Almost Fix CRS CA Bronkogenik
Almost Fix CRS CA Bronkogenik
KARSINOMA BRONKOGENIK
Disusun Oleh:
Preseptor:
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
pernapasan bagian bawah, bersifat epithelia yang berasal dari mukosa percabangan
bronkus dan telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanken pada laki-laki
maupun perempuan. Karsinoma bronkogenik meliputi sekitar 95% dari tumor ganas
paru primer yang ditemukan.1 Alsagaff dan mukty mengemukakan bahwa kanker primer
paru umumnya dianggap bronkogenik kecuali apabila dapat dibuktikan jenis lain.2
Munurut WHO kanker paru menyebabkan 1,4 juta kematian per tahun dari 7,6 juta
kematian akibat kanker di seluruh dunia pada tahun 2008 dengan jumlah penderita laki-
laki sebanyak 948.993 (69%) dan perempuan 427.586 (31%).3 Berdasarkan laporan
American Cancer Society tahun 2012, karsinoma paru dan bronkus merupakan
penyebab terbanyak kematian di Amerika dengan jumlah 28%, diikuti karsinoma
colorectal 9%, kemudian karsinoma payudara 7%.4 Berdasarkan laporan Ditjen
Pelayanan Medik pada tahun 2004, karsinoma bronkus dan paru menduduki peringkat 6
dari 10 penyakit neoplasma terbanyak di Indonesia dengan jumlah penderita 2.124
orang. Tahun 2005 terjadi peningkatan pasien rawat inap menjadi 2.703, tahun 2006
turun menjadi 2,402 orang dan kembali meningkat di tahun 2007 menjadi 2.847 orang.5
Center for Disease Control and Prevention melaporkan ada sekitar 2,4 juta kasus
kanker di Amerika Serikat dari tahun 1999 sampai 2004 setengah kasusnya adalah
kanker paru yang berhubungan dengan kebiasaan merokok.6 Tingginya mortalitas
karsinoma bronkogenik disebabkan prognosisnya yang buruk. Hal ini disebabkan sering
terjadinya keterlambatan diagnosa awal pada kebanyakan pasien sehingga pasien sudah
berada pada stage lanjut.7
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu dan
memungkinkan pasien memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan
penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Hasil penelitian pada pasien
kanker paru pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka harapan
hidup pada satge 1 adalah 5 tahunan, sangat jauh berbeda dengan mereka yang
dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan staging lanjut yang memiliki
angka harapan hidup selama 9 bulan.8
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang
tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada
masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia. Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis
atau lesi primer.1
2.1.2 Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain.1
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting,
yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian
kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti
merokok.1.
b. Perokok Pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang
lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.5
c. Polusi Udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang
paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen
yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.1
d. Paparan Zat Karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru .Risiko
kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih
besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan
asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.6
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gengen penekan tumor memiliki arti
penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah
pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc), dan
menonaktifkangen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).
g. Penyakit Paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan.
2.1.3 Klasifikasi
Predominan lepidic
adenocarcinoma dengan acinar,
papilar, mikropapiler, atau
morfologi padat.
2.1.6 Diagnosis
2.1.5.1 Pemeriksaan Fisik
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran
normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data
untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru.
Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur
sebagai akibat metastasis ke tulang.1
i. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara
lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran
lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses
keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan
terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif
dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat
dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.1
j. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks
adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat
mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat
melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam
rongga perut.1
2.1.5.3.Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.1
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya
dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering
memberikan hasil negatif.1
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi
jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal.1
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik
maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.1
e. Biopsi Transtorakal
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan
flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak
di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.1
f. Biopsi Lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau
teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila
teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila
diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula
dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi
dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.1
g. Sitologi Sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak
memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang
pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan
pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus
dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan
alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus
difiksasi dalamformalin 4%.1
2.1.5.4 Pemeriksaan Lain
a. Penanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainnya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.1
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait
dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari
pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.1
2.1.6 Staging Tumor
2.1.7 Tatalaksana
2.1.7.1 Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untukkanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality
therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel
kecilstadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah,
seperti kankerparu dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah
sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan
lobektomi maupun pneumonektomi.Segmentektomi atau reseksi baji hanyadikerjakan jika faal
paru tidak cukup untuk lobektomi.Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk
memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.KGB mediastinum diambil dengan
diseksisistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain yang penting
dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransipenderita terhadap
jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur
dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas
darah(AGD) :1
Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%
2.1.7.2 Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.Pada
terapi kuratif, radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil stadium IIIA.Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.Radiasi sering merupakan tindakan
darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,seperti sindroma
vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.1
2.1.7.3 Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60
menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.1
Regimen untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
2.1.8 Komplikasi
Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system jantung
paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.1
Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan
pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah potensial efek samping dari
kemoterapi.
Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari komplikasi
yang diketahui.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. ZA
No. RM : 01.02.93.48
Tanggal Masuk : 9 Oktober 2018
Tanggal Lahir : 10 November 1958
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Supir Truk
Alamat : Sei Tembang, Bungo, Jambi
Agama : Islam
Status : Menikah
Negeri Asal : Indonesia
3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 59 tahun dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dari
RSUD Muaro Jambi pada tanggal 9 Oktober 2018 dengan:
Keluhan Utama
Sesak napas yang meningkat sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Kesadaran : CMC
Berat Badan : 50 kg
Suhu : 36,5ºC
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 3 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : Sulit dinilai
Kiri : 3 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : suara jantung normal tidak ditemukan bising, murmur dan gallop
irama regular
Paru Depan
Inspeksi : dada kanan dan kiri asimetris, dada kanan lebih flat dari kiri (statis)
Pergerakan dada kanan tertinggal dari dada kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus paru kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah – menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)
Paru Belakang
Inspeksi : Punggung kanan dan kiri asimetris, punggung kanan lebih flat dari kiri
(statis)
Pergerakan punggung kanan tertinggal dari punggung kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan melemah dari yang kiri
Perkusi : - kanan : redup
- kiri : sonor
Auskultasi : suara napas kiri: suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
suara napas kanan: melemah – menghilang, ronkhi (+), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat distensi, perut tidak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus positif normal
Ekstremitas: tidak terdapat udem tungkai maupun lengan, clubbing finger tidak ada.
2018. Rontgen tampak simetris, sentris, densitas sedang, trakea terdorong ke kanan,
diafragma kanan terselubung, dengan sudut costo frenikus kiri terselubung. CTR sulit dinilai,
aorta dan mediastinum superior sulit dinilai, jantung terdorong ke kanan. Tampak infiltrat
Kesan : atelektasis paru sinistra et causa efusi pleura dekstra + suspect karsinoma
Bronkogenik
3.9 Follow Up
Tabel 1. Follow up pasien tanggal 10 Oktober hingga 12 Oktober 2018
SOAP
10 Oktober 2018 S/
O/
KU: Sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, ND: 80, RR: 26,
T:36,7 AF
Paru depan :
P/
O/
KU: Sedang, Kes: CMC, TD: 130/80, ND: 80, RR: 26,
T:36,7 AF
Paru depan :
P/
DISKUSI
Batuk merupakan keluhan utama yang paling sering terjadi pada kanker paru. Batuk
yang terjadi pada pasien dengan kanker paru dapat disebabkan karena massa tumor
mengiritasi dan merangsang reseptor batuk pada saluran nafas. Sesak nafas pada kanker
paru dapat terjadi karena obstruksi saluran nafas akibat massa tumor, baik karena
penekanan/ekstrinsik, maupun penyumbatan intraluminal. Sesak juga dapat terjadi karena
efusi pleura yang disebabkan oleh tumor. Suara serak dapat disebabkan karena penekanan
nervus laringeus recurrent oleh massa tumor, yang terjadi pada 2 - 8 % penderita kanker
paru. Pada pasien kanker paru, juga sering terjadi penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan. Pasien dengan gejala penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan
mempunyai prognosis yang buruk dibanding yang tidak.
Manifestasi lain yang sering terjadi pada pasien kanker paru adalah hemoptisis. Batuk
darah timbul akibat tumor melakukan angiogenesis yang berliku-liku dan mudah pecah
sehingga menyebabkan hemoptisis. Nyeri dada, disfagia, serta sindrom superior vena cava
(muka sembab, edema ekstremitas atas, pletora) juga sering terjadi pada pasien dengan
kanker paru. Kanker paru dapat mengalami metastasis ke organ-organ seperti hati, tulang,
otak, adrenal, maupun kulit yang dapat bermanifestasi seperti kelelahan, fraktur, sakit
kepala, kejang, insufisiensi renal, dan nodul subkutan.
Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien merupakan perokok Dengan Indeks
Brinkman berat. Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa
merokok merupakan faktor risiko utama penyebab perubahan genetik yang menyebabkan
kanker paru. Pada hakikatnya, terdapat korelasi linier antara intensitas pajanan asap rokok
dan munculnya perubahan epitel yang dimulai dengan hiperplasia sel basal yang relatif tidak
membahayakan dan metaplasia skuamosa dan berkembang menjadi displasia skuamosa dan
karsinoma in situ, sebelum memuncak menjadi karsinoma invasif. Di antara berbagai
subtipe histologik kanker paru, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
memperlihatkan keterkaitan paling kuat dengan pajanan tembakau.
Berdasarkan pemeriksaan fisik paru didapatkan dada kanan dan kiri asimetris, dada
kanan lebih flat dari kiri (statis) dan pergerakan dada kanan tertinggal dari dada kiri
(dinamis). Fremitus paru kanan melemah dari yang kiri dan dan perkusi kanan redup dan
kiri sonor. Suara napas kiri bronkovesikuler tidak ada rhonki atau wheezing dan suara napas
kanan melemah sampai menghilang dan ditemukan rhonki. Asimetris dinding dada
disebabkan karena unilateral prominence, salah satu hemithoraks lebih flat. Hal ini dapat
terjadi karena adanya massa tumor, efusi pleura yang banyak, maupun pneumothoraks.
Suara nafas paru kiri melemah menandakan berkurangnya aliran udara ke paru.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Tumor paru kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan
ukuran besar terlebih bila disertai atelektasis akibat kompresi bronkus, efusu pleura atau
penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan juga dapat
memberikan data untuk menentukan stage, seperti adanya pembesaran KGB, tumor di luar
paru, atau adanya metastasis ke hepar, tulang, maupun otak.
Pemeriksaan fisik juga mencakup tampilan umum (performance status) pasien.
Tampilan umum pasien dapat dinilai dengan menggunakan skala Karnofsky, yaitu dengan
menilai ada tidak keluhan pasien. Tampilan ini sering menjadi penentu dapat tidaknya
kemoterapi dan radioterapi kuratif diberikan.8 Pada pasien ini, terdapat keluhan tapi masih
aktif dan dapat mengurus diri sendiri, sehingga nilai performance status pasien ini adalah
70-80.
Pemeriksaan penunjang foto thorax PA didapatkan kesan atelektasis pada paru kiri.
Pada Pasien juga sudah dilakukan USG thoraks dan didapatkan tanda efusi pleura dekstra
serta terlihat tanda pneumonia. Pada pemeriksaan analisis cairan pleura berdasarkan kriteria
light didapatkan cairan pleura berwarna serous berupa eksudat. Pada pasien juga telah
dilakukan bronkoskopi dengan massa putih menutupi BUKA, mudah berdarah, serta telah
dilakukan biopsi namun hasil belum diketahui.
Untuk kebutuhkan klinis, jenis histologis kanker paru dibagi menjadi kanker paru
jenis sel kecil (small cell lung cancer/SCLC) dan kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(non small cell lung cancer/NSCLC) yang terdiri dari karsinoma skuamosa,
adenokarsinoma, dan kasinoma sel besar. Pembagian jenis sel sangat berguna untuk
kepentingan pemilihan jenis terapi.
Penderajatan untuk kanker paru ditentukan menurut sistem TNM dari American Joint
Committee on Cancer (AJCC) veris 7 tahun 2010. Pengertian T adalah tumor yang
dikategorikan atas Tx, Tis, T0 sampai T4, N untuk keterlibatan KGB yang dikatergorikan
atas Nx, N0 sampai N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis
jauh yang dikategorikan atas Mx, M0 sampai M1.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosa dengan karsinoma bronkogenik jenis sel belum diketahui T 3NxM1~ (efusi pleura)
stage IV Ps 70-80 dengan hipokalemia. Pada pasien diberikan IVFD NaCl 0,9 % 12jam/
kolf, Asam Mefenamat 3 x 100 mg, injeksi Codein 3 x 20 mg dan Metil Prednison 2 x 125
mg. NaCl 0,9% merupakan larutan fisiolgis untuk dan rehidrasi cairan tubuh. Asam
Mefenamat dan Metil Prednison merupakan golongan kortikosteroid untuk mengurangi
nyeri. Codein merupakan agen antitusive untuk menekan pusat batuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI. Pedoman diagnosis dan penata laksanaan kanker paru di Indonesia. Jakarta: PDPI,
2016.
2. International Agency for Researc on Cancer (IARC). GLOBOCAN 2012. Estimeted
cancer incindence, mortallity and prevalance world wide in 2012.
3. Depkes RI, Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia; 2013.
4. Price, S.A, Wilson, L.M, Patofisiologi: konsep klinis proses prosea penyakit. Edisi 6.
Penterjemah : Huriawati H, NAtalia S, Pita Wulansari: Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC ; 2006.
5. Fajriwan, A.Y, Perokok pasif. Jurnal respirologi aaaaaaaindonesia.199. 10(1).
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
7. Travis WD, et al. The 2015 World Health Organiztion Classification of lung tumors:
Impact of enetic, clinicaland radiologic advances since the 2004. J thorac oncol. 2015.
8. Pratomo Irandi P, Yunus Faisal. Anatomi fisiologi pleura. Departemen Pulmonologi dan
Ilmu kedokteran respirasi. 2013: 40(6).