Jawabannya adalah:
a. Sesuai dengan
1) Pada BAB I : ketentuan umum pada pasal 1 ayat 1 yaitu: bidan adalah seorang Bidan adalah
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
2) Pada BAB II :perizinan pada pasal 2 ayat 1 : bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan /
atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
Setiap bidan yang bekerja bidan perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi
sesuai ketentuan yang peraturan perundang-undangan
3. SIKB dan SIPB sebagaiman dimaksud pada pasal 1 dan pasal 2 berlaku untuk satu tempat
Pasal 9 :Bidan dalam menjalankan praktik, berwewenag untuk memberikan pelayanan yang
meliputi:
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a) Episiotomi
e) pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini
dan promosi air susu ibu eksklusif;
b) memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c) merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
j) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
2) memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
3) melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
Lalu pada huruf E tentang praktik kebidanan yang berisikan tentang praktik kebidanan
adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan,
keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik. Yang mana bidan dalam melakukan
tugasnya harus menurut etika dan kode etik.
Lalu pada huruf G tentang asuhan kebidanan yang berisikan asuhan kebidanan adalah proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan
ruang lingkup praktik berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Jadi si bidan harus melakukan tugasnya
menurut wewenangnya sedangkan kasus diatas telah keluar dari wewenangnya menjadi seorang
bidan dan merupakan suatu pelanggaraan hukum.
2. Apa sanksi yang diberikan kepada bidan yang mengaborsi dan juga si pasien yang meminta
aborsi?
Jawabannya adalah :
Pasal 77
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab
adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti
standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi
dari pada indikasi medis.
pasien ini meminta kepada bidan untuk melakukan aborsi ini juga melanggar hukum dan suatu
kriminal dengan mempengaruhi bidan untuk melaksanakan aborsi. Dan dapat diancam penjara
menurut hukum pidana yang berlaku dikarenakan bekerjasama dalam melakukan suatu
pembunuhan.
Jawabannya adalah:
Pada umumnya tidak boleh melakukan suntikan oksitosin pada ibu hamil muda yang telah
tercantum pada pada permenkes 1464 pada BAB III pasal 10 ayat 3 tentang penggunaan uterotonika
hanya dilakukan diberikan pada manajemen aktif kala III dan juga post partum . sehingga jika
melakukannya ini sudah melanggar wewenang bidan dan juga kode etik bidan yang mana jika
menggunakan uterotonika pada ibu hamil akan menyebabkan keguguran dan yang paling parahnya
dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil tersebut yang telah dialami pada kasus yang
ditampilkan pada kelompok 10.
Pada tanggal 13 november 2010 jam 07.00 WIB, Ny”X” datang ke BPS Bidan “S” dengan keluhan
perut kenceng-kenceng, mules-mules, serta mengeluarkan darah segar pada jalan lahir. Setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata Ny”X” sudah mengalami pembukaan 7 dan bagian terendah janin
adalah letak kepala. Bidan mendiagnosa bahwa Ny”X” mengalami plasenta previa. Segera bidan
melakukan pertolongan pertama pada Ny’X” dan bayinya. Lalu Bidan memberi saran pada keluarga
Ny”X” untuk merujuk Ny”X”. karena kondisi bahaya NY’X’. Kelurga menyetujui, dan akhirnya segera
Bidan merujuk Ny”x” dengan menggunakan mobil Bidan. Diperjalanan Ny”X” mengalami pembukaan
lengkap. sehingga mau tidak mau bidan harus melakukan pertolongan persalinan untuk Ny”X” dalam
mobil. beberapa saat kemudian bayi Ny”X” dapat lahir tetapi Ny”X” mengalami HPP. Bidan sudah
melakukan pertolongan pada Ny”X” tapi Ny”X” tidak dapat diselamatkan. Keluarga Ny”x” meminta
pertanggung jawaban Bidan karena nyawa Ny”X” tidak bisa diselamatkan. Keluarga Ny “X”
menganggap Bidan tidak mempunyai keahlian di dalam bidang kebidanan. Mendengar hal ini, warga
disekitar BPS Bidan “S” menuntut agar bidan “S”di pindahkan dari lingkungan mereka supaya tidak
terjadi hal yang sama untuk ke dua kalinya. para warga tersebut sudah tidak mempunyai
kepercayaan lagi pada bidan “S” untuk menolong persalinan. Dan pada akhirnya kasus ini di bawa ke
meja hijau oleh keluarga Ny ”X”. Pada kasus ini, kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada Bidan “S”
karena Bidan telah memberikan pertolongan semaksimal mungkin pada Ny”X” dan bayinya. Keluarga
Ny”x” pun tidak terlalu tanggap dengan keadaan Ny”x”. Mereka telat membawa Ny”x” untuk ke
BPS.
B. CONTOH STUDI KASUS MENGENAI DILEMA MORAL: Seorang ibu primipara masuk kamar
bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan anamnese dia menyatakan tidak mau di
episiotomi. Ternyata selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum masih tebal dan
kaku. Keadaan ini di jelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya menolak di
episiotomi. Sementara waktu berjalan terus dan denyut jatung janin menunjukan keadaan fetal
distres dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan tindakan episiotomi, tetapi ibu tetap tidak
menyetujuinya. Bidan berharap bayinya selamat, sementara itu ada bidan yang memberitahukan
bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, maka bidan akan di hadapkan pada
suatu tuntutan dari pasien. Sehingga ini merupakan gambaran dari dilema moral. Bila bidan
melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien, bagaimana ditinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak
dilakukan tindakan, apa yang akan terjadi pada bayinya?
C. CONTOH STUDI KASUS MENGENAI KONFLIK MORAL : Kasus 1 Ada seorang bidan yang
berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien inpartu datang ke tempat praktiknya. Status
obstetrik pasien adalah G1P0A0. Hasil pemeriksaan penapisan awal menunjukan persentasi bokong
dengan tafsiran berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberi konseling pada pasien mengenai kasusnya dan untuk
dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya bersikukuh untuk tetap melahirkan di
bidan tersebut, karena pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya. Melihat kasus ini maka bidan
dihadapkan pada konflik moral yang bertentangan dengan prinsip moral dan otonomi maupun
kewenangan pada kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia
900/menkes/sk/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan. Bidan tidak berwenang memberikan
pertolongan persalinan pada primigravida dengan persentasi bokong di sisi lain ada prinsip nilai
moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien. Yaitu ketidakmampuan secara sosial ekonomi dan
kesulitan yang lain, maka bagaimana seorang bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap
konflik moral yang dihadapi dalam pelayanan kebidanan. Kasus 2 Di sebuah desa terpencil seorang
ibu mengalami pendarahan postpartum setelah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu
tersebut menolak untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan
yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja tidak memberikan suntikkan karena kemauan pasien.
Tetapi bidan akan berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan
harus diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi bila pasien akhirnya
meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan
baik. Walapun bidan harus memaksa pasiennya untuk disuntik Mungkin itulah keputusan yang
terbaik yang harus ia lakukan (dentology).
PENYELESAIAN MASALAH ISSU, DILEMA DAN KONFLIK MORAL: Idassu: Para Filsuf telah mencoba
mengembangkan lima pendekatan berbeda lam hubungan dengan penyelesaian isu-isu moral
1. Pendekatan Utilitarian 2. Pendekatan Hak dan Kehendak Bebas 3. Pendekatan Keadilan
4. Pendekatan Kepentingan Bersama 5. Pendekatan Kebaikan/Kebajikan Kelima pendekatan
di atas menyarankan bahwa pada saat kita diperhadapkan dengan fakta yang diidentifikasi menjadi
masalah moral, kita harus menanyakan lima hal dalam diri sebelum mencoba untuk memecahkan
masalah itu. Tentu saja, metode ini tidak menjadi solusi otomatis bagi masalah-masalah moral.
Kemampuan mengidentifikasi hal-hal penting, kemudian mengkritisinya, itulah yang disebut sebagai
“Berpikir secara etis”. Kita harus tetap membuka mata dan telinga, hati dan pikiran terhadap semua
hal yang terjadi di sekeliling kita, agar tetap peka dengan kenyataan dan dapat memberikan
kontribusi yang positif baik bagi pribadi maupun masyarakat.
Dilema:
Empat tingkatan kerja pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan ketika
menghadapi dilema etik :
o Tingkatan I Keputusan dan tindakan : Bidan merefleksikan pada pengalaman atau pengalaman
rekan kerja. o Tingkat II Peraturan : berdasarkan kaidah kejujuran ( berkata benar ), privasi ,
kerahasiaan dan kesetiaan ( menepati janji ). Bidan sangat familiar, tidak meninggalkan kode etik
dan panduan praktek profesi. o Tingkat III Ada 4 prinsip etik yang digunakan dalam perawatan
praktek kebidanan : 1. Antonomy, memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan pilihan
individu. 2. Beneticence, memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien, selain itu berbuat
terbaik untuk orang lain. 3. Non maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan
penderitaan apapun kerugian pada orang lain. 4. Justice, memperhatikan keadilan, pemerataan
beban dan keuntungan. ( Beaucamo & Childrens 1989 dan Richard, 1997) o Tingkat IV Teori
pengambilan keputusan yaitu: 1. teori utilitarisme Teori utilitarisme mengutamakan adanya
konsekuensi kepercayaan adanya kegunaan. Dipercaya bahwa semua manusia mempunyai perasaan
menyenangkan dan perasaan sakit. Ketika keputusan dibuat seharusnya memaksimalkan
kesenangan dan meminimalkan ketidaksenangan. Prinsip umum dari utilitarisme adalah didasarkan
bahwa tindakan moral menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan jumlah atau angka
yang besar . 2. teori deontology Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik dalam arti
sesungguhnya adalah kehendak yang baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik. Jika
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan dengan kehendak yang jahat
akan menjadi jelek sekali. Kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban . Kalau seseorang
bertindak karena motif tertentu atau keinginan tertentu berarti disebut tindakan yang tidak baik.
Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas. 3. teori hedonisme Menurut Aristippos (433-355 SM)
sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan
tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan kesenangan
dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan 4. teori eudemonisme Menurut Aristippos (433-
355 SM) sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan.
Akan tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan
kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan
Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan.
Konflik:
Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya
dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah
memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang
lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan
serendah mungkin.
Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk
saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita
dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
Poskan Komentar
bunga
Arsip Blog
▼ 2015 (36)
o ▼ Juni (24)
PANCASILA
ISBD
PROSES PENCERNAAN!!!
Imunisasi
o ► Mei (11)
o ► April (1)
panah
Animasi Blog
Mengenai Saya
Terima Kasih
lumba- lumba
Widget Animasi
take it easy
gelembung