Nama Anggota :
1. Muhammad Alfin Najih
2. Misbakhul Munir
3. Reza Anis
4. Ahmad Febrianto
5. Dandy Yulianto
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pembahasan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 3
2.1 Latar Belakang Terjadinya Perlawanan............................................................................. 3
2.2 Tokoh / Pemimpin Perang.................................................................................................. 4
2.3 Proses Perlawanan...........................................................................................................4-5
2.4 Akhir Perlawanan............................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 8
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
· Apa yang melatar belakangi dalam prlawanan tersebut ?
· Bagaimana strategi yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan Belanda?
· Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
· Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
· Bagaimana akhir dari perlawanan tersebut ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Terjadinya Perlawanan
Sejak kedatangan Belanda di Jawa Tengah, kerajaan Mataram mengalami kemerosotan.
Wilayah kerajaan semakin sempit karena banyak daerah diambil alih oleh Belanda sebagai
imbalan atas bantuannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Belanda ini menimbulkan
rasa benci dari golongan-golongan rakyat banyak atau rakyat jelata. Walaupun keadaan sudah
mulai panas namun golongan-golongan itu masih menunggu datangnya seorang Ratu Adil
yang dapat memimpin mereka dalam menghadapi Belanda. Tokoh yang diharapkan itu adalah
dari kalangan istana yang tampil ke depan untuk memimpin mereka, beliau adalah Pangeran
Diponegoro.
Latar Belakang Perang Diponegoro Ada beberapa hal yang menyebabkan Pangeran
Diponegoro turun tangan dan memimpin perlawanan terhadap Belanda.
A. Sebab-sebab Umum
- Kekuasaan raja Mataram semakin kecil dan kewibawaannya mulai merosot. Bersamnaan
dengan itu terjadi pemecahan wilayah menjadi empat kerajaan kecil, yaitu Surakarta,
Ngayoyakarta , Mangkunegara dan Paku Alaman.
- Kaum bangsawan merasa dikurangi penghasilannya, karena daerah-daerah yang dulu
dibagi-bagikan kepada para bangsawan, kini diambil oleh pemerintah Belanda. Pemerintah
Belanda mengeluarkan maklumat yang isinya akan menguasahakan perekonomian sendiri,
tanah milik kaum partikelir (swasta) harus dikembalikan kepada pemerintah Belanda. Sudah
tentu tindakan ini menimbulkan kegelisahan diantara para bangsawan, karena harus
mengembalikan uang persekot yang telah diterima.
- Rakyat yang mempunyai beban seperti kerja rodi, pajak tanah dan sebagainya merasa
tertindas. Begitu pula karena pemungutan beberapa pajak yang di borong oleh orang-orang
Tionghoa dengan sifat memeras dan memperberat beban rakyat.
B. Sebab-sebab Khusus
Sebab-sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui
makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegal Rejo. Patih Danurejo IV (seorang "kaki tangan"
Belanda) memerintahkan untuk memasang patok-patok di jalur itu. Pangeran Diponegoro
memerintahkan untuk mencabutnya, namun potok-patok itu dipasang kembali atas perintah
Patih Danurejo IV. Keadaan seperti ini berlangsung berkali-kali, sehingga akhirnya patok-
patok itu diganti dengan tombak. Dengan penggantian patok itu menandakan kesiapan
Pangeran Diponegoro untuk berperang melawan Belanda. Peperangan tidak dapat dielakan
lagi dan pasti akan terjadi. Tetapi Belanda berusaha menghadapi kemelut antara kedua
bangsawan tersebut dan mengharapkan tidak terjadi peperangan.
3.
2.2 Tokoh / Pemimpin Perang
Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk
bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati.
Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan
Diponegoro dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam
perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta
Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari rakyat, ulama dan juga
kaum bangsawan. Dari kaum bangsawan ada Pangeran Mangkubumi, Pangeran Joyokusumo
dan lain-lain. Sementara dari kaum ulama ada Kiai Mojo, Haji Mustopo, Haji Badaruddin dan
Alibasha Sentot Prawirodirdjo.
2.3 Proses Perlawanan
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri
(yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal) di kedua
belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa
di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah
dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah
direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun
dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang
mesiu dibangun di hutan-hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung
terus sementara peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras
mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang.
Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan
menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan;
para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak
terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha
untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan
pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan "musuh
yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan
mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan
menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut,
memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin
perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang
pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
4
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal
yang belum pernah terjadi ketika itu di mana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti
Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut
kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam
sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metode perang
gerilya (guerrilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan
(Surpressing). Perang ini bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu
perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah
dipraktekkan. Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui
insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang
terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) di mana kedua
belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan
lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai
Modjo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran
Mangkubumi dan panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan
Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan
diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap
dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini
banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan
Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa.[10] Setelah perang berakhir, jumlah
penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
Karena bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon
keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton hingga Sri Sultan
Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan
mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu
Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa
rasa takut akan diusir.
5
2.4 Akhir Perlawanan
Di sisi lain, sebenarnya Belanda sedang menghadapi Perang Padri di Sumatera Barat.
Penyebab Perang Paderi adalah perselisihan antara Kaum Padri (alim ulama) dengan Kaum
Adat (orang adat) yang mempermasalahkan soal agama Islam, ajaran-ajaran agama, mabuk-
mabukan, judi, maternalisme dan paternalisme. Saat inilah Belanda masuk dan mencoba
mengambil kesempatan. Namun pada akhirnya Belanda harus melawan baik kaum adat dan
kaum paderi, yang belakangan bersatu. Perang Paderi berlangsung dalam dua babak: babak I
antara 1821-1825, dan babak II.
Untuk menghadapi Perang Diponegoro, Belanda terpaksa menarik pasukan yang dipakai
perang di Sumatera Barat untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yang bergerilya dengan
gigih. Sebuah gencatan senjata disepakati pada tahun 1825, dan sebagian besar pasukan dari
Sumatera Barat dialihkan ke Jawa. Namun, setelah Perang Diponegoro berakhir (1830), kertas
perjanjian gencatan senjata itu disobek, dan terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada tahun
1837 pemimpin Perang Paderi, Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah. Berakhirlah Perang
Padri.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku Imam Bonjol
berhasil ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai akhirnya benteng terakhir
Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh pada
28 Desember 1838. Hancurnya benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur,
bersama sisa-sisa pengikutnya pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan akhirnya
peperangan ini dianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.
3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya pejuang
Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah
melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa
mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
7
DAFTAR PUSTAKA
http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-
indonesia.html ( 25 Februari 2019 Jam 14.45 WIB )