Anda di halaman 1dari 2

SOLORAYA.

NET

Ketika Caleg Tidak Paham Hak Warga Negara


Contributed by Rohmad
Thursday, 04 September 2008
Last Updated Saturday, 18 October 2008

Kondisi parlemen di Indonesia saat ini belumlah dapat dikatakan ideal karena belum berjalannya fungsi representasi dari
para angggota dewan yang menjadi wakil rakyat. Saat ini parlemen di Indonesia baru menjalankan fungsi kontrol
kekuasaan eksekutif, budgeter dan legislasi.

Sedangkan fungsi representasi sebagaimana dijalankan oleh negara maju belum bisa berjalan dengan baik. Oleh
karena itulah perlu adanya forum yang menjembatani hubungan konstituen dan wakil rakyat di parlemen. Hal ini
dibutuhkan karena seringkali wakil rakyat turun ke bawah hanya saat reses saja dalam waktu yang singkat sehingga
tidak bisa seluruh aspirasi dari konstituen yang tersebar di daerah pemilihan tercover dan terselesaikan dengan baik.
Demikian peryataan yang disampaikan Danardono Sirajudin, S.Sos dari Indonesian Parlement Centre ketika berbicara di
Mendorong Calon Legislatif Dalam Upaya Pemenuhan Hak Ekosob Di Surakarta pada hari Sabtu, 30 Agustus 2008 di
Hotel Agas, Surakarta. Acara yang diselenggarakan oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Surakarta
bekerjasama dengan New Zealand Aid (NZAID) itu dipandu oleh Setyo Dwi Herwanto, SS. Acara tersebut juga
menghadirkan pembicara dari Pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad Windan, Drs. H. M. Dian Nafi’, M. Pd.
Hadir sebagai peserta dalam acara dari perwakilan partai politik yang mempunyai daftar caleg di Kota Surakarta
sebanyak 33 calon legislatif yang akan maju dalam pemilu 2009 nanti. Dalam kesempatan itu, Dian Nafi’
menyampaikan bahwa wakil rakyat tidak saja perlu didorong untuk pemenuhan hak ekosob bagi rakyat. Tetapi perlu
adanya upaya pemajuan atau penghormatan sehingga hak itu dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Tidak sekedar
dipenuhi tetapi juga adanya aspek kemajuan akan porsi yang tepat bagi rakyat dan penghormatan akan nilai lokal dalam
masyarakat yang telah ada tidak kemudian dihilangkan begitu saja atas dalih pemenuhan hak ekosob tersebut. Ia
mencontohkan pemenuhan kebutuhan akan pangan di Papua dengan memberikan subsidi beras dari Jawa secara
besar-besaran. Dari sisi pemenuhan hak sudah terlaksana. Akan tetapi apa dapat disebut pemajuan apabila
menyebabkan sakit perut bagi masyarakat Papua yang belum terbiasa dengan beras. Serta dapatkah dikatakan
penghormatan manakala masyarakat setempat lupa dengan produk lokalnya berupa sagu yang biasa dikonsumsi
sebelumnya. Maka perlu adanya formulasi yang tepat untuk pemenuhan hak ekosob dan disinilah tantangan bagi para
caleg yang nantinya akan menjadi wakil rakyat di parlemen khususnya DPRD Kota Surakarta. Selain formula yang tepat
bagi pemenuhan hak ekosob, permasalahan konflik menjadi permasalahan yang harus diselesaikan oleh wakil rakyat
dimana fungsi legislasi yang dimiliki oleh parlemen merupakan cara yang paling akhir di dalam proses penyelesaian
konflik yang terjadi di masyarakat terkait permasalahan yang muncul karena adanya ketimpangan dan persengketaan
dalam pemenuhan hak ekosob tersebut. Akan tetapi, permasalahannya apabila fungsi legislasi itu tidak bisa berjalan
dengan baik kemana lagi masyarakat akan mengadu. Tentu akan muncul kelompok penekan semisal PATTIRO dan
LSM lainnya yang akan menjadi penyeimbang fungsi parlemen untuk memberikan porsi yang memadai bagi rakyat.
Senada dengan Dian Nafi’, Danardono menambahkan, permasalahan sinergisitas antara partai politik dan LSM
saat ini menjadi permasalahan tersendiri karena keduanya saling curiga, maka ke depan perlu adanya relasi yang baik
antara keduanya agar pemenuhan hak ekosob berjalan dengan baik dan menjadi tanggung jawab bersama. Muncul
pernyataan salah satu peserta dari Sugeng Riyanto, calon legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), terkait peran
partai politik sebagai peredam konflik di masyarakat. Langkah utamanya adalah dengan menyelesaikan konflik di internal
partai baru kemudian berbicara program tentang ekosob. Selain itu, pemenuhan hak ekosob harus bersama-sama peran
LSM untuk mendorong proses demokratisasi masyarakat agar mereka secara aktif berpartisipasi di dalam
menyukseskan program tersebut. Menanggapi gagasan ini Dian Nafi’ menyampaikan bahwa politik merupakan
ruang utama yang tidak bisa disektorkan. Termasuk di dalamnya adalah partai politik sebagai salah satu unsur di dalam
politik. Ibarat sebuah rumah politik merupakan ruang utama (main room) tempat bertemu semua bagian keluarga. Maka
peran sentral inilah yang menentukan keberhasilan pemenuhan hak bagi setiap sektor termasuk di dalamnya sektor
ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat. Dan berperan dalam meredam konflik yang terjadi di dalamnya.
Mengenai peran LSM, Danardono menyatakan bahwa mendorong proses demokratisasi telah dilakukan dengan
memberikan informasi maupun pelatihan baik bagi kalangan atas (aparat pemerintah) maupun grass root (rakyat
bawah). Ia berbagi pengalaman ketika mengadakan pelatihan bagi anggota DPRD Kota di Papua. Para wakil rakyat
diajak berjalan ke Puskesmas yang berjarak 200 meter dari kantor DPRD, setelah selesai peserta diajak share dan
mereka mendapati permasalahan yang demikian banyak bagi masyarakat utamanya yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan. Dari sharing inilah kemudian muncul perencanaan bagi program yang akan digulirkan pemerintah. Kegiatan
semacam ini perlu dikembangkan sebagai upaya pro aktif dari para wakil rakyat untuk menyerap aspirasi dari kalangan
bawah dengan memanfaatkan LSM sebagai fasilitator. Permasalahan lain yang mengemuka dari peserta disampaikan
oleh perwakilan dari Partai Bintang Reformasi, Safarudin yang menyatakan permasalahan yang seringkali terjadi di
dalam kinerja wakil parpol di dewan adalah ketika program yang dijalankan tidak sesuai dengan kehendak aspirasi
bawah adalah karena lobi pemerintahan antara legislatif dan eksekutif lebih kuat dibandingkan dengan rakyat. Selain itu,
kebanyakan politisi yang turun panggung politik menempatkan masyarakat sebagai obyek menjadi oposisi bagi
pemerintah yang berkuasa sehingga implementasi program seringkali terhambat. Mengenai permasalahan ini, Dian
Nafi’ berpendapat bahwa permasalahan lobi yang terjadi lebih menentukan daripada aspirasi rakyat adalah
karena wakil rakyat yang ada di parlemen seringkali lebih tunduk kepada partainya daripada ke konstituennya. Selain itu
ia juga berpendapat bahwa permasalahan kekuasaan yang terlalu besar bagi lembaga legislatif bisa menjadi faktor yang
menyebabkan lembaga itu tidak fokus untuk menyelesaikan permasalahan. Bahkan seringkali tidak menganggap
http://soloraya.net Powered by Joomla! Generated: 26 January, 2009, 08:47
SOLORAYA.NET

penting permasalahan yang terjadi di masyarakat. Maka perlu fokus kerja yang jelas dan kekuasaan yang tidak terlalu
besar bagi lembaga legislatif sehingga tidak tumpang tindih dengan eksekutif dan kewenangan untuk menyelesaikan
permasalahan di masyarakat bisa berjalan secara efektif. Terkait dengan oposisi dari kalangan masyarakat merupakan
suatu hal yang lazim di dalam negara demokrasi. Dan hal itu juga berhubungan dengan masalah ketidak fokusan
lambaga legislatif sehingga muncul kelompok penekan dari masyarakat non militer maupun non parlementer sebagai
bentuk kontrol bagi pemerintahan yang dijalankan. Dalam workshop bagi caleg ini, disepakati bersama bahwa para
peserta akanmengadakan follow up terkait dengan peran legislator dalam pemenuhan hak ekosob. Rencananya ke
depan akan diadakan dua kali pertemuan yang fokus membahas permasalahan hak ekosob khususnya di Kota
Surakarta. Semoga pertemuan ke depan bisa menghasilkan langkah-langkah konkret bagi para caleg dalam upaya
mendorong pemajuan ECOSOC Right di Kota Surakarta.

http://soloraya.net Powered by Joomla! Generated: 26 January, 2009, 08:47

Anda mungkin juga menyukai