Anda di halaman 1dari 16

Makalah Individu

Genetika Lanjutan

PEWARISAN INTI PADA KELOMPOK TANAMAN


GYMNOSPERMAE

Oleh:

Fahmi Sahaka
G111 16 306

Kelas Genetika Lanjutan A


Dosen: Dr. Ir. Muh. Riadi, M.P.

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genom inti dari hampir seluruh organisme eukariot merupakan diploid dan
memiliki ciri khas pewarisan disomik dan reproduksi seksual. Jadi, gen-gen inti
berada dalam bentuk alel yang berpasangan dan tidak jauh berbeda. Gamet-gamet
yang dihasilkan dari meiosis merupakan haploid dan hanya membawa satu alel
tunggal (contohnya alel A, B, dan C dari induk betina dan a, b, dan c dari induk
jantan). Zigot yang dihasilkan melalui fertilisasi mewariskan satu alel inti dari
setiap gen dari setiap induk (yaitu Aa, Bb, Cc) (Timmis, 2004).
Timmis, J. N. et al. Endosymbiotic gene transfer: organelle genomes forge eukaryotic chromosomes.
Nature Reviews Genetics 5, 123-135 (2004) doi:10.1038/nrg1271

Mutasi dapat terjadi pada tingkat basa, tingkat ruas DNA, atau bahkan pada
tingkat kromosom. Besar kecilnya jumlah nukleotida DNA yang berubah maka
mutasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mutasi gen dan mutasi kromosom.
Organisme baru hasil mutasi disebut mutan, sedangkan genotipe sebelum terjadi
proses mutasi diberi istilah genotipe liar.
Mutasi tingkat gen secara umum tidak menyebabkan terbentuknya spesies baru.
Pembentukan spesies baru akan terjadi apabila mutasi menyentuh sistem reproduksi
yang menyebabkan munculnya penghalang biologis untuk terbentuknya hibrid
antara spesies asal dengan mutan. Akumulasi dari berbagai mutasi gen mungkin
saja dapat memunculkan penghalang biologis tersebut, tetapi terjadi dalam kurun
waktu lama dan terjadi isolasi geografi biasa disebut spesia elopatri.
Pembentukan spesies baru umumnya terjadi akibat mutasi tingkat kromosom.
Mutasi kromosom adalah proses perubahan struktur kromosom pada tingkat ruas
DNA atau tingkat kromosom. Mutasi kromosom secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu mutasi struktur dan mutasi jumlah. Keragaman genetik
antarspesies dapat dilihat dari keragaman struktur atau keragaman jumlah
kromosom. Perubahan stuktur dan jumlah kromsom dapat dilihat menggunakan
mikroskop yaitu melaluli analisis kariotipe.
Perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom dapat
menyebabkan kegagalan pada meiosis hibrid antarspesies awal dengan mutannya.
Sel hibrid tidak dapat berpasangan dengan sempurna dan tidak dapat terbagi dengan
sempurna pula saat migrasi kromosom pada meiosis. Kelainan metabolisme dan
cacat pada sel gamet yang tersebut berakibat sterilisasi hibrid dapat terjadi.
Perubahan struktur kromosom dapat terjadi melalui empat cara, yaitu delesi atau
defisiensi dimana segmen kromosom dapat hilang atau berkurang, inversi dimana
urutan segmen kromosom berubah, duplikasi dimana segmen kromosom
bertambah, dan translokasi dimana penambahan segmen dari kromosom bukan
pasangan homolog akan dibahas lebih jelas pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah-masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
1. Apa itu pewarisan inti?
2. Seperti apa perbedaan pewarisan inti dengan di luar inti?
3. Seperti apa proses penyerbukan kelompok tanaman Gymnospermae?
4. Bagaimana pewarisan inti pada kelompok tanaman Gymnospermae?

1.3 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui proses pewarisan inti
yang terjadi pada kelompok tanaman Gymnospermae.
Kegunaan dari adanya makalah ini adalah untuk dijadikan sebagai informasi
tambahan dan atau bacaan serta sebagai bahan informasi dalam bidang genetika
tanaman lanjutan.
BAB II
ISI
2.1 Pewarisan Inti
Genom inti dari hampir seluruh organisme eukariot merupakan diploid dan
memiliki ciri khas pewarisan disomik dan reproduksi seksual. Jadi, gen-gen inti
berada dalam bentuk alel yang berpasangan dan tidak jauh berbeda. Gamet-gamet
yang dihasilkan dari meiosis merupakan haploid dan hanya membawa satu alel
tunggal (contohnya alel A, B, dan C dari induk betina dan a, b, dan c dari induk
jantan). Zigot yang dihasilkan melalui fertilisasi mewariskan satu alel inti dari
setiap gen dari setiap induk (yaitu Aa, Bb, Cc) (Timmis, 2004).

Berbeda dengan pewarisan inti, pewarisan di luar inti atau disebut juga
dengan pewarisan sitoplasmik terjadi apabila faktor yang menentukan zuriat (benih
atau keturunan) terdapat di luar inti. Pemindahan faktor tersebut hanya berlangsung
melalui sitoplasma dan bertahan selama beberapa generasi. Organel di luar nukelus
yang berpotensi sebagai pembawa faktor pewarisan sitoplasmik pada tanaman
adalah plastida dan mitokondria. Terdapat 3 kategori pewarisan ekstrakromosomal,
yaitu pewarisan menular, pewarisan sitoplasmik (pewarisan maternal), dan efek
maternal. Pada tanaman umumnya hanya dikenal dua tipe, yaitu pewarisan
sitoplasmik dan efek maternal (Syukur dan Sarsidi, 2013).
2.2 Tanaman Gymnospermae
Gymnospermae merupakan kelompok tanaman yang menarik, yang masih
belum begitu banyak yang diketahui dari kelompok tersebut. Kebanyakan orang
dapat mengetahui sebuah pinus, dengan mengenal bentuk buah pinus, tapi tidak
banyak tahu bahwa pinus dan pohon konifer lainnya merupakan gymnospermae.
Terdapat empat kelompok dari gymnospermae, yaitu konifer (conifer), cycads,
ginkgo, dan gnetales (Conway, _____).
Ciri khas dari keempat kelompok tersebut adalah bijinya yang tidak
terlindungi untuk fertilisasi. Sebagai perbandingan, pada angiospermae terdapat
ovule yang diproteksi oleh lapisan jaringan yang disebut karpel. Kata gymnos
sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “biji telanjang”. Keadaan telanjang
dari ovule ini adalah sebuah sifat yang menyatukan gymnospermae (ada juga
beberapa yang memberikan sifat vegetatif seperti anatomi kayu), tapi seringkali
ovule ini tidak terlihat oleh mata telanjang. Hal ini yang membuat gymnospermae
menjadi sangat menarik (Conway, _____).

Delesi terminal, satu pematahan dekat ujung suatu kromos yang mengaibatkan
hilangnya bagian ujung tersebut.

1. Delesi Interkalar (interstisial), dua pematahan dibagian tengah dari suatu


kromosom yang mengakibatkan bagian tengan tersebut terlepas. Bagian yang
terlepas tidak mempunyai sentromer dan hilang pada anaphase selama mitosis.
Bagian itu terdapat dalam sitoplasma tetapi gen-gennya tidak berfungsi dan
akhirnya bagian itu akan hilang.
Kromosom yang bagiannya ada yang hilang tetapi masih mempunyai
sentromer, tetap berada dalam inti dan berfugsi. Mitosis akan membelah tetapi tidak
mempunyai gen-gen yang terletak pada kromosom homolognya yang mempunyai
gen-gen yang terletak pada bagian kromosom yang hilang. Kromosom diploid
terdapat kromosom homolognya yang mempunyai gen-gen yang hilang tersebut.
Delesi dalam sel somatik dari organisme dewasa atau organisme yang sedang
bekembang, tidak menyebabkan akibat yang nyata. Pasangan gen heterosigot dan
alele dominannya hilang, setelah terjadi mitosis berulang-ulang akan dihasilkan
kumpulan sel yang dapat menghasilkan pola mosaik.
Delesi terjadi pada sel yang sedang mengalami meiosis sebagian gamet akan
menerima satu kromosomyang menyimpang dan sebagian menerima kromosom
normal. Separuh dari jumlah keturunan akan mempunyai kromosom delesi dan
kromosom normal yang berasal dari orangtua yang lain pada sel-sel somatiknya.
Delesi yang kecil dapat memberikan akibat kecil atau menyebabkan kematian
tergantung dari penting atau tidaknya hasil yang dibentuk oleh gen yang hilang
tersebut bagi kehidupan (Crowder, 2015).
1.1.2 Mendeteksi Adanya Delesi
Mengenal delesi secara sitologis itu sangat tergantung dari mudah atau
sukarnya mengenal bagian-bagian dari kromosom dibandingkan dengan keadaan
pada kromosom normal, misalnya kromomer, knob atau tanda-tanda lain yang
mungkin hilang pada kromosom delesi. Individu delesi heterozigot, kromosom
normal akan mengadakan sinapsis (berpasangan) dengan kromosom demikian rupa
sehingga bagian dari kromosom normal yang tidak mempunyai pasangan alel pada
homolognya yang delesi akan melengkung ke luar. Delesi yang relatif panjang
terdapat di dekat ujung kromosom, maka kromosom standar (normal) akan lebih
panjang dari kromosom delesi pada heterozigot. Mendeteksi delesi pada kromosom
sel kelenjar ludah dari lalat Diptera (bersayap dua) akan lebih mudah dijalankan
daripada menggunakan kromosom dalam stadium pakhinema dari meiosis karena
kromosom sel kelenjar ludah ukurannya lebih panjang serta memiliki garis-garis
(bands) yang mendetail (Suryo, 2007).
Delesi dapat digunakan untuk menyusun peta sitologis dan gen-gen pada
kromosom. Delesi lebih mudah dideteksi pada kromosom politen dimana garis-
garis terputus dapat diidentifikasi. Kromosom biasa dapat diidentifikasi,
pengamatan lengkungan (loop) pada jarak tertentu sepanjang kromosom akan
menolong menetukan letak gen. ada korelasi yang kuat antara peta sitologis dan
peta tautan (Crowder, 2015).

Salah satu bentuk aberasi kromosom yang ditemukan adalah berkurangnya


jumlah kromosom karena hilangnya segmen-segmen kromosom (delesi). Hal ini
terlihat dengan adanya kromosom monoploid (haploid), yang merupakan delesi
darikromosom normal diploid (2n). Selain ituditemukan pula adanya pertambahan
materigenetik pada suatu kromosom (duplikasi). Banyaknya sel dengan jumlah
kromosom poliploid yang tidak tepat sebagai jumlah dasarnya, kemungkinan
merupakan akibat delesi dan duplikasi kromosom pada pemberian kolkhisin yang
diberikan pada bawang merah (Suminah, et.al., 2002).
2.3 Inversi
Inversi adalah mutasi yang terjadi karena selama meiosis kromosom terpilin
dan terjadinya kiasma, sehingga terjadi perubahan letak/kedudukan gen-gen atau
dengan kata lain inversi ialah mutasi yang mengalami perubahan letak gen-gen,
karena selama meiosis kromosom terpilin (Warmadewi, 2017).
Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena
energi radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi 180o dan menyatu kembali.
Kejadian bila sentromer berada pada bagian kromosom yang terinversi disebut
perisentrik, sedangkan bila sentromer berada di luar kromosom yang terinversi
disebut parametik Inversi perisentrik berhubungan dengan duplikasi atau
penghapusan kromatid yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau pengurangan
frequensi rekombinasi gamet (Warmadewi, 2017).
Perubahan ini akan ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji
tanaman, seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan barley. Inversi dapat
terjadi secara spontan atau diinduksi dengan bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa
sterilitas biji tanaman heterozigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi
daripada translokasi (Warmadewi, 2017).
Macam-macam inversi antara lain sebagai berikut:
1. Inversi parasentrik, terjadi pada kromosom yang tidak bersentromer.
2. lnversi perisentrik, terjadi pada kromosom yang bersentromer.

Sumber:nafiun.com
2.4 Duplikasi
Duplikasi adalah perubahan menjadi akibat penambahan ruas kromosom
merupakan kebalikan dari delesi. Duplikasi merupakan perubahan kromosom yang
sangat penting dari segi evolusi karena duplikasi dapat menyumbang tambahan
bahan genetic yang potensial yang dapt menimbulkan fungsi-fungsi baru. Duplikasi
mungkin terjadi akibat sintesis DNA yang berlebihan saat replikasi. Pada
eukariotik, suatu penyimpangan dari rekombinasi homolog dapat dianggap sebagai
sumber terjadinya duplikasi. Jaringan yang sedang giat membelah membelah, ujung
kromatid kembar yang patah dapat melakukan fusi dan bereplikasi, kemudian
memasuki pembelahan mitosis. Berfungsinya ujung patahan kromosom, maka
terciptalah jembatan pada anafase, kemudian patah dan fusi lagi. Berbagai ruas
berulang pada kromosom eukariot memungkinkan terjadinya perpasangan homolog
yang tidak simetris (Sobir dan Syukur, 2015).
Segmen kromosom yang berduplikasi dapat mengandung sebagian kecil dari
gen atau dapat mengandung beberapa gen. Segmen yang telah mengalami duplikasi
bisa dalam urutan tandem (a b cd cd f), bukan tandem (a cd b cd f) atau dalam urutan
terbalik (a b cd dc f). segmen ini juga bisa terletak pada lengan kromosom yang
sama atau pada lengan kromosom yang berbeda, atau kromosom bukan
homolognya. Bukti sitologi adanya duplikasi dapat diamati dengan adanya
lengkungan kromosom seperti kromosom delesi pada waktu kromosom
berpasangan mitosis. Daerah duplikasi yang melengkung (Gambar 2). Duplikasi
memberikan kesempatan untuk mempelajari fenotipe sebagai akibat penambahan
dosis gen (Sobir dan Syukur, 2015).

Gambar 2. Diagram model lengkung kromosom terduplikasi pada perpasangan


dengan kromosom normal (kiri) dan dua-duanya melengkung (kanan).
Perpasangan ini dapat diamati pada meiosis 1.

2.4.1 Asal Mula Duplikasi


Keadaan ini timbul bila ada penambahan bahan kromosom sehingga suatu
bagian kromosom terdapat lebih dari dua kali dalam satu sel diploid yang normal.
Pemadatan dua kromatid pada lokus yang berbeda diikuti dengan pertukaran bahan
dan penggabungan kembali kromatid tadi. Ini akan menghasilkan satu kromatid
dengan delesi dan yang lain dengan duplikasi. Proses pematahan, penggabungan
dan pembentukan jembetan seperti yang dijelaskan pada warna aleuron jagung
mengakibatkan duplikasi maupun delesi bahan kromosom (Corwder, 2015).
Pindah silang yang tidak sama pada meiosis karena pasangan kromosom
agak meleset susunannya dapat mengakibatkan duplikasi dan delesi bersama-sama
seperti terlihat dalam diagram berikut:
Catatan: pada saat pembuahan, zigotnya adalah duplikasi heterozigot bila satu
gamet membawa satu kromoson dengan satu gen atau segmen yang rangkap dan
gamet yang lain membawa satu kromosom normal.
2.4.2 Akibat Sitologis dari Duplikasi Heterozigot
Bentuk kromosom pada waktu sinaps akan melengkung seperti yang terlihat
pada delesi heterozigot. Daerah yang rangkap yang melengkung. Kromosom
politen Drosophila dapat dilihat garis-garis tambahan pada bagian yang
melengkung (Crowder, 2015).
2.4.3 Analisis Genetis dari Duplikasi
Duplikasi memberikan kesempatan untuk mempelajari akibat dari suatu
penambahan dosis gen. Gamet yang membawa duplikasi dan membuahi gamet
normal akan menghasilkan zigot dengan tiga allele untuk bagian yang rangkap.
Mata Bar pada Drosophila adalah salah satu gambaran akibat duplikasi pada
kenampakan fenotipe. Ini adalah sifat dominan bertaut kromosom X yang
mengurangi jumlah faset dalam mata dan akibatnya mengurangi lebar mata. Pindah
silang yang tak sama akan mengakibatkan duplikasi gen bar. Duplikasi dari gen
tersebut memperkuat intensitas fenotipe bar. Penyempitan makin besar apabila
bagian rangkap yang membawa gen bar terletak pada kromosom yang sama.
Misalnya tiga bagian pada kromosom homolog dan satu bagian pada homolog lain
dari jenis betina akibatnya lebih drastis daripada dua bagian pada tiap homolog.
Perubahan pengaruh dari gen atau gen-gen pada suatu bagian kromosom ini disebut
position effect. Urutan ganda dalam satu kromosom mempunyai akibat lebih besar
(synergistic effect) yang memperjelas penampakan sifat tersebut. Pengaruh posisi
gen (position effect) juga fapat timbul dengan adanya inversi dan translokasi
(Crowder, 2015).
2.5 Translokasi
Translokasi adalah mutasi yang terjadi akibat perpindahan segmen dari suatu
kromosom ke kromosom lain yang bukan pasangan homolognya. Dua kromosom
bukan pasangan homolognya masih mungkin terdapat ruas-ruas yang homolog
meskipun dengan panjang terbatas dan antra ruas homolog ini dapat terjadi pindah
silang (Wahyu dkk., 2013; Sobir dan Syukur, 2015)
Translokasi dapat bersifat resiprok atau dapat juga searah (fusi sentrik).
Translokasi resiprok dua kromosom tidak homolog akan menghasilkan segmen
yang saling tertukar, sedangkan translokasi fusi sentrik menghasilkan perpindahan
secara searah dari satu kromosom ke kromosom lain (Sobir, 2015).
Menurut Suryo (2007), translokasi merupakan peristiwa pemindahan suatu
bagian dari sebuah kromosom ke bagian dari kromosom yang bukan homolognya.
Translokasi dapat terjadi apabila dilakukan penyinaran dengan sinar radioaktif
karena dapat membuat kromosom putus dan potongan dari sebuah kromosom
bersambungan dengan potongan kromosom lainnya.

Berdasarkan cara terbentuknya, translokasi dapat dibedakan menjai tiga tipe


menurut Suryo (2007), yaitu:
1. Translokasi Sederhana
Pada saat satu kromosom terjadi pematahan tunggal, dan pada bagian yang
patah ini langsung pindah ke ujung kromosom lain. Akan tetapi tipe translokasi ini
jarang terjadi karena ujung kromosom lainnya memiliki telomer dan telomer tidak
lengket.
2. Translokasi Pemindahan
Tipe translokasi ini sering terjadi karena menyebabkan tiga patahan sekaligus.
Bagian tengah diantara dua tempat putus dari sebuah kromosom disisipkan pada
kromosom lain (nonhomolog) yang putus pada satu tempat.
3. Translokasi Resiprok
Translokasi yang apabila terjadi patahan-patahan tunggal terdapat pada dua
kromosom nonhomologi dan bagian yang patah saling tertukar. Pada dua pasang
kromosom dapat pula terjadi translokasi resiprok akan tetapi bagian yang tertukar
tetap berlangsung antara-antara kromosom nonhomolog. Hasilnya kemungkinan
berupa individu translokasi homozigot atau translokasi heterozigot.

Menurut Warmadewi (2017) Translokasi terjadi apabila dua benang


kromosom patah setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang
kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu
berpindah atau bertukar pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom
baru yang berbeda dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di
dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar kromosom
(interchromosome). Translokasi sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet
sehingga dapat menyebabkan kemandulan (sterility) karena terbentuknya
kromatid dengan duplikasi dan penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan
gamet jadi tidak teratur sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman
aneuploidi. Translokasi dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops
umbellulata dan Triticum aestivum yang menghasilkan mutan tanaman tahan
penyakit.
Translokasi terjadi antara dua kromosom homolog, maka nucleus anakan hasil
meiosis pada nafase I akan menerima kromosom dengan duplikasi, sedang nucleus
anakan yang lain akan memerima kromosom dengan keadaan delesi sehingga
gamet-gametnya akan letal (Syukur, 2007).
Kemungkinan ccara kromosom-kromosom yang mengalami translokasi
bersegregasi pad aanfase I yaitu pertama disebut dengan dekat-1, kitiak sentromer
homolog yang berdekatan ke samping menuju ke kutub yang berlawanan, kedua
disebut dengan selang (alternate), yaitu sentromer homolog yang berselang
menuju ke arah kutub yang sama, dan ketiga disebut dengan dekat-2, yaitu ketika
sentromer homolog yang berdekatan menuju ke kutub yang sama (Sobir, 2015).
Translokasi homozigot akan dibentuk dalam jumlah pasangan kromosom
seperti pada homozigot normal selama sentromernya tidak hilang. Pemisahan pada
meiosis antara kromosom-kromsom translokasi homozigot adalah normal,
sehingga tiap gamet akan menerima komplemen gen-gen yang lengkap. Meiosis
pada translokasi heterozigot memberikan hasil yang berlainan karena ada
kromosom-kromosom yang mengalami translokasi dan ada kromosom-kromosom
yang normal. Translokasi heterozigot ditandai oleh kejadian-kejadian yang tak
teratur pada meiosis. Bentuk-bentuk yang aneh dan khas terpada pada sinapsis
disebabkan karena sulitnya bagian-bagian yang homolog dari kromosom-
kromosom mengadakan pasangan. Lengan-lengan kromosom nonhomology
berpindah tempat, makan berpasangannya lengan-lengan homolog berlangsung
secara pengelompokan dari empat kromosom sehingga terbentuk tetravalen
(Suryo, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Perubahan struktur kromosom dapat memunculkan spesies baru yang tidak
dapat disilangkan dengan populasi asalnya. Inversi dapat digunakan untuk
mengetahui tingkah laku kromosom seperti efek posisi sentromer pada saat
berpasangan, rekombinasi, dan efek posisi individu lokus.
2. Translokasi dapat digunakan untuk mempelajari efek posisi atau grup
keterpautan. Titik patahan suatu translokasi dapat digunakan sebagai ciri
genetik.
3. Delesi heterozigot dan lengkungan delesi dapat dipakai untuk menentukan
lokasi fisik gen pada kromosom.
4. Duplikasi memberikan kesemoatan untuk mempelajari fenotipe sebagai akibat
penambahan dosis gen.
DAFTAR PUSTAKA
Crowder, L.V. 2015. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sobir dan Muhammad Syukur. 2015. Genetika Tanaman. Bogor: Institut Pertanian
Bogor Press.
Suminah,et.al. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
dengan Pemberian Kolkisin. Jurnal Biodiversitas. Volume 3 No (2). Hal
174-180.
Suryo. 2007. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahyu, Yudiwanti, Muhammad Syukur, Sarsidi Sastrosumarjo, Syarifah Iis
Aisyah, Sriani Sujiprihati, dan Rahmi Yunianti. 2013. Sitogenetika
Tanaman. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Warmadewi, Dewi Ayu. 2017. Buku Ajar Mutasi Genetik. Bali: Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai