PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paratiroid manusia merupakan benda berbentuk pipih atau oval yang terletak pada
permukaan posterior lobus lateralis tiroid, tepi mediannya. Kelenjar paratiroid terdiri atas
empat struktur kecil yang terdapat pada permukaan kelenjar tiroid. Hormon yang disekresikan
kelenjar ini disebut parathormon (PTH). Hormon parathormon berperan dalam pengaturan
pemakaian ion kalsium (Ca2+) dan mengendalikan kadar kalsium dalam darah (Tunner &
Bagnara, 1979).
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar
kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan
merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada
usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus (Silverthorn et al., 2010).
Saat kadar kalsium meningkat, kalsium yang banyak terikat dengan reseptor
membrane pada sel di kelenjar paratiroid akan menghambat sintesis PTH dan sekresi dari
PTH, dan ketika tingkat kalsium dalam darah jatuh terlalu rendah, kelenjar paratiroid akan
meningkatkan sintesis dan mensekresi PTH untuk mengatur kembali kalsium dalam darah
agar tetap normal sehingga keseimbangan homoestatis tubuh bisa terjaga. Oleh karena itu
kami menyusun makalah yang berjudul “Hormone Paratiroid” sehingga bisa menambah
wawasan pembaca dan juga bisa dijadikan referensi
Gambar. 1. Struktur Anatomi dari kelenjar Paratiroid dan Tiroid (Teachme, 2017)
hormone tiroid. Kelenjar tiroid berhubungan dengan system sirkulasi melalui arteri tiroid inferior
yang memberi sirkulasi di kelenjar paratiroid inferior sementara untuk kelenjar paratiroid
superior selain mendapat sirkulasi dari cabang arteri inferior juga menjadapatkan suplai darah
dari arteri tiroid superior. Untuk sirkulasi arah balik kelenjar paratiroid melalui vena pleksus
tiroid. Secara histolongi kapiler menyebar diseluruh kelenjar paratiroid (Gambar. 2a). Kelenjar
paraatiroid berhubungan dengan syaraf melalui derivate dari thyroid branches yang merupakan
syaraf simpathetik. Sistem syaraf ini merupakan vasomotor dan bukan merupakan secretomotor
dimana system syaraf vasomotor ini hanya mengontrol dan meregulasi pembentukan hormone
tiroid pada kelenjar tiroid tersebut (Gatnerr & Hiatt, 2012).
Sel – sel pada kelenjar paratiroid tersusun kompak diiringi dengan jaringan sirkulasi dan
jaringan ikat. Secara molekuler setiap sel memiliki struktur yang unik dengan genom legkap
serupa dengan semua sel somatic lain dalam tubuh. Keunikan terletak pada ditemukanna reseptor
Gq11 / G1 yang merupakan kompleks reseptor G yang akan menerima sinyal berupa Ion Kalsium
(Ca2+) reseptor ini berada hamper diseluruh permukaan sel dan memediasi sensing terhadap kadar
ion kalsium yang berada dalam darah. Kadari ion kalsium juga diterima melalui reseptor pada
vena dan arteri dimana kemudian akan memicu sel syaraf mengatur ekspresi dari hormone
paratiroid. Anatofisiologi yang ditemukan adalah darah yang dibawa oleh arteri paratiroin
inferior untuk kelenjar paratiroid dan juga arteri tiroid superior akan membawa level tertentu ion
kalsium dalam darahnya yang kemudian ion kalsium ini akan secara aktif masuk kedalam cairan
intestisial dari jaringan kelenjar paratiroid. Ion kalsium ini menjadi sangat penting dalam regulasi
PTH. Selain ion kalsium vitamin D dalam bentuk aktif yaitu [1,25(OH)2D] juga akan meregulasi
ekspresi dari hormone tiroid. Begitu juga dengan hormone calcitonin.
T P
Gambar. 2a. T adalah kelenjar Thyroid, P adalah kelenjar Parathyroid, Panah hitam adalah sel –
sel chief, sementara panah hijau adalah sel parafolikuler penghasil hormone kalsitonin (Gatnerr &
Hiatt, 2012)
Hormon paratiroid merupakan hormone peptide dengan struktur b tubulin dan a helix
pada bagiannya. Diekspresikan oleh kromosom 11 dari manusia dengan pita pada kromosom 11
lengan pendek 15.3 Morgan (11p15.3) ekspresi dimulai dari basa ke 13.492.055 – 13.496.181.
Hormon ini awalnye merupakan suatu bbentuk prohormone dengan Panjang 84 asam amino yang
kemudian mengalami maturase di reticulum endoplasma. Pemotongan terjadi di hati dimana pada
asam amino ke 34 dari N terminal dan membentuk 2 sturktur hormonal yaitu N – Terminal (1 –
34) PTH hormone yang mencakup 10 – 20% popuoasi hormone yang terdapat dalam sirkulasi
darah sementara syang lain adalah C – Terminal yang jumlahnya mencapai 80% dalam darah.
Bentuk aktif dari PTH adalah (1- 34) N – Terminal PTH dengan Half life dari hormone ini sekitar
selama
Gambar. 2b. Menunjukkan sel oxyphill (Panah Merah), sel Chief (Panah Hitam), Kapiler Darah
(Panah Kuning), dan Jaringan Ikat (Panah Biru) (Gatner & Hiatt, 2012)
4 – 20 menit. Untuk C – Terminal PTH umumnya lebih jarang fungsional walau memiliki half
life yang lebih lama. Regulasi ekspresi dari hormone ini didasarkan pada kehadiran Ion kalsiium
dalam darah dimana secara singkat akan meregulasi transkripsi dari gen PTH. Regulasi dari gen
PTH ini didasarkan pada mekanisme yang sangat kompleks dimana regulasi ini melibatkan
berbagai organ dimana diantaranya adalah ginjal, tulang, system kardiovaskuler, dan juga saluran
gastrointestinal. Vitamin D (1,25D) akan meregulasi level transkripsi dari gen PTH dimana disaar
kadar Ca2+ rendah maka 1,25D akan memaksimalkan absorbs dari kalsium dalam makanan.
Disaat level kalsium tinggi maka sel chief akan di inhibisi dengan menempelnya Ca2+ pada
reseptor G di membrane sel. Ini adalah efek sekunder dari 1,25D sementara efek primer adalah
regulasi pada mRNA dari PTH (Morlina, 2013).
Hormon paratiroid aktif memiliki ukuran sebesar 34 asam amino dengan N – Terminus
dimana susunan asam aminonya adalah NH2 – Ala – Val – Ser – Glu – Ile – Gln – Phe – Met –
His – Asn – Leu – Gly – Lys – His – Leu – Ser – Ser – Met – Glu – Arg – Lys – Lys – Leu – Gln
– Asp – Val – His – Asn – Phe – R. Setelah perombakan dihati maka kemudian hormone ini akan
dikembalikan ke sirkulasi darah dan menjadi hormone aktif dengan populasi sekitar 10 – 20%
dari seluruh populasi PTH di dalam plasma darah. Reseptor dari PTH menunjukkan reaksi
komplementer dengan struktur hormonnya dimana reseptor ini banyak terdapat pada sel – sel di
osteoblast, sel – sel di tubulus kontortus proksimal, sel – sel tubulus kontortus distal, dan
beberapa sel di jaringan lain. Struktur kimianya bersifat isoelektis yang polar karena derivate dari
asam amino polar yang dimilikinya (Brewer, 1972).
Ekspresi dari PTH sangat diregulasi oleh 1,25D selain secara sekunder dan
mempengaruhi mRNA dari PTH 1,25D akan berikatan dengan reseptornya yaitu VDR - VDRE
yang berada di dalam nucleus dari sel chief dan menyebabkan down – regulation dari ekspresi
mRNA untuk PTH. Mekanisme untuk regulasi post – transkripsi melibatkan kadar Pirofosfat (Pi)
dan juga kadar kalsium dalam darah dan cairan intestisial. Disaat kalsium rendah maka kadar
pirofosofat akan tinggi system regulasi ini seiringan rengan homeostasis dari PO4- dan Ca2+.
Dimana dalam kotransporter simport sel dimana disaat kadar kalsium dalam plasma darah rendah
maka kadar H2PO4- atau HPO42- akan meningkat. Secara molekuler hal ini berhubungan dengan
IGF1 dann juga Calcitriol dan Calcitonin. Kedua hormone ini memicu pembentukan PTH
dengan regulasi penambahan kadar Pi dalam sel (Gambar. 5). Kadar Pirofsfat yang tinggi
memicu fosforilasi dari KSRP sebagai pemblock jalur translasi. Disaat KRSP terfosforilasi maka
factor translasi aktif dan mRNA dari PTH dapat diekspresikan menjadi PTH (Gambar. 6).
Gambar. 4. Homeostasis Pi dan Ca2+ berdasarkan hormone Calcitriol, Calcitonin dan FGF – 23
(Licata & Lerma, 2012)
Saat kadar kalsium rendah maka akan terjadi relaksasi dari reseptor kalsium di membrane
sel chief yang kemudian menyebabkan disaktifasi dari jalur Fosfolipase A2 – Arachidonic Acid –
Leukotrienes yang jalur ini akan menyebabkann degradasi dari PTH (Gambar. 6). Saat PTH
kemudian tinggi dalam sel maka kemuudian PTH akan ditransferkan ke luar sel melalui jalur
eksositosis. PTH ini kemudian akan dilajurkan melalui cairan intestisial yang bias juga langsung
menuju kedalam kapiler darah. Hormon PTH akan bekerja pada ginjal dan tulang dimana pada
tulang akan menyebabkan resorpsi kalsium yang kemudian akan dibongkar kembali menjadi Ion
Kalsium dan asam – asam fosfat sehingga dalam darah konsentrasi Ca2+ dan Fosfat tinggi. Kadar
kalsium yang tinggi akan mengaktifkan jalur Fosfolipase A2 – Arachidonic Acid – Leukotrienes
dimana disaat Ca2+ berikatan dengan reseptor akan terjadi konstraksi reseptor protein sehingga
dihasilkan Leukotrienes yang akan mengaktifkan lajur degradasi dari PTH (Gambar. 6). Sehingga
jalur homeostasis tetap terjaga. Regulasi ekspresi dari PTH juga ditentukan dari lajur FGF- 23
yang diregulasi oleh osteoklas saat terjadi resorpsi pada struktur tulang (Gambar. 7). FGF – 23 ini
akan menyebabkan regulasi penghentian dari translasi dari mRNA PTH (Morlina, 2013).
Regulasi dari PTH juga melalui lajur hormone CT (Kalsitonin) dan juga 1,25 –
Dihidroksikolekalsiferol. Regulasi antagonistic Nampak antara CT dengan PTH dimana CT
dihasilkan dari sel parafolikuler sebanyak 32 asam amino. Hormone CT ini bersifat kalsifikan
dimana disaat kadar kalsium tinggi maka hormone CT ini entah bagaimana tergabung dalam
regulasi kalsifikasi dalam tulang. Aktifasi dari CT disebabkan oleh kadar Ca2+ yang tinggi. Kerja
PTH antagonistic dengan CT dimana disaat kadar PTH tinggi maka kadar CT akan diturunkan
hal ini seiringan dengan berkurangnya kadar Ca2+ dan juga meningkatnya kadar firofosfat di
dalam
Plasma darah. Organisasi dari struktur tulang (Gambar. 7) menunjukkan kadar Fosfat organic dan
kadar fosfat anotrganik dan organik dalam jumlah yang tinggi. Dalam struktur ini saat terjadi
Gambar. 6. Organisasi Fosfat dan juga Ca2+ (Lichata & Lerma, 2012)
2.2 Mekanisme Hormon Paratiroid
Menurut Silverthorn et al. (2010) organ target dari hormon paratiroid adalah ginjal, tulang
dan intestinal. Kelenjar paratiroid menghasilkan parathormon/ hormon paratiroid (PTH). PTH
mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar
kalsium dalam darah dan penurunan kadar fosfat darah. Ion kalsium memiliki beberapa fungsi
fisiologis sebagai berikut.
1. Ca2+ adalah molekul sinyal penting. Gerakan Ca2+ dari satu kompartemen tubuh ke tubuh
lainnya menciptakan sinyal Ca2+. Kalsium yang memasuki sitoplasma memulai
eksositosis sinaptik dan vesikula sekretori, kontraksi pada otot, aktivitas enzim dan
transporter yang berubah. Penghapusan Ca2+ dari sitoplasma membutuhkan transportasi
aktif.
2. Ca2+ adalah bagian dari semen intercellular yang menahan sel untuk tetap bersama pada
sambungan yang rapat.
3. Ca2+ adalah kofaktor dalam kaskade koagulasi. Meskipun Ca2+ penting untuk pembekuan
darah, konsentrasi Ca2+ tubuh tidak akan turun sampai pada titik di mana koagulasi
dihambat. Namun, pengangkatan Ca2+ dari sampel darah akan mencegah spesimen dari
pembekuan di tabung reaksi.
4. Konsentrasi plasma Ca2+ mempengaruhi rangsangan neuron. Jika plasma Ca2+ turun
terlalu rendah (hipokalsemia), permeabilitas neuron terhadap Ca2+ meningkat sehingga
terjadi depolarisasi neuron, dan sistem saraf menjadi hyperexcitable. Dalam bentuknya
yang paling ekstrem, hypocalcemia menyebabkan kontraksi berkelanjutan (tetany) otot-
otot pernafasan, yang menyebabkan sesak napas. Hiperkalsemia memiliki efek
sebaliknya, menekan aktivitas neuromuskular.
5. Ion kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, koagulasi darah,
kontraksi otot, permeabilitas membran sel, dan kemampuan eksitabilitas neuromuskular
yang normal.
Selain fungsi ion kalsium yang penting diatas diketahui bahwa ion fosfat juga
sangat penting untuk metabolisme seluler, sistem buffer asam basa tubuh, dan juga
sebagai komponen nukleotida dan membran sel (Silverthorn et al., 2010). PTH
meningkatkan kadar kalsium dalam darah melalui tiga mekanisme.
1. PTH menstimulasi aktivitas osteoklas (sel penghancur tulang) sehingga menyebabkan
pengeluaran kalsium dari tulang ke cairan ekstraseluler.
2. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan mengurangi
kehilangan kalsium dalam feses. Hormon ini berfungsi untuk mengaktivasi vitamin D
yang diperlukan untuk mengabsorpsi kalsium dari makanan.
3. PTH menstimulasi reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal untuk mengganti fosfor
sehingga menurunkan kehilangan ion kalsium dalam urine dan meningkatkan kadar
kalsium darah.
Hormon paratiroid pada dasarnya berfungsi dalam mengendalikan kadar kalsium dalam
plasma. Konsentrasi kalsium dalam plasma tubuh sangat diatur dengan ketat sebagai berikut.
1. Kalsium dalam tubuh, didistribusikan di antara tiga kompartemen yaitu sebagai berikut.
Cairan ekstraselular. Ionisasi Ca2+ terkonsentrasi di ECF, dengan konsentrasi Ca2+
rata-rata 2,5 mM. Pada plasma, hampir setengah Ca2+ terikat pada protein plasma dan
molekul lainnya.
Intraselular Ca2+. Konsentrasi Ca2+ bebas dalam sitosol sekitar 0,001 mM. Selain itu
Ca2+ terkonsentrasi di dalam mitokondria dan retikulum sarkoplasma.
Matriks ekstraselular (tulang). Tulang adalah reservoir Ca2+ terbesar di dalam tubuh,
dengan kebanyakan tulang Ca2+ berupa kristal hidroksiapatit.
2. Asupan Ca2+ didapatkan dari makanan yang ditelan dan diserap di usus halus. Hanya sekitar
sepertiga dari Ca2+ yang tertelan diserap, dan tidak seperti nutrisi organik, penyerapan Ca2+
diatur secara hormonal.
3. Kehilangan Ca2+ dari tubuh, terjadi terutama melalui ginjal, dengan sejumlah kecil
diekskresikan dalam kotoran. Ionisasi Ca2+ bebas tersaring pada glomerulus dan kemudian
diserap kembali sepanjang nefron. Reabsorpsi yang diatur secara hormonal hanya terjadi
pada nefron distal (Silverthorn et al., 2010).
Gambar 7. Keseimbangan Ion Kalsium dalam Tubuh (Silverthorn et al., 2010).
Ketika terjadi ketidakseimbangan konsentrasi ion kalsium dalam plasma akan terjadi
kontrol hormonal oleh hormone paratiroid melalui jalur control sederhana. Jalur kontrol refleks
yang paling sederhana dalam sistem endokrin adalah jalur di mana sel endokrin secara langsung
merasakan adanya rangsangan dan langsung melakukan respon dengan mensekresikan
hormonnya. Pada jenis jalur ini sel endokrin bertindak sebagai sensor (reseptor) dan pusat
pengintegrasian. Hormon paratiroid (PTH) adalah salah satu contoh hormon yang beroperasi
melalui jalur refleks sederhana sistem endokrin. Sel endokrin paratiroid terdapat dalam empat
kelenjar kecil yang berada di belakang kelenjar tiroid. Sel endokrin paratiroid ini memantau
konsentrasi plasma Ca2+ dengan bantuan reseptor Ca2+ berupa G protein-coupled pada membran
selnya. Bila sejumlah reseptor terikat pada Ca2+ sekresi PTH terhambat. Jika konsentrasi Ca2+
plasma turun di bawah tingkat tertentu dan semakin sedikit reseptor yang terikat, penghambatan
berhenti dan sel paratiroid mengeluarkan PTH. Hormon paratiroid bergerak melalui darah untuk
bertindak pada tulang, ginjal, dan usus sehingga memulai respons yang meningkatkan konsentrasi
Ca2+ dalam plasma. Kenaikan plasma Ca2+ adalah sinyal umpan balik negatif yang mengakhiri
pelepasan hormon paratiroid (Silverthorn et al., 2010).
Gambar 8 .Jalur Sederhana Refleks Endokrin pada Hormon Paratiroid (Silverthorn et al., 2010)
Apabila terjadi penurunan ion kalsium pada plasma maka akan terjadi proses kerja dar
hormone paratiroid yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid. Respon cepat dari penurunan ion
kalsium plasma ini akan dilakukan oleh kelenjar paratiroid dimana kelenjar paratiroid akan cepat
melepaskan hormon paratiroid untuk mengembalikan kadar kalsium plasma menjadi normal.
Kerja paratiroid juga dipengaruhi oleh fosfat dan kalsitonin. Selain itu secara tidak langsung
vitamin D juga ikut mengatur kerja dari hormon paratiroid. Vitamin D yang dibentuk dikulit yaitu
vitamin D3 (7 dehidrokolesterol) akan mengalami dua kali hidroksilasi sebelum menjadi vitamin
D yang biologis aktif yaitu 1,25 dihidroksivitamin D atau kalsitriol. Hidroksilasi vitamin D
didalam tubuh terjadi sebagi berikut:
1. Hidroksilasi pertama terjadi di hati oleh enzim 25-hidroksilase menjadi 25-
hidroksikolekalsiferol yang kemudian dilepas ke darah dan berikatan dengan suatu protein
( vitamin D binding protein) selanjutnya diangkut keginjal.
2. Hidroksilasi kedua terjadi di ginjal yaitu oleh enzim 1α-hidroksilase sehingga 25-
hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol atau kalsitriol yang
merupakan suatu hormone yang berperan penting dalam metabolisme kalsium. Peranan
hormone paratiroid dalam kaitan dengan perubahan metabolisme vitamin D adalah dalam
perubahan dari 25-hidroksivitamin D atau kalsitriol di ginjal (Molina, 2013).
Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi kalsium yg akibat 1,25-dihidrokholekalsiferol
(derivat vit D) dan tidak langsung oleh parathormon. PTH pada ginjal mengatur produksi 1,25-
dihidroksikho-lekalsiferol yang menyebabkan usus mengabsorpsi lebih banyak ion kalsium. PTH
bekerja langsung pada ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi kalsium filtrat & penurunan
reabsorpsi fosfat. Pada tulang terjadi pembebasan ion kalsium ke cairan ekstraseluler karena
adanya aktivitas osteoklas. Apabila keadaan kalsium plasma sudah kembali normal, maka akan
diberikan efek umpan balik negatif terhadap kelenjar paratiroid untuk mengurangi sekresi
hormonnya (Molina, 2013).
Gambar 10 Mekanisme Kerja Hormon Paratiroid (Molina, 2013).
Gambar 11 Mekanisme Aksi PTH pada Jaringan Target (Melmed & Conn, 2005).
Hasil interaksi PTH dengan organ target dimana PTH akan berinteraksi membran plasma
reseptor PTH / PTHrP menstimulasi enzim adenylyl cyclase pada permukaan dalam membran
plasma. Produk dari aktivitas adenylyl cyclase ini berupa cAMP seluler, produk aktivitas
fosfolipase, isositol trifosfat (IP3), diasilgliserol (DAG), dan Ca2+ intraselular. Reseptor PTH /
PTHrP dapat mengaktifkan dua jalur sinyal intraselular. Gs berpasangan dengan adenylyl cyclase
(AC) dan merangsang produksi cAMP, yang mengaktifkan protein kinase A (PKA). Gq
berpasangan ke PLC untuk membentuk IP3 dan DAG dari phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate
(PIP2). IP3 melepaskan kalsium (Ca2+) dari toko intraselular, dan DAG merangsang aktivitas
PKC (Melmed & Conn, 2005).
Gambar. Aktivitas Osteoklas dalam Pembebasan Ion Kalsium (Silverthorn et al., 2010).
Adanya PTH akan mengaktifkan aktivitas osteoklas dimana daerah sentral dari osteoklas
mengeluarkan asam (dengan bantuan H+-ATPase) dan enzim protease yang bekerja pada pH
rendah. Kombinasi asam dan enzim ini akan melarutkan matriks kalsifikasi dan pendukung
kolagennya sehingga terjadi pembebasan Ca+ yang bisa masuk ke dalam plasma (Silverthorn et
al., 2010). Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada gambar berikut.
Calcitriol dan analog vitamin D aktif mengikat terutama ke reseptor sel target dan
bertindak sebagai faktor transkripsi ligand-activated dengan mengikat elemen respons
pada gen dan sintesis modulasi protein spesifik. Diantara produk protein yang
dihasilkan dari tindakan vitamin D pada usus adalah dua protein pengikat Ca++ yang
memiliki afinitas tinggi, calbindin, yang berperan dalam stimulasi transportasi Ca++
usus. Metabolisme vitamin D meningkatkan penyerapan makanan Ca++ dan PO4-3
dengan merangsang serapan di seluruh mukosa GI, yang menyebabkan peningkatan
konsentrasi Ca++ serum. Efek antirachitis vitamin D pada mineralisasi tulang adalah
akibat tidak langsung dari peningkatan penyerapan Ca++ dan PO4-3 ini, yang juga
menyebabkan pengendapan mineral dalam tulang (Jackson RD, et al, 2006).
Metabolit vitamin D, terutama pada konsentrasi yang lebih tinggi, merangsang
pelepasan Ca ++ dari tulang. Sintesis sitokin yang terkait membran, aktivator reseptor
ligan faktor-kubah nuklir (RANKL), diaktifkan. Interaksi RANKL dengan reseptor
aktivator reseptor faktor-nkt (RANK) nuklir pada osteoklas merangsang diferensiasi,
kelangsungan hidup, dan aktivitas osteoklas, yang menghasilkan pelepasan Ca ++.
Sebuah reseptor umpan, osteoprotegerin (OPG), diproduksi oleh sel stroma sumsum
tulang dan dapat secara kompetitif menentang efek RANKL. Peningkatan RANKL
adalah mekanisme umum dimana banyak faktor, termasuk PTH, prostaglandin, dan
sitokin inflamasi, merangsang resorpsi tulang. Metabolisme vitamin D menghambat
sintesis dan sekresi PTH. Vitamin D juga mempengaruhi diferensiasi jenis sel
lainnya, termasuk keratinosit (Jackson RD, et al, 2006).
- Abnormal Vitamin D
Menurut Morlina (2013), vitamin D termasuk dalam golongan vitamin yang larut
dalam lemak (yaitu, A, D, E, dan K) dan dapat disimpan dalam jaringan. Kelebihan
vitamin D dapat menyebabkan masalah seperti kalsinasi (kortikosteroid jaringan
2+ 2+
lunak), pengendapan Ca dan PO4 di ginjal, dan peningkatan kadar Ca plasma,
yang mengakibatkan aritmia jantung. Efisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh
berkurangnya asupan makanan atau kurang sinar matahari dan penurunan konversi
yang dihasilkan dari prekursor tidak aktif pada kulit ke bentuk aktif vitamin.
Kelebihan vitamin D menyebabkan deformitas tulang (rakhitis) bila terjadi pada
anak-anak dan penurunan massa tulang (osteomalacia) pada orang dewasa. Defisiensi
vitamin D dikaitkan dengan kelemahan, pembengkakan tulang yang berat, cacat gigi,
dan hypocalcemia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekurangan vitamin D
termasuk penggunaan tabir surya, seseorang memungkinkan terjadinya mutasi dalam
1α-hydroxylase, enzim yang mengkatalisis tahap kedua dan terakhir dalam aktivasi
vitamin D, atau resistensi terhadap tindakan vitamin D pada jaringan yang disebabkan
dengan mutasi pada reseptor vitamin D.
c. Peran Kalsitonin Pada Homeostasis Kalsium
Gambar 16. Efek 1,25-dihydroxyvitamin D, PTH, dan kalsitonin pada aktivitas osteoblas dan osteoklas.
Osteoblas merangsang pembentukan osteoklas, kelangsungan hidup, dan aktivitas oleh sitokin terkait
membran, RANKL, yang mengikat reseptor (RANK) pada prekursor osteoklas dan osteoklas. Osteoblas juga
merangsang pembentukan tulang dan menghasilkan faktor pertumbuhan tulang. Osteoklas mensekresikan
enzim asam dan proteolitik dan menyerap matriks tulang. Metabolisme vitamin D yang aktif dan PTH
meningkatkan ekspresi RANKL pada osteoblas, yang menghasilkan aktivasi osteoklas dan resorpsi tulang.
Calcitonin menghambat aktivitas osteoklas melalui interaksi dengan reseptor G-protein-coupled
(Jackson RD, et al, 2006)
Calcitonin adalah hormon peptida asam amino 32-amino yang berasal dari
procalcitonin, diproduksi oleh sel-sel asal puncak saraf (parafollicular atau sel C) di
kelenjar tiroid. Kalsitonin termasuk dalam famili peptida termasuk amylin, peptida
terkait gen kalsitonin (CGRPs) dan adrenomedullin. Kalsitonin kemudian didistribusikan
di berbagai jaringan perifer dan juga di sistem saraf pusat dan menginduksi beberapa
faktor biologis termasuk vasodilatasi kuat (CGRP dan adrenomedullin), pengurangan
asupan nutrisi (amylin), dan penurunan resorpsi tulang (kalsitonin). Pelepasan calcitonin
diatur oleh kadar kalsium plasma melalui reseptor Ca2+ pada sel parafollicular.
Ketinggian dalam plasma Ca2+ lebih tinggi dari 9 mg / dL merangsang pelepasan
kalsitonin. Pelepasan calcitonin juga distimulasi oleh gastrin, hormon gastrointestinal.
Fungsi fisiologis utama kalsitonin adalah menurunkan konsentrasi plasma Ca2+ dan
fosfat, terutama dengan mengurangi resorpsi tulang. Organ target untuk fisiologis
kalsitonin adalah tulang dan ginjal. Keseluruhan keseluruhan kalsitonin dalam tulang
adalah untuk menghambat resorpsi tulang, terutama dengan menghambat motilitas
osteoklas, pembelahan, dan pembentukan batas yang buruk. Calcitonin menghambat
aktivitas sekresi osteoklas (terutama asam fosfatase tahan asam), mengubah aktivitas Na
+ -K + -ATPase, pelokalan anhidradiat karbonat, dan menghambat aktivitas H+ -
ATPase, mengurangi sekresi asam osteoklas. Di ginjal, kalsitonin meningkatkan
ekskresi urin yang mengandung Ca2+, dengan penghambatan reabsorbsi kalsium tubulus
ginjal. Mekanisme yang terlibat adalah melalui pembukaan saluran Ca2+ yang rendah di
membran luminal dan stimulasi penukar Na+ / Ca2+ pada membran basolateral, yang
keduanya bergantung pada aktivasi adenilat siklase. Pada pasien hiperkalsemia dengan
penyakit tulang metastatik, pemberian kalsitonin menginduksi penurunan cepat kalsium
plasma terutama melalui penghambatan reabsorpsi tubulus ginjal.
2.4 Metabolisme Tulang
Pemodelan rematik tulang dari interaksi beberapa elemen, termasuk osteoblas, osteoklas,
hormon, faktor pertumbuhan, dan sitokin, akibatnya menjadi pemeliharaan struktur tulang
yang dinamis dan pelestarian homeostasis kalsium secara sistemik. Tulang dewasa ditutupi
oleh sel-sel tulang. Selama resorpsi tulang, osteoklas direkrut dan diaktifkan untuk
menghilangkan kedua matriks organik dan kandungan mineral tulang untuk menghasilkan
lubang. Selama pembentukan tulang, osteoblas mendepositkan osteoid pada suatu lubang di
bawah kontrol osteoblastik. Hormon dapat memengaruhi remodeling tulang pada tahap
apapun selama siklus pemodelan ulang melalui efek langsung pada osteoblas atau osteoklas
untuk mengubah resorpsi tulang atau pembentukan tulang. Penting untuk diingat bahwa,
secara in vivo, struktur tulang normal dipertahankan oleh interaksi kompleks antara
osteoblas dan osteoklas (Morlina, 2013).
Pada awal kehidupan, ada keseimbangan antara pembentukan tulang oleh osteoblas dan
resorpsi tulang oleh osteoklas. Dengan penuaan, proses pembentukan tulang yang
digabungkan resorpsi dipengaruhi oleh pengurangan aktivitas, aktivitas, dan rentang
kehidupan osteoblas, yang selanjutnya diperkuat pada tahun perimenopause dengan
kekurangan hormon (estrogen, testosteron, dan androgen yang berasal dari adrenal) dan
peningkatan aktivitas osteoklas. Asupan kalsium yang menurun di bawah kehilangan
kalsium wajib (melalui urin, tinja, dan kulit) memobilisasi kalsium dari kerangka untuk
mempertahankan konsentrasi kalsium terionisasi di ECF, yang mengakibatkan kerusakan
tulang. Defisiensi vitamin D menurunkan konsentrasi kalsium terionisasi di ECF (dari
hilangnya tindakan kalsimals vitamin D pada tulang), yang mengakibatkan rangsangan
pelepasan PTH (hiperparatiroidisme sekunder), peningkatan ekskresi fosfat yang
menyebabkan hipofosfatemia, dan kegagalan untuk melakukan mineralisasi baru. tulang
seperti sedang terbentuk. Defisiensi kalsium yang sederhana dikaitkan dengan peningkatan
kompensasi pada PTH dan calcitriol, yang bersama-sama memobilisasi kalsium dari tulang,
berpotensi menurunkan massa tulang. Namun, kekurangan vitamin D yang benar
mengurangi kandungan mineral dari jaringan tulang itu sendiri dan menyebabkan
komposisi tulang tidak normal. Namun, kekurangan nutrisi ini tidak dapat dipisahkan sama
sekali karena malabsorpsi kalsium adalah manifestasi pertama dari defisiensi vitamin D
(Morlina, 2013).
1. Masa kanak-kanak dan pubertas
Menurut Morlina (2013), massa tulang meningkat sepanjang masa kanak-kanak dan
remaja. Pada anak perempuan, tingkat peningkatan massa tulang menurun dengan cepat
setelah menarche, sedangkan pada anak laki-laki, terjadi peningkatan massa tulang
hingga usia 17 tahun dan berhubungan erat dengan tahap pubertas dan status androgen.
Pada usia 17-23 tahun, mayoritas massa tulang puncak telah dicapai pada kedua jenis
kelamin. Pertumbuhan kerangka dicapai terutama melalui pemodelan tulang dan hanya
sebagian melalui remodeling tulang. Mekanisme ini melibatkan interaksi antara
osteoblas dan osteoklas, yang bekerja secara kooperatif di bawah pengaruh regangan
mekanik yang ditempatkan pada tulang oleh kekuatan otot rangka seperti yang diberikan
selama latihan. Pemuatan mekanis atau regangan berosilasi dalam kisaran tertentu
sebagai respons terhadap aktivitas fisik, yang menyebabkan perawatan tulang tanpa
kehilangan atau keuntungan. Tekanan mekanis yang menurun (seperti yang
berhubungan dengan istirahat atau amobilisasi berkepanjangan) menyebabkan keropos
tulang, sedangkan ketegangan mekanis yang meningkat (latihan menahan beban)
merangsang aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang. Pembebanan pada sel tulang
diberikan terutama oleh otot dan pada tingkat yang lebih rendah oleh berat badan.
Kekuatan otot atau ketegangan yang diterapkan pada tulang panjang meningkatkan
ketebalan tulang korteks melalui pertambahan kontinu subperiosteal. Hubungan antara
ketegangan otot yang diberikan pada tulang dan pembentukan tulang positif terjadi
selama latihan. Massa tulang puncak dicapai pada dekade ketiga kehidupan dan
dipertahankan sampai dekade kelima, ketika keropos tulang terkait usia dimulai baik
pada pria maupun wanita. Hormon steroid berperan penting dalam pertumbuhan tulang
dan pencapaian massa tulang puncak. Steroid seks juga bertanggung jawab untuk
dimorfisme seksual kerangka, yang muncul selama masa remaja dan ditandai dengan
ukuran tulang yang lebih besar pada laki-laki (bahkan saat dikoreksi untuk tinggi dan
berat badan), dengan diameter yang lebih besar dan ketebalan kortikal yang lebih besar
dalam jangka panjang tulang.
2. Kehamilan dan Menyusui
Penyerapan dan pelepasan kalsium dari kerangka meningkat selama kehamilan, dan
tingkat mobilisasi kalsium terus meningkat selama bulan-bulan awal menyusui, kembali
ke tingkat pra-kelahiran selama atau setelah disapih. Penyerapan kalsium usus dan
mobilisasi tulang lebih tinggi selama kehamilan daripada sebelum pembuahan atau
setelah melahirkan. Ekskresi kalsium urin meningkat selama kehamilan, dan mungkin
merupakan refleksi dari laju glomerulus yang meningkat, melebihi kapasitas reabsorbsi
kalsium selama periode tersebut. Peningkatan ini terbukti pada awal hingga pertengahan
kehamilan dan mendahului meningkatnya permintaan kalsium oleh janin untuk
pertumbuhan kerangka. Perubahan metabolisme kalsium dan tulang selama kehamilan
disertai dengan peningkatan vitamin D, namun tanpa perubahan yang signifikan baik
pada konsentrasi PTH atau kalsitonin utuh. Peningkatan absorpsi kalsium intestinal
dikaitkan dengan peningkatan kadar D25-dihidroksivitamin D dua kali lipat dan
peningkatan ekspresi usus dari protein calbindin kalsium pengikat kalsium. Perubahan
kandungan mineral tulang ibu selama periode ini dapat mempengaruhi status mineral
tulang dalam jangka panjang. Setelah melahirkan, penyerapan kalsium dan ekskresi
kalsium urin kembali ke tingkat kehamilan di awal kehamilan. Namun, ibu menyusui
memiliki penurunan output kalsium kencing dan omset tulang yang lebih tinggi daripada
pada akhir kehamilan. Selama periode ini, kalsium sekitar 5 mmol / d (200 mg / d)
diberikan kepada bayi melalui ASI, dan ini bisa melebihi 10 mmol / d (400 mg / d) pada
beberapa wanita. Di sini, kebutuhan kalsium meningkat secara signifikan selama
kehamilan dan menyusui (Morlina, 2013).
3. Menopause
Kehilangan tulang akut yang menyertai menopause melibatkan sebagian besar
kerangka tapi terutama komponen trabekular. Perubahan biokimia yang terkait
mencakup peningkatan fraksi kalsium kalsium (bikarbonat) yang terkompleks,
peningkatan fosfatase alkali dalam plasma dan hidroksiprolin urin (merupakan
peningkatan resorpsi tulang yang diikuti oleh peningkatan peningkatan pembentukan
tulang), peningkatan kehilangan kalsium wajib dalam urin, dan Penurunan penyerapan
kalsium yang kecil tapi signifikan. Perubahan ini diperbaiki dengan pengobatan hormon,
suplementasi kalsium, pemberian thiazide (yang mengurangi ekskresi kalsium), dan
pembatasan asupan garam, yang mengurangi kehilangan kalsium wajib. Pada beberapa
kasus (50%) osteoporosis, penyerapan kalsium rendah, dan resorpsi tulang yang tinggi
dapat ditekan dengan pengobatan dengan vitamin D yang pada gilirannya menyebabkan
peningkatan penyerapan kalsium. Pada laki-laki, keropos tulang dimulai sekitar usia 50
tahun, namun tidak terkait dengan peningkatan penanda penyerapan tulang. Sebagai
gantinya, kehilangan tulang pada pria terkait dengan penurunan fungsi gonad yang
terkait dengan usia dan disebabkan oleh penurunan pembentukan tulang, tidak seperti
peningkatan resorpsi tulang. Defisiensi estrogen adalah faktor patogen utama pada
kehilangan tulang yang terkait dengan menopause dan perkembangan selanjutnya
osteoporosis pascamenopause. Penggantian estrogen pada atau setelah menopause, baik
yang alami maupun yang disebabkan, mencegah kehilangan tulang haid dan biasanya
menyebabkan peningkatan kepadatan mineral tulang (BMD) selama 12-18 bulan
pertama pengobatan. Estrogen mengatur aktivitas osteoklas melalui efek pada jumlah
osteoklas, aktivitas resorptif, dan rentang hidup sel. Proses pengeroposan tulang
progresif, dimulai pada kira-kira usia 50 pada pria dan saat menopause pada wanita, dan
hasil kerugian pada tingkat rata-rata 1% per tahun sampai akhir hayat. Kerugian tulang
lebih cepat pada wanita daripada pada pria dan beberapa tulang lebih banyak daripada
yang lain; Konsekuensinya termasuk penurunan BMD dan peningkatan risiko patah
tulang (Morlina, 2013).
4. Kepadatan Tulang
Menurut Morlina (2013), kepadatan tulang menentukan tingkat osteoporosis dan
risiko fraktur. Faktor penentu puncak kepadatan tulang puncak adalah genetika, asupan
kalsium, dan olahraga. Tes yang paling umum untuk mengukur kepadatan tulang adalah
pemindaian x-ray absorptiometry dual-energy (DEXA). Pendekatan tambahan meliputi
computed tomography, teknik radiologis (morfometri atau densitometri), atau biopsi
tulang.
Gambar 17 Parameter Evaluasi Fungsi Hormon Paratiroid, Metabolisme Tulang,
atau Homeostasis Ca2+