Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR PELVIS


RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :
NUR KAFIDATUL AMINAH
16042

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN


TAHUN PELAJARAN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PELVIS

A. DEFINISI
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat
berbentuk transversa, oblik, atau spiral. Pierce A. Grace and Neil
R.Borley(2017)
Fraktur pelvis secara potensial merupakan cidera yang paling
berbahaya, karena dapat menimbulkan perdarahan eksanguinasi. Sumber
perdarahan biasanya pleksus vascular yang melekat pada dinding pelvis,
tetapi dapat juga dari cidera pembuluh darah iliaka, iliolumbal, atau
femoral. Bila terdapat tanda – tanda renjatan hipovolemik, maka harus
dilakukan transfuse darah dini. Selain itu, pasien dapat juga diberikan
aplikasipakaian antirenjatan pneumatik. Reduksi dari fraktur yang tidak
stabil juga dapat mengurangi perdarahan. Pada fraktur pelvis, fraktur
dimana perdarahan paling sering terjadi adalah sacrum atau ilium, ramus
pubis bilateral, separasi dari simfisis pubis, dan dislokasi dari artikulasio
sakroiliaka. Michael Eliastam et al. (2014)

B. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak
4. Perubahan warna dan memar
5. Krepitasi
Pierce A. Grace and Neil R.Borley(2017)
C. PATHOFISIOLOGI
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang
keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang
menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi
diskontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang
tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis,
terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini
mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering
ditemukan adanya fraktur terbuka.

D. PENYEBAB
Fraktur tersering disebabkan karena tekanan yang kuat yang diberikan
pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena
penyakit, misalnya osteoporosis. Pierce A. Grace and Neil R.Borley(2017)
Menurut Oswari E, (2011) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
E. PATHWAY

Jatuh, hantaman, kecelakaan, dll Trauma tidak langsung Osteoporosis,


osteomielitis,
keganasan, dll
Trauma langsung
Tekanan pada tulang

Kondisi patologis
Tidak mampu meredam
energy yang terlalu besar
Tulang rapuh

fraktur
Tidak mampu
menahan berat badan
Pergeseran fragmen
tulang
Merusak jaringan
sekitar Prosedur
pembedahan
NYERI AKUT

Menembus Pelepasan deformitas Kurang


kulit mediator terpapar
inflamasi informasi
Gangguan
mengenai
luka vasodilatasi fungsi
prosedur
pembedah
Peningkatan aliran Hambatan an
Defisit
mobilitas
perawatan darah
fisik
diri
Ancaman
Peningkatan kematian
Kerusakan permeabilitas Trauma arteri/
pertahanan primer kalpiler vena
Krisis situasional

Port de entry kuman Kebocoran perdarahan


ansietas
cairan ke
intersitial
Resiko Syok Tidak terkontrol Tindakan infasiv
sepsis
F. KOMPLIKASI
Komplikasi cidera traktus urinarius kira – kira 10% pada fraktur pelvis.
Biasanya terdapat hematuria. Kemudian, cidera uretra pada laki – laki
biasanya terjadi pada tingkat pars prostatika apeks. Darah dapat terlihat
pada meatus urethtra. Fraktur pubis dapat teraba pada pemeriksaan rectal
dan prostat dapat mengalami disposisi ke superior dan dikelilingi oleh
suatu hematoma yang empuk. Insersi dari kateter uretra pada pasien –
pasien dengan fraktur pubis ini dengan perdarahan meatus merupakan
indikasi kontra. Diagnosis harus ditegakkan dengan uretrografi retrograde
dan suatu kateter sistotomi suprapubik dipasang jika perlu drainase
kandung kemih.
Michael Eliastam et al. (2014)
1. Dini
a. Kehilangan darah
Pada fraktur pelvis, ekstremitas, vertebra, dan femur, dapat terjadi
shock hipovolemi yang diawali dengan perdarahan kehilangan
cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Sementara syok
hipovolemi itu sendiri merupakan kondisi darurat dimana terjadi
perdarahan parah dan hilangnya cairan yang membuat jantung
tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh. Syok ini, dapat
memyebabkan banyak organ berhenti bekerja.
b. Infeksi
Infeksi yang terjadi pada fraktur terbuka biasanya dapat terjadi
kontaminasi infeksi dan terapi antibiotik
c. Emboli paru
d. DVT dan emboli paru
e. Gagal ginjal
f. Sindrom kompartemen
2. Lanjut
a. Non – union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal
ini disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.
b. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan
yaitu biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan
proses infeksi. Diatraksi atau tarikan bagian fragmen tulang.
c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk)
d. Pertumbuhan terhambat
e. Arthritis
f. Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma
Pierce A. Grace and Neil R.Borley(2017)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiografi pada dua bidang (cari lusensi dan diskontinuitas pada
korteks tulang)
2. Tomografi, CT scan, MRI (jarang)
3. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (Scan tulang
terutama berguna ketika radiografi/ CT scan memberikan hasil
negative pada kecurigaan fraktur secara klinis)
Pierce A. Grace and Neil R.Borley(2017)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot Kebas/kesemutan
(parestesis)
Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal,
pemendakan,ratotasi,krepitasi
(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang
fungsi).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (
mungkin terlokalisasi pada arah jaringan/kerusakan tulang; dapat
berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
e. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :
femur 7-8 hari, panggul/pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila
memerlukan perawatan dirumah sakit.
Daryadi, Muhammad (2015)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan
rangka tulang
c. Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan alat fiksasi
invasive
d. Ansietas b.d. stress, ancaman kematian
e. Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik
3. Perencanaan (NCP)
a. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur
Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil :
1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, dan mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana Tindakan dan Rasional :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
5) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
6) Kurangi faktor presipitasi nyeri
7) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi, dan interpersonal)
8) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
9) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
12) Tingkatkan istirahat
13) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
b. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan
rangka tulang
Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas klien berkurang dengan
kriteria hasil :
1) Kemampuan klien meningkat dalam aktivitas fisik
2) Klien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
4) Mempergunakan alat bantu mobilisasi (walker)
Rencana Tindakan dan Rasional :
1) Monitor vital sign sebelum / sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
cegah terhadap cidera
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tekhnik
ambulasi
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara
mandiri sesuai kemampuan
7) Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLS pasien
8) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
9) Ajarkan pasien bagaimana cara merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
c. Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan alat fiksasi
invasive
Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan syok sepsis tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1) Nadi dalam batas normal (80 – 100x/menit)
2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan yaitu teratur
3) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan ( 18 – 20x/menit)
4) Irama pernafasan teratur
5) Natrium serum, Kalium serum, Klorida serum, kalsium serum,
magnesium serum, dan pH darah serum dalam batas normal
6) Hidrasi baik dengan indikator :
a. Mata cekung tidak ditemukan
b. Demam tidak ditemukan suhu tubuh dalam rentang normal
(36,5 – 37,5oC)
c. Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg –
140/85 mmHg)
d. Hematokrit dalam batas normal (36 – 44%)
Rencana Tindakan dan Rasional :
Syok prevention :
1) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut
jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill
2) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3) Monitor suhu dan pernafasan
4) Monitor input dan output
5) Pantau nilai laborat :HB, HT, AGD, dan elektrolit
6) Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
7) Monitor tanda dan gejala asites
8) Monitor tanda awal syok
9) Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk
peningkatan preload (tenaga yang menyebabkan otot ventrikel
meregang sebelum mengalami eksitasi dan kontriksi) dengan
tepat
d. Ansietas b.d. stress, ancaman kematian
Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
x 24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang dengan kriteria
hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan tekhnik
untuk mengontrol cemas
3) Vital sign dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg – 140/85
mmHg, RR : 18 – 20 x/menit, HR : 80 – 100 x/menit, suhu :
36,5 – 37,5oC)
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan)
Rencana Tindakan dan Rasional :
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dilakukan selama
prosedur
3) Pahami perspekstif pasien terhadap situasi stress
4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
5) Dengarkan dengan penuh perhatian
6) Identifikasi tingkat kecemasan
7) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
8) Dorong pasien mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
9) Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi
10) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
e. Defisit perawatan diri berpakaian, eliminasi, makan , mandi b.d.
gangguan mobilitas fisik
Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan kemampuan perawatan diri pasien mengalami
peningkatan dengan kriteria hasil :
1) Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan
aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu
2) Mampu mengenakan pakaian dengan mampu merisleting,
mengancingkan pakaian, menggunakan pakaian secara rapi dan
bersih, serta mampu melepas pakaia, dan kaos kaki
3) Mampu berhias sendiri secara mandiri atau tanpa alat bantu dan
menunjukkan rambut yang rapi dan bersih
4) Mampu mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan
yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
5) Dapat memilih pakaian dan mengambilnya dari lemari atau laci
bajuRencana Tindakan dan Rasional
6) Perawatan diri eliminasi : mampu melakukan aktivitas
eliminasi secara mandiri atau tanpa alat bantu
7) Mampu duduk dan turun dari kloset dan membersihkan diri
setelah eliminasi
8) Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
9) Perawatan diri mandi : mampu menbersihkan tubuh sendiri
secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
10) Perawatan diri higiene oral : mampu untuk merawat mulut dan
gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
11) Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke
kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi serta
membersihkan dan mengeringkan tubuh
Rencana Tindakan dan Rasional :
1) Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
2) Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan untuk
berpakaian dan melakukan perawatan rambut
3) Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri
4) Pertimbangkan usia dan budaya pasien ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
5) Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepas
dan sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah
dijangkau (disamping tempat tidur)
6) Dukung kemandirian pasien dalam berpakaian , berhias, bantu
pasien jika diperlukan, fasilitasi pasien untuk menyisir rambut
bila memungkinkan, dan pertahankan privasi saat pasien
berpakaian
7) Beri pujian atas usaha untuk berpakaian sendiri
8) bantu pasien ke toilet atau membantu pasien dengan alat bantu
eliminasi seperti pispot, memfasilitasi kebersihan toilet setelah
selesai eliminasi, dan menyiramkan toilet atau pispot
9) monitor kemampuan pasien untuk menelan
10) Identifikasi diet yang diresepkan
11) Ciptakan lingkungan yang nyaman selama makan seperti
memindahkan pispot, urinal, dsb keluar ruangan
12) Sediakan penghilang rasa sakit dan sediakan kesehatan mulut
yang memadai sebelum makan
13) Menyediakan sedotan untuk membantu pasien minum dan
menyediakan makanan pada kondisi hangat
DAFTAR PUSTAKA

Michael Eliastam, George L. Sternbach, Michael Jay Bresler.2014.Buku Saku


Penuntun Kedaruratan Medis.Jakarta:EGC.

Pierce A. Grace and Neil R.Borley. 2017. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta:
Erlangga.

Oswari, E (2011) Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Daryadi, Muhammad. “Askep Fraktur Pelvis”. 1 Agustus 2015


http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/askep-fraktur-pelvis.html.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda (Nort American Nursing
Diagnosis Assosiation)NIC - NOC.Jogjakarta:Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai