Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GASTRITIS EROSIF


RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Oleh:
Regita cahyani
16048

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI


SRAGEN-JAWA TENGAH
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTRITIS EROSIF

A. Definisi Gastritis Erosif


Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Hirlan dalam Suyono,
2016).
Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung
dimana terjadi erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah
mencapai sistem pembuluh darah lambung atau duodenum (Priyanto dan
Lestari, 2018).
Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada
bagian mukosa (Inayah, 2014).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis
adalah peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung akibat
infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain, sehingga
menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan
erosi pada lapisan-lapisan tersebut. Sehingga, gastritis erosif berarti
inflamasi pada mukosa lambung yang disertai perlukaan pada mukosa
lambung.

B. Klasifikasi Gastritis
Gastritis Akut
1. Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian
besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah
satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:
a. Gastritis akut erosif
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
b. Gastritis akut hemoragic
Disebut hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi
erosi yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut ( Hirlan, 2011).
2. Gastritis Kronis
Menurut Muttaqin (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :
a. Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema ,
serta perdarahan dan erosi mukosa.
b. Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan
mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan
kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan
karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
c. Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-
nodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan
hemoragik.
C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS
(indometasin, ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid,
kokain, agen kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat,
dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. OAINS dan
alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan
mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus
balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama
pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa
lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh
pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma
dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi
interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap
difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di antrum.
Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian
dalam lambung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi
kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi
yang diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan pada
dinding lambung yang disebut gastritis
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik dan psikis. Stres fisik yaitu yang disebabkan oleh luka
bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal,
kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus lambung. Sedangkan
stres psikis karena system persarafan di otak berhubungan dengan
lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul
kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi
perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang
sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara
berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri,
perih dan kembung. Lamakelamaan hali ini dapat menimbulkan luka
di dinding lambung
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan
Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan
alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa lambung. Alkohol dan
cafein seperti kopi. dapat meningkatkan produksi asam lambung
berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan
kemampuan fungsi dinding lambung.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2011), tanda dan gejala pada gastritis adalah:
1. Gastritis akut
a. Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.
b. Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan
mual hingga muntah.
c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan.
2. Gastritis kronis
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan.
Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan
pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

E. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2011), komplikasi yang terjadi dari gastritis adalah:
1. Gastritis akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis
dan melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak
sehingga dapat menyebabkan syok hemoragik yang bisa
mengakibatkan kematian.
b. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan
hampir sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas.
Namun pada tukak peptic penyebab utamanya adalah infeksi
Helicobacter pylori, sebesar 100 % pada tukak duodenum dan 60-
90% pada tukak lambung. Hal ini dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan endoskopi.
2. Gastritis kronis
a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan
terhadap vitamin.
b. Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor
intrinsik dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan
penyerapan terhadap vitamin B12
c. Gangguan penyerapan zat besi.

F. Patofisiologi
Terjadinya gastritis adalah karena adanya gangguan keseimbangan
faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan
mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan
alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-
faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung.
(Brunner, 2010).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar
oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas
mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu.
Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri
yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor
yang sangat melindungi integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan
faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya
terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam
mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian
sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH
intraseluler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-) serta sistem
mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat
menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.
Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau
rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam
lambung (Prince, 2015).
Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung
melalui beberapa mekanisme, obat-obat ini dapat menghambat aktivitas
siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting
untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin
mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara
topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat
tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat
menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga
kemampuan faktor defensif terganggu.
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-
lain dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting
dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila
mukosa lambung rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka
akan terjadi difusi kembali HCl dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal
ini menimbulkan peradangan. Iritasi yang terus menerus dapat
menyebabkan jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis
dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya
perdarahan dan peritonitis.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan
sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,
mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya
vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang
memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan
oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung
akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa.
Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat
juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang
dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan
G. Pathway

Obat-obatan H.phylori Kafein Makanan


yang pedas,
panas dan
Mengganggu asam
Melekat pada
pembentukan sawar Menurunkan
epitel lambung
mukosa lambung produksi
Penurunan
bikarbonat
produksi mukus
(HCO3-)
oleh sel kolumner
Menghancurkan
lapisan mukosa
lambung Menurunkan
kemampuan Pengelupasan
Menurunkan barier lambung protektif sel mukosa
terhadap asam dan pepsin terhadap asam lambung

Menyebabkan difusi kembali asam


lambung dan pepsin

Inflamasi mukosa lambung Erosi mukosa


lambung

Nyeri epigastrium
Mukosa lambung
Menurunkan tonus kehilangan integritas
dan peristaltis jaringan
lambung
Nyeri akut Perdarahan
Refluks isi duodenum ke
lambung
Menurunkan sensori
untuk makan

Anoreksia Mual Dorongan ekspulsi isi


lambung ke mulut

Kekurangan
Ketidakseimbangan nutrisi:
Muntah volume cairan
kurang dari kebutuhan tubuh
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2000)
sebagai berikut
1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopi : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk
perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau
derajat ulkus jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi
tidak pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam
hidroklorik dan pembentukan asam noktura
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah
besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit
diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan
sampai gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah
diobati dengan antasida dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat
pembentukan asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi
lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan
cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan
pepsin yang menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
f. Diet
1) Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
2) Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien
untuk menerimanya.
3) Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan
kebutuhan.
4) Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan
secara bertahap.
5) Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam,
baik secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan
dengan daya tahan terima perorangan).
7) Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja
selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila
pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan.
Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila
perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan
prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal
atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat
asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan
penetralisasian agen penyebab.
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal :
alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer.
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi
Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2014), penatalaksanaannya jika
terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif
berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis
reseptor H2.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien gastritis ditemukan sebagai berikut
1. Nyeri akut berhungan dengan mukosa lambung teriritasi
2. Mual berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan karena iritasi lambung
3. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif (perdarahan, mual,
muntah dan anoreksia )
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan nutrisi tidak adekuat.
K. Rencana Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC: Pain 1. Mengetahui
berhungan keperawatan selama 2x24 jam, Management adanya
dengan mukosa diharapkan nyeri akut dapat 1. Kaji nyeri karakterisktik
lambung teratasi dengan kriteria hasil: secara nyeri, agar
teriritasi komprehensif dapat
2. Observasi tanda menetapkan
non verbal dari tindakan
ketidaknyamana selanjutnya
n 2. Mengetahui
3. Ajarkan untuk adanya nyeri
NOC : Pain level menggunakan 3. Memfokuskan
teknik relaksasi perhatian dan
Indikator Awal Akhir nafas dalam membantu
Melaporkan 4. Anjurkan pasien mengurangi
nyeri menggunakan nyeri
Frekuensi relaksasi nafas 4. Untuk
nyeri dalam saat nyeri mengurangi
Panjang
5. Kolaborasi nyeri
episode
dengan dokter 5. Terapi
nyeri
dalam farmakologi
Ekspesi
pemberian dapat
wajah
terapi analgesik menurunkan
terhadap
nyeri 6. Anjurkan pasien nyeri dari
untuk derajat ringan
meningkatkan sampai berat.

Keterangan: istirahat 6. Menghilangka

1. Sangat parah 7. Kaji keefektifan n tegangan

2. Parah kontrol nyeri abdomen yang

3. Sedang bertambah

4. Ringan dengan posisi

5. Tidak parah terlentang.


7. Mengetahui
kemajuan
penyembuhan
dan perubahan
pada
karakteristik
nyeri serta
acuan tindakan
keperawatan
selanjutnya.
2. Mual Setelah dilakukan tindakan NIC: Nausea 1. Mengidentifik
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam Management asi keefektifan
dengan diharapkan masalah mual klien 1. Lakukan intervensi
ketidakmampu dapat teratasi dengan kriteria pengkajian yang
an pemasukan hasil: secara diberikan.
atau mencerna NOC: Nausea and vomiting komprehensif 2. Mengidentifik
makanan severity rasa mual asi pengaruh
karena iritasi termasuk mual terhadap
lambung Indikator Awal Akhir frekuensi, kualitas hidup
Frekuensi durasi, tingkat pasien.
mual mual, dan 3. Memenuhi
Intensitas faktor yang kebutuhan
mual
menyebabkan nutrisi pasien
Peningkat
mual. dan mencegah
an
2. Evaluasi efek mual.
ekskresi
mual terhadap 4. Untuk
saliva
nafsu maka, menghindari
aktivitas terjadinya
NOC : Nausea and Vomiting:
sehari-hari, mual
Disruptive Effects
dan pola tidur 5. Untuk
Indikator Awal Akhir
Penurunan
pasien. menghindari

intake 3. Anjurkan efek mual.


makanan pasien makan 6. Mengurangi
Penurunan dalam jumlah mual dengan
intake sedikit tapi efek sentralnya
cairan sering dan pada
dalam keadaan hipotalamus
hangat. dan
4. Anjurkan menghambat
pasien produksi HCL
Keterangan : mengurangi
1. Sangat parah jumlah
2. Parah makanan yang
3. Sedang bisa
4. Ringan menimbulkan
5. Tidak parah mual.
5. Anjurkan
pasien untuk
meningkatkan
istirahat dan
tidur yang
adekuat.
6. Kolaborasi
pemberian
antiemetik:
Ondansentron
dan Ranitidin

3 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan NIC: Fluid 1. Intake dan


volume cairan keperawatan selama 2x24 jam Management output
b/d kehilangan diharapkan klien dapat 1. Pertahankan seimbang
aktif terpenuhi kebutuhan cairannya catatan intake 2. Indikator
(perdarahan, dengan kriteria hasil: dan output dehidrasi
mual, muntah NOC: Fluid Balance yang akurat atau
dan anoreksia ) 2. Monitor status hipovolemia,
indikator Awal Akhir hidrasi keadekuatan
TTV (kelembaban penggantian
dalam membran cairan.
batas mukosa, nadi, 3. Mengetahui
normal tekanan darah) keadaan
3. Monitor tanda- umum
Turgor tanda vital pasien, suhu
kulit 4. Dorong pasien tubuh yang
Tidak untuk tinggi
ada meningkatkan (hipertermi)
tanda- masukan oral menunjukkan
tanda (minum yang respon
dehidrasi banyak) terhadap
Membran 5. Kolaborasi kehilangan
mukosa pemberian cairan tubuh.
lembab cairan IV. 4. Mengganti
Tidak cairan yang
ada tanda hilang dan
kehausan mengurangi
Keterangan : terjadinya
1. Sangat parah dehidrasi.
2. Parah 5. Rehidrasi
3. Sedang cairan
4. Ringan
5. Tidak parah

4 Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan NIC: Bleeding 1. Mengetahui


ngan nutrisi: keperawatan selama 2 x 24 jam reduction adanya
kurang dari cairan tubuh pasien seimbang gastrointestinal perdaraan di
kebutuhan dengan kriteria hasil: 1. Observasi saluran
tubuh adanya darah cerna bagian
berhubungan NOC: Blood Coagulation dalam feses. atas
dengan 2. Monitor Hb 2. Mengetahui
masukan indikator Awal Akhir 3. Kurangi faktor kadar Hb
nutrisi tidak Darah stress 3. Stres dapat
4. Monitor status menyebabka
adekuat dalam nutrisi pasien. n
feses 5. Monitor status peningkatan
(melena) cairan HCL
Hb dalam termasuk 4. Mengetahui
batas intake dan status nutrisi
normal output. pasien
TTV 6. Catat warna, 5. Menjaga
dalam jumlah dan keseimbang
batas karakter feses. an cairan
normal 7. Berikan cairan yang
intravena. adekuat
Keterangan : 8. Kolaborasi 6. Mengetahui
6. Sangat parah pemberian adanya
7. Parah obat untuk darah dalam
8. Sedang menghentikan feses
9. Ringan perdarahan 7. Rehidrasi
10. Tidak parah 8. Asam
traneksamat
dapat
membantu
menghentika
n terjadinya
perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2010. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC


Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC)
Sixth Edition. United States of America: Elsevier.
Dermawan,D. T. R. (2010). Keperawatan medikal bedah ( sistem pencernaan ).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Doenges, M. E. (2010). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing
Diagnosis: Definitions & Classification, 2015-2017. 10nd ed. Oxford: Wiley
Blackwell.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil kesehatan indonesia tahun 2008.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Mansjoer, A. (2011). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Moorhead, Sue, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.
Muttaqin, A. K. S. (2011). Gangguan gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Price, A. W. dan Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Priyanto, Agus dan Lestari, Sri. (2018). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika.
Saydam. (2011). Memahami berbagai penyakit (penyakit pernapasan dan
gangguan pencernaan). Bandung : Alfabeta.
Suyono, S. (2016). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai