Anda di halaman 1dari 6

Otitis Media Supuratif Kronis Akibat Nontuberculous Mycobacteria: Suatu Kasus

Keberhasilan Pengobatan dengan Asam Borat Topikal


Marie-Astrid Lefebvre, Caroline Quach, Sam J. Daniel

ABSTRAK
Nontuberculous mycobacteria (NTM) adalah bakteri penyebab otitis media
supuratif kronis yang sering ditemukan pada anak-anak dengan tabung tympanostomy
(T-tubes). Pengobatan kondisi ini cukup sulit dan biasanya membutuhkan kombinasi
antibiotik sistemik dan debridemen bedah. Kami memaparkan kasus pertama yang
terjadi pada anak laki-laki berusia 2 tahun dengan otitis media supuratif kronis akibat
NTM yang telah gagal diterapi dengan antibiotik sistemik, namun berhasil diterapi
dengan serbuk asam borat topikal. Laporan ini akan menekankan pada berbagai
tantangan dalam mengobati kasus infeksi seperti ini dan memperkenalkan asam borat
sebagai terapi yang bermanfaat.

1. Pendahuluan
Mikobakteria atipikal adalah organisme yang umum ditemukan di lingkungan
sekitar dan berpotensi menjadi patogen yang diketahui dapat terjadi baik pada pasien
immunokompromais maupun immunokompeten [1]. Otitis media supuratif kronis sering
terjadi pada anak-anak dengan T-tubes dan biasanya diobati dengan antibiotik topikal
(tetes telinga) [2]. Meskipun jarang terjadi akibat mikobakteria atipikal, pengobatan
kondisi ini cukup sulit dan biasanya membutuhkan terapi antibiotik sistemik yang lama
dan diikuti debridemen bedah [3]. Asam borat topikal telah digunakan dalam
pengobatan otitis media supuratif kronis yang disebabkan oleh patogen tipikal di telinga
tengah [2]. Perannya dalam pengobatan mikobakteria atipikal belum pernah dilaporkan
sebelumnya.

2. Presentasi kasus
Seorang pria berusia 2 tahun, sebelumnya sehat dan mendapatkan imunisasi
tepat waktu, mengalami episode otitis media akut yang terjadi setiap bulan sejak usia 1
tahun, pasien sudah diterapi dengan beberapa antibiotik oral termasuk asam
amoksisilin-klavulanat dan klaritromisin. T-tubes bilateral dipasang pada usia 16 bulan.
Kemudian pasien mengalami otorrhea (keluarnya cairan dari telinga) yang kronis tanpa
rasa sakit di kedua telinga dan tidak membaik dengan tetes topikal siprofloksasin-
deksametason. T-tubes diganti pada usia 2 tahun, namun pasien tetap mengalami
otorrhea dan pasien didiagnosis dengan otitis media supuratif kronis bilateral. Hasil
pemeriksaan telinga menunjukkan jaringan granulasi membran timpani yang persisten.
Berdasarkan anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa pasien sering berenang di spa
keluarga selama setahun sebelum ini.
Hasil kultur pada telinga tengah kanan di usia 26 bulan tampak pertumbuhan
batang gram positif yang diduga sebagai spesies Nocardia berdasarkan morfologi koloni
dan hasil pewarnaan BTA (acid-fast) yang positif lemah. Pasien dikonsulkan ke divisi
penyakit menular pediatrik dan dimulai terapi antibiotik dengan trimethoprim-
sulfamethoksazol. Dilakukan pemeriksaan imunitas tubuh yang terdiri dari hitung
limfosit T dan B, uji proliferasi limfosit T, analisis aliran sitometri dihydrorhodamine,
kadar immunoglobulin dan titer antibodi vaksin (diphtheria, tetanus, Haemophilus
influenzae tipe b) menunjukkan hasil normal. Organisme yang tumbuh dalam kultur
dikirim ke laboratorium kesehatan masyarakat provinsi untuk identifikasi akhir dan
didapatkan hasil identifikasi sebagai kompleks Mycobacterium
abscessus/bolletii/massiliense dari hasil sekuensing 16s rRNA. Hasil uji
sensitifitas/kepekaan antimikroba menunjukkan bahwa organisme sensitif terhadap
trimetoprim-sulfametoksazol, amikasin, klaritromisin dan linezolid. Tri-metoprim-
sulfametoksazol dihentikan setelah 4 minggu terapi dan pasien diterapi dengan
kombinasi klaritromisin dan linezolid. Pengobatan ditoleransi dengan baik dan tidak
terjadi efek samping terkait antibiotik. T-tubes telinga kanan dilepaskan dan T-tubes
telinga kiri tetap dipertahankan. CT scan mastoid yang diperoleh setelah 1 bulan terapi
menunjukkan opasifikasi bilateral dari sel udara mastoid dan tidak ditemukan
kolesteatoma (Gambar 1). Setelah 4 bulan terapi antibiotik, pasien hanya menunjukkan
sedikit perbaikan klinis dan juga sedikit perbaikan pada saat pemeriksaan telinga. CT
scan mastoid dilakukan kembali pada bulan ke-5 terapi dan menunjukkan peningkatan
interval pada aerasi udara sel mastoid telinga kiri tetapi tidak ada perubahan pada sisi
kanan. Kemudian T-tubes telinga kiri juga dilepaskan.
Setelah 7 bulan pemberian antibiotik, pasien terus menunjukkan tanda-tanda
otitis media supuratif kronis telinga kanan dan hasil kultur telinga tengah tetap positif.
Terapi antibiotik sistemik dihentikan dan terapi asam borat topikal dimulai dengan
pembersihan telinga secara perlahan. Pasien menerima asam borat dalam bentuk serbuk
yang diberikan kedalam kedua telinga oleh dokter spesialis THT setiap minggu selama
1 bulan dan setiap bulan setelahnya selama 3 bulan. Setelah 1 bulan pengobatan topikal,
hampir terjadi resolusi sempurna dari keluhan otorrhea dan tanpa efek samping. Hasil
MRI tulang temporal yang diperoleh 2 bulan setelah pengobatan terakhir dengan asam
borat menunjukkan hanya sedikit residu opasifikasi udara sisi kiri dan tidak ada
penyebaran terbatas yang diduga kolesteatoma. Tindakan mastoidektomi yang semula
direncanakan akhirnya dibatalkan karena adanya perbaikan klinis. Hasil follow up di
klinik THT setelah 5 bulan pemberhentian asam borat pada pasien tidak menunjukkan
gejala dan hasil pemeriksaan telinga menunjukkan tidak ada tanda sisa infeksi.

Gambar. 1. CT scan mastoid yang dilakukan setelah 1 bulan terapi antibiotik sistemik.
Potongan aksial menunjukkan kekeruhan bilateral dari sel udara mastoid tanpa
penyatuan.

3. Diskusi
Nontuberculous mycobacteria (NTM) bertanggung jawab terhadap spektrum
infeksi yang luas, termasuk tetapi tidak terbatas pada penyakit paru, limfadenitis, infeksi
kulit dan jaringan lunak serta infeksi diseminata pada pejamu yang imunokompromais
[1,4]. Selama beberapa dekade terakhir, NTM telah semakin diketahui dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, yang sebagian mungkin disebabkan proses
identifikasi laboratorium yang lebih cepat dan lebih baik [5]. Otitis media supuratif
kronis adalah penyakit NTM ekstrapulmoner yang jarang terjadi yang sebagian besar
mempengaruhi anak-anak imunokompeten [4,6]. Pasien umumnya datang dengan
otorrhea tanpa rasa sakit yang kronis dan sulit diatasi dengan antibiotik topikal dan
sistemik yang standar [4,6]. Pemeriksaan telinga umumnya menunjukkan jaringan
granulasi kenyal (rubbery) di saluran telinga dan telinga tengah atau di mastoid jika
dilakukan mastoidektomi [4].
Agen penyebab biasanya adalah mikobakteria yang tumbuh dengan cepat, di
antaranya Mycobacterium (M.) abscessus, M. fortuitum, dan M. chelonae adalah spesies
yang paling sering ditemui [7]. Ketika dilakukan pewarnaan gram dan kultur pada
media bakteriologis standar, mereka mungkin disalahartikan sebagai kontaminan seperti
“diptheroids”atau organisme patogen seperti Nocardia, seperti yang digambarkan dalam
kasus kami. NTM kemungkinan memasuki telinga tengah dari saluran telinga luar
(kanalis auditorius eksternal/CAE), dan adanya T-tubes mendukung kolonisasi dan
replikasi mikobakteri, mungkin melalui pembentukan biofilm [4,6]. Hipotesis jalan
masuk lainnya adalah melalui saluran eustacius, dengan inokulasi langsung dari
instrumen yang terkontaminasi, dan jarang melalui penyebaran hematogen [7]. Faktor
risiko lainnya untuk terjadinya infeksi adalah paparan air yang terkontaminasi dan
penggunaan tetes telinga yang mengandung steroid topikal, yang keduanya didapatkan
pada riwayat pasien kami [6].
Pengobatan kondisi ini memberikan tantangan, biasanya dibutuhkan gabungan
debridemen bedah, pembersihan benda asing, dan terapi antibiotik dalam waktu lama
dengan setidaknya dua agen antimikobakteri, pemilihan antibiotik harus berdasarkan
hasil tes sensitifitas mengingat seringnya terjadi resistensi obat ganda (multi-drug
resistance/MDR) pada RGM. The Canadian Tuberculosis Standards
merekomendasikan terapi selama 4–6 bulan dengan 2 agen aktif yang dikombinasikan
dengan debridemen bedah pada kulit dan jaringan lunak serta infeksi tulang dan sendi
karena NTM [3]. Penulis laporan kasus dan seri kasus kecil menganjurkan melanjutkan
antibiotik sampai terjadi periode bebas penyakit selama satu sampai tiga bulan [4,7].
Pasien yang dipaparkan dalam laporan ini memiliki respons klinis dan radiologis
yang buruk terhadap terapi antibiotik sistemik. Hal ini sebagian dapat dijelaskan akibat
keterlambatan dalam melepaskan T-tubes, tetapi gejala pasien tetap bertahan bahkan
setelah pengangkatan benda asing, dan pasien hanya menunjukkan perbaikan yang
signifikan dengan serbuk asam borat topikal. Pembersihan saluran telinga secara teratur
yang dilakukan oleh spesialis THT juga mungkin memainkan peran dalam perbaikan
klinis. Asam borat adalah asam anorganik lemah yang ditemukan di berbagai habitat
alami, termasuk air laut dan mineral [8]. Terbentuk akibat reaksi boraks dengan asam
mineral. Asam borat adalah agen antiseptik yang telah digunakan untuk berbagai tujuan
yang berbeda, mulai dari pengobatan infeksi tertentu hingga pengangkutan spesimen ke
laboratorium mikrobiologi. Bahkan, asam borat berfungsi sebagai pengawet urin saat
proses pengiriman/transit untuk pemeriksaan bakteriologi yang disebabkan sifat
bakteriostatik dan fungistatik asam borat terhadap hampir semua patogen dalam urin
pada konsentrasi antara 10 g/L dan 20g/L [8]. Tampaknya aktivitas antimikroba
bergantung pada konsentrasi, namun mekanisme yang tepat mengenai kerja antibakteri
dan antijamur belum diketahui. Serbuk asam borat juga telah berhasil digunakan dalam
bentuk supositoria untuk pengobatan kandidiasis vulvovaginal, termasuk untuk kasus-
kasus kambuhan atau kronis karena spesies Candida yang resisten azol [9].
Beberapa penelitian telah mengevaluasi asam borat topikal untuk pengobatan
otitis media perforasi kronis, dan hasilnya digabungkan. Sebuah uji acak terkontrol
ketersamaran ganda (double blind RCT) yang dirancang dengan baik yang diteliti pada
427 anak-anak Kenya dengan otitis media supuratif kronis menunjukkan tingkat
kesembuhan otorrhea lebih sedikit menggunakan asam borat topikal dalam alkohol
selama 10 hari dibandingkan dengan siprofloksasin topikal selama 10 hari (32%
dibandingkan 59%, masing-masing pada minggu ke 2, dan 46% berbanding 66% pada
minggu ke 4) [2]. Siprofloksasin juga dikaitkan dengan perbaikan pendengaran pada
minggu ke 4, dan memiliki sedikit efek samping lokal dibandingkan dengan asam borat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa asam borat pada penelitian diatas diberikan dalam
sediaan larutan bukan dalam sediaan serbuk, yang bisa mengganggu efektivitas obat,
karena kurangnya efek pengeringan dari larutan. Selain itu, obat topikal diaplikasikan
oleh anak-anak yang sudah dilatih, bukan oleh spesialis THT atau ahli tenaga kesehatan
lainnya, yang mungkin berdampak pada kecukupan sediaan asam borat di telinga
tengah. Uji acak terkontrol ketersamaran sebagian (partially blinded RCT) di Afrika
Selatan yang membandingkan serbuk asam borat dalam satu aplikasi, 1% asam asetat,
dan obat tetes telinga siprofloksasin pada 159 anak-anak dengan otitis media aktif
kronis mendapatkan bahwa asam borat lebih unggul dari asam asetat 1% berkaitan
dengan resolusi discharge telinga pada waktu 4 minggu (65% berbanding 25%) [10].
Tidak ada perbedaan antara tingkat keberhasilan siprofloksasin topikal dan asam borat
tetapi mengingat biaya yang lebih rendah dan kemudahan aplikasi tunggal, asam borat
dianggap sebagai alternatif yang cocok dari obat tetes telinga siprofloksasin. Tidak ada
efek samping yang dikaitkan dengan penggunaan asam borat dalam penelitian ini.
Sebagai catatan, hasil kultur CAE yang paling umum ditemukan adalah spesies Proteus,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, dan tidak ditemuan mikobakteria
atipikal.

4. Kesimpulan
Sepengetahuan kami, laporan kami menjadi kasus pertama otitis media yang
disebabkan NTM yang diobati dengan serbuk asam borat topikal. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, sebuk asam borat telah berhasil digunakan pada pasien dengan
otitis media supuratif kronik akibat bakteri tipikal, tetapi tidak ada penelitian yang
mengevaluasi keberhasilan pengobatan yang disebabkan mikobakteria atipikal.
Mekanisme kerja serbuk asam borat pada otitis media supuratif kronis tidak diketahui,
tetapi mungkin terkait sebagian dari efek pengeringan [10]. Keuntungan penggunaan
asam borat topikal adalah rute pemberian/administrasi obat yang mudah, biaya murah,
sedikit induksi terhadap resistensi antimikroba karena merupakan agen antiseptik, serta
jarang terjadi efek samping. Namun, keamanan pemakaian jangka panjang belum
dipastikan karena kurangnya data yang ada. Risiko toksisitas ada jika asam borat
diserap secara sistemik [9], tetapi kami percaya bahwa hal ini tidak mungkin terjadi
dengan aplikasi intra-aural topikal. Serbuk asam borat harus dipertimbangkan sebagai
komponen terapi pada pasien dengan otitis media supuratif kronik akibat mikobakteria
atipikal mengingat bahwa pengobatan kondisi ini cukup menantang dan belum diketahui
dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai