Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

KARSINOMA BRONKOGENIK

Disusun Oleh:

Ildiani Ramli 0910313254


Rian Rizki Ananda 1840312201
Suci Ramadhani P 1840312452
Kenty Regina 1840312455

Preseptor:

dr. Irvan Medison, Sp.P (K)

dr. Afriani, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
pernapasan bagian bawah, bersifat epithelia yang berasal dari mukosa percabangan
bronkus dan telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanken pada laki-laki
maupun perempuan. Karsinoma bronkogenik meliputi sekitar 95% dari tumor ganas
paru primer yang ditemukan.1 Alsagaff dan mukty mengemukakan bahwa kanker primer
paru umumnya dianggap bronkogenik kecuali apabila dapat dibuktikan jenis lain.2

Munurut WHO kanker paru menyebabkan 1,4 juta kematian per tahun dari 7,6 juta
kematian akibat kanker di seluruh dunia pada tahun 2008 dengan jumlah penderita laki-
laki sebanyak 948.993 (69%) dan perempuan 427.586 (31%).3 Berdasarkan laporan
American Cancer Society tahun 2012, karsinoma paru dan bronkus merupakan
penyebab terbanyak kematian di Amerika dengan jumlah 28%, diikuti karsinoma
colorectal 9%, kemudian karsinoma payudara 7%.4 Berdasarkan laporan Ditjen
Pelayanan Medik pada tahun 2004, karsinoma bronkus dan paru menduduki peringkat 6
dari 10 penyakit neoplasma terbanyak di Indonesia dengan jumlah penderita 2.124
orang. Tahun 2005 terjadi peningkatan pasien rawat inap menjadi 2.703, tahun 2006
turun menjadi 2,402 orang dan kembali meningkat di tahun 2007 menjadi 2.847 orang.5

Center for Disease Control and Prevention melaporkan ada sekitar 2,4 juta kasus
kanker di Amerika Serikat dari tahun 1999 sampai 2004 setengah kasusnya adalah
kanker paru yang berhubungan dengan kebiasaan merokok.6 Tingginya mortalitas
karsinoma bronkogenik disebabkan prognosisnya yang buruk. Hal ini disebabkan sering
terjadinya keterlambatan diagnosa awal pada kebanyakan pasien sehingga pasien sudah
berada pada stage lanjut.7

Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu dan
memungkinkan pasien memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan
penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Hasil penelitian pada pasien
kanker paru pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka harapan
hidup pada satge 1 adalah 5 tahunan, sangat jauh berbeda dengan mereka yang
dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan staging lanjut yang memiliki
angka harapan hidup selama 9 bulan.8

1.1 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang karsinoma bronkogenik.
1.2 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang karsinoma bronkogenik.
1.3 Metode Penulisan
Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode diskusi yang merujuk dari
berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARSINOMA BRONKOGENIK

2.1.1 Definisi

Karsinoma bronkogenik atau kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang
tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada
masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia. Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis
atau lesi primer.1

2.1.2 Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain.1

a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting,
yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian
kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti
merokok.1.
b. Perokok Pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang
lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.5
c. Polusi Udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang
paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen
yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.1
d. Paparan Zat Karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru .Risiko
kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih
besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan
asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.6
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gengen penekan tumor memiliki arti
penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah
pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc), dan
menonaktifkangen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).
g. Penyakit Paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan.

2.1.3 Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi WHO 2015, kanker paru dibagi menjadi adenokarsionoma,


squamous cell carcinoma, tumor neuroendocrine, large cell carcinoma, dan adenosquamos
carcinoma.7
Tabel 2.1 Klasifikasi kanker paru berdasarkan WHO 2015
2
Jenis Karsinoma Contoh yang termasuk
Adenokarsionoma  Pre invasif : AIS, MIA, AAH

 Predominan lepidic
adenocarcinoma dengan acinar,
papilar, mikropapiler, atau
morfologi padat.

 Adenocarcinoma invasive dengan


acinar. papilar, mikropapiler, atau
morfologi musinus.

Squamous Cell Carcinoma  Keratinisasi dan Non-Keratinisasi


 Basaloid
 Pre-invasif – sel squamous CIS

Tumor Neuroendocrine  Karsinoma Sel Kecil


 Karsinoma Endokrin Sel Besar
 Karsinoid—Tipikal dan Atipikal
 Preinvasif – DIPNECH

Large Cell Carcinoma
Adenosquamos Carcinoma

2.1.4 Manifestasi Klinis


Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadum lanjut.
Gejala – gejala dapat bersifat:1
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelectasis
2. Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.
3. Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikalis dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10 persen kanker paru, dengan gejala:
a. sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, termor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimptomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter
2.1.5 Deteksi Dini
Kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis ketika penyakit ini telah berada pada stage
lanjut. Untuk itu diperlukan pelaksanaan deteksi dini, khususnyu pada kelompok individu,
sebagai berikut :1
 Laki-laki usia 40 tahun
 Perokok
 Memiliki riwayat paparan industri
 Dengan salah satu gejala berikut : batuk darah, batuk kronik, sesak nafas, nyeri
dada, berat badan menurun,

Gambar 2.1 Alur deteksi dini kanker paru

2.1.6 Diagnosis
2.1.5.1 Pemeriksaan Fisik
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran
normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data
untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur
sebagai akibat metastasis ke tulang.1

2.1.5.2 Gambaran Radiologis


h. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit
tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada,
efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan
KGB untuk menentukan agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.1

Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi


(GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollow up yang
teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan
memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker
paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil
setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan
dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut.1
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau
pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat
diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif,
dan/atau cairan serohemoragik.1

i. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara
lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran
lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses
keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan
terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat
dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.1

j. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks
adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat
mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat
melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam
rongga perut.1

2.1.5.3.Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.1
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya
dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering
memberikan hasil negatif.1
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi
jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.1
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik
maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.1
e. Biopsi Transtorakal
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan
flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak
di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.1
f. Biopsi Lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau
teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila
teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila
diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula
dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi
dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.1
g. Sitologi Sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak
memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang
pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan
pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus
dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan
alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus
difiksasi dalamformalin 4%.1
2.1.5.4 Pemeriksaan Lain
a. Penanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainnya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.1
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait
dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.1
2.1.6 Staging Tumor

2.1.7 Tatalaksana
2.1.7.1 Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untukkanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality
therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel
kecilstadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah,
seperti kankerparu dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah
sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan
lobektomi maupun pneumonektomi.Segmentektomi atau reseksi baji hanyadikerjakan jika faal
paru tidak cukup untuk lobektomi.Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk
memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.KGB mediastinum diambil dengan
diseksisistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting
dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransipenderita terhadap
jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur
dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas
darah(AGD) :1
 Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%
 Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%

2.1.7.2 Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.Pada
terapi kuratif, radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil stadium IIIA.Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan tindakan
darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,seperti sindroma
vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.1
2.1.7.3 Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60
menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.1
Regimen untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
2.1.8 Komplikasi
Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system jantung
paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.1
 Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
 Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan
pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah potensial efek samping dari
kemoterapi.
 Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari komplikasi
yang diketahui.

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. ZA
No. RM : 01.02.93.48
Tanggal Masuk : 9 Oktober 2018
Tanggal Lahir : 10 November 1958
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Supir Truk
Alamat : Sei Tembang, Bungo, Jambi
Agama : Islam
Status : Menikah
Negeri Asal : Indonesia

3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 59 tahun dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dari
RSUD Muaro Jambi pada tanggal 9 Oktober 2018 dengan:

Keluhan Utama
Sesak napas yang meningkat sejak 3 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Sesak napas meningkat sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak
menciut. Sesak napas terus-menerus dan meningkat dengan aktivitas. Sesak napas tidak
dipengaruhi cuaca, makanan, dan emosi.
 Batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terus menerus. Batuk berdahak berwarna putih,
dahak bersifat hilang timbul. Batuk tidak berdarah. Riwayat batuk darah ada 2 bulan yang
lalu, darah lengket di dahak.
 Nyeri dada kanan ada sejak 1 bulan yang lalu, tidak menjalar, bersifat hilang timbul.
 Demam ada, sekitar 3 bulan yang lalu, tidak tinggi dan tidak menggigil, namun saat ini
pasien sudah tidak demam.
 Keringat malam tidak ada.
 Penuurunan BB ada sejak 2 bulan yang lalu sekitar 10 kg.
 Penurunan nafsu makan ada sejak 2 bulan yang lalu.
 Mual dan muntah tidak ada.
 Nyeri ulu hati ada.
 Suara serak tidak ada. Nyeri menelan tidak ada.
 BAK dan BAB normal.
 Pasien telah berobat untuk keluhannya di atas. Pasien telah 3 kali dirawat oleh dokter
spesialis paru di RSUD Muaro Bungo, telah dilakukan rontgen thoraks, USG thoraks dan
pemeriksaan darah, namun tidak seluruh hasil diketahui. Kemudian pasien diberikan OAT
sekitar 2 bulan yang lalu, diberikan selama 2 minggu, kemudian dihentikan oleh dokter
spesialis paru. Pasien dirujuk untuk diagnosa dan tata laksana selanjutnya ke RSUP dr. M.
Djamil Padang.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat minum obat OAT sebelumnya ada sekitar 2 bulan yang lalu, diberi oleh dokter
spesialis paru dengan Rontgen Thoraks (+) dan BTA (+) selama 2 minggu kemudian
dihentikan karena tidak ada perbaikan. Pasien mengeluh nafsu makan berkurang ketika
minum OAT
 Riwayat DM tidak ada
 Riwayat Hipertensi tidak ada
 Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

Riwayat kebiasaan, sosial, pekerjaan


 Pasien bekerja sebagai supir truk antar kota dalam provinsi
 Pasien merokok 1 bungkus (20 batang) setiap hari selama 35 tahun (IB 700 = IB Berat)
dan berhenti merokok sejak 2 tahun yang lalu
 Riwayat mengonsumsi alkohol jenis bir dan cap macan namun tidak rutin dan tidak
sampai mabuk
 Riwayat seks bebas disangkal
 Riwayat penggunaan narkoba suntik disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik (Penilaian awal medis pasien rawat inap)
3.2.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 50 kg

IMT : 18,04 kg/m2


Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/menit

Frekuensi Napas : 25x/menit

Suhu : 36,5ºC

3.2.2 Status Lokalis


Kepala : normocepal, simetris, rambut hitam, tumbuh lebat dan tidak mudah
rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis
sklera ikterik tidak ada
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
JVP : 5-2 cmH20
Trakea : tidak ada deviasi
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB

Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 3 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : Sulit dinilai
Kiri : 3 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : suara jantung normal tidak ditemukan bising, murmur dan gallop
irama regular

Paru Depan
Inspeksi : dada kanan dan kiri asimetris, dada kanan lebih flat dari kiri (statis)
Pergerakan dada kanan tertinggal dari dada kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus paru kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah – menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)

Paru Belakang
Inspeksi : Punggung kanan dan kiri asimetris, punggung kanan lebih flat dari kiri
(statis)
Pergerakan punggung kanan tertinggal dari punggung kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah – menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat distensi, perut tidak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus positif normal

Genitalia: tidak diperiksa

Ekstremitas: tidak terdapat udem tungkai maupun lengan, clubbing finger tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Laboratorium


Darah Rutin Faal Ginjal

Hb 12 g/dl Ureum 18 mg/dL

Leukosit 6.840 /mm3 Kreatinin 0,6 mg/dL

Trombosit 272.000/mm3 Globulin 4,3 g/dL


Ht 37% Faal Hepar

AGD dan Elektrolit Bilirubin total 1,7 mg/dL

pH 7,546 Bilirubin direct 0,3 mg/dL

PaCO2 24,6 mmHg Bilirubin indirect 1,4 mg/dL

PaO2 36,5 mmHg SGOT 77 u/L

HCO3- 21,5 mmol/L SGPT 44 u/L

BE 0,5 mmol/L LDH 1031 u/L

SaO2 78,6% Total Protein 5,8 g/dL

Na 130 mmol/L Albumin 3,0 g/dL

K 3,3 mmol/L Globulin 2,8 g/dL

Cl 96 mmol/L GDS 161 gr/dL

Kesan labor : Na ↑, K ↑, Cl ↓, total protein ↓, albumin ↓, globulin ↑, bilirubin total ↑, bil


direct ↑, bil indirect ↑, LDH ↑, SGOT ↑, SGPT ↑
: alkalosis respiratori

1.4 Gambaran Rontgen Toraks:


Rontgen thorak laki-laki usia 59 tahun di RSUP dr. M Djamil Padang tanggal 1 September

2018. Rontgen tampak simetris, sentris, densitas sedang, trakea terdorong ke kanan,

diafragma kanan terselubung, dengan sudut costo frenikus kiri terselubung. CTR sulit dinilai,

aorta dan mediastinum superior sulit dinilai, jantung terdorong ke kanan. Tampak infiltrat

pada paru kanan. Tampak perselubungan homogen di seluruh hemitoraks sinistra.

Kesan : atelektasis paru sinistra et causa efusi pleura dekstra + suspect karsinoma
Bronkogenik

3.5 Diagnosis Kerja


Suspect Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T3NxM1~ (efusi pleura) stage IV Ps 70-80 +
hipokalemia + hipoalbuminemia

3.6 Diagnnosis Banding


TB Paru + CAP

3.7 Rencana pengobatan dan pemeriksaan:


• IVFD NaCl 0,9% selama 12 jam/kolf
• Asam mefenamat 3 x 100 mg
• Codein 3 x 20 mg (injeksi)
• Metil prednison 2 x 125 mg (injeksi)
• Proof dan punksi pleura
 Telah dilakukan proof dan pungsi pleura di LAP RIC VII dekstra dikeluarkan
sebanyak 100 cc, cairan pleura berwarna putih (serous)
 Analisis cairan pleura didapatkan cairan merupakan eksudat berdasarkan Kriteria
Light
• Sputum SPS
• Kultur sputum
• USG Thoraks
 Telah dilakukan USG thoraks didapatkan massa (+), efusi (+) di linea axila
posterior RIC VII dengan kedalaman 20 mm
• CT Scan thoraks
• Bronkoskopi
 Telah dilakukan bronkoskopi didapatkan hasil
Pita suara : simetris, mukosa tidak hiperemis
Trakea : lumen terbuka, mukosa tidak hiperemis, tidak tampak massa
Carina : lancip
BUKI : lumen terbuka, mukosa tidak hiperemis, tampak perdorongan dari
posterior
BUKA : tampak massa putih menutupi BUKA, mudah berdarah, dilakukan
Biopsi
Kesimpulan : tumor paru kanan
Sitologi sel massa masih diperiksa

3.9 Follow Up
Tabel 1. Follow up pasien tanggal 10 Oktober hingga 12 Oktober 2018
SOAP

Tanggal dan jam (Subjective, Objective, Assesmen, Planing)

10 Oktober 2018 S/

7.00 WIB  Sesak masih ada


 Sesak terutama bila beraktifitas
 Batuk berdahak putih,bersifat hilang timbul
 Demam (-)
 Nyeri dada (-)
 Mual muntah (-)

O/

KU: Sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, ND: 80, RR: 26,

T:36,7 AF

Paru depan :

Inspeksi: dada kanan dan kiri asimetris, dada kanan


lebih flat dari kiri (statis)
Pergerakan dada kanan tertinggal dari dada
kiri (dinamis)
Palpasi: fremitus paru kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas
bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah –
menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)

A/ Suspect Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T3NxM1~


(efusi pleura) stage IV Ps 70-80 + PVC Frequent +
Hipokalemia

P/

• IVFD NaCl 0,9% selama 12 jam/kolf


• Asam mefenamat 3 x 100 mg
• Cek sitologi cairan pleura
• Cek sitologi sputum
• Cek CT scan thoraks
11 Oktober 2018 S/

07.00 WIB  Sesak masih ada, namun sudah berkurang


 Sesak terutama bila beraktifitas
 Batuk berdahak berwarna putih bersifat hilang timbul
 Demam (-)
 Nyeri dada (-)
 Mual muntah (-)

O/

KU: Sedang, Kes: CMC, TD: 130/80, ND: 80, RR: 26,

T:36,7 AF

Paru depan :

Inspeksi: dada kanan dan kiri asimetris, dada kanan


lebih flat dari kiri (statis)
Pergerakan dada kanan tertinggal dari dada
kiri (dinamis)
Palpasi: fremitus paru kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas
bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah –
menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)
A/ Suspect Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T3NxM1~
(efusi pleura) stage IV Ps 70-80 + PVC Frequent +
Hipokalemia

P/

• IVFD NaCl 0,9% selama 12 jam/kolf


• Asam mefenamat 3 x 100 mg
• Codein 3 x 20 mg
• Metil Prednison (injeksi) 2 x 125 mg
• Koreksi KCL 25 mEq dalam 300 cc NaCl 0,9% habis
dalam 4-6 jam. Cek kalium tiap 6 jam koreksi. ECG
tiap hari (konsul spesialis jantung)
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 59 tahun datang ke RSUP Dr M Djamil Padang


rujukan RSUD Muaro Jambi dengan keluhan sesak nafas yang meningkat sejak tiga bulan
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas terus-menerus dan dirasakan meningkat dengan
aktivitas. Sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca, makanan, dan emosi. Pasien juga
mengeluhkan batuk. Batuk sudah dirasakan sejak tiga bulan yang lalu, terus-menerus, batuk
terkadang disertai dahak hilang timbul bewarna putih. Batuk berdarah tidak ada. Riwayat
batuk berdarah ada sekitar tiga bulan yang lalu, darah lengket di dahak.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan. Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.
Nyeri tersebut tidak menjalar dan bersifat hilang timbul. Terdapat penurunan berat badan
sejak 2 bulan yang lalu sekitar 10 kg, terdapat penurunan nafsu makan sejak 2 bulan yang
lalu, serta terdapat nyeri ulu hati. Terdapat demam 3 bulan yang lalu, tidak tinggi dan tidak
menggigil. Tidak ada keluhan keringat malam, suara serak, nyeri menelan, mual, muntah,
serta keluhan buang air kecil dan besar. Pasien pernah diberikan OAT sekitar 2 bulan yang
lalu oleh Spesialis Paru di Muaro Bungo, OAT diberikan selama 2 minggu, kemudian
dihentikan karena tidak ada perbaikan.
Pasien beserta keluarga tidak ada riwayat asma, DM, hipertensi, dan penyakit jantung
serta keganasan. Pasien seorang supir truk antar kota dalam provinsi. Pasien merokok 1
bungkus (20 batang) setiap hari selama 35 tahun (IB 700 = IB Berat) dan berhenti merokok
sejak 2 tahun yang lalu. Pasien pernah mengonsumsi alkohol jenis bir dan cap macan namun
tidak rutin dan tidak sampai mabuk.
Dari keluhan diatas, dapat dicurigai pasien mengalami keluhan sesuai gambaran klinik
kanker paru yaitu batuk-batuk dengan/tanpa dahak, sesak nafas, suara serak. Keluhan tidak
khas berupa penurunan berat badan, dan penurunan nafsu makan juga dapat terjadi pada
pasien kanker paru. Gejala klinis yang terjadi pada kanker paru dapat terjadi akibat tumor
primer, penyebaran intrathorak, dan metastasis tumor tersebut.

Batuk merupakan keluhan utama yang paling sering terjadi pada kanker paru. Batuk
yang terjadi pada pasien dengan kanker paru dapat disebabkan karena massa tumor
mengiritasi dan merangsang reseptor batuk pada saluran nafas. Sesak nafas pada kanker
paru dapat terjadi karena obstruksi saluran nafas akibat massa tumor, baik karena
penekanan/ekstrinsik, maupun penyumbatan intraluminal. Sesak juga dapat terjadi karena
efusi pleura yang disebabkan oleh tumor. Suara serak dapat disebabkan karena penekanan
nervus laringeus recurrent oleh massa tumor, yang terjadi pada 2 - 8 % penderita kanker
paru. Pada pasien kanker paru, juga sering terjadi penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan. Pasien dengan gejala penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan
mempunyai prognosis yang buruk dibanding yang tidak.
Manifestasi lain yang sering terjadi pada pasien kanker paru adalah hemoptisis. Batuk
darah timbul akibat tumor melakukan angiogenesis yang berliku-liku dan mudah pecah
sehingga menyebabkan hemoptisis. Nyeri dada, disfagia, serta sindrom superior vena cava
(muka sembab, edema ekstremitas atas, pletora) juga sering terjadi pada pasien dengan
kanker paru. Kanker paru dapat mengalami metastasis ke organ-organ seperti hati, tulang,
otak, adrenal, maupun kulit yang dapat bermanifestasi seperti kelelahan, fraktur, sakit
kepala, kejang, insufisiensi renal, dan nodul subkutan.
Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien merupakan perokok Dengan Indeks
Brinkman berat. Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa
merokok merupakan faktor risiko utama penyebab perubahan genetik yang menyebabkan
kanker paru. Pada hakikatnya, terdapat korelasi linier antara intensitas pajanan asap rokok
dan munculnya perubahan epitel yang dimulai dengan hiperplasia sel basal yang relatif tidak
membahayakan dan metaplasia skuamosa dan berkembang menjadi displasia skuamosa dan
karsinoma in situ, sebelum memuncak menjadi karsinoma invasif. Di antara berbagai
subtipe histologik kanker paru, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
memperlihatkan keterkaitan paling kuat dengan pajanan tembakau.

Berdasarkan pemeriksaan fisik paru didapatkan dada kanan dan kiri asimetris, dada
kanan lebih flat dari kiri (statis) dan pergerakan dada kanan tertinggal dari dada kiri
(dinamis). Fremitus paru kanan melemah dari yang kiri dan dan perkusi kanan redup dan
kiri sonor. Suara napas kiri bronkovesikuler tidak ada rhonki atau wheezing dan suara napas
kanan melemah sampai menghilang dan ditemukan rhonki. Asimetris dinding dada
disebabkan karena unilateral prominence, salah satu hemithoraks lebih flat. Hal ini dapat
terjadi karena adanya massa tumor, efusi pleura yang banyak, maupun pneumothoraks.
Suara nafas paru kiri melemah menandakan berkurangnya aliran udara ke paru.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Tumor paru kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan
ukuran besar terlebih bila disertai atelektasis akibat kompresi bronkus, efusu pleura atau
penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan juga dapat
memberikan data untuk menentukan stage, seperti adanya pembesaran KGB, tumor di luar
paru, atau adanya metastasis ke hepar, tulang, maupun otak.
Pemeriksaan fisik juga mencakup tampilan umum (performance status) pasien.
Tampilan umum pasien dapat dinilai dengan menggunakan skala Karnofsky, yaitu dengan
menilai ada tidak keluhan pasien. Tampilan ini sering menjadi penentu dapat tidaknya

kemoterapi dan radioterapi kuratif diberikan.8 Pada pasien ini, terdapat keluhan tapi masih
aktif dan dapat mengurus diri sendiri, sehingga nilai performance status pasien ini adalah
70-80.
Pemeriksaan penunjang foto thorax PA didapatkan kesan atelektasis pada paru kiri.
Pada Pasien juga sudah dilakukan USG thoraks dan didapatkan tanda efusi pleura dekstra
serta terlihat tanda pneumonia. Pada pemeriksaan analisis cairan pleura berdasarkan kriteria
light didapatkan cairan pleura berwarna serous berupa eksudat. Pada pasien juga telah
dilakukan bronkoskopi dengan massa putih menutupi BUKA, mudah berdarah, serta telah
dilakukan biopsi namun hasil belum diketahui.
Untuk kebutuhkan klinis, jenis histologis kanker paru dibagi menjadi kanker paru
jenis sel kecil (small cell lung cancer/SCLC) dan kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(non small cell lung cancer/NSCLC) yang terdiri dari karsinoma skuamosa,
adenokarsinoma, dan kasinoma sel besar. Pembagian jenis sel sangat berguna untuk
kepentingan pemilihan jenis terapi.
Penderajatan untuk kanker paru ditentukan menurut sistem TNM dari American Joint
Committee on Cancer (AJCC) veris 7 tahun 2010. Pengertian T adalah tumor yang
dikategorikan atas Tx, Tis, T0 sampai T4, N untuk keterlibatan KGB yang dikatergorikan
atas Nx, N0 sampai N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis
jauh yang dikategorikan atas Mx, M0 sampai M1.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosa dengan karsinoma bronkogenik jenis sel belum diketahui T 3NxM1~ (efusi pleura)
stage IV Ps 70-80 dengan hipokalemia. Pada pasien diberikan IVFD NaCl 0,9 % 12jam/
kolf, Asam Mefenamat 3 x 100 mg, injeksi Codein 3 x 20 mg dan Metil Prednison 2 x 125
mg. NaCl 0,9% merupakan larutan fisiolgis untuk dan rehidrasi cairan tubuh. Asam
Mefenamat dan Metil Prednison merupakan golongan kortikosteroid untuk mengurangi
nyeri. Codein merupakan agen antitusive untuk menekan pusat batuk.
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. Pedoman diagnosis dan penata laksanaan kanker paru di Indonesia. Jakarta: PDPI,
2016.
2. International Agency for Researc on Cancer (IARC). GLOBOCAN 2012. Estimeted
cancer incindence, mortallity and prevalance world wide in 2012.
3. Depkes RI, Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia; 2013.
4. Price, S.A, Wilson, L.M, Patofisiologi: konsep klinis proses prosea penyakit. Edisi 6.
Penterjemah : Huriawati H, NAtalia S, Pita Wulansari: Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC ; 2006.
5. Fajriwan, A.Y, Perokok pasif. Jurnal respirologi aaaaaaaindonesia.199. 10(1).
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
7. Travis WD, et al. The 2015 World Health Organiztion Classification of lung tumors:
Impact of enetic, clinicaland radiologic advances since the 2004. J thorac oncol. 2015.
8. Pratomo Irandi P, Yunus Faisal. Anatomi fisiologi pleura. Departemen Pulmonologi dan
Ilmu kedokteran respirasi. 2013: 40(6).

Anda mungkin juga menyukai