HALUSINASI
Disusun Oleh:
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana sesorang mengalami pe-rubahan pada stimulus
yang mendekat (diprakarsai secara internal dan ekstrenal) disertai dengan suatu pengurangan
berlebihan atau kelainan berespon terhadap stimulus (Fitria 2010). Halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati dan Hartono, 2012).
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar.
Halusinasi merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang terepsesi. Halusinasi dapat
terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik (Yosep, 2007).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang
pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologist (Stuart dan Laraia, 2005). Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mem-persepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang
disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap
stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan masing-masing gejala yang ditunjukkan dijabarkan
dalam tabel berikut ini:
tidak enak)
Halusinasi Perabaan
– mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu pada
serangga dipermukaan
kulitnya tanpa ada stimulus
Mengaruk-garuk kulit.
yang nyata.
permukaan kulitnya
– Merasa seperti
tersengat listrik
FASE-FASE HALUSINASI
Halusinasi berkembang melalui empat fase (Kusumawati dan Hartono, 2012), yaitu:
1. Fase Comforting yaitu fase menyenangkan. Tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai memikiran
hal-hal yang menyenangkan. Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk
dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Perilaku: meningkatnya tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah.
3. Fase Controlling atau fase ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai, dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya. Perilaku: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya, termasuk dalam
psikotik berat. Karakteristik: halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku: perilaku teror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik,
tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Genetis
Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosom tertentu. Diduga
letak gen skizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan kontribusi gen tambahan no. 4, 8, 15,
dan 22 ( Buchanan dan Charpenter, 2000 ). Anak kembar identik mungkin mengalami
skizofrenia 50 %, jika saudara kembar mengalaminya.
Faktor Neurologi
Ditemukan pada klien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang normal.
Neurotransmiter juga ditemukan tak normal, khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.
Studi Neurotransmiter
Teori Visus
Paparan visus influensinya pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi.
Psikologis
Antara lain anak yang diperlakukan ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak
berperasaan, ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Mekanisme Koping
1. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat
tidur.memfasiltasi pasien halusinasi, klien perlu dibuat nyaman ntuk menceritakan perihal
halusinasinya. Kita ( perawat ) perlu memvalidasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan :
1. Isi halusinasi yang dialami oleh klien. Dikaji dengan suara siapa yang didengar, berkata
apa bila halusinasi datang
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
Dikaji dengan kapan halusinasi muncul, setiap apa ( pagi, siang, malam ), berapa kali sehari,
sebulan, setahun. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu diperhatikabn saat mengalami halusinasi.
Mengkaji peristiwa apa yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bisa
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
1. Respon klien
Menetukan sejauh mana halusinasi telah memepengaruhi klien. Bisa dikaji dengan menanyakan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.
F. POHON MASALAH
1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi
2. Perubahan sesnsori persepsi halusinasi berhubungan menarik diri
3. isolasi sosial menarik diri berhubungan diri rendah.
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien sering menyendiri
b. Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
c. Klien sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak jelas
d. Melihat hantu
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
4. Intervensi
Strategi Pelaksanaan 1
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, perkenalkan nama saya Noor Rio Prastyo saya mahasiswa UNNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KUDUS. Saya biasa dipanggil Rio. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak dengar tetapi tak
tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D dengar suara? Berapa
kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar,
… Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi.
Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba
cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara
masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau
kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa
D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati & Hartono, 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, Willy F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Cetakan 8. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart & Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Eight Edition. USA:
Elsevier Mosby
https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-halusinasi-b.pdf