DEMAM TYPOID
DI RUANG PERAWATAN MARINA
RSUD PROF. DR. H.MUH. ANWAR MAKKATUTU BANTAENG
DESI S.Kep
218NS2035
C1 LAHAN C1 INSTITUSI
B. ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri Gram-
negatif mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob, mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen(H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen(K) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonnella typhi
juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic. (Nurarif & Kusuma, 2015)
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain,
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati
dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri
pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan
menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan
oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella
typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
F. PENATALAKSANAAN
1. Non farmakologis
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat
2. Farmakologis
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral
atau IV selama 14 hari
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat belum dapat minum
obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis
(tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
c. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari, intravena, selama
5-7 hari
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
G. KOMPLIKASI
1. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013).
H. PROGNOSIS
Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama demam tifoid,
prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan mereda setelah 2 hari
kemudian, dan kondisi penderita membaik dalam 4-5 hari selanjutnya. Bila ada
keterlambatan pengobatan risiko komplikasi akan meningkat dan waktu pemulihan
akan semakin lama. Umumnya, fatality rate demam tifoid yang tidak diobati adalah
10%-20%. Perkiraan angka case fatality rate penderita demam tifoid sekitar 1-4%.
Anak-anak di bawah usia 4 tahun, memiliki fatality rate 4%, sedangkan anak-anak
usia > 4 tahun 10 kali lebih kecil kemungkinan kematiannya dari anak-anak usia
dibawahnya.
1. Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan
monitoring
suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD,
nadi, dan RR
4. Monitor warna
dan suhu kulit
5. Monitor tanda-
tanda
hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan
intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan
tubuh
8. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu dan
kemungkinan
efek negatif
dari kedinginan
10. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency
yang
diperlukan
11. Ajarkan
indikasi dari
hipotermi dan
penanganan
yang
diperlukan
12. Berikan anti
piretik jika
perlu
1. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
6. Monitor
kualitas dari
nadi
7. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
8. Monitor suara
paru
9. Monitor pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
11. Monitor
sianosis perifer
12. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
limfa
endotoksin
hepatomegali Pembesaran limfa
Mempengaruhi pusat
erosi Penurunan peristaltik usus
thermoregulator
dihipotalamus
Lynda Juall Carpenito – Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagosa
Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC