Ped - Orientasi - Program - Kesling2017 - 160217 Edit 7 Mar 17
Ped - Orientasi - Program - Kesling2017 - 160217 Edit 7 Mar 17
PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
BAGI PENGELOLA
KESLING/SANITARIAN DI
PUSKESMAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6)
meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu : (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan
strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif
dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem
rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya
itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.
derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, promotif, dan kuratif yang
dilakukan secara berkesinambungan. Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
juga menjadi bagian penting dari Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota dan
merupakan indikator bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanannya
terhadap masyarakat.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat baik dan penting dalam
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Lingkungan. SDM ini sangat diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan seperti melakukan Konseling,
Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Intervensi Kesehatan Lingkungan, dan memilih serta
mengembangkan Teknologi Tepat Guna. Oleh karenanya SDM di Puskesmas perlu
diberi kapasitas peningkatan pengetahuan terkait pelayanan Kesehatan Lingkungan
serta diberikan Informasi yang terkini (ter update) agar memiliki wawasan yang luas.
Kenyataan di lapangan sampai saat ini, banyak banyak Petugas Kesehatan Lingkungan
yang mengalami mutasi di wilayah kerjanya, serta banyak petugas Kesehatan
Lingkungan yang baru bekerja (Fresh Graduate), sehingga belum semua SDM di
Puskesmas memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik.
Atas dasar pemikiran tersebut maka akan dicetak Sumber Daya Manusia Kesehatan
Lingkungan yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang handal sehingga dapat
melaksanakan Upaya Pelayanan Kesehatan Lingkungan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 13 tahun 2015. Salah satu bentuk peningkatan kapasitas
SDM adalah dengan sebuah pelatihan. Oleh karenanya agar pelatihan dapat berjalan
dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan terakreditasi, maka diperlukan
suatu acuan dalam bentuk orientasi.
B. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman penyelenggaran pelaksanaan pelayanan kesehatan lingkungan
bagi petugas kesling/Sanitarian Puskesmas di wilayah kerjanya
C. Tujuan Khusus:
Seluruh petugas kesling/sanitarian mampu dan memahami:
1. Melaksanakan Konseling Kesehatan Lingkungan
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
3. Intervensi Kesehatan Lingkungan
4. Pencatatan dan pelaporan Kesehatan Lingkungan
5. Penyusunan perencanaan dan rencana kerja kegiatan kesehatan lingkungan di
Puskesmas
E. Sasaran
1. Petugas kesling / Sanitarian puskesmas
2. Kepala puskesmas
F. Ruang Lingkup
Kegiatan Kesehatan Lingkungan mencakup:
1. Penyehatan air dan sanitasi dasar
2. Penyehatan udara dan tanah
3. Penyehatan kawasan
4. Penyehatan pangan
5. Pengamanan limbah dan radiasi
6. Penyehatan sarana dan bangunan
7. Vektor dan binatang pembawa penyakit
8. Pendekatan kesehatan keluarga
9. Monitoring dan evaluasi
BAB II
PELAYANAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN
2.2. Konseling
Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada permasalahan kesehatan
yang dihadapi Pasien.
2. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan menggali data/informasi
kepada Pasien atau keluarganya, sebagai berikut:
1. umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2. khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.
SA = Salam, Sambut:
T - tanyakan :
U-Uraikan :
Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda menganggap perlu
diketahuinya agar lebih memahami dirinya, keadaan dan kebutuhannya untuk
memecahkan masalah. Dalam menguraikan anda bisa menggunakan media
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) supaya lebih mudah dipahami
TU – Bantu :
J - Jelaskan :
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
7
U - Ulangi:
Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup sehat, maka perlu
dilakukan pelayanan kesehatan lingkungan baik di tingkat kecamatan, kabupaten,
kota maupun provinsi. Pelayanan Kesehatan Lingkungan tersebut diimplementasikan
melalui kegiatan untuk mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan. Faktor Risiko Lingkungan terkait dengan
kualitas media lingkungan yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap
terjadinya penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Untuk memantau faktor risiko
lingkungan tersebut sebagai pencegahan/deteksi dini perlu dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.
b. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk depot air minum
c. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk air minum bukan jaringan
perpipaan
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
SBM kimia air minum meliputi parameter wajib dan parameter tambahan, baik
dari kimia an-organik maupun organik. Semua parameter dalam kadar
maksimum yang diperbolehkan kecuali derajad keasaman (pH) yang
merupakan kisaran tersendah dan tertinggi yang diperbolehkan.
SBM untuk radioaktif dalam air minum berdasarkan pedoman WHO (2011)
meliputi gross alpha dan gross beta, sebagai penapisan adanya pencemaran
radionuklida dalam air. Satuan yang digunakan untuk SBM radioaktivitas
adalah Becquerel/liter air minum yaitu unit konsentrasi aktivitas radioaktif
yang mengalami disintegrasi perdetik. Gross alpha berkaitan dengan TDS
karena radiasi alpha sangat mudah diserap oleh partikel dalam air sehingga
dengan tingginya TDS mengganggu sensitivitas pemeriksaan radiasi alpha.
Sedangkan radiasi beta berhubungan dengan kadar kalium -40 dalam air
minum.
Terdapat 10 parameter kimia yang wajib diperiksa secara berkala untuk SBM
kimia, sedangkan parameter tambahan berjumlah 26 dan masing-masing
kadarnya.
Parameter SBM radioaktivitas air untuk keperluan hygiene dan sanitasi sama
dengan parameter untuk air minum baik dari segi jumlah maupun kadar
tertinggi yang diperbolehkan.
2.3 Air kolam renang
Standar baku mutu air kolam renang meliputi kualitas fisik, biologi, kimia, dan
radioaktivitas.
Beberapa parameter fisik air kolam renang berbeda berdasarkan jenis kolam
renang dan bahan disinfektan yang digunakan dalam penyehatan air kolam
renang. Demikian pula ukuran luas per satuan pengguna/perenang, semakin
dalam kolam renang, semakin luas ruang yang diperlukan untuk setiap
pengguna.
Lima parameter yang ditetapkan sebagai SBM biologi dalam air kolam
renang. Empat parameter tersebut terdiri dari indikator pencemaran oleh tinja
(E. coli), bakteri yang tidak berasal dari tinja (Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan Legionella spp). Sedangkan Heterotrophic Plate
Count (HPC) bukan merupakan indicator keberadaan jenis bakteri tertentu
tetapi hanya mengindikasikan perubahan kualitas air baku atau terjadinya
pertumbuhan kembali koloni bakteri heterotrophic.
Standar baku mutu air kolam renang meliputi 5 parameter yaitu alkalinitas,
sisa khlor bebas, sisa klhor terikat, total khlor dan potensial reduksi
oksidasi (oxidation reduction potential). Konsentrasi minimum untuk setiap
parameter bergantung pada jenis kolam renang. Jika kolam renang
menggunakan disinfektan bromide, maka konsentrasi minimum juga berbeda
dibandingkan dengan konsentrasi khlorin. Masing-masing konsentrasi
minimum.
Parameter SBM radioaktivitas air kolam renang sama dengan parameter
untuk air minum baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang
diperbolehkan.
mg/l karena suhu tinggi akan mempercepat hilangnya sisa khlor. Sedangkan
jika menggunakan bromide maka SBMnya meliputi sisa bromide dan total
bromide, dan untuk air SPA yang panas memerlukan lebih banyak sisa atau
total bromide untuk mengelola risiko biologi. Oxidation Reduction Potential
(ORP) ditetapkan untuk mengukur effektivitas disinfeksi air dengan minimum
ORP 720 mili Volt (mV) jika diukur dengan menggunakan silver chloride
electrode dan minimum 680 mV jika diukur dengan menggunakan silver
calomel electrode.
Parameter SBM radioaktivitas air SPA sama dengan parameter untuk air
minum baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang diperbolehkan.
Untuk Standar Baku Mutu Udara Ambient mencakup parameter Fisik, Kimia,
Biologi dan Radioaktivitas
5. Pengawasan
Menteri Kesehatan atau kepala dinas kesehatan, provinsi dan kabupaten/kota
mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan:
a. Pemantauan dengan cara melakukan inspeksi kesehatan lingkungan
terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam mewujudkan media
lingkungan yang memenuhi SBMKL dan persyaratan kesehatan yang
dilakukan oleh setiap penyelenggara/pengelola TFU diatas
b. Pemeriksaan kualitas media lingkungan pada setiap jenis TFU dilakukan
dengan:
1) Pengambilan sampel
2) Pengujian laboratorium
3) Analisis hasil pemantauan dan pemeriksaan sampel lingkungan
4) Rencana tindak lanjut untuk remediasi maupun peningkatan kualitas
lingkungan
c. Dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
jenis TFU diatas secara berkala, para petugas kesehatan lingkungan
dibekali dengan sarana, alat dana tau instrumen sesuai jenis parameter
yang diwajibkan dalam SBMKL berupa alat pemeriksaan parameter
lingkungan dan kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan TFU
d. Hasil pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan tersebut
harus dianalisis untuk menjadi bahan rekomendasi tindak lanjut dan atau
bahan penilaian status kesehatan lingkungan pada setiap jenis TFU
diatas.
e. Dalam jangka menengah atau panjang, hasil pengawasan
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dapat menjadi bahan
rekomendasi kebijakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian terkait
dan Dinas terkait.
II. Rumah
menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi
kesehatan, yang mana dalam pelaksanaannya, tidak hanya koordinasi melalui lintas
program, tetapi lintas sektor juga terlibat di dalamnya.
a. Sasaran
Inspeksi kesehatan lingkungan dilakukan terhadap seluruh rumah yang ada
b. Metode
1) Formulir/kartu rumah, merupakan alat penilaian dalam melakukan IKL
2) Pemeriksaan dilakukan secara visual seperti suhu, kelembaban, intensitas
pencahayaan, dan pengukuran langsung lainnya yang memungkinkan.
3) Peralatan dan bahan yang digunakan sesuai dengan sasaran pemeriksaan,
antara lain peralatan Kit Sanitarian, Food Contamination Kit, Water Test Kit dan
peralatan lain sesuai dengan pedoman pelaksanaan atau pedoman teknis yang
ada.
faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi pangan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan
kimia yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
Di Indonesia peraturan yang terkait dengan Higiene Sanitasi Pangan
diatur regulasi sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
3. Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Higiene
Sanitasi Makanan Jajanan
4. Kepmenkes RI Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
5. Permenkes RI Nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga
6. Permenkes RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang KLB Keracunan Pangan
7. Permenkes RI Nomor 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air
Minum
b. Penjamah Makanan
c. Peralatan
1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan
makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan
memenuhi persyaratan hygiene sanitasi;peralatan yang sudah
dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;
2) lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
3) kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di
tempat yang bebas pencemaran.
4) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya
untuk sekali pakai.
e. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan
dari pencemaran.
Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu antara
lain:
1) mudah dibersihkan;
2) tersedia tempat untuk :
air bersih;
penyimpanan bahan makanan;
penyimpanan makanan jadi/siap disajikan;
penyimpanan peralatan;
tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan);
tempat sampah.
3) Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu, dan
pencemaran.
2. IKL Rumah makan dan restoran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melibatkan Asosiasi setempat
melaksanakan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi terhadap
rumah makan dan restoran yang telah memiliki sertifikat laik
hygiene sanitasi.
2. Pelaksanaan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran didahului dengan temu karya pengusaha oleh
Asosiasi tentang Hygiene sanitasi makanan.
3. Pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu Hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dengan menggunakan formulir RM. 2
4. Hasil pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dibuatkan Berita Acara dengan
menggunakan formulir RM.
5. Keputusan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan
dan restoran dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Asosiasi setempat berdasarkan
sebagaimana butir 3 dan 4.
3. IKL Jasaboga
a. Jasaboga golongan A1
Kriteria :
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan
pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan
dikelola oleh keluarga.
Persyaratan teknis:
1) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang
tidur.
2) Ventilasi/penghawaan
Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup,
harus menyediakan ventilasi buatan untuk sirkulasi udara.
Pembuangan udara kotor atau asap harus tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan.
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
28
b. Jasaboga golongan A2
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan
pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan
memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan Teknis:
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
- Pengaturan ruang: Ruang pengolahan makanan harus
dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan
tempat pengolahan makanan dengan ruang lain.
- Ventilasi/penghawaan: Pembuangan asap dari dapur
harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap yang
membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak
mengotori ruangan.
- Penyimpanan makanan: Untuk penyimpanan bahan
pangan dan makanan yang cepat membusuk harus
tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).
- Ruang ganti pakaian: Bangunan harus dilengkapi
dengan ruang/tempat penyimpanan dan ganti pakaian
dengan luas yang cukup; dan Fasilitas ruang ganti
pakaian berada/diletakkan di tempat yang dapat
mencegah kontaminasi terhadap makanan.
c. Jasaboga golongan A3
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum,
dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan
memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
- Pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus
terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal.
- Ventilasi/penghawaan: pembuangan asap dari dapur
harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap atau
cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat
penangkap asap (smoke hood).
- Ruang pengolahan makanan :Tempat memasak
makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat
penyiapan makanan matang. Harus tersedia lemari
penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –50C
dengan kapasitas yang cukup untuk melayani kegiatan
sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang
digunakan.
- Alat angkut dan wadah makanan
d. Jasaboga Golongan B
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk
asrama jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai,
perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan pengolahan
yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis :
a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Halaman
Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap
lemak (grease trap) sebelum dialirkan ke bak penampungan air
kotor (septic tank) atau tempat pembuangan lainnya.
2) Lantai
Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati
dan harus lengkung (conus) agar mudah dibersihkan.
3) Pengaturan ruang
Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang
terpisah dari ruang pengolahan makanan.
4) Ventilasi/penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan
penangkap asap (hood), alat pembuang asap dan cerobong
asap.
5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
(a) Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan
halus dan mudah dibersihkan.
(b) Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan
larutan kaporit 50 ppm atau air panas 80oC selama 2
menit.
(c) Tempat cuci tangan
Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1
(satu) buah tempat cuci tangan dengan air mengalir yang
diletakkan dekat pintu dan dilengkapi dengan sabun.
(d) Ruang pengolahan makanan
Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah
dari ruang tempat penyimpanan bahan makanan.Tersedia
lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –
e. Jasaboga Golongan C
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum
internasional dan pesawat udara dengan pengolahan yang
menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan:
a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Ventilasi/penghawaan
a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood),
alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang
dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala.
b) Ventilasi ruangan dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan
yang dapat menjaga kenyamanan ruangan.
2) Fasilitas pencucian alat dan bahan
a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam
makanan seperti stainless steel.
b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus
mempunyai kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).
3) Ruang pengolahan makanan
a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara
terpisah sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang
digunakan seperti daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan
buah dengan suhu yang dapat mencapai kebutuhan yang
disyaratkan.
b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan
makanan kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah
membusuk.
c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan
menggunakan roda penggerak sehingga ruangan mudah
dibersihkan.
kegiatan isolasi
Limbah yang berasal dari
kegiatan yang menggunakan
hewan uji
2. benda tajam;
3. patologis;
4. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan,
atau sisa kemasan;
5. radioaktif;
6. farmasi;
7. sitotoksik;
8. peralatan medis yang memiliki
kandungan logam berat tinggi; dan
9. tabung gas atau kontainer bertekanan.
3. Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan insitu : dari penghasil limbah B3 ke TPS
Pengangkutan exsitu : dari TPS ke pengolah limbah yang berijin.
Pengangkutan ke luar fasyankes dapat dilakukan oleh pihak ke 3
(transporter) atau dilakukan sendiri dengan menggunakan kendaraan
khusus (roda 3) dengan persetujuan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi
Lingkungan Hidup.
Pengangkutan limbah wajib menggunakan alat angkut yang berijin,
terdapat symbol limbah B3 pada kendaraan dan dilengkapi dengan
manifest limbah B3.
4. Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengolahan secara termal
dan non termal. Pengolahan limbah secara termal menggunakan
peralatan seperti autoklaf, gelombang mikro, iradiasi frekuensi radio dan
incinerator.
5. Penguburan Limbah B3
Penguburan limbah B3 hanya dapat dilakukan untuk limbah patologis dan
limbah benda tajam. Penguburan limbah B3 harus memperoleh
persetujuan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup.
6. Penimbunan Limbah B3
Penimbulan limbah dilakukan terhadap limbah B3 berupa abu terbang
incinerator dan slag (abu dasar incinerator). Penimbunan dapat dilakukan
di penimbunan saniter atau penimbunan terkendali atau penimbunan
limbah akhir B3 yang memiliki izin pengelolaan limbah B untuk kegiatan
penimbunan limbah B3. Sebelum dilakukan penimbunan, limbah wajib di
enkapsulasi atau enertisasi.
1. Pengertian
Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
Fasyankes yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, kotoran, dan darah yang berbahaya bagi kesehatan. Pengelolaan limbah
cair adalah proses penanganan limbah cair dari sumber penghasil, penyaluran
hingga pengolahannya termasuk pengawasan, pencatatan dan pelaporan
sehingga memenuhi baku mutu efluen yang berlaku dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Volume
limbah yang dihasilkan per hari per tempat tidur yaitu 500 s.d. 950 liter atau rata-
rata 650 liter, sedangkan 20 s.d. 60 liter per orang per hari untuk petugas.
Proses pengolahan untuk memperoleh sludge atau lumpur dari primary dan
secondary treatment.
Kelebihan Kelemahan
Pengoperasian dan perawatannya mudah. Kadang-kadang
Dapat mengolah limbah cair dengan beban konsentrasi BOD air
BOD yang besar. olahan masih tinggi.
Dapat dipasang beberapa tahap (multi Terjadi bulking atau
stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi buih (foam) seperti
beban pengolahan. pada lumpur aktif
Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi,
sehingga efisiensi penghilangan amonium
lebih besar
Kelebihan Kelemahan
Pengoperasian dan perawatannya mudah. Dalam proses
Lahan yang dibutuhkan relatif kecil. diperlukan bahan
Biaya operasi rendah. tambahan berupa
Dibandingkan dengan lumpur aktif, lumpur biofilter.
yang terjadi relatif lebih sedikit. Biaya investasi relatif
Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor lebih besar.
yang dapat menyebabkan eutrofikasi Pada keadaan jenuh
pertumbuhan yang tidak terkendali pada dengan biofilm yang
tanaman air (gulma). sudah tebal, maka
Dapat digunakan untuk limbah cair yang biofilter harus
beban BOD cukup besar. dibersihkan agar bekerja
Suplai udara untuk aerasi lebih sedikit. optimal.
Kelebihan Kelemahan
Pengoperasian dan perawatannya mudah. Pengendalian jumlah
Untuk kapasitas kecil/paket, dibandingkan mikroorganisme sulit
dengan proses lumpur aktif konsumsi energi dilakukan.
lebih rendah. Sensitif terhadap
Dapat dipasang beberapa tahap (multi perubahan temperatur.
stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi Kadang-kadang
beban pengolahan. konsentrasi BOD air
Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, olahan masih tinggi.
sehingga efisiensi penghilangan amonium Dapat menimbulkan
lebih besar. pertumbuhan cacing
Tidak terjadi bulking atau buih (foam) seperti rambut dan bau yang
pada lumpur aktif. tidak sedap.
Kelebihan Kelemahan
Pengoperasian dan perawatannya mudah. Memerlukan lahan yang
Proses pengolahan sangat sederhana. cukup luas.
Tidak diperlukan mesin blower yang Hanya diterapkan untuk
memerlukan biaya operasional dan limbah cair dengan debit
pemeliharaan yang tinggi. yang terlalu besar.
Tidak menggunakan bahan kimia. Menghasilkan gas
pembusukan (metana
dan sulfida) yang dapat
mengganggu estetika.
Dihasilkan scum
(endapan terapung)
yang harus dibersihkan
dari sistem
e. Teknologi Anaerobik-Aerobik
Kelebihan Kelemahan
Pengoperasian dan perawatannya mudah. Biaya investasi lebih
Proses pengolahan sangat sederhana. mahal.
Dapat mengolah limbah cair dengan beban Menghasilkan bau
organik tinggi. metana dan sulfida pada
Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor. bak anaerob.
Suplai oksigen relatif kecil.
Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
Tahan terhadap shock loading.
Tidak menggunakan bahan kimia
PEMICUAN STBM
Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling
sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan
bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.
Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana
kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang
digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.
Alur kontaminasi
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang
relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan
manusia itu sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan
masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.
Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga
faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah
terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan CLTS tidak ada unsur subsidi
sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat
pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi atau mengatasi
faktor penghambat tersebut.
Ada penerapan sangsi, peratura tau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencagah kejadiaan BAB disembarang tempat,
A. Definisi RPAM
Water Safety Plan (WSP) atau dapat diterjemahkan sebagai Rencana Pengamanan Air
Minum (RPAM) di definisikan sebagai upaya pengamanan air minum mulai dari sumber
(cathment) sampai air siap minum di rumah tangga yang dilakukan oleh berbagai pihak
secara terpadu dengan menggunakan pendekatan analisis dan manajemen risiko untuk
mencapai standar kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.
B. Tujuan RPAM
Tujuan utama dari pelaksanaan RPAM adalah untuk menjamin keamanan penyediaan air
minum kepada pemanfaatnya/konsumen. Tujuan lain dari pelaksanaan RPAM adalah :
Sebagai acuan penilaian besarnya risiko, hasil produksi dan kinerja RPAM dengan konsep
yang 4K didefinisikan sebagai berikut :
K1 (Kualitas) adalah acuan kualitas air minum yang layak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. K1 ini menggunakan standar air minum yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
K2 (kuantitas) adalah acuan jumlah air yang dinilai mencukupi bagi pola hidup/
penggunaan air masyarakat. K2 ini menggunakan standar kebutuhan pokok air minum
yaitu 10 M3/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum 01/PRT/M/2014
K3 (Kontinuitas) adalah acuan tidak terputusnya aliran air dari instalasi pengolahan air
minum kepelanggan. K3 ini menggunakan standar lama pengaliran tak terputus selama
24 jam/hari
K4 (Keterjangkauan) adalah acuan harga air minum yang layak bagi masyarakat sesuai
dengan Permendagri no 23 tahun 2006 yaitu tidak melampaui 4 % dari pendapatan
masyarakat pelanggan
Tingkat keberhasilan pelaksanaan RPAM pada sarana air minum komunal ditentukan
dengan indikator-indikator sebagai berikut :
a. Masyarakat dapat menikmati air minum yang aman dengan memenuhi prinsip
kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan yang lebih baik.
b. Terbentuknya kelompok masyarakat yang mampu menyelenggarakan pembangunan
sistem penyediaan air minum secara mandiri dan berkelanjutan.
dibahas pula faktor risiko yang bersifat non teknis, seperti perilaku
masyarakat.
4. Rekayasa lingkungan.
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau kondisi
lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi,
maupun kimia serta gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit.
Pemeliharaan ikan kepala timah dan cupang
ikan predator ini bisa digunakan untuk membasmi jentik nyamuk yang berada
dalam air yang tergenang, bukan air yang mengalir.
Organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa larva diantaranya ikan-ikan
pemakan larva, seperti ikan kepala timah dan cupang. Keuntungan menggunakan
secara biologis : tidak ada kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan sekitarnya.
Pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup
Larvasida adalah jenis pestisida yang biasanya berbentuk butiran atau briket yang
digunakan untuk aplikasi pengendalian larva atau jentik nyamuk DBD maupun
malaria.
Untuk menekan populasi larva adalah dengan menggunakan larvasida (pembunuh
larva), baik secara biologis maupun kimiawi. Larvasida yang digunakan biasanya
terbatas pada wadah yang digunakan di rumah tangga dan tidak dapat dibuang,
seperti vas bunga, wadah penyimpanan air bersih, kolam dsb.
Bubuk abate merupakan salah satu larvasida kimia yang efektif dan mudah, aman
serta praktis digunakan.
Takaran bubuk abate sbb : 1 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate
Satu sendok makan peres berisi 10 gram abate
Selama 3 bulan bubuk abate dalam air tersebut ampu membunuh larva aedes aegypti.
Selama 3 bulan jika tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut.
Air yang telah dibubuhi abate dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan
tetap aman jika air tersebut diminum.
BAB III
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
Kartu Inspeksi
Kartu Inspeksi Register Inspeksi Kesehatan
Sarana
Kesehatan Kesehatan Lingkungan Menurut
diperiksa
Lingkungan Lingkungan Sarana/Desa
Per Bulan/Tahun
B. Pelaporan
Upaya kesehatan lingkungan yang wajib dilaporkan Puskesmas adalah upaya
pengawasan kualitas air minum, upaya pengawasan Tempat Pengelolaan
Makanan, upaya pengawasan Tempat-Tempat Umum, upaya pengawasan
rumah, Konseling Pelayanan Kesehatan Lingkungan, STBM/ODF.
Hasil kegiatan upaya kesehatan lingkungan dicatat dalam berbagai instrumen
pencatatan data kesehatan lingkungan sebagaimana dibahas pada bagian
pencatatan kesehatan lingkungan. Hasil kegiatan ini direkapitulasi kedalam
Laporan Bulanan Kesehatan Lingkungan.
a. Sumber Data
1) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum Menurut
Sarana dan Desa/Kelurahan
2) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Pengelolaan Makanan
Menurut Jenis Sarana
3) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Tempat Umum Menurut
Jenis Sarana
4) Register Hasil Penilaian STBM
b. Variabel Pelaporan
Jenis data dan definisi operasional pada Laporan Bulanan UKME Kesehatan
Lingkungan. Contoh instrumen Laporan Bulanan UKME . Kesehatan
Lingkungan dibawah ini.
BAB IV
PERENCANAAN
Dalam DAK, terdapat menu kesehatan lingkungan di DAK fisik dan non fisik. Dalam
DAK fisik dapat digunakan untuk pengadaan alat sanitarian kit yang bertujuan
memperkuat kinerja kesehatan lingkungan sanitarian perlu dibekali / dilengkapi
dengan peralatan uji lapangan yang dapat mendeteksi dengan cepat dan tepat
dalam mengukur nilai kualitas media lingkungan (air, tanah dan udara, pangan dan
lingkungan fisik lainnya) yang mudah digunakan dan terstandar. Serta penyediaan
ini diharapkan dalam rangka proses percepatan capaian indikator kesehatan
lingkungan yang mencakup pengawasan kualitas air minum yang memenuhi syarat,
Tempat Pengelolaan Makanan yang memenuhi syarat, Tempat Tempat Umum yang
memenuhi syarat, dan indikator lainnya adalah Pasar Sehat, Rumah sehat,
Kabupaten/Kota Sehat.
Dalam DAK non fisik terdapat 4 ruang lingkup penggunaan dana yakni Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Persalinan (Jampersal), akreditasi
Puskesmas, dan akreditasi rumah sakit. DAK kesehatn lingkungan terdapat dalam
BOK, dimana menu yang tersedia dapat digunakan oleh Kab/Kota dan Puskesmas.
Bagi Kab/Kota dapat digunakan untuk pengangkatan tenaga kontrak yang berfungsi
sebagai fasilitator STBM kabupaten untuk pencapaian desa STBM di Puskesmas
dan dukungan operasionalnya. Fasilitator STBM tersebut dikontrak dengan SK
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dengan perhitungan alokasi
kurang lebih Rp 75.000.000 per tahun. Besaran alokasi ini merupakan perhitungan
rata-rata dari Kemenkes, dalam praktiknya di lapangan dapat disesuaikan dengan
besaran perhitungan per kabupaten itu sendiri. Persyaratan untuk fasilitator STBM
adalah sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
b. Diberikan honor minimal sesuai upah minimum di Kabupaten
c. Lama kontrak maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
ketersediaan anggaran dan capaian target kinerjanya
d. Diberikan hak/ fasilitas yang setara dengan staf Kabupaten lainnya.
Bagi Puskesmas, dana DAK non fisik dapat digunakan untuk pemicuan STBM dalam
rangka mendukung tercapainya universal acsess tahun 2019. Dana yang disediakan
untuk pemicuan sebesar Rp 7.500.000 per desa per tahun dengan desa yang sudah
ditetapkan sebaga daerah sasaran STBM. Apabila suatu desa menjadi daerah
sasaran STBM, maka dana sebesar Rp 7.500.000 sudah termasuk ke dalam alokasi
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
53
dana DAK non fisik-nya, sehingga harus dipastikan tersedia dana pemicuan di
Puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup desa tersebut. Untuk saat ini memang
desa utama yang dilaksanakan pemicuan adalah desa yang termasuk dalam daerah
sasaran STBM namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi Puskesmas lainnya
yang ingin melaksanakan pemicuan STBM di desa wilayahnya dengan
menganggarkan dana sebesar Rp 7.500.000 dari dana DAK non fisik (BOK). Hal
tersebut diperbolehkan sepanjang dana BOK yang dialokasikan pada suatu
puskesmas tersebut masih mencukupi apabila dialokasikan untuk pemicuan dan
operasional puskesmas lainnya. Berikut rincian kegiatan pemicuan STBM yang
harus dilaksanakan:
Menu kegiatan kesehatan lingkungan lainnya yang dapat dimanfaatkan melalui dana BOK
adalah:
No Kegiatan Rincian Kegiatan
2. Pengelolaan
Pengelolaan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan:
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disalurkan ke puskesmas melalui
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Jaminan persalinan disalurkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Akreditasi puskesmas disalurkan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Akreditasi rumah sakit disalurkan melalui rumah sakit
Pemantauan dan evaluasi DAK dilakukan oleh organisasi pelaksana dan atau tim
koordinasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan petunjuk
teknis dalam Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala
Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi
Pemanfaatan DAK.
Pemantauan dan evaluasi capaian indikator program dilakukan secara terpadu di
setiap jenjang administrasi. Puskesmas/Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota/Provinsi mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan
kinerja program dengan menggunakan format yang ada sesuai ketentuan yang
berlaku.
4. Pelaporan
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
56
Pengiriman laporan secara berjenjang sesuai dengan format dan waktu yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan pemantauan realisasi keuangan dan fisik DAK
Nonfisik (Akreditasi) menggunakan format laporan sesuai Surat Edaran Bersama
(SEB) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri
Dalam Negeri Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis
Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. Format laporan realisasi
penggunaan DAK Nonfisik bidang kesehatan triwulanan Akreditasi Puskesmas
dan rumah sakit menggunakan contoh Formulir terlampir.
Review atas laporan yang diterima secara berjenjang. Review perlu dilakukan
untuk mencermati laporan yang telah masuk dan melihat kembali perkembangan
pelaksanaan DAK di lapangan. Review dilakukan oleh forum koordinasi di
masing-masing tingkat pemerintahan. Hasil dari review menjadi dasar untuk
memberikan umpan balik kepada daerah.
Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan
kegiatan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan meliputi jenis kegiatan, lokasi kegiatan,
realisasi keuangan dan realisasi fisik kepada Dinas Kesehatan Provinsi, paling
lambat 7 hari setelah triwulan selesai (pelaporan bulan Maret, Juni, September,
Desember).
Setelah Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kompilasi laporan pelaksanaan
DAK Bidang Kesehatan di wilayah kerjanya, kemudian hasil kompilasi meliputi
jenis kegiatan, lokasi kegiatan, realisasi keuangan dan realisasi fisik tersebut
dilaporkan kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal up. Kepala Biro
Perencanaan dan Anggaran paling lambat 14 hari setelah triwulan selesai (Maret,
Juni, September, Desember). Kepatuhan daerah dalam menyampaikan laporan
triwulanan dijadikan pertimbangan dalam pengalokasian DAK tahun berikutnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
Laporan dari kegiatan pemantauan teknis pelaksanaan DAK Bidang
Kesehatan terdiri: Laporan triwulan yang memuat jenis kegiatan, lokasi
kegiatan, realisasi keuangan, realisasi fisik dan permasalahan dalam
pelaksanaan DAK, yang disampaikan selambat-lambatnya 7 hari setelah akhir
triwulan berakhir.
Laporan penyerapan DAK disampaikan kepada Menteri Keuangan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Trasfer ke Daerah yang berlaku.
Disamping laporan triwulanan, untuk DAK Nonfisik BOK dan Jampersal
diwajibkan untuk membuat laporan rutin bulanan capaian program (sesuai
indikator Renstra 2015-2019 dan RKP Tahun 2017), dengan menggunakan
format, mekanisme dan ketentuan yang sudah ditetapkan.
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
57
Laporan tahunan DAK yang memuat hasil kinerja satu tahun meliputi:
realisasi keuangan, realisasi fisik, capaian program, disampaikan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Menteri Kesehatan (melalui Sekretaris
Jenderal) pada minggu ketiga bulan Januari tahun berikutnya.
BAB V
RENCANA TINDAK LANJUT
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai
berikut :
a. Kegiatan
Yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tujuan
Adalah membuat ketepatan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah
dirumuskan secara konkrit dan terukur.
c. Sasaran
Yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang
direncanakan.
d. Cara metode
Yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang
telah ditentukan dapat tercapai.
f. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan
untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis
untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-
ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi
dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya telah
g. Pelaksana/penanggung jawab
Yaitu personil/tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal
ini penting karena personil/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.
h. Indicator keberhasilan
Merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolak ukur dari
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan.
Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan, tahun serta jam pelaksanaan kegiatan,
kapan dimulai dan sampai kapan berakhir, serta dimana kegiatan tersebut
dilaksanakan.
Kolom 7 : Biaya
Kolom ini diisi dengan jumlah anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan standar yang ada.