Anda di halaman 1dari 11

Makalah

PENDEKATAN DALAM PROSES IMPLEMENTASI

(TOP DOWN DAN BOTTOM UP)

Disusun Oleh :
DESI ARISANDI
KHISLINDA MAYSARAH UMY

DOSEN : SRI ROSITA, SKM, MKM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah yang harus diatasi oleh pemerintah adalah masalah publik yaitu
nilai, kebutuhan atau peluang yang tak terwujudkan. Meskipun masalah tersebut
dapat diidentifikasi tapi hanya mungkin dicapai lewat tindakan publik yaitu
melalui kebijakan publik. Karakteristik masalah publik yang harus diatasi selain
bersifat interdependensi (berketergantungan) juga bersifat dinamis, sehingga
pemecahan masalahnya memerlukan pendekatan holistik (holistic approach) yaitu
pendekatan yang memandang masalah sebagai kegiatan dari keseluruhan yang
tidak dapat dipisahkan atau diukur secara terpisah dari yang faktor lainnya. Untuk
itu, diperlukan kebijakan publik sebagai instrumen pencapaian tujuan pemerintah.

Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan
implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini
mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-
tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil
yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan


sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-
undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan
tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
pendekatan dalam proses implementasi (top down dan bottom up).

1.1 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan dalam proses


implementasi (top down dan bottom up).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementatiom”,


berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s Dictionary (dalam
Tachan, 2008: 29), kata to implement berasal dari bahasa Latin “implementum”
dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implore” dimaksudkan “to fill up”,”to
fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya
“to fill”, yaitu mengisi.

Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan


publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas
penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan
kebijakan.

Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan


merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan
yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat reoritis. Anderson (dalam
Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa: ”policy implementation is the
application of the policy by the government’s administrative machinery to the
problem”. Kemudian Edward III (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakakan
bahwa:”Policy implementation, …is the stage of policy making between the
establishment of a policy…and the consequences of the policy for the people
whom it affects”. Sedangkan Grindle (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan
bahwa: “implementation – a general process of administrative action that can be
investigated at specific program level”.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi


kebijakan merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah
kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan

3
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika
yang top-down, maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang
masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
Sedangkan formulasi kebijakan mengandung logika bottom up, dalam arti proses
ini diawali dengan pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan
lingkungan lalu diikuti dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara
pemecahannya, kemudian diusulkan untuk ditetapkan.

2.2 Proses Implementasi Kebijakan

Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang


telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah
keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha
mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah
diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman
apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi
kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk
pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan
politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses
pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni :

1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;

6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting


yakni :

4
1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima


dan dijalankan;

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis


dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.

2.3 Pendekatan-Pendekatan Dalam Proses Implementasi Kebijakan

Beberapa pendekatan dalam implementasi kebijakan publik adalah


pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke
bawah. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar, pada
pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan
aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang
terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat
keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah
maupun subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain. Yang kedua adalah
pendekatan secara bottom-up, yaitu pendekatan yang berasal dari bawah
(masyarakat). Pendekatan bottom-up didasarkan pada jenis kebijakan publik yang
mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya
atau masih melibatkan pejabat pemerintahan namun hanya ditataran rendah.
Asumsi yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa implementasi berlangsung
dalam lingkungan pembuat keputusan yang terdesentralisasi. Model ini
menyediakan suatu mekanisme untuk bergerak dari level birokrasi paling bawah
sampai pada pembuatan keputusan tertinggi di sektor publik maupun sektor privat.

Dalam pelaksanaannya implementasi kebijakan publik memerlukan model


implementasi yang berlainan, karena ada kebijakan publik yang perlu
diimplementasikan secara top-down atau secara bottom-up. Kebijakan-kebijakan
yang bersifat top-down adalah kebijakan yang bersifat secara strategis dan
berhubungan dengan keselamatan negara, seperti kebijakan mengenai

5
antiterorisme, berbeda dengan kebijakan yang lebih efektif jika diimplementasikan
secara bottom-up, yang biasanya berkenaan dengan hal-hal yang tidak secara
langsung berkenaan dengan national security, seperti kebijakan alat kontrasepsi,
padi varietas unggul, pengembangan ekonomi nelayan dan sejenisnya.

Dalam implementasi sebuah kebijakan pilihan yang paling efektif adalah


jika kita bisa membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif,
artinya bersifat top-down dan bottom-up. Model ini biasanya lebih dapat berjalan
secara efektif, berkesinambungan dan murah, bahkan dapat juga dilaksanakan
untuk hal-hal yang bersifat national secutiry.

Dalam penelitian ini pendekatan yang paling sesuai adalah pendekatan


secara partisipatif dimana kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat
direspon dengan baik oleh masyarakat. Satu hal yang paling penting adalah
implementasi kebijakan haruslah menampilkan keefektifan dari kebijakan itu
sendiri. Nugroho (2011), pada dasarnya ada “lima tepat” yang perlu dipenuhi
dalah hal keefektifan implementasi kebijakan, yaitu :

1. Apakah kebijakannya sendiri sudah tepat ? Ketepatan kebijakan dinilai


dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang
memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan.
2. Ketepatan pelaksana. Aktor implementasi tidaklah hanya pemerintah,
ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah,
kerjasama antara pemerintah masyarakat/swasta atau implementasi
kebijakan yang diswastakan (privatization atau contracting out).
3. Ketepatan target implementasi. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal,
yaitu: a) Apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang
direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi yang
lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain; b)
Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diintervensi ataukah tidak,
kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi
target ada dalam konflik atau harmoni, dap apakah kondisi target ada

6
dalam kondisi mendukung atau menolak; c) Apakah intervensi
implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi
kebijakan sebelumnya.
4. Apakah lingkungan implementasi sudah tepat? Ada dua lingkungan
yang paling menentukan, yaitu a) lingkungan kebijakan, merupakan
interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan
dan lembaga lain yang terkait; b) lingkungan eksternal kebijakan yang
terdiri atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan
imlementasi kebijakan, interpretive institutions yang berkenaan dengan
interprestasi dari lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat.
5. Tepat proses. Secara umum implementasi kebijakan publik terdiri atas
tiga proses, yaitu: a) policy acceptane, di sini publik memahami
kebijakan sebagai sebuah aturan main yang diperlukan untuk masa
depan, di sisi lain pemerintah memahami kebijakan sebagai tugas yang
harus dilaksanakan; b) policy adoption, publik menerima kebijakan
sebagai sebuah aturan main yang diperlukan untuk masa depan, disisi lain
pemerintah menerima kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan;
c) strategic readiness, publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari
kebijakan, di sisi lain birokrat pelaksana siap menjadi pelaksana
kebijakan.

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik

Edward III, mengusulkan 4 (empat) variable yang sangat mempengaruhi


keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :

1. Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana untuk


menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah
ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang
disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam
penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta
memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi

7
2. Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi
kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan
tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia.
Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah :
a. Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk melaksanakan kebijakan
b. Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi
c. Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi
kebijakan
d. Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.
3. Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap
implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali
para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka
mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang
dimilikinya
4. Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan seringkali
melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses
implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar
lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses


kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana
aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan
yang diinginkan.

Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan


sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan.
Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-
undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan
tersebut.

Implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif


yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di
antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya
implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana
tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini yang kami buat, tentunya masih banyak


kelemahan dan kekurangan di karenakan keterbatasan pengetahuan kami. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dalam pembuatan
makalah berikutnya lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan untuk para pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James E, 2000, Public Policy Making. Boston : Houghton Miggflin

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy (Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,

Manajemen Kebijakan). Edisi Ketiga, Revisi 2011. Penerbit :

PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses Edisi Revisi.

Media Presindo : Yogyakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai