Anda di halaman 1dari 61

0

PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
BAGI PENGELOLA
KESLING/SANITARIAN DI
PUSKESMAS

Direktorat Kesehatan Lingkungan - 2017

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan Lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan diajukan untuk


mewujudkan kualitas yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
sebagaimana tercantum dalam pasal 162 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014
tentang Kesehatan.

Ketentuan Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan yang pengaturannya
ditujukan dalam rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat melalui upaya
pencegahan penyakit dan atau gangguan kesehatan dari faktor risiko kesehatan
lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan fasilitas
umum.

Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6)
meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu : (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan
strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif
dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem
rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya
itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan penyelenggara Kesehatan Masyarakat.
Dalam pengaturannya Puskesmas juga melakukan Pelayanan Kesehatan Lingkungan
bagi masyarakat di wilayah kerjanya, dan diperlukan integrasi baik lintas program
maupun lintas sektor untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
penyelenggaraannya.

Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas merupakan kegiatan atau serangkaian


kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan. Dengan terselenggaranya
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas diharapkan dapat meningkatkan
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
2

derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, promotif, dan kuratif yang
dilakukan secara berkesinambungan. Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
juga menjadi bagian penting dari Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota dan
merupakan indikator bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanannya
terhadap masyarakat.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat baik dan penting dalam
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Lingkungan. SDM ini sangat diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan seperti melakukan Konseling,
Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Intervensi Kesehatan Lingkungan, dan memilih serta
mengembangkan Teknologi Tepat Guna. Oleh karenanya SDM di Puskesmas perlu
diberi kapasitas peningkatan pengetahuan terkait pelayanan Kesehatan Lingkungan
serta diberikan Informasi yang terkini (ter update) agar memiliki wawasan yang luas.
Kenyataan di lapangan sampai saat ini, banyak banyak Petugas Kesehatan Lingkungan
yang mengalami mutasi di wilayah kerjanya, serta banyak petugas Kesehatan
Lingkungan yang baru bekerja (Fresh Graduate), sehingga belum semua SDM di
Puskesmas memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik.

Atas dasar pemikiran tersebut maka akan dicetak Sumber Daya Manusia Kesehatan
Lingkungan yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang handal sehingga dapat
melaksanakan Upaya Pelayanan Kesehatan Lingkungan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 13 tahun 2015. Salah satu bentuk peningkatan kapasitas
SDM adalah dengan sebuah pelatihan. Oleh karenanya agar pelatihan dapat berjalan
dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan terakreditasi, maka diperlukan
suatu acuan dalam bentuk orientasi.

B. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman penyelenggaran pelaksanaan pelayanan kesehatan lingkungan
bagi petugas kesling/Sanitarian Puskesmas di wilayah kerjanya

C. Tujuan Khusus:
Seluruh petugas kesling/sanitarian mampu dan memahami:
1. Melaksanakan Konseling Kesehatan Lingkungan
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
3. Intervensi Kesehatan Lingkungan
4. Pencatatan dan pelaporan Kesehatan Lingkungan
5. Penyusunan perencanaan dan rencana kerja kegiatan kesehatan lingkungan di
Puskesmas

E. Sasaran
1. Petugas kesling / Sanitarian puskesmas
2. Kepala puskesmas

F. Ruang Lingkup
Kegiatan Kesehatan Lingkungan mencakup:
1. Penyehatan air dan sanitasi dasar
2. Penyehatan udara dan tanah
3. Penyehatan kawasan
4. Penyehatan pangan
5. Pengamanan limbah dan radiasi
6. Penyehatan sarana dan bangunan
7. Vektor dan binatang pembawa penyakit
8. Pendekatan kesehatan keluarga
9. Monitoring dan evaluasi

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
3

10. Penyusunan perencanaan dan rencana kerja

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
4

BAB II
PELAYANAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN

2.1. Gambaran Umum


Penyelanggaraan pelayanan kesehatan lingkungan mengacu kepada Undang-
undang kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014
tentang Kesehatan Lingkungan dimana kesehatan lingkungan mencakup aspek fisik,
kimia, biologi, maupun sosial. Operasional pelaksanaan di Puskesmas mengacu
kepada Peraturan Menteri Kesehatan No. 13 Tahun 2015 meliputi:
1. Konseling
2. Inspeksi kesehatan lingkungan
3. Intervensi/tindakan kesehatan lingkungan

2.2. Konseling

Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan


Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab
Pasien. Pada waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi
langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan
(komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan.
Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan
hubungan dengan Pasien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan
melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog,
melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu
mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
Ciri-ciri Konseling meliputi :
1. Konseling sebagai proses yang dapat membantu Pasien dalam:
a. memperoleh informasi tentang masalah kesehatan keluarga yang
benar;
b. memahami dirinya dengan lebih baik;
c. menghadapi masalah-masalahnya sehubungan dengan masalah
kesehatan keluarga yang dihadapinya;
d. mengutarakan isi hatinya terutama hal-hal yang bersifat sensitif dan
sangat pribadi;
e. mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan kapasitas merubah
perilaku;
f. meningkatkan dan memperkuat motivasi untuk merubah
perilakunya; dan/atau
g. menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan dengan
masalah kesehatan keluarganya.
2. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan
Konseling diadakan untuk mencapai tujuan tertentu antara lain
membantu Pasien untuk berani mengambil keputusan dalam
memecahkan masalahnya.

3. Konseling bukan berarti memberi nasihat atau instruksi pada Pasien


untuk sesuatu sesuai kehendak Tenaga Kesehatan Lingkungan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
5

4. Konseling berbeda dengan konsultasi maupun penyuluhan

5. Dalam konsultasi, pemberi nasehat memberikan nasehat seakan-akan


dia seorang “ahli" dan memikul tanggung jawab yang lebih besar
terhadap tingkah laku atau tindakan Pasien, serta yang dihadapi adalah
masalah. Sedangkan penyuluhan merupakan proses penyampaian
informasi kepada kelompok sasaran dengan tujuan meningkatkan
kesadaran masyarakat.

Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada permasalahan kesehatan
yang dihadapi Pasien.

Langkah-langkah kegiatan Konseling sebagai berikut:


1. Persiapan (P1)
a. menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
b. menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan;
c. menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan seperti poster,
lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban sehat, dan lain-lain) serta
alat peraga lainnya.

2. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan menggali data/informasi
kepada Pasien atau keluarganya, sebagai berikut:
1. umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2. khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.

Ada enam langkah dalam melaksanakan Konseling yang biasa disingkat


dengan "SATU TUJU" yaitu :

SA = Salam, Sambut:

a. Beri salam, sambut Pasien dengan hangat.


b. Tunjukkan bahwa Anda memperhatikannya, mengerti keadaan dan
keperluannya, bersedia menolongnya dan mau meluangkan waktu.
c. Tunjukkan sikap ramah.
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
6

d. Perkenalkan diri dan tugas Anda.


e. Yakinkan dia, bahwa Anda bisa dipercaya dan akan menjaga kerahasiaan
percakapan anda dengan Pasien.
f. Tumbuhkan keberaniannya untuk dapat mengungkapkan diri.

T - tanyakan :

a. Tanyakan bagaimana keadaan atau minta Pasien untuk menyampaikan


masalahnya pada Anda.
b. Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c. Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d. Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e. Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk menolong
mencari cara pemecahan masalah yang terbaik bagi Pasien.

U-Uraikan :

Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda menganggap perlu
diketahuinya agar lebih memahami dirinya, keadaan dan kebutuhannya untuk
memecahkan masalah. Dalam menguraikan anda bisa menggunakan media
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) supaya lebih mudah dipahami

TU – Bantu :

Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan


berbagai kemungkinan yang bisa dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya
atau mengatasi masalahnya.

J - Jelaskan :
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
7

Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara mengatasi


permasalahan yang dihadapi Pasien dari segi positif dan negatif serta
diskusikan upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi. Jelaskan
berbagai pelayanan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
tersebut.

U - Ulangi:

Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya. Yakinkan bahwa


anda selalu bersedia membantunya. Kalau Pasien memerlukan percakapan
lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda siap menerimanya.

Setelah proses SATU TUJU dilaksanakan, Tenaga Kesehatan Lingkungan


menindaklanjuti dengan:
1. melakukan penilaian terhadap komitmen Pasien (Formulir tindak lanjut
konseling) yang telah diisi dan ditandatangani untuk mengambil
keputusan yang disarankan, dan besaran masalah yang dihadapi;
2. menyusun rencana kunjungan untuk Inspeksi Kesehatan Lingkungan
sesuai hasil Konseling; dan
3. menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.

Dalam melaksanakan Konseling kepada Pasien, Tenaga Kesehatan


Lingkungan menggunakan panduan Konseling sebagaimana contoh bagan
dan daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat
mengembangkan daftar pertanyaan terhadap Pasien dengan diagnosis
penyakit lain atau sesuai kebutuhan. Tenaga Kesehatan Lingkungan dalam
memberikan saran tindak lanjut sesuai dengan permasalahan kesehatan
lingkungan yang dihadapi berdasarkan pedoman teknis yang berlaku.

2.3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
8

Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup sehat, maka perlu
dilakukan pelayanan kesehatan lingkungan baik di tingkat kecamatan, kabupaten,
kota maupun provinsi. Pelayanan Kesehatan Lingkungan tersebut diimplementasikan
melalui kegiatan untuk mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan. Faktor Risiko Lingkungan terkait dengan
kualitas media lingkungan yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap
terjadinya penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Untuk memantau faktor risiko
lingkungan tersebut sebagai pencegahan/deteksi dini perlu dilakukan Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.

Materi disini membahas tentang: i) Inspeksi Kesehatan Lingkungan/IKL, ii) bahan


dan alat Inspeksi Kesehatan Lingkungan, iii) pengamatan fisik media lingkungan, iv)
pengukuran media lingkungan di tempat.

2.3.1. Penyehatan air dan sanitasi dasar


Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dilakukan pada air minum dengan
sistem jaringan perpipaan, depot air minum, air minum bukan jaringan perpipaan.
Apabila terjadi indikasi pencemaran maka IKL dapat dilakukan di semua unit
mulai dari unit air baku, unit produksi, unit distribusi dan unit pelayanan. Lokasi
titik dan frekuensi IKL serta cara penilaian ditentukan sebagai berikut:
a. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk air minum dengan sistem jaringan
perpipaan
Frekuensi IKL
Lokasi Titik IKL
per tahun
Daerah tangkapan (catchment area) untuk air 1
baku berasal dari mata air
Tempat penyadapan mata air (broncaptering) 1
Daerah aliran sungai (DAS), untuk air baku yang 1
brasal dari air permukaan
Pipa distribusi 1
Tandon air (reservoir) 1

b. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk depot air minum

Lokasi titik IKL Frekuensi IKL per tahun


Tempat asal air baku 1
Alat pengangkut air baku (mobil tangki air) 1
Tandon (untuk menyimpan air baku) 1
Pencucian galon (tempat dan cara pencucian 1
wadah/galon yang akan di isi air minum ke dalam
wadah/galon)
Pengisian galon (tempat dan cara pengisian air 1
minum ke dalam wadah/galon)

c. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk air minum bukan jaringan
perpipaan

Lokasi titik inspeksi sanitasi Frekuensi IKL per tahun


Sumur gali/sumur dangkal 1
Sumur bor/sumur pompa tangan 1
Bak penampung air hujan 1
Terminal air 1
Mobil Tangki Air/Tongkang/Perahu Air 1
DIREKTORAT mata
Bangunan perlindungan JENDERAL
air KESEHATAN MASYARAKAT 1
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
9

d. Penilaian diberikan terhadap semua pertanyan pengamatan pada sebuah


obyek yang diamati dengan menjawab pertanyaan “YA” atau “TIDAK”.
Hasil inspeksi sanitasi dilakukan dengan menghitung rata-rata prosentase
jawaban YA dari semua obyek yang diamati. Rata-rata prosentase tersebut
kemudian dikonversi ke dalam tingkat risiko pencemaran dengan katagori
Sangat Tinggi (AT), Tinggi (T), Sedang (S) dan Rendah (R).
Adapun konversi rata-rata prosentase ke tingkat risiko pencemaran, adalah
sebagai berikut:

% Rata-rata Tingkat risiko pencemaran


<25 Risiko Pencemaran Rendah (R)
25 – 50 Risiko Pencemaran Sedang (S)
51 – 75 Risiko Pencemaran Tinggi (T)
>75 Risiko Pencemaran AmatTinggi (AT)

Keterangan dari hasil IKL adalah sebagai berikut :


 Hasil IKL dengan kategori S dan R dilanjutkan dengan pengambilan dan
pengujian sampel air minum.
 Hasil IKL dengan kategori AT dan T maka pengambilan dan pengujian
sampel air minum dilakukan setelah tindakan perbaikan terhadap
sarana tersebut.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
10

Penetapan Jumlah Dan Frekuensi Pengambilan Air Minum Pada


Pengawasan Eksternal. Pengambilan sampel air minum dilaksanakan
berdasarkan hasil IKL sebagaimana terurai diatas, yaitu terhadap air minum
dengan system jaringan perpipaan , depot air minum, dan air minum bukan
jaringan perpipaan, dengan risiko pencemaran sedang (S) dan rendah (R).
1. Air minum dengan jaringan perpipaan
Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil laporan
pengawasan internal penyelenggara air minum. Jumlah sampel dan frekuensi
pengujian sampel air minum harus dilaksanakan berdasarkan jumlah
penduduk yang dilayani pada jaringan distribusi sesuai dengan ketentuan
minimal sebagai berikut:
Frekuensi Jumlah Sampel per Jumlah Penduduk Dilayani
Parameter
Pengujian < 5000 <5000 - 100.000 >100.000
Fisik Satu 1 1 per 5000 penduduk 1 per 10.000
tahun penduduk
sekali ditambah 5
sampel
tambahan
Mikrobiologi Satu 1 1 per 5000 penduduk 1 per 10.000
tahun penduduk
sekali ditambah 5
sampel
tambahan
Kimia wajib Satu 1 1 per 5000 penduduk 1 per 10.000
tahun penduduk
sekali
Satu 1 1 per 5000 penduduk 1 per 10.000
Kimia
tahun penduduk
tambahan*)
sekali

Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
11

2. Depot air minum


Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan
terhadap air yang siap dimasukkan kedalam galon / wadah air minum sesuai
kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut:

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu tahun sekali 1
Fisika Satu tahun sekali 1
Kimia Wajib Satu tahun sekali 1
Kimia tambahan*) Satu tahun sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
12

3. Air minum bukan jaringan perpipaan


Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan sesuai
kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut;

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu tahun sekali 1
Fisika Satu tahun sekali 1
Kimia Wajib Satu tahun sekali 1
Kimia tambahan* Satu tahun sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah

Penetapan Jumlah dan Frekuensi Pengambilan Sampel Air Minum Pada


Pengawasan Internal. Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan
hasil IKL sebagaimana terurai diatas, yaitu terhadap air minum dengan system
jaringan perpipaan , depot air minum, dan air minum bukan jaringan perpipaan,
dengan risiko pencemaran sedang (S) dan rendah (R).

1. Air minum dengan jaringan perpipaan


Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil laporan
pengawasan internal penyelenggara air minum. Jumlah sampel dan frekuensi
pengujian sampel air minum harus dilaksanakan berdasarkan jumlah
penduduk yang dilayani pada jaringan distribusi sesuai dengan ketentuan
minimal sebagai berikut:

Jumlah Sampel per Penduduk Dilayani


Frekuensi
Parameter <5000-
pengujian >5000 >100.000
100.000
1 per 10.000 penduduk
Satu bulan 1 per 5000
Fisik 1 ditambah 10 sampel
sekali penduduk
tambahan
1 per 10.000 penduduk
Satu bulan 1 per 5000
Mikrobiologi 1 ditambah 10 sampel
sekali penduduk
tambahan
Enam
1 per 5000
Kimia wajib bulan 1 1 per 10.000 penduduk
penduduk
sekali
Enam 1 per 5000
Kimia
bulan 1 penduduk 1 per 10.000 penduduk
tambahan*)
sekali
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

2. Depot air minum


Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan,
depot air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan, depot air minum
wajib melaksanakan pengawasan internal terhadap kualitas air yang siap
dimamasukan ke dalam gallon/wadah air minum.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
13

Jumlah sampel frekuensi pengujian sampel air minum dilaksanakan sesuai


kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut:
a. Air baku

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.
b. Air yang siap dimasukkan ke dalam gallon/wadah air minum
Jumlah
Parameter Frekuensi pengujian
sampel
Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1

Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah

3. Air minum bukan jaringan perpipaan


Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan sesuai
kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai berikut:

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1

Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah

2.3.2. Penyehatan udara, tanah, dan kawasan


Upaya Kesehatan Lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat tersebut
mencakup permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan fasilitas
umum.
Yang dimaksud dengan tempat dan fasilitas umum adalah lokasi, sarana, dan
prasarana kegiatan bagi masyarakat umum. Sebut saja: fasilitas kesehatan; fasilitas
pendidikan; tempat ibadah; hotel; rumah makan dan usaha lain yang sejenis; sarana
olahraga; sarana transportasi darat, laut, udara, dan kereta api;stasiun dan terminal;
pasar dan pusat perbelanjaan; pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat
negara; dan tempat dan fasilitas umum lainnya (PP No.66/2014 tentang Kesling).
Di Indonesia peraturan yang terkait dengan TFU sebagai berikut :
1. Kepmenkes RI Nomor 1429 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan di Sekolah
2. Kepmenkes RI Nomor 1428 Tahun 2006 tentang Penyelelenggaraan Kesehatan
Lingkungan di Puskesmas
3. Permenkes RI Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
Dalam Ruang
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
14

4. Kepmenkes RI Nomor 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan


Perumahan
5. Kepmenkes RI Nomor 519 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pasar Sehat

Inspeksi Kesehatan Lingkungan di TFU


IKL adalah kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara Langsung terhadap media
lingkungan dalam rangka pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu
yang berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat. IKLdilakukan dengan
menggunakan instrumen baku yang terdapat dalam Lampiran Permenkes/ Kepmenkes
yang berlaku:

A. IKL Tempat dan Fasilitas Umum


1. Pengertian
a. Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau
gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial
b. Media lingkungan adalah media lingkungan air, udara, tanah, pangan, sarana
dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa penyakit
c. Standar baku mutu kesehatan lingkungan adalah spesifikasi teknis atau nilai
yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak
langsung terhadap kesehatan masyarakat
d. Persyaratan kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada
media lingkungan
e. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
f. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
g. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan.
h. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.
i. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas kereta api agar kereta api dapat dioperasikan
j. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana,
sarana, sumberdaya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan dan
prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api
k. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang
mengusahakan sarana perkeretaapian umum
l. Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian
m. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang
akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan
kereta api

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
15

n. Pasar adalah lembaga ekonomi tempat bertemunya pembeli dan penjual,


baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan transaksi
Perdagangan
o. Standar pasar adalah kualifikasi pasar yang didasarkan luas lahan dan jenis
bangunan beserta fasilitasnya sesuai dengan jenis kegiatan /produk yang
dihasilkan.
p. “Pasar rakyat” adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara,
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda
yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya
masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan
proses jual beli Barang melalui tawar-menawar.
q. Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksud adalah sarana
pendidikan yang bersifat formal, yang meliputi tiga tingkatan yaitu Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
r. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah, yang meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sederajat.
s. Pendidikan menengah adalah lanjutan pendidikan dasar, yang meiputi
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
t. Tempat ibadah adalah tempat dan fasilitas umum yang berfungsi
menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan
keagamaan bagi jamaah pemeluknya
u. Masjid menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan
kegiatan keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Islam
v. Gereja Keristen menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan
dan kegiatan keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Keristen
w. Gereja Katolik menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan
kegiatan keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Katolik
x. Pura menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan
keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Hindu
y. Vihara menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan
kegiatan keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Budha
z. Kelenteng menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan
kegiatan keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Khonghucu
aa. Pengelola tempat ibadah ialah orang atau sekelompok orang yang tergabung
dalam suatu organisasi bertujuan untuk melaksanakan tata kelola tempat
ibadah. Kata lain yang sering digunakan ialah pengurus, ta’mir dan lain-lain.
bb. Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk
kegiatan olahraga .
cc. Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan yang
digunakan untuk kegiatan olah raga dan atau penyelenggaraan keolahragaan
dd. Sarana dan prasarana olahraga adalah tempat tempat umum yang
dipergunakan masyarakan untuk melakukan kegiatan olahraga, baik sebagai
pelaku olahraga ataupun sebagai penonton
ee. Hotel adalah fasilitas dan tempat umum yang berfungsi memberikan
pelayanan akomodasi menginap berupa kamar-kamar di dalam suatu
bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum,
kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan
memperoleh keuntungan
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
16

ff. Usaha hotel adalah usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di


dalam suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan
dan minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan
tujuan memperoleh keuntungan
gg. Standar Usaha Hotel adalah rumusan kualifikasi usaha hotel dan atau
penggolongan kelas usaha hotel yang mencakup aspek produk, pelayanan
dan pengelolaan usaha hotel
hh. Hotel bintang adalah hotel yang telah memenuhi kriteria penilaian
penggolongan kelas hotel bintang satu, dua, tiga, empat dan lima
ii. Hotel non bintang adalah hotel yang tidak memenuhi kriteria penilaian
penggolongan kelas hotel bintang satu, dua, tiga, empat dan lima
jj. Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat
duduk lebih dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang
beratnya lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram. (PP no 5 Tahun 2012)
kk. Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan
untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
orang dan atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
ll. Pengelola sarana transportasi bus dan terminal ialah orang atau sekelompok
orang yang tergabung dalam suatu organisasi bertujuan untuk melaksanakan
tata kelola bus dan terminal
mm.Sistem transportasi laut: Suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara
penumpang, barang, sarana dan pasarana ruang darat dan laut yang
berinteraksi dalam rangka perpindahan penumpang atau barang yang
tercakup dalam tatanan baik alami maupun buatan.
nn. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan
batas batas tertentu sebagai tempat pemerinahan dan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik /turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang berupa terminal dan tempat berlabuh kapal
yang dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan inter dan
antar moda transportasi
oo. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban
arus lalu lintas kapal, penumpang dan /atau barang dan kelancaran dan
keselamatan berlayar, perpindahan intra dan /atau antar moda serta
mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan memperhatikan tata
ruang wilayah.
pp. Bandar udara (Bandara) adalah kawasan di daratan dan /atau perairan
degan batas-batas tertentu yang di gunakan sebagai tempat pesawat udara
mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang,bongkar muat barang, dan
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang di lengkapi degan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.
qq. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang diatmosfer
karena gaya angkat dari reaksi udara,tetapi bukan karena reaksi udara
terhadap permukaan bumi yang digunakn untuk terbang
rr. Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disingkat KKP adalah Unit
Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan diwilayah pelabuhan dan Bandar
udara.
ss. Route Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandara asal ke
bandara udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan.

2. Standar Baku Mutu


Standar Baku Mutu Media Air
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
17

2.1 Air minum


Standar baku mutu (SBM) air minum meliputi kualitas fisik, biologi, kimia dan
radioaktivitas. Parameter wajib harus diperiksa secara berkala sesuai
peraturan yang berlaku, sedangkan parameter tambahan merupakan
parameter yang wajib diperiksa hanya bagi daerah yang mengindikasikan
terdapat pencemaran kimia yang berhubungan dengan parameter kimia
tambahan tersebut.
Parameter wajib untuk SBM Fisik air minum ada 6 yaitu bau, warna, TDS,
kekeruhan dan suhu. Penentuan kadar maksimum bedasarkan pertimbangan
kesehatan melalui tolerable daily intake sebesar 2 liter/perorang/hari dengan
berat badan rata-rata 60 kg.
SMB biologi air minum yang wajib untuk dipenuhi agar kualitas air minum
aman dari kontaminan biologi karena berkaitan langsung dengan
perlindungan kesehatan. Ada 2 indikator untuk menilai kualitas biologi yaitu
Escherichia coli dan Total bakteri koliform yang harus tidak terdeteksi dalam
100 ml sampel air minum yang diperiksa.

SBM kimia air minum meliputi parameter wajib dan parameter tambahan, baik
dari kimia an-organik maupun organik. Semua parameter dalam kadar
maksimum yang diperbolehkan kecuali derajad keasaman (pH) yang
merupakan kisaran tersendah dan tertinggi yang diperbolehkan.
SBM untuk radioaktif dalam air minum berdasarkan pedoman WHO (2011)
meliputi gross alpha dan gross beta, sebagai penapisan adanya pencemaran
radionuklida dalam air. Satuan yang digunakan untuk SBM radioaktivitas
adalah Becquerel/liter air minum yaitu unit konsentrasi aktivitas radioaktif
yang mengalami disintegrasi perdetik. Gross alpha berkaitan dengan TDS
karena radiasi alpha sangat mudah diserap oleh partikel dalam air sehingga
dengan tingginya TDS mengganggu sensitivitas pemeriksaan radiasi alpha.
Sedangkan radiasi beta berhubungan dengan kadar kalium -40 dalam air
minum.

2.2 Air untuk keperluan hygiene dan sanitasi


Standar baku mutu air untuk keperluan hygiene dan sanitasi meliputi kualitas
fisik, biologi, kimia, dan radioaktivitas. Parameter wajib merupakan parameter
yang harus diperiksa secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sedangkan untuk parameter tambahan hanya
diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohodrologi mengindikasikan adanya
potensi pencemaran berkaitan dengan parameter tambahan. Air tersebut
digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan dan wudhu tenaga
kerja serta untuk keperluan sanitasi seperti peturasan dan toilet.
Parameter fisik air wajib yang harus diperiksa untuk keperluan hygiene dan
sanitasi. Dari jumlah parameter sama dengan air minum tetapi kadar
maksimum yang diperbolehkan berbeda karena airnya tidak untuk diminum
tetapi hanya untuk berkumur.
Parameter SBM biologi air untuk keperluan hygiene dan sanitasi sama
dengan untuk air minum tetapi untuk kadarnya berbeda untuk total koliform
karena tidak digunakan untuk air minum.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
18

Terdapat 10 parameter kimia yang wajib diperiksa secara berkala untuk SBM
kimia, sedangkan parameter tambahan berjumlah 26 dan masing-masing
kadarnya.
Parameter SBM radioaktivitas air untuk keperluan hygiene dan sanitasi sama
dengan parameter untuk air minum baik dari segi jumlah maupun kadar
tertinggi yang diperbolehkan.
2.3 Air kolam renang
Standar baku mutu air kolam renang meliputi kualitas fisik, biologi, kimia, dan
radioaktivitas.
Beberapa parameter fisik air kolam renang berbeda berdasarkan jenis kolam
renang dan bahan disinfektan yang digunakan dalam penyehatan air kolam
renang. Demikian pula ukuran luas per satuan pengguna/perenang, semakin
dalam kolam renang, semakin luas ruang yang diperlukan untuk setiap
pengguna.
Lima parameter yang ditetapkan sebagai SBM biologi dalam air kolam
renang. Empat parameter tersebut terdiri dari indikator pencemaran oleh tinja
(E. coli), bakteri yang tidak berasal dari tinja (Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan Legionella spp). Sedangkan Heterotrophic Plate
Count (HPC) bukan merupakan indicator keberadaan jenis bakteri tertentu
tetapi hanya mengindikasikan perubahan kualitas air baku atau terjadinya
pertumbuhan kembali koloni bakteri heterotrophic.
Standar baku mutu air kolam renang meliputi 5 parameter yaitu alkalinitas,
sisa khlor bebas, sisa klhor terikat, total khlor dan potensial reduksi
oksidasi (oxidation reduction potential). Konsentrasi minimum untuk setiap
parameter bergantung pada jenis kolam renang. Jika kolam renang
menggunakan disinfektan bromide, maka konsentrasi minimum juga berbeda
dibandingkan dengan konsentrasi khlorin. Masing-masing konsentrasi
minimum.
Parameter SBM radioaktivitas air kolam renang sama dengan parameter
untuk air minum baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang
diperbolehkan.

2.4 Air Solus Per Aqua (SPA)


Standar baku mutu air SPA meliputi kualitas fisik, biologi, kimia dan
radioaktivitas. Beberapa parameter pada SBM air SPA berbeda berdasarkan
jenis SPA (indoor atau outdoor). Menggunakan air alam atau air yang diolah
dan bahan disinfektan yang digunakan dalam penyehatan air SPA.
Standar baku mutu fisik air SPA terdiri dari parameter kekeruhan, suhu, pH
dan kejernihan. Untuk SPA yang menggunakan bahan disinfektan bromide,
kisaran SBM pHnya berbeda dengan SPA yang menggunakan khlorin
sebagai disinfektan.
Standar baku mutu (SBM) biologi untuk air SPA Parameternya meliputi
Escherichia coli, Heterotropic Plate Count (HPC), Pseudomonas aeruginosa,
dan Legionella spp. Angka maksimum Pseudomonas aeruginosa untuk air
SPA alam lebih besar daripada angka maksimum untuk air SPA yang diolah.
Standar baku mutu (SBM) kimia untukl air SPA terdiri dari kadar alkalinitas
dan 5 parameter yang berkaitan dengan bahan disinfektan dan efektivitas
pengolahan airnya. Jika menggunakan khlor sebagai disinfektan maka sisa
khlor minimum adalah 1 mg/l dan untuk air SPA panas lebih tinggi yaitu 2-3
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
19

mg/l karena suhu tinggi akan mempercepat hilangnya sisa khlor. Sedangkan
jika menggunakan bromide maka SBMnya meliputi sisa bromide dan total
bromide, dan untuk air SPA yang panas memerlukan lebih banyak sisa atau
total bromide untuk mengelola risiko biologi. Oxidation Reduction Potential
(ORP) ditetapkan untuk mengukur effektivitas disinfeksi air dengan minimum
ORP 720 mili Volt (mV) jika diukur dengan menggunakan silver chloride
electrode dan minimum 680 mV jika diukur dengan menggunakan silver
calomel electrode.
Parameter SBM radioaktivitas air SPA sama dengan parameter untuk air
minum baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang diperbolehkan.

2.5 Air Pemandian Umum


Standar baku mutu air pemandian umum meliputi kualitas fisik, biologi dan
kimia. Besaran nilai SBM bergantung pada jenis pemandian umum. Standar
baku mutu fisik air pemandian umum yang berasal dari air laut maupun air
tawar meliputi parameter suhu, indeks ultra violet, pH dan kejernihan.
Suhu air berkisar antara 15-35 oC dapat digunakan untuk rekreasi
(berenang/menyelam) dalam waktu yang cukup lama. Indeks ultra violet
adalah ukuran pajanan sinar matahari sekitar 4 jam terdekat dengan tengah
hari yang dapat berdampak kesehatan pada kulit dan mata. Derajat
keasaman berkisar antara 5 – 9 agar kualitas fisik, biologi dan kimia dapat
terjaga karena sifat air alami tanpa pengolahan. Parameter yang penting
lainnya adalah kejernihan. Kejernihan air pemandian umum dapat ditentukan
secara visual dengan terlihatnya cakram Secchi berdiameter 200mm dalam
minimal kedalaman 1,6 meter. Selain itu parameter kejernihan juga dapat
ditentukan dengan membandingkan kejernihan sumber air alami dengan air
pemandian umum yang sedang digunakan berkurang kejernihannya kurang
dari 20 persen.
Standar baku mutu biologi air untuk pemandian umum meliputi parameter
fisik, biologi dan kimia. SBM biologi ini terdiri dari dua nilai berdasarkan cara
dalam menghitungnya yaitu menggunakan nilai rata-rata geometric
(geometric mean) dan nilai batas secara statistik (statistical threshold value).
Ada 2 jenis parameter biologi yang digunakan untuk menilai kualitas biologi
yaitu Enterococci untuk air laut dan air tawar dan E. coli hanya untuk air tawar
dengan satuan colony forming unit (CFU) dalam 100 ml sampel air.
Pemeriksaan sampel dilakukan setiap sebulan sekali dan hasilnya dikatakan
memenuhi standar jika <10% sampel melebihi standar statistical threshold
value (STV).
Standar baku mutu kimia air pemandian umum hanya dalam satu parameter
yaitu oksigen terlarut/dissolved oxygen (DO) dalam satuan mg/liter, yaitu
sebesar kurang atau sama dengan 80% DO saturasi air alam yang
diperkirakan levih besar dari 6,5.

Standar Baku Mutu Media Udara


Untuk Standar Baku Mutu Udara dalam Ruang mencakup parameter Fisik, Bilogi,
Kimia dan Radiaktifitas.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
20

Untuk Standar Baku Mutu Udara Ambient mencakup parameter Fisik, Kimia,
Biologi dan Radioaktivitas

Standar Baku Mutu Media pangan


Standar baku mutu media pangan mencakup parameter fisik, biologi dan kimia.
Parameter fisik mencakup Suhu Penyimpanan Bahan Pangan; Penyimpanan
makanan jadi/masak; Suhu Penyimpanan Dingin Bahan Pangan dan Pangan;
Suhu dan waktu penyimpanan pangan siap saji dan pangan kering. Untuk
parameter biologi mencakup Standar Baku Mutu Biologi Pangan siap saji.
Sedangkan Parameter Kimia mengacu peraturan perundangan yang ada
(Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 TENTANG
PENETAPAN BATAS MAKSIMUM CEMARAN MIKROBA DAN KIMIA DALAM
MAKANAN)

Makanan seharusnya tidak mengandung:


Bakteri patogen, virus, atau mikroorganisme lainnya termasuk, tetapi tidak
terbatas padato, V.cholerae, Shigellaspp, Aeromonas, Rotavirus, Norovirus,
Yersinia, Cryptosporidiumspp, and Giardiaspp.; kontaminan, mycotoxins, bahan
pengawet berbahaya, antibiotik, atau bahan beracun lainnya ; bukti kontaminasi dari
hewan pengerat ataupun serangga,jamur yang terlihat,atau bahan asing jenis
apapun.

Standar Baku Mutu Sarana dan Bangunan


Standar baku mutu sarana dan bangunan mencakup: kecukupan air; Standar
Baku Mutu Minimum Kuantitas Air untuk Minum dan Keperluan Higiene dan
Sanitasi Tempat Pendidikan; Kecukupan air untuk Fasyankes; Rasio orang per
toilet secara umum; Sarana Sanitasi Sekolah; Sarana Sanitasi tempat olahraga
dan hiburan; Sarana Sanitasi Kolam Renang Umum; Sarana Sanitasi Pertokoan
dan Pusat Perbelanjaan; Sarana Sanitasi Fasyankes serta Luas/volume ruang
kerja.

Standar Baku Mutu Limbah Cair


Standar Baku Mutu Limbah Cair dari 35 jenis Industri mengacu Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah

Standar Baku Mutu Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit


Standar Baku Mutu Vektor terdiri dari Anopheles spp; Aedes spp dan Culex spp.
Untuk Standar Baku Mutu Binatang Pembawa Penyakit yaitu tikus, lalat, kecoa.

3. Persyaratan Kesehatan untuk semua Lokus TFU diatas


a. Media Air
b. Media Udara
c. Media Tanah
d. Media Pangan
e. Media Sarana dan Bangunan
f. Media Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

4. Kartu IKL TFU


Setiap TFU dibekali dengan kartu IKL sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
21

5. Pengawasan
Menteri Kesehatan atau kepala dinas kesehatan, provinsi dan kabupaten/kota
mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan:
a. Pemantauan dengan cara melakukan inspeksi kesehatan lingkungan
terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam mewujudkan media
lingkungan yang memenuhi SBMKL dan persyaratan kesehatan yang
dilakukan oleh setiap penyelenggara/pengelola TFU diatas
b. Pemeriksaan kualitas media lingkungan pada setiap jenis TFU dilakukan
dengan:
1) Pengambilan sampel
2) Pengujian laboratorium
3) Analisis hasil pemantauan dan pemeriksaan sampel lingkungan
4) Rencana tindak lanjut untuk remediasi maupun peningkatan kualitas
lingkungan
c. Dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
jenis TFU diatas secara berkala, para petugas kesehatan lingkungan
dibekali dengan sarana, alat dana tau instrumen sesuai jenis parameter
yang diwajibkan dalam SBMKL berupa alat pemeriksaan parameter
lingkungan dan kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan TFU
d. Hasil pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan tersebut
harus dianalisis untuk menjadi bahan rekomendasi tindak lanjut dan atau
bahan penilaian status kesehatan lingkungan pada setiap jenis TFU
diatas.
e. Dalam jangka menengah atau panjang, hasil pengawasan
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dapat menjadi bahan
rekomendasi kebijakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian terkait
dan Dinas terkait.

II. Rumah

Dalam rangka mengendalikan faktor risiko lingkungan yang dapat menimbulkan


penyakit atau gangguan kesehatan lainnya kepada masyarakat sekitar, sesuai dengan
amanah pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 162,
bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan lingkungan
merupakan kondisi dinamis dari interaksi masyarakat dengan lingkungan fisik, kimia,
biologis dan sosial yang merupakan faktor risiko kesehatan.

Fakta dari penyelenggaraan kesehatan lingkungan yaitu, 13 juta kematian di dunia


setiap tahun dapat dicegah dg lingkungan sehat, ⅓ penyakit (pada anak-anak di
bawah 5 tahun) disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti air yang tidak sehat dan
pencemaran udara. Penyehatan lingkungan akan mencegah 40% kematian, 41%
kematian karena infeksi saluran pernafasan dan 94% kematian karena diare. Di
negara maju, lingkungan yg sehat secara bermakna menurunkan insiden kanker,
penyakit jantung, asthma, infeksi saluran pernafasan, penyakit musculoskeletal,
kecelakaan lalu lintas, keracunan dan tenggelam. Oleh karena itu, pengelolaan
lingkungan permukiman yang bersih dan sehat merupakan kewajiban dan tanggung
jawab bersama baik pemerintah, swasta, dan masyarakat, sesuai dengan amanah UU
Kesehatan Pasal 163 (ayat 1), yaitu pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
22

menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi
kesehatan, yang mana dalam pelaksanaannya, tidak hanya koordinasi melalui lintas
program, tetapi lintas sektor juga terlibat di dalamnya.

Penyelenggaraan IKL dimaksudkan dalam rangka penilaian rumah sehat, dan


dilaksanakan sebagai berikut;
Pelaksana Penilaian
Petugas kesehatan lingkungan/sanitarian kabupaten/kota, termasuk petugas
kesehatan lingkungan/sanitarian puskesmas petugas kesehatan lingkungan/sanitarian
kabupaten/kota, termasuk petugas kesehatan lingkungan/sanitarian puskesmas
Substansi yang dinilai yaitu “minimal” persyaratan kesehatan berdasarkan peraturan
yang yang berlaku, yaitu;
a. Penyehatan air
 Akses terhadap air bersih kurang dari 50 meter
b. Penyehatan udara
 Laju alir udara pada ventilasi
 Kelembaban
 Pencahayaan
 Suhu
c. Penyehatan tanah
 Tidak diketemukan mikroba dan atau parasit (cacing/telur cacing) pembawa
penyakit di lingkungan rumah
d. Penyehatan sarana dan bangunan
 Tidak diketemukan mikroba, jamur, debu pada permukaan padat
e. Penyehatan pangan
 Memiliki tempat penyimpanan peralatan masak dan makan
 Jika tidak memakai jaringan perpipaan, maka tempat penampungan air
minum/matang serta kebutuhan memasak dalam keadaan tertutup
f. Pengamanan limbah (meliputi limbah cair, dan padat)
 Memiliki sarana pembuangan air limbah/SPAL, dan tidak terlihat sampah
berserakan
 Akses terhadap jamban kurang dari 50 meter
g. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit (seperti lalat, nyamuk,
kecoak, tikus, dan binatang pembawa penyakit lainnya)
 Tidak diketemukan di lingkungan dalam dan sekitar rumah

Alat Penilaian yaitu Formulir atau Kartu Rumah


Pengembangan dari variabel penilaian dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
daerah Metode Penilaian (Inspeksi Kesehatan Lingkungan/IKL)
Dalam melakukan IKL, petugas kesehatan lingkungan menggunakan formulir/kartu
rumah.

a. Sasaran
Inspeksi kesehatan lingkungan dilakukan terhadap seluruh rumah yang ada
b. Metode
1) Formulir/kartu rumah, merupakan alat penilaian dalam melakukan IKL
2) Pemeriksaan dilakukan secara visual seperti suhu, kelembaban, intensitas
pencahayaan, dan pengukuran langsung lainnya yang memungkinkan.
3) Peralatan dan bahan yang digunakan sesuai dengan sasaran pemeriksaan,
antara lain peralatan Kit Sanitarian, Food Contamination Kit, Water Test Kit dan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
23

peralatan lain sesuai dengan pedoman pelaksanaan atau pedoman teknis yang
ada.

2.4 Mekanisme Pelaksanaan Penilaian/IKL Rumah Sehat

Penilaian/IKL; Pengolahan Data Pengolahan Data Sederhana


Petugas Kesling/Sanitarian Sederhana di Puskesmas; di Kabupaten/Kota;
Puskesmas/Kabupaten Kompilasi daftar rumah Kompilasi daftar rumah
Petugas Kesehatan lainnya memenuhi syarat memenuhi syarat
di puskesmas kesehatan/tidak kesehatan/tidak
Tim Penggerak PKK tingkat berdasarkan nama dan berdasarkan nama dan
Desa/Kelurahan alamat serta kepemilikan alamat serta kepemilikan
Kader Kesehatan tingkat dusun/RT-RW tingkat desa/kelurahan

Pelaporan oleh Kab./Kota ditujukan kepada;


Dinkes Provinsi c.q. Seksi Penyehatan
Lingkungan
Dinas PUPera
Institusi terkait lainnya (contoh: Dinas PUPera)
sebagai rekomendasi

Kegiatan penyehatan rumah merupakan rangkaian upaya pengawasan kesehatan


lingkungan, pengendalian faktor risiko dan peningkatan kualitas sanitasi yang dilakukan
secara berkesinambungan, yaitu penilaian/ Inspeksi Kesehatan Lingkungan rumah
kembali dengan metode yang sama.

2.3.3. Penyehatan pangan


Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena
makanan yang aman akan melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya. Higiene Sanitasi Pangan adalah pengendalian
terhadap faktor makanan, orang, tempat dan peralatan yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang
disediakan di luar rumah, maka produk-produk pangan yang disediakan oleh
perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan pangan
untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya.
Hal ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan higiene dan
sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara
bersama oleh pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan/restoran, jasaboga/katering,
industri pangan, kantin, pangan jajanan, depot air minum dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan
menyediakan pangan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit
bahkan keracunan akibat dari pangan yang dihasilkannya. Dengan demikian
kualitas pangan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang
penting dan mempengaruhi kualitas higiene sanitasi pangan tersebut adalah
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
24

faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi pangan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan
kimia yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
Di Indonesia peraturan yang terkait dengan Higiene Sanitasi Pangan
diatur regulasi sebagai berikut :
1. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
3. Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Higiene
Sanitasi Makanan Jajanan
4. Kepmenkes RI Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran
5. Permenkes RI Nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga
6. Permenkes RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang KLB Keracunan Pangan
7. Permenkes RI Nomor 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air
Minum

Inspeksi kesehatan lingkungan di TPM dilakukan dengan menggunakan


instrumen baku yang terdapat dalam Lampiran Permenkes :
1. IKL Makanan Jajanan
a. Pengertian
1) Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh
pengrajin di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan
jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2) Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi
pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan,
pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan,
pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
3) Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman
baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan
dan bahan penolong.
4) Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
5) Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung
atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.
6) Pengelola sentra adalah orang atau badan yang
bertanggungjawab untuk mengelola tempat kelompok pedagang
makanan jajanan.
7) Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan
makanan jajanan.
8) Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan
makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah.
9) Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok
pedagang yang melakukan penanganan makanan jajanan.

b. Penjamah Makanan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
25

Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan


penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara
lain :
1) Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek,
influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
2) Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
3) Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
4) Memakai celemek, dan tutup kepala;
5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
6) Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau
dengan alas tangan;
7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga,
hidung, mulut atau bagian lainnya);
8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang
disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

c. Peralatan
1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan
makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan
memenuhi persyaratan hygiene sanitasi;peralatan yang sudah
dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;
2) lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
3) kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di
tempat yang bebas pencemaran.
4) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya
untuk sekali pakai.

d. Air, Bahan Makanan, Bahan Tambahan, dan Penyajian


Air
1) Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air
yang memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang
berlaku bagi air bersih atau air minum.
2) Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus
dimasak sampai mendidih.
Bahan Makanan
1) Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam
keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk.
2) Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi
makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di
Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak
rusak.
Bahan Tambahan
1) Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong
yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan
penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara
terpisah
3) Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk haru
disimpan dalam wadah terpisah.
Penyajian
1) Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat
perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
26

2) Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus


dan atau tertutup.
3) Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan
harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.
4) Pembungkus dilarang ditiup.
5) Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup
atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.
6) Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah
dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.
7) Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam)
jam apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali
sebelum disajikan.

e. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan
dari pencemaran.
Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu antara
lain:
1) mudah dibersihkan;
2) tersedia tempat untuk :
 air bersih;
 penyimpanan bahan makanan;
 penyimpanan makanan jadi/siap disajikan;
 penyimpanan peralatan;
 tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan);
 tempat sampah.
3) Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu, dan
pencemaran.
2. IKL Rumah makan dan restoran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melibatkan Asosiasi setempat
melaksanakan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi terhadap
rumah makan dan restoran yang telah memiliki sertifikat laik
hygiene sanitasi.
2. Pelaksanaan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran didahului dengan temu karya pengusaha oleh
Asosiasi tentang Hygiene sanitasi makanan.
3. Pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu Hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dengan menggunakan formulir RM. 2
4. Hasil pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dibuatkan Berita Acara dengan
menggunakan formulir RM.
5. Keputusan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan
dan restoran dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Asosiasi setempat berdasarkan
sebagaimana butir 3 dan 4.

6. Skore untuk penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah


makan dan restoran sebagaimana berikut :
a. Tingkat mutu C dengan skore : 700 – 800.
b. Tingkat mutu B dengan skore : 801 – 900.
c. Tingkat mutu A dengan skore : 901 – 1000.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
27

7. Setiap rumah makan dan restoran yang memenuhi tingkat mutu


sesuai dengan skore yang diperoleh diberikan tanda plakad
tingkat mutu sebagai berikut :
a. Tingkat mutu A dengan latar belakang putih dan huruf biru.
b. Tingkat mutu B dengan latar belakang cream dan huruf hijau.
c. Tingkat mutu C dengan latar belakang hijau dan huruf putih.
8. Plakad tingkat mutu yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Asosiasi setempat harus
dipasang pada bagian bangunan rumah makan dan restoran yang
mudah dilihat oleh pengunjung. 9. Tingkat mutu hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran berlaku selama 3 (tiga) tahun dan
akan ditinjau kembali setelah 12 (dua belas) bulan kemudian.
9. Pemeriksaan ulang tingkat mutu hygiene sanitasi dilakukan
sewaktu-waktu yang didahului dengan kursus-kursus hygiene
sanitasi makanan.
10. Bilamana dari hasil pemeriksaan ulang menunjukkan penurunan
berturut-turut selama masa dua kali pemeriksaan, maka tingkat
mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dapat dicabut
atau diturunkan.
11. Bagi rumah makan dan restoran yang memperoleh skore di bawah
persyaratan tingkat mutu yang bersangkutan diberitahukan secara
tertulis disertai dengan saran perbaikan menggunakan formulir
RM. 6.
12. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Asosiasi
melaporkan hasil kegiatan penetapan tingkat mutu secara berkala
dengan menggunakan formulir RM kepada Bupati/Walikota
setempat dan disebarluaskan kepada masyarakat.
13. Bupati/Walikota secara berkala setahun sekali dapat
mempublikasikan rumah makan dan restoran yang telah memiliki
predikat tingkat mutu hygiene sanitasi kepada masyarakat umum
dengan menggunakan formulir RM.
14. Skore hasil penilaian Pembinaan dan Pengawasan serta
Penetapan Tingkat Mutu atau Grade rumah makan dan restoran
dari waktu ke waktu agar dicatat dan di hari-hari besar tertentu
dapat dipakai sebagai dasar penilaian lomba hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dan diumumkan secara resmi oleh
Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam suatu upacara
hari besar (Reward System).

3. IKL Jasaboga
a. Jasaboga golongan A1
Kriteria :
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan
pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan
dikelola oleh keluarga.
Persyaratan teknis:
1) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang
tidur.
2) Ventilasi/penghawaan
Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup,
harus menyediakan ventilasi buatan untuk sirkulasi udara.
Pembuangan udara kotor atau asap harus tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan.
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
28

3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan


Tersedia tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan yang
terpisah dengan permukaan halus dan mudah dibersihkan.
4) Penyimpanan makanan
Untuk tempat penyimpanan bahan pangan dan makanan jadi
yang cepat membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah
lemari es (kulkas).

b. Jasaboga golongan A2
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan
pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan
memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan Teknis:
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
- Pengaturan ruang: Ruang pengolahan makanan harus
dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan
tempat pengolahan makanan dengan ruang lain.
- Ventilasi/penghawaan: Pembuangan asap dari dapur
harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap yang
membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak
mengotori ruangan.
- Penyimpanan makanan: Untuk penyimpanan bahan
pangan dan makanan yang cepat membusuk harus
tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).
- Ruang ganti pakaian: Bangunan harus dilengkapi
dengan ruang/tempat penyimpanan dan ganti pakaian
dengan luas yang cukup; dan Fasilitas ruang ganti
pakaian berada/diletakkan di tempat yang dapat
mencegah kontaminasi terhadap makanan.
c. Jasaboga golongan A3
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum,
dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan
memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
- Pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus
terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal.
- Ventilasi/penghawaan: pembuangan asap dari dapur
harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap atau
cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat
penangkap asap (smoke hood).
- Ruang pengolahan makanan :Tempat memasak
makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat
penyiapan makanan matang. Harus tersedia lemari
penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –50C
dengan kapasitas yang cukup untuk melayani kegiatan
sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang
digunakan.
- Alat angkut dan wadah makanan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
29

1. Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan


dengan konstruksi tertutup dan hanya dipergunakan
untuk mengangkut makanan siap saji.
2. Alat/tempat angkut makanan harus tertutup
sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaan
halus dan mudah dibersihkan.
3. Pada setiap kotak (box) yang dipergunakan sekali
pakai untuk mewadahi makanan, harus
mencantumkan nama perusahaan, nomor Izin Usaha
dan nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
- Jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan
kotak, harus mencantumkan nama perusahaan dan
nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene
Sanitasi di tempat penyajian yang mudah diketahui
umum.

d. Jasaboga Golongan B
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk
asrama jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai,
perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan pengolahan
yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis :
a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Halaman
Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap
lemak (grease trap) sebelum dialirkan ke bak penampungan air
kotor (septic tank) atau tempat pembuangan lainnya.
2) Lantai
Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati
dan harus lengkung (conus) agar mudah dibersihkan.
3) Pengaturan ruang
Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang
terpisah dari ruang pengolahan makanan.
4) Ventilasi/penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan
penangkap asap (hood), alat pembuang asap dan cerobong
asap.
5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
(a) Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan
halus dan mudah dibersihkan.
(b) Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan
larutan kaporit 50 ppm atau air panas 80oC selama 2
menit.
(c) Tempat cuci tangan
Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1
(satu) buah tempat cuci tangan dengan air mengalir yang
diletakkan dekat pintu dan dilengkapi dengan sabun.
(d) Ruang pengolahan makanan
Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah
dari ruang tempat penyimpanan bahan makanan.Tersedia
lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu –

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
30

5oC sampai –10oC dengan kapasitas yang cukup memadai


sesuai dengan jenis makanan yang digunakan.

e. Jasaboga Golongan C
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum
internasional dan pesawat udara dengan pengolahan yang
menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan:
a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Ventilasi/penghawaan
a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood),
alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang
dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala.
b) Ventilasi ruangan dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan
yang dapat menjaga kenyamanan ruangan.
2) Fasilitas pencucian alat dan bahan
a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam
makanan seperti stainless steel.
b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus
mempunyai kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).
3) Ruang pengolahan makanan
a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara
terpisah sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang
digunakan seperti daging, telur, unggas, ikan, sayuran dan
buah dengan suhu yang dapat mencapai kebutuhan yang
disyaratkan.
b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan
makanan kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah
membusuk.
c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan
menggunakan roda penggerak sehingga ruangan mudah
dibersihkan.

2.3.4. Pengamanan limbah dan radiasi


Pengelolaan limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)
dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan sesedikit mungkin dan bahkan
diusahakan sampai nol, yang dilakukan dengan cara mengurangi dan/ atau
menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun.
Limbah yang termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu :
1. karakteristik infeksius;
Limbah Infeksius Contoh
Darah Serum, plasma, dan komponen
darah lainnya
cairan tubuh Semen, sekresi vagina, cairan
serebrospinal, cairan pleural,
cairan peritoneal, cairan
perikardial, cairan amniotik, dan
cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi darah.
Limbah laboratorium yang
bersifat infeksius
Limbah yang berasal dari
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
31

kegiatan isolasi
Limbah yang berasal dari
kegiatan yang menggunakan
hewan uji
2. benda tajam;
3. patologis;
4. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan,
atau sisa kemasan;
5. radioaktif;
6. farmasi;
7. sitotoksik;
8. peralatan medis yang memiliki
kandungan logam berat tinggi; dan
9. tabung gas atau kontainer bertekanan.

Tidak termasuk dalam kelompok cairan tubuh yaitu:


a. urin, kecuali terdapat darah,
b. feses, kecuali terdapat darah, dan
c. muntah, kecuali terdapat darah.

Tahapan pengelolaan limbah B3 di fasyankes :

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
32

1. Pengurangan dan Pemilahan


a. Menghindari penggunaan material yang
mengandung bahan berbahaya dan
beracun apabila terdapat pilihan yang lain
b. Melakukan tata kelola yang baik (good
house keeping) setiap bahan atau
material yang berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan dan/atau
pencemaran terhadap lingkungan
c. Melakukan pemisahan aliran limbah
(waste stream) menurut jenis, kelompok,
Contoh Pengurangan
dan/atau karakteristik limbah
d. Melakukan tata kelola yang baik
pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi untuk menghindari
terjadinya penumpukan dan kedaluwarsa; dan
e. Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap peralatan
sesuai jadwal.
2. Penyimpanan Limbah B3
Limbah B3 harus disimpan di tempat penyimpanan khusus yang tidak
dapat diakses oleh masyarakat umum maupun binatang. Tempat
penyimpanan B3 harus memiliki ijin yang dikeluarkan oleh BLHD
setempat. Dalam hal Fasyankes tidak dapat melakukan pengelolaan maka
limbah B3 dapat diserahkan kepada fasyankes lain yang memiliki ijin
paling lama 2 (2 hari) sejak limbah dihasilkan.
Penyimpanan limbah harus menggunakan wadah/kemasan sesuai
kategori limbah yang dihasilkan. Warna kemasan (plastik) sesuai
karakteristik limbah dan serta diberikan simbol dan label pada setiap
kemasan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
33

3. Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan insitu : dari penghasil limbah B3 ke TPS
Pengangkutan exsitu : dari TPS ke pengolah limbah yang berijin.
Pengangkutan ke luar fasyankes dapat dilakukan oleh pihak ke 3
(transporter) atau dilakukan sendiri dengan menggunakan kendaraan
khusus (roda 3) dengan persetujuan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi
Lingkungan Hidup.
Pengangkutan limbah wajib menggunakan alat angkut yang berijin,
terdapat symbol limbah B3 pada kendaraan dan dilengkapi dengan
manifest limbah B3.
4. Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengolahan secara termal
dan non termal. Pengolahan limbah secara termal menggunakan
peralatan seperti autoklaf, gelombang mikro, iradiasi frekuensi radio dan
incinerator.
5. Penguburan Limbah B3
Penguburan limbah B3 hanya dapat dilakukan untuk limbah patologis dan
limbah benda tajam. Penguburan limbah B3 harus memperoleh
persetujuan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup.
6. Penimbunan Limbah B3
Penimbulan limbah dilakukan terhadap limbah B3 berupa abu terbang
incinerator dan slag (abu dasar incinerator). Penimbunan dapat dilakukan
di penimbunan saniter atau penimbunan terkendali atau penimbunan
limbah akhir B3 yang memiliki izin pengelolaan limbah B untuk kegiatan
penimbunan limbah B3. Sebelum dilakukan penimbunan, limbah wajib di
enkapsulasi atau enertisasi.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
34

IKL Pengelolaan Limbah Medis Cair

1. Pengertian
Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
Fasyankes yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, kotoran, dan darah yang berbahaya bagi kesehatan. Pengelolaan limbah
cair adalah proses penanganan limbah cair dari sumber penghasil, penyaluran
hingga pengolahannya termasuk pengawasan, pencatatan dan pelaporan
sehingga memenuhi baku mutu efluen yang berlaku dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Volume
limbah yang dihasilkan per hari per tempat tidur yaitu 500 s.d. 950 liter atau rata-
rata 650 liter, sedangkan 20 s.d. 60 liter per orang per hari untuk petugas.

2. Prinsip dan Tujuan Pengolahan


Prinsip pengolahan limbah yaitu menghilangkan atau mengurangi kontaminan
yang terdapat di dalam limbah cair sehingga hasil olahan limbah dapat
dimanfaatkan kembali atau tidak mengganggu lingkungan apabila dibuang ke
lingkungan.
Tujuan pengelolaan limbah yaitu:
a. Mengurangi jumlah padatan tersuspensi.
b. Mengurangi jumlah padatan terapung.
c. Mengurangi jumlah bahan organik.
d. Menghilangkan mikroorganisme patogen.
e. Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
f. Mengurangi unsur nutrisi (N dan P) yang berlebihan.
g. Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap ekosistem.

3. Metode Pengolahan Limbah Cair


a. Pre-Treatment (Pra Pengolahan)
Proses pendahuluan yang berlangsung dan dilakukan untuk menghilangkan
benda-benda kasar/sampah dalam limbah cair yang berukuran besar dan
mudah terlihat mata, seperti kayu, plastik, sisa kain, pasir, dll.

b. Primary Treatment (Pengolahan Primer)


Proses yang berlangsung secara fisik, yakni padatan dibiarkan mengendap
atau terapung, kemudian dipisahkan. Proses ini mereduksi Bological Oxygen
Demand sebanyak 25-30% dan Total Suspended Solid sebanyak 50-60%.

c. Primary Treatment (Pengolahan Primer)


Proses yang berlangsung secara fisik, yakni padatan dibiarkan mengendap
atau terapung, kemudian dipisahkan. Proses ini mereduksi Bological Oxygen
Demand sebanyak 25-30% dan Total Suspended Solid sebanyak 50-60%.

d. Tertiary Treatment (Pengolahan Tersier)


Proses pengolahan untuk memperoleh sludge atau lumpur dari primary dan
secondary treatment.

e. Tertiary Treatment (Pengolahan Tersier)

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
35

Proses pengolahan untuk memperoleh sludge atau lumpur dari primary dan
secondary treatment.

4. Teknologi Pengelolaan Limbah Cair


a. Teknologi Septic Tank dan Lumpur Aktif

Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Kadang-kadang
 Dapat mengolah limbah cair dengan beban konsentrasi BOD air
BOD yang besar. olahan masih tinggi.
 Dapat dipasang beberapa tahap (multi  Terjadi bulking atau
stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi buih (foam) seperti
beban pengolahan. pada lumpur aktif
 Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi,
sehingga efisiensi penghilangan amonium
lebih besar

b. Teknologi Extended Aeration

Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Dalam proses
 Lahan yang dibutuhkan relatif kecil. diperlukan bahan
 Biaya operasi rendah. tambahan berupa
 Dibandingkan dengan lumpur aktif, lumpur biofilter.
yang terjadi relatif lebih sedikit.  Biaya investasi relatif
 Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor lebih besar.
yang dapat menyebabkan eutrofikasi  Pada keadaan jenuh
pertumbuhan yang tidak terkendali pada dengan biofilm yang
tanaman air (gulma). sudah tebal, maka
 Dapat digunakan untuk limbah cair yang biofilter harus
beban BOD cukup besar. dibersihkan agar bekerja
 Suplai udara untuk aerasi lebih sedikit. optimal.

c. Teknologi Rotating Biological Contactor

Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Pengendalian jumlah
 Untuk kapasitas kecil/paket, dibandingkan mikroorganisme sulit
dengan proses lumpur aktif konsumsi energi dilakukan.
lebih rendah.  Sensitif terhadap
 Dapat dipasang beberapa tahap (multi perubahan temperatur.
stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi  Kadang-kadang
beban pengolahan. konsentrasi BOD air
 Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, olahan masih tinggi.
sehingga efisiensi penghilangan amonium  Dapat menimbulkan
lebih besar. pertumbuhan cacing
 Tidak terjadi bulking atau buih (foam) seperti rambut dan bau yang
pada lumpur aktif. tidak sedap.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
36

d. Teknologi Filter Anaerobik

Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Memerlukan lahan yang
 Proses pengolahan sangat sederhana. cukup luas.
 Tidak diperlukan mesin blower yang  Hanya diterapkan untuk
memerlukan biaya operasional dan limbah cair dengan debit
pemeliharaan yang tinggi. yang terlalu besar.
 Tidak menggunakan bahan kimia.  Menghasilkan gas
pembusukan (metana
dan sulfida) yang dapat
mengganggu estetika.
 Dihasilkan scum
(endapan terapung)
yang harus dibersihkan
dari sistem

e. Teknologi Anaerobik-Aerobik

Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Biaya investasi lebih
 Proses pengolahan sangat sederhana. mahal.
 Dapat mengolah limbah cair dengan beban  Menghasilkan bau
organik tinggi. metana dan sulfida pada
 Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor. bak anaerob.
 Suplai oksigen relatif kecil.
 Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
 Tahan terhadap shock loading.
 Tidak menggunakan bahan kimia

5. Cara Memilih IPAL


Menentukan kapasitas IPAL dengan Asumsi 80 % x jumlah tempat tidur (tidur 5
tahun) x 0,5 m3/hari/tempat tidur. 0,5 m3/hari/tempat tidur adalah jumlah
pemakaian air bersih (WHO). Dalam memilih Ipal yang digunakan sebaiknya
mempertimbangkan hal-hal berikut ini.
a. Memahami dengan benar konsep yang terjadi pada setiap sistem IPAL
b. Keuntungan dan kerugian yang terjadi jika memakai IPAL
c. Sebaiknya melihat IPAL yang sudah beroperasi di tempat lain minimal 3 tahun
d. Sebaiknya sistem IPAL ekonomis dalam operasional, pemeliharaan, dan
perawatan
e. Risiko kesulitan dalam operasional, pemeliharaan, dan perawatan
f. Efektivitas IPAL terhadap pengolahan parameter
g. Hasil efluen air limbah memenuhi baku mutu (dibuktikan dengan hasil uji)
h. Jika ada rencana pengembangan, sebaiknya gunakan IPAL yang dapat
dipindahkan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
37

2.4. Intervensi Kesehatan Lingkungan


Intervensi kesehatan lingkungan adalah tindakan penyehatan, pengamatan dan
pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik,
kimia biologi maupun sosial yang dapat berupa :
1. Komunikasi, informasi dan edukasi serta penggerakan/pemberdayaan masyarakat.
2. Perbaikan dan pembangunan sarana
3. Pengembangun teknologi tepat guna
4. Rekayasa lingkungan
Dalam pelaksanaanya interfensi kesehatan lingkungan harus mempertimbangkan
tingkat risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan. Pada prinsipnya
pelaksanaan intervensi lingkungan dilakukan oleh pasien sendiri. Dalam hal
cakupan intervensi kesling menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan
bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat/swasta.

1. Komunikasi, Intervensi dan Edukasi


Pelaksanaan KIE dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan
perilaku masyarakat terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan
sehingga dapat mencegah penyakit dan atau gangguan kesehatan akibat factor risiko
lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar masyarakat umum mengenal
lebih dulu, kemudian manjadi mengetahui, setelah itu mau melakukan dengan
pilihan/opsi yang sudah disepakati bersama.
Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memelihara
dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama-sama (gotong royong)
melibatkan semua unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan
dilakukan secara berkala.
Contoh :
 Pemasangan dan /atau penayangan media promosi kesehatan lingkungan pada
permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi dan tempat dan fasilitas umum
 Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan mengubur), pembuatan
sarana sanitasi dan sarana pengendalian vector.
 Pemicuan, pendampingan dan percontohan untuk menuju Sanitasi Total pada
kegiatan STBM
 Gerakan bersih desa

PEMICUAN STBM

a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan


Dasar utama pemicuan adalah bagaimana masyarakat memahami alur penularan
penyakit yang disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat, sehingga masyarakat
menjadi tau dengan sendirinya terkait perilaku dan kondisi lingkungannya selama ini,
sehingga dengan mengetahui kondisi tersebut masyarakat harapannya mempunyai
komitmen secara kolektif untuk berubah perilakunya dan mempunyai kemauan untuk
membangun akses sanitasi secara mandiri dan bersama-sama.
Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan digunakan sebagai sarana untuk
memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat PRA
yang diperlukan, seperti:
 Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada
mobilisasi masyarakat)

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
38

 Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling
sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan
bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa
malunya.
 Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana
kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.

Alur penularan penyakit (diagram F) :

b. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan.


Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga
target utama yang diharapkan dari pendekatan CLTS yaitu: merubah perilaku
sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang
tempat dapat tercapai.
Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan
perilaku sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik

o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang

o Perasaan takut sakit

o Perasaan takut berdosa

o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
39

Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang
digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.

Hal – hal yang


harus dipicu Alat yang digunakan

Rasa jijik  Transect walk

 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,


kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan
/ beras, wudlu, dll

Rasa malu  Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)

 FGD (terutama untuk perempuan)

Takut sakit FGD:


 Perhitungan jumlah tinja

 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung


data puskesmas

 Alur kontaminasi

Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang
relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan
manusia itu sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan
masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.

Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga
faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah
terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan CLTS tidak ada unsur subsidi
sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat
pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi atau mengatasi
faktor penghambat tersebut.

Hal-hal yang menjadi penghambat Solusi


pemicuan di masyarakat
Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan
Faktor gengsi; malu untuk membangun Gali model-model jamban menurut masyarakat
jamban yang sangat sederhana (ingin dan jangan memberikan 1 pilihan model
jamban permanen) jamban
Tidak ada tokoh panutan Munculkan natural leader, jangan mengajari
dan biarkan masyarakat mengerjakannya
sendiri.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
40

c. Apa yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan.


Dalam CLTS, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan
tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat.
Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat “menolak” untuk
mengimplementasikan pendekatan CLTS dalam komunitas mereka, namun peran
fasilitator sangat berpengaruh. Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari
oleh fasilitator dan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi
masyarakat. Misalnya:

JANGAN LAKUKAN LAKUKAN


Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada
subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat
bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi
jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan
proses.
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa
kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan malu
dan mendorong orang dari BAB di sembarang
tempat menjadi BAB di tempat yang tetap dan
tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan
kepada orang perorangan alat untuk proses fasilitasi.
Menjadi pemimpin, mendominasi Fasilitator hanya menyampaikan “ pertanyaan
proses diskusi. (selalu menunjukkan sebagai pancingan” dan biarkan masyarakat
dan menyuruh masyarakat melakukan yang berbicara/diskusi lebih banyak.
ini dan itu pada saat fasilitasi).
(masyarakat yang memimpin).
Memberitahukan apa yang baik dan Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
apa yang buruk
Langsung memberikan jawaban Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat
terhadap pertanyaan-pertanyaan kepada masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi
masyarakat bagaimana sebaiknya menurut bapak/ibu?”

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
41

Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah

 Semua masyarakat BB hanya dijamban yang sehat dan buang


tinja/kotoran bayi hanya kejamban yang sehat ( termasuk di sekolah ),

 Tidak terlihat tinja/kotoran manusia dilingkungan sekitar,

 Ada penerapan sangsi, peratura tau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencagah kejadiaan BAB disembarang tempat,

 Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuata oleh masyarakat


untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat,

 Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total

i. Rencana Pengamanan Air minum

A. Definisi RPAM

Water Safety Plan (WSP) atau dapat diterjemahkan sebagai Rencana Pengamanan Air
Minum (RPAM) di definisikan sebagai upaya pengamanan air minum mulai dari sumber
(cathment) sampai air siap minum di rumah tangga yang dilakukan oleh berbagai pihak
secara terpadu dengan menggunakan pendekatan analisis dan manajemen risiko untuk
mencapai standar kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.

B. Tujuan RPAM
Tujuan utama dari pelaksanaan RPAM adalah untuk menjamin keamanan penyediaan air
minum kepada pemanfaatnya/konsumen. Tujuan lain dari pelaksanaan RPAM adalah :

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
42

 Menciptakan pengelolaan sistem air minum yang menjamin aspek 4K (Kualitas,


Kuantitas, Kontinuitas dan Keterjangkauan) air minum;
 Untuk menciptakan kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan air minum secara efektif dan efisien

C. Acuan penilaian Kinerja RPAM

Sebagai acuan penilaian besarnya risiko, hasil produksi dan kinerja RPAM dengan konsep
yang 4K didefinisikan sebagai berikut :
 K1 (Kualitas) adalah acuan kualitas air minum yang layak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. K1 ini menggunakan standar air minum yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
 K2 (kuantitas) adalah acuan jumlah air yang dinilai mencukupi bagi pola hidup/
penggunaan air masyarakat. K2 ini menggunakan standar kebutuhan pokok air minum
yaitu 10 M3/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum 01/PRT/M/2014
 K3 (Kontinuitas) adalah acuan tidak terputusnya aliran air dari instalasi pengolahan air
minum kepelanggan. K3 ini menggunakan standar lama pengaliran tak terputus selama
24 jam/hari
 K4 (Keterjangkauan) adalah acuan harga air minum yang layak bagi masyarakat sesuai
dengan Permendagri no 23 tahun 2006 yaitu tidak melampaui 4 % dari pendapatan
masyarakat pelanggan

D. Sarana Air Minum Komunal


Sarana air minum komunal merupakan salah satu bentuk dari penyediaan air minum
berbasis masyarakat, merupakan sistem penyediaan air minum yang diprakarsai, dipilih,
dibangun dan dibiayai oleh masyarakat dan atau dengan bantuan pihak lain, dikelola
secara berkelanjutan oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan kelompok pengguna
air bersangkutan baik didaerah perkotaan maupun perdesaan yang belum terlayani oleh
PDAM atau lembaga resmi lainnya sebagai pengelola air minum.

E. Indikator keberhasilan RPAM komunal

Tingkat keberhasilan pelaksanaan RPAM pada sarana air minum komunal ditentukan
dengan indikator-indikator sebagai berikut :
a. Masyarakat dapat menikmati air minum yang aman dengan memenuhi prinsip
kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan yang lebih baik.
b. Terbentuknya kelompok masyarakat yang mampu menyelenggarakan pembangunan
sistem penyediaan air minum secara mandiri dan berkelanjutan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
43

F. Tahapan RPAM Komunal


Pada prinsipnya pendekatan RPAM dapat diterapkan untuk semua sistem penyediaan
air minum, termasuk sistem penyediaan air minum yang dikelola oleh masyarakat.
Secara sederhana panduan tahapan RPAM komunal adalah seperti pada gambar siklus
berikut :

a. Tahap 1 : Membentuk Tim RPAM


Tahap ini membahas proses awal dari penerapan RPAM komunal yang
sangat penting. Sarana air minum dimiliki oleh masyarakat, oleh karena itu
masyarakatlah yang berhak untuk menentukan siapa saja yang pantas
dan tepat menjadi anggota tim RPAM. Tim ini berfungsi untuk
meningkatkan pemahaman yang memadai tentang sistem penyediaan air
minum yang memenuhi persyaratan kesehatan

b. Tahap 2 : Gambaran Sistem Penyediaan Air Minum Masyarakat


Tahap ini menguraikan analisis terhadap komponen-komponen
penyediaan air minum yang ada saat ini, mulai dari sumber air baku,
sistem intake air baku, sistem transmisi, instalasi pengolahan air, sampai
dengan sistem distribusi ke pelanggan/konsumen/sambungan rumah.
Selain hal-hal yang bersifat teknis operasional dan infrastruktur akan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
44

dibahas pula faktor risiko yang bersifat non teknis, seperti perilaku
masyarakat.

c. Tahap3 : Identifikasi potensi bahaya dan kejadian bahaya.


Tahap ini menjelaskan identifikasi bahaya beserta analisis risikonya dan
mencari alternatif-alternatif upaya pengendalian yang perlu dilakukan.
Penjelasan tersebut merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap
penilaian risiko

d. Tahap 4 : Identifikasi Tindakan Perbaikan dan Penyusunan Rencana Perbaikan


Mendasar pada hasil penilaian risiko, tahap ini menguraikan penerapan
upaya pengendalian baik yang bersifat mendesak (prioritas) maupun
untuk jangka menengah yang harus dilakukan

e. Tahap 5 : Penyusunan rencana monitoring dan verifikasi pelaksanaan RPAM


Tahap ini menjelaskan proses pemantauan terhadap upaya
pengendalian yang dilakukan dan memverifikasi efektivitas penerapan
RPAM yang telah dilakukan pada sarana air minum.

f. Tahap 6 : Pendokumentasian, kajian ulang dan pengembangan semua aspek


pelaksanaan RPAM
Tahap ini menjelaskan proses dokumentasi penerapan RPAM termasuk
Standar Prosedur Operasional (SPO) yang diperlukan serta proses
pengkajian ulang terhadap RPAM yang telah disusun untuk dilakukan
perbaikan serta pengembangan.

2. Perbaikan dan pembangunan sarana


Perbaikan dan pembanunan sarana diperlukan apabila pada hasil inspeksi kesehatan
lingkungan menunjukkan adanya faktor risiko lingkungan penyebab penyakit dan/atau
gangguan kesehatan pada lingkungan dan/atau rumah pasien. Perbaikan dan
pembangunan sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum,
sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta
sarana kesling lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan kesling
Tenaga kesling dapat memberikan disain untuk perbaikan dan pembangunan sarana
sesuai dengan tingkat risiko dan standar atau persyaratan kesling dengan
mengutamakan material lokal.
Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut :
 Penyediaan sarana cuci tangan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
45

 Pembuatan saringan air sederhana


 Pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah kontaminasi air
dan berkembang biaknya vektor
 Pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan
 Pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen pada lantai
tanah dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.

3. Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG)


Pengembangan teknologi tepat guna (TTG) merupakan upaya alternatif untuk
mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit dan/atau gangguan
kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna dilakukan dengan
mempertimbangkan permasalahan yang ada dan ketersediaan sumber daya setempat
sesuai kearifan lokal.
Pengembangan TTG secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat, memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat
efektif dan efisien, praktis dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya
mudah, serta mudah dikembangkan.

4. Rekayasa lingkungan.
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau kondisi
lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi,
maupun kimia serta gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit.
 Pemeliharaan ikan kepala timah dan cupang
ikan predator ini bisa digunakan untuk membasmi jentik nyamuk yang berada
dalam air yang tergenang, bukan air yang mengalir.
Organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa larva diantaranya ikan-ikan
pemakan larva, seperti ikan kepala timah dan cupang. Keuntungan menggunakan
secara biologis : tidak ada kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan sekitarnya.

 Pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup
Larvasida adalah jenis pestisida yang biasanya berbentuk butiran atau briket yang
digunakan untuk aplikasi pengendalian larva atau jentik nyamuk DBD maupun
malaria.
Untuk menekan populasi larva adalah dengan menggunakan larvasida (pembunuh
larva), baik secara biologis maupun kimiawi. Larvasida yang digunakan biasanya
terbatas pada wadah yang digunakan di rumah tangga dan tidak dapat dibuang,
seperti vas bunga, wadah penyimpanan air bersih, kolam dsb.
Bubuk abate merupakan salah satu larvasida kimia yang efektif dan mudah, aman
serta praktis digunakan.
Takaran bubuk abate sbb : 1 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate
Satu sendok makan peres berisi 10 gram abate
Selama 3 bulan bubuk abate dalam air tersebut ampu membunuh larva aedes aegypti.
Selama 3 bulan jika tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut.
Air yang telah dibubuhi abate dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan
tetap aman jika air tersebut diminum.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
46

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
47

BAB III
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan

Kegiatan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas antara lain melaksanakan


pembinaan dan pengawasan sarana air minum (SAM), tempat-tempat umum
(TTU), dan tempat pengelolaan makanan (TPM) dengan melaksanakan
kegiatan inspeksi kesehatan lingkungan SAM, TTU, dan TPM.

Kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaksanakan dalam gedung Puskesmas


adalah melaksanakan konseling kesehatan lingkungan (pemberdayaan individu)
dan promosi kesehatan lingkungan (penyuluhan, pemberdayaan, dan informasi
media lain).
Kegiatan kesehatan lingkungan model kawasan dilaksanakan oleh Puskesmas
dalam bentuk kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu
gerakan masyarakat desa menerapkan 5 pilar STBM : stop buang air besar
sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan
rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, pengamanan limbah cair
rumah tangga (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

Instrumen yang digunakan dalam kegiatan kesehatan lingkungan adalah:


a. Register Data Dasar Sarana Air Minum
b. Kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum
c. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum
d. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum Menurut Desa
(bulan dan tahun)
e. Kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan Rumah
f. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Rumah
g. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Rumah Menurut Desa (bulan dan
tahun)
h. Register Data Dasar Sarana Tempat-Tempat Umum
i. Kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat-Tempat Umum
j. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum
k. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat-Tempat Umum Menurut
Jenis TTU (bulan dan tahun)
l. Register Data Dasar Sarana Tempat pengelolaan Makanan
m.Kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Tempat Pengelolaan Makanan
n. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Tempat-tempat Pengelolaan
Makanan
o. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Tempat-Tempat
Pengelolaan Makanan Menurut Jenis Sarana (bulan dan tahun).
p. Formulir Identifikasi Keluarga Melaksanakan Stop Buang Air Besar
Sembarangan (SBS)/ODF
q. Formulir Identifikasi Keluarga Melaksanakan STBM
r. Register Pembinaan dan Penilaian Desa STBM
s. Register Verfikasi Desa STBM
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
48

t. Kartu Konseling Kesehatan Lingkungan/Kartu Status Kesehatan Lingkungan


u. Register Konseling Kesehatan Lingkungan (Klinik Sanitasi)

Kartu Inspeksi
Kartu Inspeksi Register Inspeksi Kesehatan
Sarana
Kesehatan Kesehatan Lingkungan Menurut
diperiksa
Lingkungan Lingkungan Sarana/Desa
Per Bulan/Tahun

Formulir Identifikasi Register Register


Desa
Keluarga Stop BABs Pembinaan dan Verifikasi desa
Melaksanaka
& Formulir Keluarga Penilaian desa STBM
n STBM
Melaksanakan STBM
STBM

Pasien / Klien Kartu Konseling Register Konseling


mendapat Kesehatan Kesehatan
pelayanan Lingkungan Lingkungan
konseling KL

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
49

B. Pelaporan
Upaya kesehatan lingkungan yang wajib dilaporkan Puskesmas adalah upaya
pengawasan kualitas air minum, upaya pengawasan Tempat Pengelolaan
Makanan, upaya pengawasan Tempat-Tempat Umum, upaya pengawasan
rumah, Konseling Pelayanan Kesehatan Lingkungan, STBM/ODF.
Hasil kegiatan upaya kesehatan lingkungan dicatat dalam berbagai instrumen
pencatatan data kesehatan lingkungan sebagaimana dibahas pada bagian
pencatatan kesehatan lingkungan. Hasil kegiatan ini direkapitulasi kedalam
Laporan Bulanan Kesehatan Lingkungan.

a. Sumber Data
1) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum Menurut
Sarana dan Desa/Kelurahan
2) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Pengelolaan Makanan
Menurut Jenis Sarana
3) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Tempat Umum Menurut
Jenis Sarana
4) Register Hasil Penilaian STBM

b. Variabel Pelaporan
Jenis data dan definisi operasional pada Laporan Bulanan UKME Kesehatan
Lingkungan. Contoh instrumen Laporan Bulanan UKME . Kesehatan
Lingkungan dibawah ini.

C. E-Monev Program Kesling (hanya sosialisasi)

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
50

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
51

BAB IV
PERENCANAAN

PERENCANAAN KESLING DI PUSKESMAS DAN KABUPATEN/KOTA

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus mendukung tercapainya RKP 2017


yang bertema “Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi Untuk
Meningkatkan Kesempatan Kerja Serta Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan
Antar Wilayah”. Pada tahun 2017, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kesehatan
Lingkungan adalah:
1. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM dengan target 35.000 desa
2. Jumlah Tempat-Tempat Umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan dengan target 135.494 TTU
3. Persentase TPM yang dilakukan pengawasan sebanyak 20%
4. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebanyak 40%
5. Jumlah pasar yang memenuhi syarat kesehatan yang dilakukan pengawasan
sebanyak 1.000 pasar
6. Jumlah kabupaten/kota sehat yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat
sebanyak 366 kabupaten/kota
7. Jumlah rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar
sebanyak 428 rumah sakit

RKP 2017 sejalan dengan Renstra Kemenkes 2015-2019 kegiatan penyehatan


lingkungan, dengan indikator dan target tahun 2017 sebagai berikut:
1. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM dengan target 35.000 desa
2. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan dengan target 40%
3. Persentase tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan dengan target 54%
4. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar
dengan target 21%
5. Persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan dengan target 20%
6. Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan tatanan kaawasan sehat dengan
target 366 kabupaten/kota

Pada menyusun APBD TA 2017, Pemerintah Daerah diharapkan sejalan dengan


RKP 2017. Pada penyusunan APBD TA 2017 terdapat hal-hal terkait dengan
pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah yang perlu
diperhatikan. Dalam orientasi ini akan lebih terfokus dengan dana DAK yang
termasuk ke dalam pendapatan asli daerah dan dana perimbangan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengamanatkan Dana Alokasi
Khusus (DAK) sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi, diantaranya untuk meningkatkan pembangunan
kesehatan, sehingga Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan
berkualitas. Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan secara bertahap dialihkan
menjadi Dana Alokasi Khusus.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
52

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal


298 ayat (7) menyebutkan belanja DAK diprioritaskan untuk mendanai kegiatan fisik
dan dapat digunakan untuk kegiatan nonfisik. Pengalokasian DAK Kesehatan pada
tiap tahun mengalami peningkatan dikarenakan dana tersebut dialokasikan bagi
kepentingan masyarakat. Dengan meningkatnya anggaran DAK Bidang Kesehatan
Tahun 2017 untuk kegiatan fisik dan nonfisik, diharapkan dapat mendukung
pembangunan kesehatan di daerah yang sinergis dengan prioritas nasional.
Pengalokasian DAK Bidang Kesehatan ini tidak untuk mengambil alih
tanggungjawab pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembiayaan pembangunan
kesehatan di daerah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Tujuan dari DAK itu sendiri adalah untuk mendukung
daerah dalam penyediaan dana pembangunan bidang kesehatan untuk mencapai
target prioritas nasional bidang kesehatan.

Dalam DAK, terdapat menu kesehatan lingkungan di DAK fisik dan non fisik. Dalam
DAK fisik dapat digunakan untuk pengadaan alat sanitarian kit yang bertujuan
memperkuat kinerja kesehatan lingkungan sanitarian perlu dibekali / dilengkapi
dengan peralatan uji lapangan yang dapat mendeteksi dengan cepat dan tepat
dalam mengukur nilai kualitas media lingkungan (air, tanah dan udara, pangan dan
lingkungan fisik lainnya) yang mudah digunakan dan terstandar. Serta penyediaan
ini diharapkan dalam rangka proses percepatan capaian indikator kesehatan
lingkungan yang mencakup pengawasan kualitas air minum yang memenuhi syarat,
Tempat Pengelolaan Makanan yang memenuhi syarat, Tempat Tempat Umum yang
memenuhi syarat, dan indikator lainnya adalah Pasar Sehat, Rumah sehat,
Kabupaten/Kota Sehat.

Dalam DAK non fisik terdapat 4 ruang lingkup penggunaan dana yakni Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Persalinan (Jampersal), akreditasi
Puskesmas, dan akreditasi rumah sakit. DAK kesehatn lingkungan terdapat dalam
BOK, dimana menu yang tersedia dapat digunakan oleh Kab/Kota dan Puskesmas.
Bagi Kab/Kota dapat digunakan untuk pengangkatan tenaga kontrak yang berfungsi
sebagai fasilitator STBM kabupaten untuk pencapaian desa STBM di Puskesmas
dan dukungan operasionalnya. Fasilitator STBM tersebut dikontrak dengan SK
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dengan perhitungan alokasi
kurang lebih Rp 75.000.000 per tahun. Besaran alokasi ini merupakan perhitungan
rata-rata dari Kemenkes, dalam praktiknya di lapangan dapat disesuaikan dengan
besaran perhitungan per kabupaten itu sendiri. Persyaratan untuk fasilitator STBM
adalah sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
b. Diberikan honor minimal sesuai upah minimum di Kabupaten
c. Lama kontrak maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
ketersediaan anggaran dan capaian target kinerjanya
d. Diberikan hak/ fasilitas yang setara dengan staf Kabupaten lainnya.

Bagi Puskesmas, dana DAK non fisik dapat digunakan untuk pemicuan STBM dalam
rangka mendukung tercapainya universal acsess tahun 2019. Dana yang disediakan
untuk pemicuan sebesar Rp 7.500.000 per desa per tahun dengan desa yang sudah
ditetapkan sebaga daerah sasaran STBM. Apabila suatu desa menjadi daerah
sasaran STBM, maka dana sebesar Rp 7.500.000 sudah termasuk ke dalam alokasi
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
53

dana DAK non fisik-nya, sehingga harus dipastikan tersedia dana pemicuan di
Puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup desa tersebut. Untuk saat ini memang
desa utama yang dilaksanakan pemicuan adalah desa yang termasuk dalam daerah
sasaran STBM namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi Puskesmas lainnya
yang ingin melaksanakan pemicuan STBM di desa wilayahnya dengan
menganggarkan dana sebesar Rp 7.500.000 dari dana DAK non fisik (BOK). Hal
tersebut diperbolehkan sepanjang dana BOK yang dialokasikan pada suatu
puskesmas tersebut masih mencukupi apabila dialokasikan untuk pemicuan dan
operasional puskesmas lainnya. Berikut rincian kegiatan pemicuan STBM yang
harus dilaksanakan:

No Kegiatan Sasaran Volume Rincian Kegiatan


1 Aktifitas CLTS masyarakat 5x per 1. Jenis kegiatan: pertemuan
(Community Led Total yang masih desa 2. Rincian belanja:
Sanitation)/Pemicuan BABS a. Konsumsi
program PAMSIMAS III b. Transport lokal petugas
kesehatan untuk petugas sanitarian/kesling
kesling/sanitarian c. Belanja bahan
penyelenggaraan
pemicuan (ATK)
2 Identifikasi masalah (imas) masyarakat 1 x per 1. Jenis kegiatan: pertemuan
di desa program desa 2. Rincian belanja:
PAMSIMAS III kesehatan a. Konsumsi
untuk petugas b. Transport lokal petugas
kesling/sanitarian sanitarian/keslng
3 Monitoring pasca masyarakat 5 x per 1. Jenis kegiatan: perjalanan
pemicuan program desa dinas
PAMSIMAS III kesehatan 2. Rincian belanja:
untuk petugas a. Transport lokal petugas
kesling/sanitarian sanitarian/kesling
4 Pembuatan dan update natural 1 x per 1. Jenis kegiatan: pertemuan
peta sanitasi & buku kader leader/kader desa 2. Rincian belanja:
desa a. Belanja bahan
pembuatan peta (ATK)
b. Transport lokal petugas
sanitarian/kesling
c. Konsumsi
5 Kampanye CTPS program masyarakat 1 x per 1. Jenis kegiatan: perjalanan
PAMSIMAS III kesehatan desa dinas
untuk petugas 2. Rincian belanja:
kesling/sanitarian a. Transport lokal petugas
sanitarian/kesling
6 Kampanye HS sekolah siswa 1 x per 1. Jenis kegiatan: perjalanan
program PAMSIMAS III sekolah desa dinas
kesehatan dasar 2. Rincian belanja:
a. Transport lokal petugas
sanitarian/kesling

7 Surveilans kualitas air sarana air 1 x pra 1. Jenis kegiatan: perjalanan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
54

No Kegiatan Sasaran Volume Rincian Kegiatan


program PAMSIMAS III minum yang konstruksi dinas
kesehatan untuk petugas akan dan 1 x 2. Rincian belanja:
kesling/sanitarian dibangun paska a. Transport lokal petugas
dan sudah konstruksi sanitarian
dibangun b. Biaya pemeriksaan
sampel (jasa pemeriksaan
sampel)
8 Verifikasi SBS (Stop tim verifikasi 2 x per 1. Jenis kegiatan: perjalanan
Buang Air Sembarangan) desa dinas
untuk petugas verifikasi 2. Rincian belanja:
a. Transport lokal petugas
sanitarian/kesling

Menu kegiatan kesehatan lingkungan lainnya yang dapat dimanfaatkan melalui dana BOK
adalah:
No Kegiatan Rincian Kegiatan

1 Inspeksi Kesehatan Lingkungan untuk 1. Jenis kegiatan: perjalanan dinas


Tempat-Tempat Umum, Tempat 2. Rincian belanja:
Pengelolaan Makanan dan Sarana Air a. Transport lokal petugas sanitarian/kesling
Minum
2 Pemeriksaan kualitas air minum, 1. Jenis kegiatan: perjalanan dinas
makanan, udara dan bangunan. 2. Rincian belanja:
Pemeriksaan terdiri dari pengambilan a. Transport lokal petugas sanitarian/kesling
sampel
3 Orientasi natural leader, STBM, 1. Jenis kegiatan: pertemuan
penjamah makanan dan kader kesling 2. Rincian belanja:
lainnya a. ATK
b. Konsumsi
c. Transport lokal petugas sanitarian/kesling
4 Pemberdayaan masyarakat melalui 1. Jenis kegiatan: pertemuan
pemicuan STBM, implementasi HSP 2. Rincian belanja:
di Rumah Tangga dan Sekolah, a. ATK
Rencana Pengamanan Air Minum di b. Konsumsi
Komunal, MPA-PHAST (Methodology c. Transport lokal petugas sanitarian/kesling
for Participatory Assesment –
Participatory Hygiene and Sanitation
Transformation) di komunitas pasar
rakyat, sekolah dan hotel serta bentuk
pemberdayaan masayarakat lainnya
5 Pembinaan pasca pemberdayaan 1. Jenis kegiatan: perjalanan dinas/pertemuan
termasuk verifikasi desa yang 2. Rincian belanja:
melaksanakan STBM, desa SBS dan a. ATK
TTU, TPM yang memenuhi syarat b. Konsumsi
c. Transport lokal petugas sanitarian/kesling

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
55

Tata cara manajemen pelaksanaan DAK Nonfisik adalah sebagai berikut:


1. Perencanaan
Kepala Daerah yang menerima DAK Tahun 2017 dan Kepala SKPD yang
melaksanakan perlu melakukan sinkronisasi antara rencana kegiatan dengan
dokumen perencanaan pusat dan daerah.
 DAK Bidang Kesehatan digunakan untuk mencapai target prioritas nasional
sesuai RKP 2017 dan RKPD 2017
 Rencana penggunaan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2017
yang dituangkan dalam rencana kegiatan yang rinci setiap bulan
 Penggunaan DAK sinergis antar sumber daya yang tersedia

2. Pengelolaan
Pengelolaan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan:
 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disalurkan ke puskesmas melalui
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Jaminan persalinan disalurkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Akreditasi puskesmas disalurkan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Akreditasi rumah sakit disalurkan melalui rumah sakit

3. Pemantauan dan Evaluasi


Ruang Lingkup Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi DAK
mencakup kinerja program dan kinerja keuangan. Lingkup pemantauan dan
evaluasi meliputi:
 Kesesuaian antara kegiatan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan dengan usulan
kegiatan yang ada dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
 Kesesuaian pemanfaatan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan dalam Dokumen
Pelaksanaan Anggaran – Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan
petunjuk teknis dan pelaksanaan di lapangan
 Realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan
perencanaan.
 Evaluasi pencapaian kegiatan DAK berdasarkan input, proses, output.
 Evaluasi pencapaian target Program Prioritas Nasional Bidang Kesehatan
sesuai dengan target unit teknis, RKP 2017 dan Renstra Kemenkes 2015 –
2019.

Pemantauan dan evaluasi DAK dilakukan oleh organisasi pelaksana dan atau tim
koordinasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan petunjuk
teknis dalam Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala
Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi
Pemanfaatan DAK.
Pemantauan dan evaluasi capaian indikator program dilakukan secara terpadu di
setiap jenjang administrasi. Puskesmas/Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota/Provinsi mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan
kinerja program dengan menggunakan format yang ada sesuai ketentuan yang
berlaku.

4. Pelaporan
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
56

Pengiriman laporan secara berjenjang sesuai dengan format dan waktu yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan pemantauan realisasi keuangan dan fisik DAK
Nonfisik (Akreditasi) menggunakan format laporan sesuai Surat Edaran Bersama
(SEB) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri
Dalam Negeri Tahun 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis
Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. Format laporan realisasi
penggunaan DAK Nonfisik bidang kesehatan triwulanan Akreditasi Puskesmas
dan rumah sakit menggunakan contoh Formulir terlampir.

Pelaporan pelaksanaan DAK Nonfisik BOK dan Jampersal mengacu pada


capaian indikator program (RKP Tahun 2017 dan Renstra Kemenkes Tahun
2015–2019) menggunakan format laporan rutin program sesuai panduan umum
Sistem Informasi Puskesmas. Puskesmas mengirimkan laporan pada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengirimkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan diteruskan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan/memfeedback hasil pelaksanaan penerapan aplikasi
e-logistik/aplikasi logistik obat dan BMHP setiap triwulan melalui bank data pusat
(bankdataelog.kemkes.go.id/e-logistics).

Review atas laporan yang diterima secara berjenjang. Review perlu dilakukan
untuk mencermati laporan yang telah masuk dan melihat kembali perkembangan
pelaksanaan DAK di lapangan. Review dilakukan oleh forum koordinasi di
masing-masing tingkat pemerintahan. Hasil dari review menjadi dasar untuk
memberikan umpan balik kepada daerah.
Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan
kegiatan DAK Nonfisik Bidang Kesehatan meliputi jenis kegiatan, lokasi kegiatan,
realisasi keuangan dan realisasi fisik kepada Dinas Kesehatan Provinsi, paling
lambat 7 hari setelah triwulan selesai (pelaporan bulan Maret, Juni, September,
Desember).
Setelah Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kompilasi laporan pelaksanaan
DAK Bidang Kesehatan di wilayah kerjanya, kemudian hasil kompilasi meliputi
jenis kegiatan, lokasi kegiatan, realisasi keuangan dan realisasi fisik tersebut
dilaporkan kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal up. Kepala Biro
Perencanaan dan Anggaran paling lambat 14 hari setelah triwulan selesai (Maret,
Juni, September, Desember). Kepatuhan daerah dalam menyampaikan laporan
triwulanan dijadikan pertimbangan dalam pengalokasian DAK tahun berikutnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
 Laporan dari kegiatan pemantauan teknis pelaksanaan DAK Bidang
Kesehatan terdiri: Laporan triwulan yang memuat jenis kegiatan, lokasi
kegiatan, realisasi keuangan, realisasi fisik dan permasalahan dalam
pelaksanaan DAK, yang disampaikan selambat-lambatnya 7 hari setelah akhir
triwulan berakhir.
 Laporan penyerapan DAK disampaikan kepada Menteri Keuangan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Trasfer ke Daerah yang berlaku.
 Disamping laporan triwulanan, untuk DAK Nonfisik BOK dan Jampersal
diwajibkan untuk membuat laporan rutin bulanan capaian program (sesuai
indikator Renstra 2015-2019 dan RKP Tahun 2017), dengan menggunakan
format, mekanisme dan ketentuan yang sudah ditetapkan.
DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
57

 Laporan tahunan DAK yang memuat hasil kinerja satu tahun meliputi:
realisasi keuangan, realisasi fisik, capaian program, disampaikan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Menteri Kesehatan (melalui Sekretaris
Jenderal) pada minggu ketiga bulan Januari tahun berikutnya.

BAB V
RENCANA TINDAK LANJUT

a. Pengertian Rencana Tindak Lanjut


RTL merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat secara individu oleh peserta
orientasi yang berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
58

wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah peserta orientasi mengikuti seluruh


materi yang telah diberikan.

b. Tujuan dan Penyusunan Rencana tindak lanjut


Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan
teori-teori yang telah diberikan dalam orientasi ini dengan pengalaman peserta
latih. Perpaduan antara teori dan pengalaman ini merupakan salah satu metode
untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman peserta orientasi akan teori-teori
yang telah diberikan selama orientasi, sehingga tujuan pembelajaran khusus
akan tercapai secara maksimal.
Dalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada struktur/sistematika
rencana tindak lanjut tertentu seperti yang telah disepakati dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, RTL yang disusun hendaklah jelas, fleksibel dan
terarah.

Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai
berikut :
a. Kegiatan
Yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Tujuan
Adalah membuat ketepatan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah
dirumuskan secara konkrit dan terukur.

c. Sasaran
Yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang
direncanakan.

d. Cara metode
Yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang
telah ditentukan dapat tercapai.

e. Waktu dan tempat


Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan
dimulai sampai kapan berakhir. Apabila kemungkinan sudah dilengkapi
dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam persiapan
kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi.
Sedangkan dalam menetapkan tempat, sebaiknya menunjukkan lokasi atau
alamat kegiatan akan dilaksanakan.

f. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan
untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis
untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-
ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi
dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya telah

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
59

tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan


untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.

g. Pelaksana/penanggung jawab
Yaitu personil/tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal
ini penting karena personil/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut
mengetahui dan melaksanakan kewajiban.

h. Indicator keberhasilan
Merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolak ukur dari
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan.

Dalam menyusun RTL dapat menggunakan format isian sebagai berikut :

Format Isian Rencana Tindak Lanjut


Pelaksana /
Cara Waktu & Indikator
No Kegiatan Tujuan Sasaran Biaya Penanggung
/Metode Tempat Keberhasilan
Jawab
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
dst

Penjelasan cara pengisian :


Kolom 1 : Kolom nomor
Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan secara berurutan, mulai dari
nomor 1, 2, 3 dan seterusnya sesuai dengan jumlah kegiatan yang
direncanakan berdasarkan hasil identifikasi kegiatan.

Kolom 2 : Kolom kegiatan


Pada kolom ini dicantumkan rincian kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari
persiapan, sampai seluruh pelaksanaan kegiatan yang menyusun laporan
selesai.

Kolom 3 : Kolom tujuan


Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari setiap kegiatan, yaitu hasil yang ingin
dicapai dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.

Kolom 4 : Kolom sasaran


Pada kolom ini diisi dengan apa/siapa yang menjadi sasaran atau target dari
setiap kegiatan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Kolom 5 : Kolom cara/metode


Pada kolom ini dicantumkan cara-cara/metode/teknik pelaksanaan setiap
kegiatan.

Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017
60

Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan, tahun serta jam pelaksanaan kegiatan,
kapan dimulai dan sampai kapan berakhir, serta dimana kegiatan tersebut
dilaksanakan.

Kolom 7 : Biaya
Kolom ini diisi dengan jumlah anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan standar yang ada.

Kolom 8 : Kolom pelaksana/penanggung jawab


Kolom ini diisi dengan nama pelaksana atau anggota tim yang ditugaskan
melaksanakan kegiatan sesuai dengan keahliannya.

Kolom 9 : Kolom indikator keberhasilan


Kolom ini dicantumkan tentang apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.

DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN RI-2017

Anda mungkin juga menyukai