Anda di halaman 1dari 3

Milenial dan Kepedulian Pajak

Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS), mereka yang berusia
20-34 tahun akan disebut secara sederhana sebagai kelompok milenial. Laporan
memperlihatkan bahwa kelompok usia itu, setidaknya, akan menyumbang 23,95 persen dari
total populasi Indonesia pada 2018. Pada 2018, BPS memproyeksi jumlah penduduk Indonesia
mencapai 265 juta jiwa. Pada 2019, jumlah mereka diproyeksi sebanyak 23,77 persen dari total
populasi Indonesia yang mencapai 268 juta jiwa. Artinya, hampir seperlima penduduk di
Indonesia adalah kelompok milenial.

Pajak merupakan hal yang sangat penting bagi negara Indonesia, dikarenakan pajak
memberikan kontribusi besar bagi keberlangsungan kehidupan di negara ini. Pajak menjadi
sumber penerimaan dan pendapatan negara terbesar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya
kontribusi sektor pajak terhadap penerimaan negara pada tahun 2016 yaitu sebesar 74, 6 % dari
total pendapatan negara, bahkan pada APBN tahun 2018 pajak menjadi penyumpang
pendapatan negara sebesar 85%. Penerimaan pajak inilah yang digunakan untuk meningkatkan
pembangunan Indonesia mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan
berbagai sektor lainnya yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Menurut Direktorat Jendral Pajak, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan
kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam
bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian
negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan
sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk
dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai
dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-
jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan
uang yang berasal dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi
seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan
meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai
dengan uang yang berasal dari pajak. Pajak juga digunakan untuk mensubsidi barang-barang
yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga membayar utang negara ke luar negeri. Pajak juga
digunakan untuk membantu UMKM baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan demikian
jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam
menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi
budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan
dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat
yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk
tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan
sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

Namun demikian, banyak diantara kita yang masih belum paham tentang pajak dan hal ini
kerap menjadi alasan mengapa kita enggan membayar pajak. Untuk itu diperlukan upaya
sosialisasi dan kampanye oleh pemerintah agar orang-orang menjadi tahu bahwa kewajiban
membayar pajak berdasarkan undang-undang (UU).

Tanpa dipungkiri, diantara sekian banyak rakyat Indonesia yang belum paham tentang pajak,
ada sebagian besar lainnya yang sudah mengetahui tentang kewajiban membayar pajak.
Namun, kenapa mereka tetap tidak melunasi kewajibannya sebagai warga negara? Hal ini
disebabkan karena kurangnya kesadaran untuk membayar pajak. Mereka belum menyadari
betul pentingnya pembayaran pajak bagi pembangunan. Untuk itu, pemerintah lagi-lagi perlu
upaya ekstra untuk memberikan penyuluhan secara persuasif agar masyarakat menyadari arti
penting pajak bagi keberlangsungan roda pemerintahan dan pembangunan.

Orang sudah tahu dan sudah sadar akan pentingnya pajak, apakah mereka otomatis akan
membayar pajak? Belum tentu. Walaupun sudah tahu dan sudah sadar, tetapi sepanjang mereka
belum peduli untuk membayar pajak, maka tetap saja mereka belum membayar pajak. Mereka
melihat tetangga, sahabat, maupun mitra bisnisnya tidak membayar pajak, tetapi tenang-tenang
saja. Diperlukan upaya penegakan hukum yang kuat agar dapat menimbulkan efek jera bagi
masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan peduli untuk membayar pajak.
Di negara maju di mana partisipasi rakyatnya sudah tinggi dalam membayar pajak, upaya
pemberian pengetahuan tentang pajak tetap gencar dilakukan, baik melalui media massa,
brosur, buku panduan, informasi telepon dan sarana-sarana lainnya. Informasi pajak yang
disampaikan sedapat mungkin harus menghindari ‘jargon’ pajak dan bahasa yuridis yang sulit
untuk dipahami oleh orang awam.

Lewis (1982) mengemukakan bahwa di Inggris terdapat ada brosur penuntun pajak yang
semaksimal mungkin menghindari ‘jargon’ pajak, dengan ilustrasi gambar yang tidak
menampilkan gambar petugas pajak, tetapi anak sekolah. Salah satu brosur panduan pajak yang
sangat menarik, berjudul Income Tax and School Leavers. Hal ini menunjukkan bahwa
menumbuhkan sikap positif terhadap pajak perlu dilakukan sejak dini pada masa usia sekolah
terlebih lagi di tingkat perguruan tinggi (mahasiswa).

Hal itu seharusnya juga diterapkan oleh pemerintah kita. Kampanye-kampanye pajak
sepatutnya tidak hanya di kalangan masyarakat saja, tetapi juga mengajak mahasiswa untuk
berpartisipasi dalam mensosialisasikan kewajiban membayar pajak. Seperti yang kita ketahui,
mahasiswa adalah harapan bangsa, calon pemimpin negeri di masa mendatang. Dipundaknya
digantungkan asa bahwa mahasiswa mampu memberikan perubahan ke a`rah lebih baik bagi
masyarakat. Salah satu contohnya adalah dengan melaksanakan Tax Goes to Campus. Kegiatan
ini dapat dijadikan sebagai wujud dari pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tax Goes to Campus ini diharapkan
dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pajak khususnya di
lingkungan mahasiswa. Agar kedepannya mereka menjadi masyarakat yang taat dan peduli
akan pajak, dan juga diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa sejak dini untuk lebih
mengetahui pajak dan lebih peduli tentang penerapan pajak itu sendiri terutama di Indonesia.
Jika mereka telah memiliki pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian tentang perpajakan yang
begitu tinggi, ini tentunya modal awal yang sangat besar bagi kelangsungan masa depan bangsa.

https://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=NWE5NjNjMWVhOWIwZmV
kNjQ5N2QwODQ1&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uL
zIwMTgvMDcvMDMvNWE5NjNjMWVhOWIwZmVkNjQ5N2QwODQ1L3N0YXRpc3Rp
ay1pbmRvbmVzaWEtMjAxOC5odG1s&twoadfnoarfeauf=MjAxOS0wMi0xOSAwNTo1Nz
oyMQ%3D%3D

(http://www.pajak.go.id/content/belajar-pajak)

Anda mungkin juga menyukai