Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT INTRAVENTRICULAR


HEMORRHAGE
(CVA-IVH)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Departemen

Medikal Bedah IV di Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:

DWIYANTI PRA SETYANINGSIH

2016-49-023

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI


TAHUN 2018/2019
CEREBRAL VASCULAR ACCIDENT:
INTRAVENTRICULAR HEMORRHAGE (CVA-IVH)

A. DEFINISI
Stroke atau CVA merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Perdarahan intraventrikel atau IVH adalah perdarahan yang terdapat
pada sistem ventrikel otak, dimana cairan serebrospinal di produksi dan
disirkulasikan ke ruang subarachnoid. Perdarahan ini dapat disebabkan karena
adanya trauma ataupun juga perdarahan pada stroke.
B. ETIOLOGI
Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
menurut penelitian didapatkan:
1. Hipertensi, IVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri
parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem
ventrikuler.
2. Merokok dan Alkoholisme Kandungan (zat) yang terkandung dalam rokok,
terutama nikotin dapat menyebabkan penurunan elastisitas dinding
vaskuler. Konsumsi alkohol akan berefek pada sistem kardiovasluler yang
dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
3. Etiologi lain Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensiprimer dari struktur periventrikel.

C. PATOFISIOLOGI
Beberapa faktor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit
kardiovaskularembolisme serebral berasal dari jantung, kolestrol tinggi,
obesitas, peningkatan hematokrit, diabetes mellitus, kontrasepsi oral
(khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), merokok,
penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi alcohol (Arif
muttaqin, 2008)
Aterosklerosis merupakan faktor penyebab infark pada otak terjadi
thrombosis serebral, thrombosis terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan
odema dan kongesti disekitarnya.
Pecahnya pembuluh darah menyebabkan perembesan darah ke dalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2008 ;
bruner & suddarth, 2002). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
infark miocard, menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara yang merusak sirkulasi serebral (Bruner & suddarth,
2002).
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak
akan terjadi hipoksia. Hipoksia yang berlangsung dapat menyebabkan
iskemik otak. iskemik yang dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak sehingga terdinya perubahan
perfusi jaringan serebral.
IVH primer terbatas pada sistem ventrikel, yang timbul dari sumber
intraventrikular atau bersebelahan lesi ke ventrikel. Contohnya termasuk
trauma intraventrikular.. Faktor risiko untuk ivh termasuk usia yang lebih tua,
lebih tinggi volume yang dasar ICH, nilai mean tekanan arteri lebih besar dari
120 mmHg, dan lokasi ICH utama.

D. GEJALA
Pada dasarnya gejala dari IVH sama dengan gejala pada perdarahan intraserebral
lainnya, seperti:
1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
4. Letargi.
5. Penurunan Kesadaran.
6. Gangguan atau penurunan fisiologis pada bagian tubuh tertentu misal pada
anggota gerak.
E. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus,hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan
disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau
berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada
50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding) dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
3. Vasospasme,beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme
selebri.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT
scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT
Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam mengidentifikasi
perdarahan akut dan dipertimbangkan sebagai baku emas. Rekomendasi AHA
Guideline 2010 untuk pencitraan pada kasus stroke adalah:
1. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan.
2. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobin oksihemoglobin – deoksihemoglobin – methemoglobin - ferritin dan
hemosiderin.
3. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced MRI,
magnetic resonance angiography, and magnetic resonance venography dapat
digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk
malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau
radiologis.
G. PEMERIKSAAN SYARAF KRANIAL
1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
 Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
 Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal
dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat
benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya.
Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek.
Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
 Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva,
dan ptosis kelopak mata
 Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
 Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya

4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)


 Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibular dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
 Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
 Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
 Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala
yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
 Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus
ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
 Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya,
minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan
mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
 Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
 Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
 cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber
test dan rhinne test
 Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
 Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila
uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
 Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
 Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menelan air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
 Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
 Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
 Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
 Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
 Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
 Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua
pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang
lain

H. PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal
medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
 Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap
sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi
dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi
dan ekstensi extremitas klien.
 Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
 Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
I. TATALAKSANA
1. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan
dipertimbangkan sebagai gold standard.
2. Terapi konvensional IVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan
peningkatan tekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati
dan mencegah komplikasi seperti perdarahan ulang dan hidrosefalus.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :
a. Resusitasi cairan intravena
b. Elevasi kepala pada posisi 30o
c. Mengoreksi demam dengan antipiretik.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
2. Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku,
pendidikan, bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
3. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya
bisa pada waktu melakukan kegiatan.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada
extrimitis, yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra,
gangguan fokal, menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa
disertai kejang, menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
5. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang
tidak adekuat, kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya
riwayat DM.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau
punya anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding
maupun infark
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat
seperti gizi yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang
kurang sehat
8. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan
timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap
penerimaan terhadap penyakitnya.
9. Pola Sehari-hari :
a. Pola Nutrisi dan Metablisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai
oleh klien, mual – muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi
status nutrisi
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan
terjadi retensi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
c. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa
lemas, muntah dan terpasang infus.
d. Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri
kepala yang hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
e. Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan
kelemahan tidak mampu dalam mengambil sikap.
f. Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
g. Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah
akan terjadi perubahan
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan
peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit.
i. Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
j. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran,
tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2. Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas
atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya,
hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada
pembesaran kelenjar tiroid
3. Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah normal/meningkat
akan tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat,
berkeringat banyak
7. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10.Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
C. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat.
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan imobilitas
D. Intervensi
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan aliran darah ke otak terhambat
a. Definisi Operasional:
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengantaran nutrisi ke
jaringan pada tingkat kapiler
b. Batasan Karakteristik :
Subjektif :
- Perubahan sensasi
Objektif
- Perubahan karakteristik kulit ( misal: rambut, kuku, dan kelembapan)
- Nadi arteri lemah
- Edema
- Perubahan tekanan darah
- Kulit pucat
- Kelambatan penyembuhan
- Bruit
c. Faktor yang berhubungan
- Gangguan aliran arteri
- Gangguan aliran vena
- Ketidakseimbangan ventilasi dengan aliran darah
- Hipovolemia
- Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
- Perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat darah
- Hipervolemia
- Hipoventilasi

d. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan


suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:

1) Tidk ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih


dari 15 mmHg)
2) Klien tidak gelisah

e. Intervensi:

1) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam


R/ Mengetahui perubahan yang terjadi pada klien secara dini
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
R/ mengurangi tekanan arteri untuk memperbaiki sirkuasi serebral
3) Ciptakan lingkungan yang aman dan batasi pengunjung
R/ Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat menyebabkan kenaikan
tingkatan intrakranial
4) Kolaborasi dengan tim dokter dalam permberian obat
R/ Memperbaiki sel yang masih viable

2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke


otak

a. Definisi Operasional:

Penurunan, keterlambatan, atau tidakadanya kemapuan untuk menerima,


merespons, memproses, menghantarkan, dan menggunakan siste simbol

b. Batasan Karakteristik:

- Kesulitan menungkapkan pikiran secara verbal


- Kesulitan mengolah kata -kata atau kaimat
- Tidak dapat berbicara
- Dispnea
- Disorientasi orang, waktu, tempat
- Tidak ada kontak mata atau kesulitan daa kehadiran tertentu
- Ketidakmampuan atau kesulitan dalam
menggungkpakanekspresitubuhatauwajah
- Bicara pelo
- Bicara gagap
- Tidak mampu untuk berbicara
- Verbalisasi yang tidak sesuai
c. Faktor yang berhubungan :
- Perubahan pada sistem saraf
- Gangguan persepsi
- Penurunan sirkulasi ke otak
- Hambatan fisik
- Kelemahan sistem muskuluskeletal
- Kondisi fisiologis
d. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien akan
dapat berkomunikasi secara efektif . Dengan kriteria hasil:
1) Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dasar.
2) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk mengekspresikan diri dan
memahami orang lain.
e. Intervensi:
1) Kaji tipe gangguan bahasa (disfagia/apraksia) dan gangguan bicara
(dispraksia/apraksia
R/ Membantu menentukan kerusakan serebral yang terjadi
dan kesulitan klien dalam beberapa atau seluruh tahap
komunikasi
2) Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan
kata / kalimat yang sederhana
R/ Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
R/ Melakukan Penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

3. Defisit perawatan diri berhubungan kerusakan neurovaskuler

a. Definisi operasional:

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas


mandi/hygiene, berpakaian dan berhias, makan

b. Batasan Karakteristik :

Subyektif ; -

Objektif:

Ketidakmampuan untuk melakukan :

- Mengakses kamar mandi


- Mengeringkan badan
- Mengambil perlengkapan mandi
- Mendapatkan sumber air
- Memebersihkan tubuh
- Mengenakan atau melepas pakaian
- Mengunyah makanan
- Memegang alat makan
- Menelan makanan
- Menggunakan alat bantu

c. Faktor yang berhubungan :

- Penurunan motivasi
- Gangguan muskuluskeletal
- Gangguan persepsi dan kognitif
- Kelemahan
- Nyeri
- Kerusakan neuromuscular
d. Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24
jam, diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
e. Intervensi :
1) Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri
R/ untuk menegtahui kemampuan klien
2) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
bantu untuk kebersihan
R/ untuk mengetahui kebutuan perawatan diri klien
3) Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care
R/ Membantu kebutuhan klien
4) Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
R/ Melatih kemandirian klien urntuk memenuhi kebutuhan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
a. Definisi Operasional :
Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau
satu ekstremitas atau lebih.
b. Batasan Karakteristik:
Subyektif: -
Obyektif :
- Keselitan membolakbalikan tubuh
- Melambatnya pergerakan
- Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
- Dispnea saat beraktivitas
- Keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus dan kasar
- Ketidakstabilan postur tubuh
c. Faktor yang berhubungan :
- Perubahan metabolisme sel
- Gangguan kognitif
- Kaku sendi atau kontraktur
- Nyeri
- Gangguan muskuluskeletal
- Gangguan persepsi sensori
- Intoleransi aktivitas
- Kerusakan neurovaskuler
- Penurunan kekuatan , kendali, dan massa otot
- Malnutrisi

d. Tujuan dan kriteria hasil:


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas klien
mengalami peningkatan dengn kriteria hasil:
1) Mempertahankan posisi optimal
2) Meningkatkan atau mempertahankan dan kekuatan dan fungsi tubuh
e. Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan dan dengan
cara yang teratur
R/ Mengidentifikasi kekuatan/ kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan
2) Ubah posisi setiap 2 jam
R/ Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemik jaringan
3) Melakuakn latihan rentang gerak aktif dan pasif
R/ Meminimalkan atropi sendi, meningkatkan sirkulasi
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan
R/ Mencegah abduksi bahu dan flrksi siku
5) Kolaborasi Pemberian terapi dan obat
R/ mempercepat proses penyembuhan
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran
a. Batasan Karakteristik :
Peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya
fisik
b. Faktor Resiko :
- Usia diatas 65 tahun
- Riwayat jatuh
- Menggunakan alat bantu

c. Fisiologis:
- Penurunan kekuatan
- Masalah pada kaki
- Adanya penyakit akut
- Gangguan penglihatan
- Gangguan keseimbangan
- Hambatan mobilitas fisik
- Gangguan tidur
- Peyakit vaskuler
- Gangguan pada sikap tubuh
d. Kognitif :
- Penurunan status mental
e. Medikasi:
- Konsumsi alkohol
- Diuretik
- Hipnotik
- Narkotik
- Antidepresan
- Antihipertensi
f. Lingkungan :
- Restrain atau pemasungan
- Pencahayaan ruangna yang kurang atau gelap
- Lingkungan yang semprawut
g. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
tidak terjadi trauma pada pasien dengan kriteria hasil:
1) Klien terbebas atau terhindar dari injury/jatuh

h. Intervensi :
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
R/ Untuk mencegah kemungkinan terjadinya bahaya yang tidak di
inginkan
2) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
R/ Mencegah terjadinya bahaya
3) Memasang penghalang tempat tidur
R/ Mencegah klien jatuh
4) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
R/menambah kenyamanan klien
5) Membatasi pengunjung
R/ Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat menyebabkan kenaikan
tingkatan intrakranial
6) Memberikan penerangan yang cukup
R/ Untuk neningkatkan sanitasi dan juga memngurangi resiko bahaya
DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007.
Jakarta: Depkes RI
 Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal –
Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
 Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, Vol. 1, EGC,Jakarta.
 Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
 Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada
Praktik Klinis.Jakarta : EGC
 Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Doenges, Marilynn, E. dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
 Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media
Aesculapius FKUI Jakarta
 Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan medikal bedah IV dengan


kasus CVA IVH pada pasien diruang 26 S RS SAIFUL ANWAR
MALANG yang telah disusun oleh mahasiswa DIII Akademi Keperawatan
Dharma Huasada Kediri tahun akademik 2018/2019 dan telah disetujui oleh
pembimbing Institusi maupun pembimbing Lahan pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(Dwiyanti Pra S)

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai