Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsepsi merupakan suatu proses bertemunya ovum dengan sperma
sehingga terjadilah suatu proses kehamilan, persalinan dan nifas. Suatu proses
antepartum, intrapartum maupun postpartum tidak selamanya berjalan secara
normal. Kadangkala hal ini merupakan jembatan kematian bagi para ibu di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang tidak
disadari oleh para ibu hamil maupun tenaga kesehatan. Ketidaksigapan tenaga
kesehatan di indonesia inilah yang mengakibatkan angka kematian maternal di
Indonesia masih cukup tinggi.
Penyebab kematian ibu paling banyak disebabkan oleh perdarahan
obstetris diantaranya solusio plasenta 19%, laserasi/ruptur uteri 16%, atonia
uteri 15%, koagulopati 14%, plasenta previa 7%, plasenta
akreta/inkreta/perkreta 6%, perdarahan uteri 6%, retensio plasenta 4%
(Chicakli, 1999). Perdarahan obsteri yang tidak dengan cepat ditangani
dengan transfusi darah atau cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya
(misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesaria, atau
histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi
penderita.
Perdarahan di sini dapat bersifat antepartum atau selama kehamilan seperti
pada plasenta previa dan solusio plasenta atau yang lebih sering lagi terjadi
yaitu perdarahan postpartum akibat dari atonia uteri atau laserasi jalan lahir.
Tampak nyata bahwa perdarahan serius dapat terjadi kapan saja selama
kehamilan dan masa nifas. Waktu terjadinya perdarahan pada kehamilan
digunakan untuk mengklasifikasikan secara luas perdarahan obstetris.
Sebagian besar kematian akibat perdarahan disebabkan oleh beberapa kondisi
ibu yang dapat memperparah perdarahan obstetris, selain itu faktor yang
terpenting penyebab perdarahan obstetris yaitu kurang memadainya fasilitas
kesehatan maupun pelayanan kesehatan yan tidak sesuai dengan standar
prosedur.

1
Secara khusus perdarahan antepartum merupakan suatu perdarahan uterus
dari tempat diatas serviks sebelum melahirkan merupakan suatu hal yang
sangat mengkhawatirkan. Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya
sebagian plasenta yang melekat di dekat kanalis servikalis yang disebut
plasenta previa. Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta dari
tempat implantasi sebelum waktunya yang disebut solusio plasenta. Meskipun
sangat jarang perdarahan juga dapat terjadi akibat insersi velamentosa tali
pusar disertai ruptur dan perdarahan dari pembuluh darah janin pada saaat
pecahnya selaput ketuban yang disebut vasa previa.
Sumber perdarahan uterus yang berasal dari daerah di atas serviks tidak
selalu dapat teridentifikasi sejak dini. Pada keadaan ini perdarahan biasanya
dimulai dengan sedikit atau tanpa gejala kemudian berhenti. Perdarahan
tersebut selalu disebabkan oleh robekan marginal plasenta yang sedikit dan
tidak meluas. Kehamilan dengan perdarahan seperti ini tetap beresiko
walaupun perdarahan segera berhenti dan kemungkinan plasenta previa
tampaknya telah dapat disingkirkan dengan USG. Perdarahan dengan plasenta
previa biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, stelah bayi lahir
maupun setelah plasenta lahir. Oleh sebab itu, hal ini perlu diantisipasi lebih
awal sebelum perdarahan menuju ke tahap yang membahayakan ibu dan
janinnya.
Antisipasi dalam perawatan antenatal sangat memungkinkan karena
umumnya keadaan dengan plasenta previa munculnya perlahan diawali gejala
dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanda disertai
dengan rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tentu tanpa trauma.
Perempuan hamil yang diidentifikasi mengalami plasenta previa harus segera
dirujuk ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena
tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan semakin banyak.

2
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan
antepartum secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah dan diskusi kelompok, mahasiswa
diharapkan dapat :
a) Mengetahui dan memahami pengertian, jenis-jenis, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi,
pemeriksaan penunjang pada pasien dengan perdarahan antepartum.
b) Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan perdarahan
antepartum.
c) Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada
klien dengan perdarahan antepartum.
d) Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi
masalah keperawatan pada klien dengan perdarahan antepartum.
e) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perdarahan Antepartum
1. Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa
kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010). Sedangkan menurut
Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah perdarahan
pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3%
dari semua kehamilan. Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum
adalah perdarahan yang terjadi pada akhir usia kehamilan
2. Jenis-jenis Perdarahan Antepartum
a. Plasenta Previa
1) Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari
yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim
(Wiknjosastro, 2005).
2) Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta
atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
a) Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
b) Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta.
c) Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta
atau ari-ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
d) Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada
segmen bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).

4
3) Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah
rahim tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh
dinding rahim di fundus uteri belum menerima implantasi atau
tertanamnya ari-ari dinding rahim diperlukan perluasan plasenta
atau ari-ari untuk memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum
di ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-
faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi
dan peradangan, sedangkan browne menekankan bahwa faktor
terpenting ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologinya :
a) Umur dan Paritas
- Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih
sering dari pada umur di bawah 25 tahun.
- Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
- Di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada
umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak
wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang.
b) Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur
muda
c) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang,
bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.
d) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium
belum siap menerima hasil konsepsi.
e) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f) Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
4) Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya

5
sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak
jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu
segmen bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim
akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila
plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran
segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi
perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana
serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan
plasenta yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005)
5) Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih
dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
Ibu yang kehamilan pertamanya berumur kurang dari 25 tahun.
Pada Ibu yang sudah beberapa kali hamil dan melahirkan dan
berumur lebih dari 35 tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering
dibandingkan yang berumur kurang dari 25 tahun. (Winkjosastro,
2003)
6) Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan
secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya tidak banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari pada sebelumnya
apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam.

6
Walaupun perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan
ketiga akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20
minggu karena sejak saat itu bagian bawah rahim telah terbentuk
dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan
yang terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah
sinus rahim yang terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding
rahim. Nasib janin tergantung dari bahayanya perdarahan dan
hanya kehamilan pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)
7) Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus
dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai
kemudian ternyata dugaan itu salah. Sedangkan diagnosis
bandingnya meliputi pelepasan plasenta prematur (ari-ari lepas
sebelum waktunya), persalinan prematur dan vasa previa
(Winkjosastro, 2005)
8) Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pemeriksaan darah (Winkjosastro, 2005)
9) Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi
perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu
dilakukan beberapa langkah pemeriksaan.
- Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
- Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber
terjadinya perdarahan
- Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak
plasenta atau ari-ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan
radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
- Penentuan letak plasenta secara langsung.

7
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta
melalui kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).
10) Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin
tidak terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah
kesalahan-kesalahan letak janin seperti letak kepala yang
mengapung, letak sungsang atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum
waktunya karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher
rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau ari-ari yang lepas,
kadar progesteron turun dan dapat terjadi kontraksi, juga lepasnya
ari-ari dapat merangsang kontraksi (Mochtar, 2003)
11) Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
- Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan
akan menjadi tidak normal
- Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau
dipecahkan dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
- Sering dijumpai inersia primer
- Perdarahan (Mochtar, 2011)
12) Komplikasi Plasenta Previa
- Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
- Prolaps plasenta
- Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan
kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
- Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
- Perdarahan setelah kehamilan
- Infeksi karena perdarahan yang banyak
- Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar,
2011)
13) Pragnosis Plasenta Previa
Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat
konservatif, maka angka kesakitan dan angka kematian Ibu dan

8
bayi tinggi, kematian Ibu mencapai 8-10% dari seluruh kasus
terjadinya plasenta previa dan kematian janin 50-80% dari seluruh
kasus terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun.
Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan,
infeksi, emboli udara dan trauma karena tindakan. Kematian
perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan
(Mochtar, 2003).
14) Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22
minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa
sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke
rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
- Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum
waktunya dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan
gejala-gejala yang diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah
kehamilan belum matang, belum ada tanda-tanda persalinan,
keadaan umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin masih
hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah
rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian
lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat
menempelnya plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi
janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV,
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal
untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta
masih berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan

9
plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).
- Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak harus segera dilaksanakan
secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif
 Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi
kesakitan dan kematian.
 Memecahkan ketuban di atas meja operasi
selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan
pertolongan lebih lanjut
 Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa
dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat
pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
 Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk
pertolongan yang paling banyak dilakukan (Manuaba,
2010).
b. Solusio Plasenta
1) Pengertian Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari
tempat perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin
dilahirkan (Saifuddin, 2006).
2) Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut derajat lepasnya plasenta
a) Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari tempat
perletakannya.
b) Solusio Plasenta Totalis

10
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat
perlekatannya
c) Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan
dalam.
3) Etiologi Solusio Plasenta
Penyebab Solusio Plasenta adalah
a) Trauma langsung terhadap Ibu hamil
b) Terjatuh trauma tertelungkup
c) Tendangan anak yang sedang digendong
d) Atau trauma langsung lainnya
4) Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang
pendek faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
a) Hamil tua
b) Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
c) Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d) Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e) Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).
5) Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara rahim dan plasenta belum terganggu dan
tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya,

11
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian
dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban
keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut
otot rahim. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding rahim. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin.
Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh
sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal,
dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta,
makin hebat terjadinya komplikasi (Manuaba, 2010).
6) Frekuensi Solusio Plasenta
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan
(Winkjosastro, 2005).
7) Tanda dan Gejala Solusio Plasenta
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan
gejala yang jelas, perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi
biasanya terdapat perasaan sakit yang tiba-tiba diperut, kepala
terasa pusing, pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan
akhirnya berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.
8) Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada anamnesis
ditemukan perdarahan disertai rasa nyeri, spontan dan dikutip
penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim.
9) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba diperut,
perdarahan, dari jalan lahir yang sifatnya hebat berupa gumpalan
darah besar dan bekuan-bekuan darah.
10) Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi
solusio plasenta, pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan fisik secara umum

12
b) Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen, auskultasi,
pemeriksaan dalam serta ditunjang dengan pemeriksaan
ultrasonogravi.
11) Komplikasi Solusio Plasenta
a) Komplikasi langsung
Adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik.
b) Komplikasi tidak langsung
Adalah couvelair rahim, hifofibrinogenemia, nekrosis korteks
renalis yang menyebabkan tidak diproduksinya air urin serta
terjadi kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan
lain-lain (Mochtar, 2003).
12) Prognosis Solusio Plasenta
a) Terhadap Ibu
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus Solusio plasenta. Hal ini dikarenakan
perdarahan sebelum dan sesudah persalinan, toksemia
gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal
dan infeksi.
b) Terhadap Anak
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari
seluruh jumlah kasus solusio plasenta. Hal ini tergantung pada
derajat pelepasan dari pelepasan plasenta, bila yang terlepas
lebih dari sepertiga ari-ari maka kemungkinan kematian anak
100% selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan
persalinan.
c) Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio
plasenta yang lebih hebat dengan persalinan prematur
(Mochtar, 2011).
13) Penanganan Solusio Plasenta
a) Terapi Konservatif

13
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan
kemudian persalinan berlangsung spontan. Sambil menunggu
berhentinya perdarahan kita berikan suntikan morfin subkutan,
stimulasi kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol
serta transfusi darah.
b) Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan
maksud agar anak segera dilahirkan dan pedarahan berhenti.
Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3
jam, umumnya dapat bersalin secara normal.
Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin
hidup dan pembukaan belum lengkap, gawat janin tetapi
persalinan normal tidak dapat dilaksanakan dengan segera,
persiapan untuk seksio sesarea, hematoma miometrium tidak
mengganggu kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan
terjadinya perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup,
gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar
panggul, janin telah meninggal dan pembukaan > 2 cm
(Saifuddin, 2006).

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urin lengkap (protein, reduksi, urobilin, bilirubin)
Pemeriksaan urin lengkap tidak dilakukan.
b. Pemeriksaan darah lengkap (Hb, golongan darah,VDRL- papsmear
bila ada indikasi)
c. Pemeriksaan darah lengkap
1) Hb = 9,1 gr/dL (L = 14-18, P = 13-16 gr/dL)
2) Leukosit = 8.000 / µL (5.000-10.000 / µL)
3) Ht = 28 % (L = 40-48, P = 37-43 %)
4) Eritrosit = 3,61 jt/ µL (L = 4,5 – 5,5 jt/ µL, P = 4-5 jt/ µL)
5) Trombosit = 179.000 / µL (150.000-400.000 / µL)
6) MCV = 77,8 fl (80-97 fl)
7) MCH = 25,2 pgr (26-32 pgr)
8) MCHC = 32,4 % (31-36 %)

14
d. Pemeriksaan hitung jenis
1) Basofil = 0 % (0-1 %)
2) Eosinofil = 1 % (1-4 %)
3) Batang = 0 % (2-5 %)
4) Segmen = 73 % (40-70 %)
5) Limfosit = 21 % (19-48 %)
6) Monosit = 5 % (3-9 %)
e. Faal hemostasis
1) PT = 13,8 dtk (10,8-14,4 dtk)
2) APTT = 29,7 dtk (24-36 dtk)
4. Terapi
a. Vicillin 1x1 gr
b. Konservatif s/d aterm
c. Histolan tab 3x1
d. Dexametason 2x6 mg (2 hari)
e. Diit biasa
5. Literatur Jurnal
Berdasarkan jurnal Tinjung Jatiningrum (2015) mengenai Perdarahan
antepartum akibat kelainan lokasi implantasi plasenta menyebutkan bahwa
kelainan lokasi implantasi plasenta menyebabkan morbiditas maternatl,
morbiditas dan mortalitas perinatal. Plasenta previa mempunyai risiko
lebih besar untuk bersalin secara sesar, kelahiran kurang bulan dan berat
bayi yang rendah dibandingkan dengan plasenta letak rendah, namun
secara keseluruhan jenis kelainan lokasi implantasi plasenta tidak
mempengaruhi luaran maternah dan perinatal.

Ibu bersalin yang mengalami kejadian kematian janin dalam rahim


sebanyak 111 orang (33,3%). Ibu bersalin yang mengalami preeklamsia
sebanyak 84 orang (25,2%). Ibu bersalin yang mengalami perdarahan
antepartum sebanyak 23 orang (6,9%). Tidak ada hubugan antara
preeklamsia dengan kejadian kematian janin dalam rahim diruang bersalin
RSUD Ulin Banjarmasin (Rita Kirana, 2014).

Jurnal Sunarsih (2015), menunjukkan adanya hubungan antara umur


dengan kejadian antepartum. Dari hasil penelitian diketahui bahwa wanita
di usia muda (<20 tahun) dari segi biologis perkembangan dari segi psikis
belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, dan emosional

15
dan dari segi medis sering mendapat gangguan. Salah satu penyulit
persalinan yang erat kaitan nya dengan fase pertumbuhan usia muda yang
tidak optimal adalah kesempitan panggul yang menyebabkan timbul nya
disporporsi sefalo-pelvik. Angka kejadian kesempitan panggul yang tinggi
pada kehamilan usia muda makin disebabkan karena perkembangan
panggul belum mencapai keadaan yang maksimal pada saat bayi di
lahirkan. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, elastisitas dari otot otot
panggul dan fungsi alat alat reproduksi nya pada umum nya mengalami
penurunan. Rentan usia beresiko yaitu <20 dan >35 tahun di karenakan
kurang nya pengetahuan masyarakat tentang resiko kehamilan di usia
tersebut. Mereka beranggapan bahwa kehamilan di usia tersebut adalah
aman dan tidak ada masalah.
Secara substansi paritas yang tidak beresiko tidak akan mengalami
perdarahan antepartum, namun pada kenyataannya terdapat sejumlah
paritas tidak beresiko yang mengalami perdarahan hal tersebut dapat
disebabkan oleh hal lain seperti trauma fisik, selain itu diketahui terdapat
ibu yang beresiko mengalami perdarahan antepartum justru tidak
mengalaminya dikarenakan telah meningkatnya kunjungan antenatal
sehingga komplikasi pada kehamilan dapat dideteksi secara dini.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan antepartum merupakan suatu kejadian pathologis berupa
perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih.
Perdarahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu perdarahan yang ada
hubungannya dengan kehamilan (plasenta previa, solusio plasenta, pecahnya
sinus marginalis, dan perdarahan vasa previa) dan perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan (pecahnya varises, perlukaan serviks,
keganasan serviks, dll). Perdarahan antepartum yang berhubungan dengan
kehamilan harus segera dilakukan tindakan agar tidak berakibat fatal bagi ibu
dan janinnya. Sedangkan perdarahan antepartum yang tidak berhubungan
dengan kehamilan tidak membahayakan janin tapi hanya memberatkan ibu.

B. Saran
Sebagai seorang calon bidan kita harus mampu mendiagnosis dini kelainan
atau keabnormalan yang terjadi pada ibu masa antepartum, intrapartum
maupun postpartum. Oleh sebab itu kita harus memahami setiap gejala-gejala
yang ditimbulkan dari keabnormalan yang terjadi agar mampu mengambil
keputusan secara cepat, tepat, dan efisien.
Secara khusus, seperti pembahasan dalam maklah ini yaitu tentang
perdarahan antepartum. Sebagai seorang bidan harus memahami apa saja
perdarahan antepartum yang bisa terjadi, gejal yang ditimbulkan, dan mampu
memberikan asuhan yang tepat serta mampu melakukan rujukan secara cepat
apabila terjadi suatu kegawatan obstetris.

17
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk.


Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan
Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Hanafi Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

18

Anda mungkin juga menyukai