7
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
I. DEFINISI
Leukemia granulositik kronik atau Chronic Myelogenous Leukemia
(CML) merupakan kelainan myeloproliferative yang ditandai dengan
peningkatan proliferasi dari seri sel granulosit tanpa disertai gangguan
diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat ditemukan berbagai
tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan
mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit (Druker et al., 2001).
II. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, seluruh lapisan umur dapat terkena CML. Insidensi
CML sekitar 1-2 per 100.000 populasi. CML jarang mengenai anak kecil
tetapi 15% pasien leukemia dewasa terdiagnosis CML. Pasien yang
terdiagnosis CML, biasanya berumur antara 60-65 tahun. Tahun 2009, 5050
pasien telah didiagnosis CML dan 470 pasien dinyatakan meninggal di
Amerika Serikat (Fadjari dan Sukrisman, 2009).
Di Asia, insidensi chronic myeloid leukemia lebih rendah dibandingkan
negara barat. Di negara barat, sebagian besar laki-laki memiliki resiko yang
lebih tinggi dibandingkan wanita (Fadjari dan Sukrisman, 2009).
III. ETIOLOGI
Etiologi CML (chronic myeloid leukemia) tidak diketahui secara pasti.
Sedikit sekali evidence base mengenai keterkaitan faktor genetik pada pasien
CML. Sebaliknya, pasien CML lebih merupakan penyakit yang datang secara
tiba-tiba dibandingkan keturunan. Paparan radiasi dan nuklir termasuk
radioterapi juga dapat meningkatkan angka kejadian CML. Seperti halnya di
Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan
Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor Chernobil meledak
(Fadjari dan Sukrisman, 2009).
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dari CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada
penyakit tersebut, yaitu (Fadjari & Sukrisman, 2009) :
a. Fase kronik terdiri atas :
10
dan gen BCR (break cluster region) yang terletak di lengan panjang
kromosom 22 (22q11) (Aster, 2007).
3. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30%
sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke
jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini
berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia Lympositik
Akut.
VI. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Manifestasi klinis leukemia myelogenous kronis (CML) adalah
membahayakan. Penyakit ini sering ditemukan secara kebetulan dalam
fase kronis, ketika didapatkan hitung leukosit meningkat pada pemeriksaan
darah rutin atau adanya splenomegali pada pemeriksaan fisik umum.
Gejala nonspesifik meliputi kelelahan dan penurunan berat badan dapat
terjadi lama setelah timbulnya penyakit. Kehilangan energi dan penurunan
toleransi latihan dapat terjadi selama fase kronis setelah beberapa bulan.
Pasien sering memiliki gejala yang berkaitan dengan pembesaran
limpa, hati, atau keduanya. Limpa besar dapat mengganggu pada lambung
dan menyebabkan cepat kenyang sehingga asupan makanan berkurang.
13
Nyeri perut kuadran kiri atas digambarkan sebagai nyeri dengan kualitas
"mencengkeram" mungkin terjadi akibat infark limpa. Limpa yang
membesar juga dapat dikaitkan dengan keadaan hipermetabolik, demam,
penurunan berat badan, dan kelelahan kronis. Hati yang membesar dapat
menyebabkan penurunan berat badan pasien. Beberapa pasien dengan
CML memiliki demam ringan dan berkeringat berlebihan terkait dengan
hipermetabolisme.
Pada beberapa pasien yang ada dalam fase akselerasi, atau fase
akut dari penyakit (melewatkan fase kronis), perdarahan, petechiae,
ekimosis dan mungkin merupakan gejala menonjol. Dalam situasi ini,
demam biasanya berhubungan dengan infeksi. Nyeri tulang dan demam,
serta peningkatan fibrosis sumsum tulang, merupakan pertanda dari fase
blast.
b. Pemeriksaan fisik
Splenomegali adalah penemuan fisik yang paling umum pada
pasien dengan leukemia myelogenous kronis (CML). Dalam lebih dari
50% pasien dengan CML, limpa berukuran lebih dari 5 cm di bawah batas
kosta kiri pada saat penemuan. Ukuran limpa berkorelasi dengan hitungan
granulocyte darah perifer, dengan limpa terbesar yang diamati pada pasien
dengan jumlah leukosit yang tinggi. Sebuah limpa sangat besar biasanya
pertanda transformasi menjadi bentuk krisis blast akut dari penyakit.
Hepatomegali juga terjadi, meskipun kurang umum daripada
splenomegali. Hepatomegali biasanya bagian dari hematopoiesis
extramedullary terjadi di limpa. Temuan fisik leukostasis dan
hiperviskositas dapat terjadi pada beberapa pasien, dengan ketinggian luar
biasa leukosit mereka penting, lebih dari 300,000-600,000 sel/uL. Setelah
funduscopy, retina dapat menunjukkan papilledema, obstruksi vena, dan
perdarahan.
Krisis blast ditandai oleh peningkatan dalam sumsum tulang atau
ledakan jumlah darah perifer atau oleh perkembangan leukemia infiltrat
jaringan lunak atau kulit. Gejala khas adalah karena trombositopenia,
anemia, basophilia, limpa cepat memperbesar, dan kegagalan obat yang
biasa untuk mengontrol leukositosis dan splenomegali.
14
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk leukemia myelogenous kronis (CML) terdiri
dari jumlah darah lengkap dengan hitung diferensial, apusan darah tepi,
dan analisis sumsum tulang. Meskipun khas hepatomegali dan
splenomegali dapat dicitrakan dengan menggunakan scan hati/limpa,
kelainan ini sering begitu jelas secara klinis sehingga pencitraan radiologis
tidak diperlukan. Diagnosis CML didasarkan pada temuan histopatologi
dalam darah perifer dan Philadelphia (Ph) kromosom dalam sel sumsum
tulang.
Kelainan laboratorium lainnya termasuk hiperurisemia, yang
merupakan refleksi dari peningkatan selularitas sumsum tulang, dan
peningkatan nyata serum vitamin B-12-binding protein (TC-I). Yang
terakhir ini disintesis oleh granulosit dan mencerminkan tingkat
leukositosis.
Tabel 2.1 Klasifikasi CML Berdasarkan WHO
Fase Definisi WHO
CML
Fase Jumlah sel blast darah perifer kurang dari 10% pada darah
Kronik dan sumsum tulang
Stabil
Fase Jumlah sel blasts 10-19% dari jumlah leukosit pada sel
Akselerasi sumsum tulang nucleated dan atau perifer; trombositopenia
persisten (< 100 × 109/L) tidak terkait dengan terapi atau
trombositosis persisten (> 1000 × 109/L) tidak responsive
terhadap terapi; peningkatan jumlah leukosit dan ukuran
limpa tidak responsive terhadap terapi; bukti sitogenetik
adanya clonal evolution
Krisis Jumlah sel blast perifer ≥ 20% dari leukosit darah tepi atau
Blast sel sumsum tulang nucleated; proliferasi blast ekstrameduler;
dan focus atau kluster besar blast pada biopsy sumsum
tulang
Gambar 4. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Transisi. Film Blood
pada perbesaran 1000X menunjukkan promyelocyte, eosinofil, dan
basofil.
Gambar 5. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Blast. Film Blood
pada perbesaran 1000X menunjukkan garis keturunan granulocytic
keseluruhan, termasuk eosinofil dan basofil.
daerah di hijau. Para bcr normal / ABL fusi hadir di Philadelphia kromosom-
positif sel-sel dalam kuning (kanan panel) dibandingkan dengan kontrol (panel
kiri).
VII. PENATALAKSANAAN
1. Fase Kronik
a. Imatinib (Glivec)
Imatinib merupakan inhibitor spesifik tirosin kinase yang dikode
20
d. Interferon alfa.
Interferon (IFN) alfa juga dapat mengontrol jumlah sel darah
putih dan dapat menunda onset transformasi akut, serta
memperpanjang harapan hidup keseluruhan menjadi 1-2 tahun.
Dosis yang diberikan 5\3 juta IU/m2/hari secara subkutan sampai
tercapai remisi sitogenetik, dan biasanya setelah 12 bulan terapi.
Respon terbaik adalah menjadi negative Ph, meskipun BCR-ABL
tetap positif, dan memiliki prognosis paling baik (Fadjari
&Sukrisman, 2009).
e. Transplantasi Sumsum Tulang
Terapi definitif untuk CML, dan dapat memperpanjang masa
remisi hingga >9 tahun. Tidak dilakukan pada CML dengan
kromosom Ph negative atau BCR-ABL negative. Indikasi
transplantasi sumsum tulang antara lain (Fadjari & Sukrisman,
2009):
1) Usia tidak lebih dari 60 tahun
2) Ada donor yang cocok
3) Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal.
2. Fase Akut
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan Imetinib dapat
diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar
pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan hanya dapat
memperlambat perkembangan penyakit. (Atul & Victor, 2005).
22
DAFTAR PUSTAKA
Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, et al. Activity of a specific inhibitor of the
BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis of chronic myeloid leukemia
and acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia chromosome. N
Engl J Med. Apr 5 2001;344(14):1038-42.