Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paratiroid manusia merupakan benda berbentuk pipih atau oval yang terletak pada
permukaan posterior lobus lateralis tiroid, tepi mediannya. Kelenjar paratiroid terdiri atas
empat struktur kecil yang terdapat pada permukaan kelenjar tiroid. Hormon yang disekresikan
kelenjar ini disebut parathormon (PTH). Hormon parathormon berperan dalam pengaturan
pemakaian ion kalsium (Ca2+) dan mengendalikan kadar kalsium dalam darah (Tunner &
Bagnara, 1979).
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar
kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan
merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada
usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus (Silverthorn et al., 2010).
Saat kadar kalsium meningkat, kalsium yang banyak terikat dengan reseptor
membrane pada sel di kelenjar paratiroid akan menghambat sintesis PTH dan sekresi dari
PTH, dan ketika tingkat kalsium dalam darah jatuh terlalu rendah, kelenjar paratiroid akan
meningkatkan sintesis dan mensekresi PTH untuk mengatur kembali kalsium dalam darah
agar tetap normal sehingga keseimbangan homoestatis tubuh bisa terjaga. Oleh karena itu
kami menyusun makalah yang berjudul “Hormone Paratiroid” sehingga bisa menambah
wawasan pembaca dan juga bisa dijadikan referensi

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana anatomi dan proses pembentukan hormon paratiroid ?
2. Bagaimana mekanisme kerja hormon paratiroid ?
3. Bagaimana pengaruh kerja hormon paratiroid dengan hormon lain ?
4. Apa saja penyakit akibat kelebihan atau kekurangan hormone paratiroid ?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui anatomi dan proses pembentukan hormon paratiroid.
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja hormon paratiroid.
3. Untuk mengetahui kerja hormon paratiroid dengan hormon lain.
4. Untuk mengetahui penyakit akibat kelebihan atau kekurangan hormone paratiroid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Proses Pembentukan Hormon Paratiroid
Kelenjar paratiroid adalah sebuah kelenjar seukuraang kacang buncis yang berada di
bagian lateral dekstrosum dan sinistrum dari lobus kelenjar tiroid. Kelenjar ini memiliki ukuran
tidak lebih dari 3 cm × 4 cm dan berbentuk oval dengan bentukan yang melempeng. Normalnya
manusia memilki 4 kelenjar paratiroid yang teragi menjadi kelenjar paratiroid superior dan juga
kelenjar paratiroid inferior (Gambar. 1). Semua kelenjar ini secara embrionik berkembang dari
pharyngeal pouch yang kemudian terdiferensiasi dalam bentuk, ukuran, dan juga struktur sel.
Secara anatomis kelenjar ini tersusun atas sel sekretori berbentuk bulat – lonjong dengan ukuran
nucleus yang cukup besar. Sel – sel yang mennyusun kelenjar paratiroid terdiri dari sel Oxyphil
dan juga sel – sel Chief yang dalam susunannya kompak jaringan antar sel ini diikat dengan
jaringan ikat (Gambar. 2.) Sel chief adalah memiliki fungsi yang sama yaitu mengekspresikan

Gambar. 1. Struktur Anatomi dari kelenjar Paratiroid dan Tiroid (Teachme, 2017)

hormone tiroid. Kelenjar tiroid berhubungan dengan system sirkulasi melalui arteri tiroid inferior
yang memberi sirkulasi di kelenjar paratiroid inferior sementara untuk kelenjar paratiroid
superior selain mendapat sirkulasi dari cabang arteri inferior juga menjadapatkan suplai darah
dari arteri tiroid superior. Untuk sirkulasi arah balik kelenjar paratiroid melalui vena pleksus
tiroid. Secara histolongi kapiler menyebar diseluruh kelenjar paratiroid (Gambar. 2a). Kelenjar
paraatiroid berhubungan dengan syaraf melalui derivate dari thyroid branches yang merupakan
syaraf simpathetik. Sistem syaraf ini merupakan vasomotor dan bukan merupakan secretomotor
dimana system syaraf vasomotor ini hanya mengontrol dan meregulasi pembentukan hormone
tiroid pada kelenjar tiroid tersebut (Gatnerr & Hiatt, 2012).

Sel – sel pada kelenjar paratiroid tersusun kompak diiringi dengan jaringan sirkulasi dan
jaringan ikat. Secara molekuler setiap sel memiliki struktur yang unik dengan genom legkap
serupa dengan semua sel somatic lain dalam tubuh. Keunikan terletak pada ditemukanna reseptor
Gq11 / G1 yang merupakan kompleks reseptor G yang akan menerima sinyal berupa Ion Kalsium
(Ca2+) reseptor ini berada hamper diseluruh permukaan sel dan memediasi sensing terhadap kadar
ion kalsium yang berada dalam darah. Kadari ion kalsium juga diterima melalui reseptor pada
vena dan arteri dimana kemudian akan memicu sel syaraf mengatur ekspresi dari hormone
paratiroid. Anatofisiologi yang ditemukan adalah darah yang dibawa oleh arteri paratiroin
inferior untuk kelenjar paratiroid dan juga arteri tiroid superior akan membawa level tertentu ion
kalsium dalam darahnya yang kemudian ion kalsium ini akan secara aktif masuk kedalam cairan
intestisial dari jaringan kelenjar paratiroid. Ion kalsium ini menjadi sangat penting dalam regulasi
PTH. Selain ion kalsium vitamin D dalam bentuk aktif yaitu [1,25(OH)2D] juga akan meregulasi
ekspresi dari hormone tiroid. Begitu juga dengan hormone calcitonin.

T P

Gambar. 2a. T adalah kelenjar Thyroid, P adalah kelenjar Parathyroid, Panah hitam adalah sel –
sel chief, sementara panah hijau adalah sel parafolikuler penghasil hormone kalsitonin (Gatnerr &
Hiatt, 2012)
Hormon paratiroid merupakan hormone peptide dengan struktur b tubulin dan a helix
pada bagiannya. Diekspresikan oleh kromosom 11 dari manusia dengan pita pada kromosom 11
lengan pendek 15.3 Morgan (11p15.3) ekspresi dimulai dari basa ke 13.492.055 – 13.496.181.
Hormon ini awalnye merupakan suatu bbentuk prohormone dengan Panjang 84 asam amino yang
kemudian mengalami maturase di reticulum endoplasma. Pemotongan terjadi di hati dimana pada
asam amino ke 34 dari N terminal dan membentuk 2 sturktur hormonal yaitu N – Terminal (1 –
34) PTH hormone yang mencakup 10 – 20% popuoasi hormone yang terdapat dalam sirkulasi
darah sementara syang lain adalah C – Terminal yang jumlahnya mencapai 80% dalam darah.
Bentuk aktif dari PTH adalah (1- 34) N – Terminal PTH dengan Half life dari hormone ini sekitar
selama

Gambar. 2b. Menunjukkan sel oxyphill (Panah Merah), sel Chief (Panah Hitam), Kapiler Darah
(Panah Kuning), dan Jaringan Ikat (Panah Biru) (Gatner & Hiatt, 2012)

4 – 20 menit. Untuk C – Terminal PTH umumnya lebih jarang fungsional walau memiliki half
life yang lebih lama. Regulasi ekspresi dari hormone ini didasarkan pada kehadiran Ion kalsiium
dalam darah dimana secara singkat akan meregulasi transkripsi dari gen PTH. Regulasi dari gen
PTH ini didasarkan pada mekanisme yang sangat kompleks dimana regulasi ini melibatkan
berbagai organ dimana diantaranya adalah ginjal, tulang, system kardiovaskuler, dan juga saluran
gastrointestinal. Vitamin D (1,25D) akan meregulasi level transkripsi dari gen PTH dimana disaar
kadar Ca2+ rendah maka 1,25D akan memaksimalkan absorbs dari kalsium dalam makanan.
Disaat level kalsium tinggi maka sel chief akan di inhibisi dengan menempelnya Ca2+ pada
reseptor G di membrane sel. Ini adalah efek sekunder dari 1,25D sementara efek primer adalah
regulasi pada mRNA dari PTH (Morlina, 2013).

Gambar. 3. Struktur Hormon Paratiroid N – Terminus (Marx et al, 2000)

Hormon paratiroid aktif memiliki ukuran sebesar 34 asam amino dengan N – Terminus
dimana susunan asam aminonya adalah NH2 – Ala – Val – Ser – Glu – Ile – Gln – Phe – Met –
His – Asn – Leu – Gly – Lys – His – Leu – Ser – Ser – Met – Glu – Arg – Lys – Lys – Leu – Gln
– Asp – Val – His – Asn – Phe – R. Setelah perombakan dihati maka kemudian hormone ini akan
dikembalikan ke sirkulasi darah dan menjadi hormone aktif dengan populasi sekitar 10 – 20%
dari seluruh populasi PTH di dalam plasma darah. Reseptor dari PTH menunjukkan reaksi
komplementer dengan struktur hormonnya dimana reseptor ini banyak terdapat pada sel – sel di
osteoblast, sel – sel di tubulus kontortus proksimal, sel – sel tubulus kontortus distal, dan
beberapa sel di jaringan lain. Struktur kimianya bersifat isoelektis yang polar karena derivate dari
asam amino polar yang dimilikinya (Brewer, 1972).
Ekspresi dari PTH sangat diregulasi oleh 1,25D selain secara sekunder dan
mempengaruhi mRNA dari PTH 1,25D akan berikatan dengan reseptornya yaitu VDR - VDRE
yang berada di dalam nucleus dari sel chief dan menyebabkan down – regulation dari ekspresi
mRNA untuk PTH. Mekanisme untuk regulasi post – transkripsi melibatkan kadar Pirofosfat (Pi)
dan juga kadar kalsium dalam darah dan cairan intestisial. Disaat kalsium rendah maka kadar
pirofosofat akan tinggi system regulasi ini seiringan rengan homeostasis dari PO4- dan Ca2+.
Dimana dalam kotransporter simport sel dimana disaat kadar kalsium dalam plasma darah rendah
maka kadar H2PO4- atau HPO42- akan meningkat. Secara molekuler hal ini berhubungan dengan
IGF1 dann juga Calcitriol dan Calcitonin. Kedua hormone ini memicu pembentukan PTH
dengan regulasi penambahan kadar Pi dalam sel (Gambar. 5). Kadar Pirofsfat yang tinggi
memicu fosforilasi dari KSRP sebagai pemblock jalur translasi. Disaat KRSP terfosforilasi maka
factor translasi aktif dan mRNA dari PTH dapat diekspresikan menjadi PTH (Gambar. 6).
Gambar. 4. Homeostasis Pi dan Ca2+ berdasarkan hormone Calcitriol, Calcitonin dan FGF – 23
(Licata & Lerma, 2012)

Saat kadar kalsium rendah maka akan terjadi relaksasi dari reseptor kalsium di membrane
sel chief yang kemudian menyebabkan disaktifasi dari jalur Fosfolipase A2 – Arachidonic Acid –
Leukotrienes yang jalur ini akan menyebabkann degradasi dari PTH (Gambar. 6). Saat PTH
kemudian tinggi dalam sel maka kemuudian PTH akan ditransferkan ke luar sel melalui jalur
eksositosis. PTH ini kemudian akan dilajurkan melalui cairan intestisial yang bias juga langsung
menuju kedalam kapiler darah. Hormon PTH akan bekerja pada ginjal dan tulang dimana pada
tulang akan menyebabkan resorpsi kalsium yang kemudian akan dibongkar kembali menjadi Ion
Kalsium dan asam – asam fosfat sehingga dalam darah konsentrasi Ca2+ dan Fosfat tinggi. Kadar
kalsium yang tinggi akan mengaktifkan jalur Fosfolipase A2 – Arachidonic Acid – Leukotrienes
dimana disaat Ca2+ berikatan dengan reseptor akan terjadi konstraksi reseptor protein sehingga
dihasilkan Leukotrienes yang akan mengaktifkan lajur degradasi dari PTH (Gambar. 6). Sehingga
jalur homeostasis tetap terjaga. Regulasi ekspresi dari PTH juga ditentukan dari lajur FGF- 23
yang diregulasi oleh osteoklas saat terjadi resorpsi pada struktur tulang (Gambar. 7). FGF – 23 ini
akan menyebabkan regulasi penghentian dari translasi dari mRNA PTH (Morlina, 2013).

Regulasi dari PTH juga melalui lajur hormone CT (Kalsitonin) dan juga 1,25 –
Dihidroksikolekalsiferol. Regulasi antagonistic Nampak antara CT dengan PTH dimana CT
dihasilkan dari sel parafolikuler sebanyak 32 asam amino. Hormone CT ini bersifat kalsifikan
dimana disaat kadar kalsium tinggi maka hormone CT ini entah bagaimana tergabung dalam
regulasi kalsifikasi dalam tulang. Aktifasi dari CT disebabkan oleh kadar Ca2+ yang tinggi. Kerja
PTH antagonistic dengan CT dimana disaat kadar PTH tinggi maka kadar CT akan diturunkan
hal ini seiringan dengan berkurangnya kadar Ca2+ dan juga meningkatnya kadar firofosfat di
dalam

Gambar. 5. Regulasi Pembentukan PTH pada sel Chief (Morlina, 2013)

Plasma darah. Organisasi dari struktur tulang (Gambar. 7) menunjukkan kadar Fosfat organic dan
kadar fosfat anotrganik dan organik dalam jumlah yang tinggi. Dalam struktur ini saat terjadi

Gambar. 6. Organisasi Fosfat dan juga Ca2+ (Lichata & Lerma, 2012)
2.2 Mekanisme Hormon Paratiroid
Menurut Silverthorn et al. (2010) organ target dari hormon paratiroid adalah ginjal, tulang
dan intestinal. Kelenjar paratiroid menghasilkan parathormon/ hormon paratiroid (PTH). PTH
mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar
kalsium dalam darah dan penurunan kadar fosfat darah. Ion kalsium memiliki beberapa fungsi
fisiologis sebagai berikut.
1. Ca2+ adalah molekul sinyal penting. Gerakan Ca2+ dari satu kompartemen tubuh ke tubuh
lainnya menciptakan sinyal Ca2+. Kalsium yang memasuki sitoplasma memulai
eksositosis sinaptik dan vesikula sekretori, kontraksi pada otot, aktivitas enzim dan
transporter yang berubah. Penghapusan Ca2+ dari sitoplasma membutuhkan transportasi
aktif.
2. Ca2+ adalah bagian dari semen intercellular yang menahan sel untuk tetap bersama pada
sambungan yang rapat.
3. Ca2+ adalah kofaktor dalam kaskade koagulasi. Meskipun Ca2+ penting untuk pembekuan
darah, konsentrasi Ca2+ tubuh tidak akan turun sampai pada titik di mana koagulasi
dihambat. Namun, pengangkatan Ca2+ dari sampel darah akan mencegah spesimen dari
pembekuan di tabung reaksi.
4. Konsentrasi plasma Ca2+ mempengaruhi rangsangan neuron. Jika plasma Ca2+ turun
terlalu rendah (hipokalsemia), permeabilitas neuron terhadap Ca2+ meningkat sehingga
terjadi depolarisasi neuron, dan sistem saraf menjadi hyperexcitable. Dalam bentuknya
yang paling ekstrem, hypocalcemia menyebabkan kontraksi berkelanjutan (tetany) otot-
otot pernafasan, yang menyebabkan sesak napas. Hiperkalsemia memiliki efek
sebaliknya, menekan aktivitas neuromuskular.
5. Ion kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, koagulasi darah,
kontraksi otot, permeabilitas membran sel, dan kemampuan eksitabilitas neuromuskular
yang normal.
Selain fungsi ion kalsium yang penting diatas diketahui bahwa ion fosfat juga
sangat penting untuk metabolisme seluler, sistem buffer asam basa tubuh, dan juga
sebagai komponen nukleotida dan membran sel (Silverthorn et al., 2010). PTH
meningkatkan kadar kalsium dalam darah melalui tiga mekanisme.
1. PTH menstimulasi aktivitas osteoklas (sel penghancur tulang) sehingga menyebabkan
pengeluaran kalsium dari tulang ke cairan ekstraseluler.
2. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan mengurangi
kehilangan kalsium dalam feses. Hormon ini berfungsi untuk mengaktivasi vitamin D
yang diperlukan untuk mengabsorpsi kalsium dari makanan.
3. PTH menstimulasi reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal untuk mengganti fosfor
sehingga menurunkan kehilangan ion kalsium dalam urine dan meningkatkan kadar
kalsium darah.
Hormon paratiroid pada dasarnya berfungsi dalam mengendalikan kadar kalsium dalam
plasma. Konsentrasi kalsium dalam plasma tubuh sangat diatur dengan ketat sebagai berikut.

1. Kalsium dalam tubuh, didistribusikan di antara tiga kompartemen yaitu sebagai berikut.
 Cairan ekstraselular. Ionisasi Ca2+ terkonsentrasi di ECF, dengan konsentrasi Ca2+
rata-rata 2,5 mM. Pada plasma, hampir setengah Ca2+ terikat pada protein plasma dan
molekul lainnya.
 Intraselular Ca2+. Konsentrasi Ca2+ bebas dalam sitosol sekitar 0,001 mM. Selain itu
Ca2+ terkonsentrasi di dalam mitokondria dan retikulum sarkoplasma.
 Matriks ekstraselular (tulang). Tulang adalah reservoir Ca2+ terbesar di dalam tubuh,
dengan kebanyakan tulang Ca2+ berupa kristal hidroksiapatit.
2. Asupan Ca2+ didapatkan dari makanan yang ditelan dan diserap di usus halus. Hanya sekitar
sepertiga dari Ca2+ yang tertelan diserap, dan tidak seperti nutrisi organik, penyerapan Ca2+
diatur secara hormonal.
3. Kehilangan Ca2+ dari tubuh, terjadi terutama melalui ginjal, dengan sejumlah kecil
diekskresikan dalam kotoran. Ionisasi Ca2+ bebas tersaring pada glomerulus dan kemudian
diserap kembali sepanjang nefron. Reabsorpsi yang diatur secara hormonal hanya terjadi
pada nefron distal (Silverthorn et al., 2010).
Gambar 7. Keseimbangan Ion Kalsium dalam Tubuh (Silverthorn et al., 2010).

Ketika terjadi ketidakseimbangan konsentrasi ion kalsium dalam plasma akan terjadi
kontrol hormonal oleh hormone paratiroid melalui jalur control sederhana. Jalur kontrol refleks
yang paling sederhana dalam sistem endokrin adalah jalur di mana sel endokrin secara langsung
merasakan adanya rangsangan dan langsung melakukan respon dengan mensekresikan
hormonnya. Pada jenis jalur ini sel endokrin bertindak sebagai sensor (reseptor) dan pusat
pengintegrasian. Hormon paratiroid (PTH) adalah salah satu contoh hormon yang beroperasi
melalui jalur refleks sederhana sistem endokrin. Sel endokrin paratiroid terdapat dalam empat
kelenjar kecil yang berada di belakang kelenjar tiroid. Sel endokrin paratiroid ini memantau
konsentrasi plasma Ca2+ dengan bantuan reseptor Ca2+ berupa G protein-coupled pada membran
selnya. Bila sejumlah reseptor terikat pada Ca2+ sekresi PTH terhambat. Jika konsentrasi Ca2+
plasma turun di bawah tingkat tertentu dan semakin sedikit reseptor yang terikat, penghambatan
berhenti dan sel paratiroid mengeluarkan PTH. Hormon paratiroid bergerak melalui darah untuk
bertindak pada tulang, ginjal, dan usus sehingga memulai respons yang meningkatkan konsentrasi
Ca2+ dalam plasma. Kenaikan plasma Ca2+ adalah sinyal umpan balik negatif yang mengakhiri
pelepasan hormon paratiroid (Silverthorn et al., 2010).
Gambar 8 .Jalur Sederhana Refleks Endokrin pada Hormon Paratiroid (Silverthorn et al., 2010)

Gambar 9 Pengaturan Kalsium oleh Hormon Paratiroid (Molina, 2013)

Apabila terjadi penurunan ion kalsium pada plasma maka akan terjadi proses kerja dar
hormone paratiroid yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid. Respon cepat dari penurunan ion
kalsium plasma ini akan dilakukan oleh kelenjar paratiroid dimana kelenjar paratiroid akan cepat
melepaskan hormon paratiroid untuk mengembalikan kadar kalsium plasma menjadi normal.
Kerja paratiroid juga dipengaruhi oleh fosfat dan kalsitonin. Selain itu secara tidak langsung
vitamin D juga ikut mengatur kerja dari hormon paratiroid. Vitamin D yang dibentuk dikulit yaitu
vitamin D3 (7 dehidrokolesterol) akan mengalami dua kali hidroksilasi sebelum menjadi vitamin
D yang biologis aktif yaitu 1,25 dihidroksivitamin D atau kalsitriol. Hidroksilasi vitamin D
didalam tubuh terjadi sebagi berikut:
1. Hidroksilasi pertama terjadi di hati oleh enzim 25-hidroksilase menjadi 25-
hidroksikolekalsiferol yang kemudian dilepas ke darah dan berikatan dengan suatu protein
( vitamin D binding protein) selanjutnya diangkut keginjal.
2. Hidroksilasi kedua terjadi di ginjal yaitu oleh enzim 1α-hidroksilase sehingga 25-
hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol atau kalsitriol yang
merupakan suatu hormone yang berperan penting dalam metabolisme kalsium. Peranan
hormone paratiroid dalam kaitan dengan perubahan metabolisme vitamin D adalah dalam
perubahan dari 25-hidroksivitamin D atau kalsitriol di ginjal (Molina, 2013).
Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi kalsium yg akibat 1,25-dihidrokholekalsiferol
(derivat vit D) dan tidak langsung oleh parathormon. PTH pada ginjal mengatur produksi 1,25-
dihidroksikho-lekalsiferol yang menyebabkan usus mengabsorpsi lebih banyak ion kalsium. PTH
bekerja langsung pada ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi kalsium filtrat & penurunan
reabsorpsi fosfat. Pada tulang terjadi pembebasan ion kalsium ke cairan ekstraseluler karena
adanya aktivitas osteoklas. Apabila keadaan kalsium plasma sudah kembali normal, maka akan
diberikan efek umpan balik negatif terhadap kelenjar paratiroid untuk mengurangi sekresi
hormonnya (Molina, 2013).
Gambar 10 Mekanisme Kerja Hormon Paratiroid (Molina, 2013).

Gambar 11 Mekanisme Aksi PTH pada Jaringan Target (Melmed & Conn, 2005).

Hasil interaksi PTH dengan organ target dimana PTH akan berinteraksi membran plasma
reseptor PTH / PTHrP menstimulasi enzim adenylyl cyclase pada permukaan dalam membran
plasma. Produk dari aktivitas adenylyl cyclase ini berupa cAMP seluler, produk aktivitas
fosfolipase, isositol trifosfat (IP3), diasilgliserol (DAG), dan Ca2+ intraselular. Reseptor PTH /
PTHrP dapat mengaktifkan dua jalur sinyal intraselular. Gs berpasangan dengan adenylyl cyclase
(AC) dan merangsang produksi cAMP, yang mengaktifkan protein kinase A (PKA). Gq
berpasangan ke PLC untuk membentuk IP3 dan DAG dari phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate
(PIP2). IP3 melepaskan kalsium (Ca2+) dari toko intraselular, dan DAG merangsang aktivitas
PKC (Melmed & Conn, 2005).

Gambar. Aktivitas Osteoklas dalam Pembebasan Ion Kalsium (Silverthorn et al., 2010).

Adanya PTH akan mengaktifkan aktivitas osteoklas dimana daerah sentral dari osteoklas
mengeluarkan asam (dengan bantuan H+-ATPase) dan enzim protease yang bekerja pada pH
rendah. Kombinasi asam dan enzim ini akan melarutkan matriks kalsifikasi dan pendukung
kolagennya sehingga terjadi pembebasan Ca+ yang bisa masuk ke dalam plasma (Silverthorn et
al., 2010). Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada gambar berikut.

Gambar 12 Mekanisme Resorpsi pada Tulang (Molina, 2013).


PTH berikatan dengan hormon paratiroid osteoblast reseptor 1 (PTHR1) sehingga
merangsang ekspresi permukaan sel RANKL yang akan mengikat untuk RANK dimana
RANK merupakan protein permukaan sel sebagai prekursor osteoklas. Ikatan RANKL
dengan RANK bisa mengaktifkan transkripsi gen osteoklas dan diferensiasinya menjadi
osteoklas matang ditandai oleh membran yang terlihat acak-acak dan resorpsi tulang terjadi.
Osteoklas menempel pada permukaan tulang melalui β-integrin. Vesikel intraselular asam
menyatu dengan selaput sel yang menghadapi matriks tulang. Ion hidrogen yang dihasilkan
oleh karbonat anhidrase II dari pemecahan asam karbonat menjadi HCO3- kemudian
dikirim melalui membran plasma oleh H+-ATPase sehingga pH turun kira-kira 4
memerlukan hidroksiapatit dan memberikan yang akan memaksimalkan enzim protease
lisosom termasuk kolagenase melarutkan mineral tulang. Produk degradasi tulang diakhiri
oleh osteoklas dan diangkut ke dan dilepaskan pada permukaan antiresorptif sel yang
menghasilkan Ca2+, fosfat anorganik, dan fosfatase alkali ke dalam sirkulasi.
Osteoprotegerin, yang disekresi oleh osteoblas berfungsi sebagai inhibitor RANKL
sehingga mencegah pengikatan RANKL ke RANK yang nantinya akan menghambat proses
resorpsi tulang osteoklastik (Molina, 2013).

2.3 Pengaruh Kerja Hormon Paratiroid dengan Hormon Lain


2.3.1 Pengaruh Hormon Paratiroid terhadap Beberapa Organ
a. Ginjal
Pada ginjal hampir semua Ca2+ tersaring diserap kembali. Sekitar 40% dari Ca2+ yang
diserap kembali berada di bawah regulasi hormonal oleh PTH. Ca2+ yang paling
tersaring diserap kembali di tubulus proksimal, terutama oleh proses transportasi pasif
yang terlepas dari regulasi hormon. Penyerapan Ca2+ pada anggota tubuh naik kortikal
yang kental akan dimediasi oleh kombinasi penyerapan aktif dan pasif. Penyerapan Ca2+
pada tubulus distal yang distal dimediasi oleh penyerapan sel aktif, yang dirangsang oleh
PTH yang mengikat ke PTHR1. Transcellular transport Ca2+ difasilitasi oleh vitamin D
melalui peningkatan protein Kalbindin-D 28K yang mengikat Ca2 dan dalam ekspresi
transporter Ca2+ di membran basolateral (Morlina, 2013).
Hormon paratiroid berperan dalam penyerapan kembali kalsium dan merangsang
pengeluaran fosfat oleh ginjal. Di bawah pengaruh hormon paratiroid, ginjal mampu
mereabsorpsi lebih banyak kalsium yang difiltrasi, sehingga kalsium yang keluar melalui
urin berkurang. Efek ini meningkatkan kadarkalsium plasma dan menurunkan
pengeluaran kalsium melalui urin. Hormon Paratiroid juga meningkatkan ekskresi fosfat
urin melalui penurunan reabsorpsi fosfat. Akibatnya, hormon paratiroid menurunkan
kadar fosfat plasma bersamaan dengan saat hormon tersebut meningkatkan konsentrasi
kalsium (Saraswati, 2017).

Gambar 13 : Keseimbangan Kalsium


Diet asupan rata-rata kalsium 1 g / d dan merupakan penentu penting homeostasis kalsium. Sebagian kecil
diserap di saluran pencernaan, dan ini secara signifikan diperkuat oleh vitamin D. Kalsium dalam tulang
didistribusikan ke kolam yang mudah ditukar dan kolam yang stabil. Kolam mudah ditukar terlibat dalam
menjaga tingkat plasma Ca 2+. Kolam Ca 2+ yang stabil terlibat dalam remodeling tulang. Hampir semua
Ca2 + yang tersaring diserap kembali, dan sekitar 40% Ca 2+ yang diserap kembali berada di bawah
peraturan hormonal oleh PTH. ECF, cairan ekstraselular; PTH, hormon paratiroid (Morlina, 2013).
b. Tulang
Kalsium dalam tulang didistribusikan di kolam yang mudah ditukar dan kolam yang
stabil. Kolam yang mudah ditukar ini terlibat dalam menjaga tingkat plasma Ca 2+
dengan pertukaran 550 mg kalsium antara tulang dan ECF setiap hari. Kolam Ca 2+
yang stabil terlibat dalam remodeling tulang. Tulang secara metabolik aktif sepanjang
hidup. Setelah pertumbuhan kerangka selesai, remodeling tulang kortikal dan trabekuler
berlanjut dengan tingkat perputaran tahunan sekitar 10% dari kerangka orang dewasa
(Morlina, 2013).
Menurut Saraswati (2017), hormon paratiroid menimbulkan beberapa perubahan
besar pada tulang seperti merangsang mobilisasi kalsium dan fosfat, setelah hormon ini
mengubah osteoklas non-aktif menjadi osteoklas aktif, meningkatkan produksi asam-
asam organik dan enzim yang diperlukan untuk penguraian tulang seperti asam sitrat,
enzim lisosom, kolagenase dan asam hialuronat, merangsang arus kalsium dari lakuna
(lacunae) menuju cairan tulang (bone fluid) dan akhirnya tiba di cairan ekstraselular,
memperbesar arus kalsium ke dalam osteoblas dengan cara menambah permeabilitas
membran sel osteoblas. Hormon paratiroid mempunyai dua efek pada tulang dalam
menimbulkan absorpsi kalsium dan fosfat. Efek tersebut diantaranya sebagai berikut.
1. Absorpsi Kalsium Fase Cepat
Hormon paratiroid dapat menyebabkan pemindahan garam-garam tulang dari dua
tempat dalam tulang, yaitu dari matriks tulang disekitar osteosit yang terletak dalam
tulangnya sendiri dan disekitar osteoblas yang terletak disepanjang permukaan tulang.
Osteoblas dan osteosit membentuk suatu sistem sel yang saling berhubungan satu
sama lain, yang menyebar diseluruh permukaan tulang kecuali sebagian permukaan
yang berdekatan dengan osteoklas. Diantara membran osteositik dan tulang ada
sedikit cairan tulang. Membran osteositik nantinya akan memompa ion kalsium dari
cairan tulang ke cairan ekstrasel. Bila pompa osteositik sangat aktif, maka konsentrasi
kalsium dalam cairan tulang menjadi sangat aktif, sehingga konsentrasi kalsium di
dalam cairan tulang menjadi rendah dan kalsium fosfat yang nantinya akan diabsorbsi
dari tulang ke cairan ekstra sel. Efek ini disebut osteolisis. Bila pompa menjadi tidak
aktif, konsentrasi ion kalsium dalam cairan tulang naik lebih tinggi dan garam-garam
kalsium fosfat ditimbun lagi di dalam matriks tulang. Peran hormon paratiroid dalam
proses ini adalah bahwa membran sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor
untuk mengikat hormon paratiroid. Hormon paratiroid nantinya akan mengaktifkan
pompa kalsium dengan kuat sehinga menyebabkan perpindahan garam-garam
kalsium fosfat dengan cepat dari kristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel.
Hormon paratiroid merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas
kalsium pada sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah
difusi ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium
di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang tersisa ke dalam cairan
ekstra sel (Saraswati, 2017).
2. Absorpsi Kalsium Fase Lambat
Pada fase ini, yang berperan adalah osteoklas. Walaupun osteoklas tidak memiliki
membran reseptor untuk hormon paratiroid. Aktifasi sistem osteoklastik terjadi dalam
dua tahap, yaitu: Aktifasi yang berlangsung dengan segera dari osteoklas yang sudah
terbentuk dan pembentukan osteoklas baru Kelebihan hormon paratiroid selama
beberapa hari biasanya menyebabkan sistem osteoklas berkembang dengan baik, dan
karena pengaruh rangsangan hormon paratiroid yang kuat, maka pertumbuhan akan
berlanjut terusmenerus selama beberapa bulan. Hormon paratiroid bekerja langsung
pada tulang untuk meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang sehingga sejumlah
besar kalsium dilepaskan dari tulang ke cairan ekstra seluler untuk mempertahankan
keseimbangan kalsium. Bila konsentrasi ion klasium pada cairan ekstra seluler
menurun, maka sekresi hormn paratiroid akan diturunkan pula dan hampir tidak akan
terjadi resorbsi. Kalsium yang berlebihan tadi nantinya akan dideposit ke tulang
dalam rangka pembentukan tulang yang baru (Saraswati, 2017).
c. Intestinal
Ketersediaan kalsium makanan merupakan penentu penting homeostasis kalsium.
Diet asupan kalsium rata-rata 1000 mg / d, dimana hanya 30% yang diserap di saluran
pencernaan. Persentase diet Ca2+ yang diserap ini secara signifikan diperkuat oleh
vitamin D selama pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Selama pertumbuhan, terjadi
pertambahan tulang bersih. Setelah menyelesaikan fase pertumbuhan pada individu
muda dan sehat, tidak ada keuntungan atau kehilangan bersih Ca2+ dari tulang meskipun
terjadi perputaran massa tulang secara terus-menerus; jumlah Ca2+ yang hilang dalam
urin kira-kira sama dengan penyerapan Ca2+. Intestinal penyerapan Ca2+ terjadi dengan
proses transceh yang jenuh dan nonsaturable, paracellular pathway. Jalur paracellular th
mendominasi saat makanan Ca2+ melimpah. Jalur transcellular aktif bergantung pada
vitamin D dan berperan penting dalam penyerapan saat suplai Ca2+ terbatas. Transfusi
Ca9+ transepitelial usus, serupa dengan yang ada di tubulus distal, adalah proses 3
langkah yang terdiri dari masuknya pasif melintasi membran apikal, sumber sitosolik
yang difasilitasi oleh protein pengikat kalsium yang bergantung pada vitamin D
(calbindin), dan ekstrusi aktif dari Ca2+ melintasi membran basolateral yang berlawanan
yang dimediasi oleh penukar Ca2+ -ATPase dan Na+ / Ca2+ yang tinggi (Morlina, 2013).
Mekasime kerja hormon paratiroid untuk meningkatkan kadar kalsium melalui usus.
Di bawah kehadiran hormon paratiroid pada lapisan usus menjadi lebih efisien dalam
menyerap kalsium pakan. Hormon paratiroid meningkatkan absorbsi kalsium pada usus
halus. Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya diperantarai oleh
siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang bekerja sebagai mekanisme second messenger.
Dalam waktu beberapa menit setelah pemberian hormon paratiroid, konsentrasi cAMP
di dalam osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya meningkat. Selanjutnya, cAMP
mungkin bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi osteoklas seperti sekresi enzim
dan asam-asam sehingga terjadi reabsorpsi tulang, pembentukan 1,25
dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal dan sebagainya (Saraswati, 2017).
2.3.2 Regulasi Homeostatis Hormonal
a. Hormonal Homeostasis Kalsium
Adanya penurunan tingkat Ca2+ terionisasi secara alami dirasakan melalui sensor
Ca2+ pada sel induk paratiroid, yang mengakibatkan pelepasan PTH meningkat. PTH
mengikat reseptor pada osteoblas yang mengarah ke rekrutmen preosteoklas dan
pematangannya ke osteoklas aktif, yang bertanggung jawab atas peningkatan resorpsi
tulang dan melepaskan Ca2+ dan fosfat anorganik (Pi) ke dalam sirkulasi. Pada ginjal,
PTH mempromosikan reabsorpsi Ca2+ dan ekskresi Pi dalam urin. Selain itu, PTH
merangsang hidroksilasi 25-hydroxyvitamin D3, yang mengarah pada pembentukan
bentuk aktif vitamin D (calcitriol). Vitamin D meningkatkan penyerapan usus diet Ca2+
dan reabsorpsi ginjal dari Ca2+ yang tersaring. Pada tulang, vitamin D meningkatkan
jumlah osteoklas dan menstimulasi resorpsi tulang, dengan peningkatan pelepasan Ca2+
ke sirkulasi. Peningkatan kadar Ca2+ yang terionisasi secara alami menurunkan
pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid, menurunkan aktivasi vitamin D di ginjal, dan
merangsang sel-sel parafollicular kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon kalsitonin.
Kalsitonin menangkal efek PTH. Calcitonin menghambat aktivitas osteoklas,
mengurangi resorpsi tulang dan meningkatkan ekskresi Ca2+ ginjal. Hasilnya adalah
penurunan tingkat Ca2+ terionisasi bebas. Secara keseluruhan, PTH, kalsitriol, dan
kalsitonin bekerja sama untuk mempertahankan kadar Ca2+ plasma dalam kisaran
normal (Morlina, 2013).
b. Peran Vitamin D dalam Kalsium Homeostasis
- Sintesis dan Aktivasi Vitamin D
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang dapat disintesis dari
prekursor planter atau melalui tindakan sinar matahari dari prekursor yang berasal
dari kolesterol yang ditemukan di kulit atau diperoleh dari asupan makanan dari susu
yang diolah, lemak, minyak ikan cod, dan pada tingkat yang lebih rendah, telur.
Vitamin D aktif (kalsitriol) adalah produk hidroksilasi berturut-turut yaitu yang
pertama di hati dan kemudian di ginjal dari prekursornya, cholecalciferol yang
berasal dari kulit dan ergocalciferol yang berasal dari makanan. Cholecalciferol
diproduksi di kulit dengan radiasi ultraviolet dari 7-dehidrocholesterol sebagai
prekursor inert. Previtamin D 3 (cholecalciferol) diisomerisasi menjadi vitamin D 3
dan diangkut dalam sirkulasi yang terikat pada protein pengikat vitamin D. Protein
pembawa plasma utama vitamin D dan metabolitnya. Cholecalciferol (vitamin D 3)
dan vitamin D 2 (ergocalciferol dari tumbuhan) diangkut ke hati, untukmelakukan
bioaktivasi pertama yaitu hidroksilasi pada C-25 sampai 25-hydroxyvitamin D [25
(OH) D] yang menghasilkan prehormone, 25-hydroxyvitamin D. Keduanya
merupakan bentuk sirkulasi utama vitamin D (15-60 ng / mL). 25-hydroxyvitamin D
adalah bentuk penyimpanan vitamin D yang utama, dalam keseimbangan
penyimpanan dalam otot dan lemak, dan merupakan nilai yang diukur oleh sebagian
besar laboratorium klinis untuk menilai kadar vitamin D dalam individu. 2 5-
hydroxyvitamin D beredar terikat pada protein pengikat vitamin D. Protein ini dapat
disaring pada glomerulus dan masuk ke tubulus proksimal yang memfasilitasi
penyerahan prekursor, 25-hydroxyvitamin D, ke 1α-hydroxylase (Morlina, 2013).

Gambar 14 : Mekanisme Vitamin D (Morlina, 2013)


Renal 1α-hydroxylase yang berasal dari regulasi oleh PTH adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk tahap kedua dalam aktivasi prehormon, hidroksilasi pada
C-1, menghasilkan vitamin D aktif [1,25 (OH) 2 D] juga dikenal sebagai calcitriol.
Calcitriol dilepaskan ke dalam sirkulasi (20-60 pg / mL), di mana ia berfungsi sebagai
hormon endokrin, yang mengatur proses seluler di sejumlah jaringan target. Pada
hidroksilasi kedua, produksi 1,25 (OH) 2 D dengan 1α-hidroksilase di ginjal,
merupakan proses yang diatur ketat dan merupakan faktor utama dalam regulasi
umpan balik homeostasis kalsium. Produksi vitamin D aktif dalam regulasi umpan
balik negatif oleh kadar Ca2+ plasma. Peningkatan kadar Ca2+ dalam plasma
menghambat hidroksilasi pada C-1 dan membantu hidroksilasi pada C-24, yang
menyebabkan sintesis metabolit vitamin D [24,25 (OH) 2 D] yang tidak aktif.
Singkatnya, PTH merangsang aktivitas 1α-hydroxylase, yang mendukung
peningkatan sintesis bentuk aktif vitamin D. Vitamin D, serta kadar Ca2+ yang tinggi,
menekan aktivitas 1α-hydroxylase, menurunkan fungsinya sendiri. sintesis dan
mendukung sintesis 24,25 (OH 2) D, yang merupakan bentuk hormon yang kurang
aktif (Morlina, 2013).
- Efek Seluler Vitamin D
Vitamin D aktif yang terutama untuk meningkatkan penyerapan Ca 2+ usus,
memfasilitasi reabsorpsi kalsium yang dimediasi PTH di tubulus ginjal distal, dan
untuk menekan sintesis dan pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid. Vitamin D juga
berperan dalam pengaturan penyerapan tulang dan pembentukan. Jaringan tambahan
termasuk kulit, limfosit, skeletal dan otot jantung, payudara, dan reseptor ekspres
reseptor hipofisis anterior untuk kalsitriol. Kalsitriol memiliki fisiologis fisiologis
tambahan dalam memodulasi respon imun, reproduksi, fungsi kardiovaskular, dan
diferensiasi dan proliferasi seluler. Vitamin D mampu menghasilkan efek biologis
baik melalui mekanisme genomik (perubahan transkripsi gen) dan mekanisme
nongenomik yang cepat. Efektivitas genomik bergantung pada interaksi 1,25 (OH)
2D dengan protein reseptor cytosolic-nuclear, diikuti oleh interaksi kompleks reseptor
steroid di nukleus dengan daerah selektif promotor gen yang diaktifkan. Stimulasi
cepat respon cepat sebesar 1,25 (OH) 2 D dapat terjadi akibat interaksi vitamin
dengan reseptor membran sel untuk 1,25 (OH) 2 D yang mengaktifkan berbagai
sistem transduksi sinyal, termasuk protein kinase C, fosfolipase C, dan adenilat
siklase, dan memodulasi ion (Ca2+ atau Cl-) (Morlina, 2013).
Gambar 15 : Mekanisme efek antirakhit 1,25-dihidroksivitamin D. 1,25-dihydroxyvitamin D
meningkatkan penyerapan Ca ++ dan PO4-3 dari usus, meningkatkan konsentrasi serum
(Jackson RD, et al, 2006)

Calcitriol dan analog vitamin D aktif mengikat terutama ke reseptor sel target dan
bertindak sebagai faktor transkripsi ligand-activated dengan mengikat elemen respons
pada gen dan sintesis modulasi protein spesifik. Diantara produk protein yang
dihasilkan dari tindakan vitamin D pada usus adalah dua protein pengikat Ca++ yang
memiliki afinitas tinggi, calbindin, yang berperan dalam stimulasi transportasi Ca++
usus. Metabolisme vitamin D meningkatkan penyerapan makanan Ca++ dan PO4-3
dengan merangsang serapan di seluruh mukosa GI, yang menyebabkan peningkatan
konsentrasi Ca++ serum. Efek antirachitis vitamin D pada mineralisasi tulang adalah
akibat tidak langsung dari peningkatan penyerapan Ca++ dan PO4-3 ini, yang juga
menyebabkan pengendapan mineral dalam tulang (Jackson RD, et al, 2006).
Metabolit vitamin D, terutama pada konsentrasi yang lebih tinggi, merangsang
pelepasan Ca ++ dari tulang. Sintesis sitokin yang terkait membran, aktivator reseptor
ligan faktor-kubah nuklir (RANKL), diaktifkan. Interaksi RANKL dengan reseptor
aktivator reseptor faktor-nkt (RANK) nuklir pada osteoklas merangsang diferensiasi,
kelangsungan hidup, dan aktivitas osteoklas, yang menghasilkan pelepasan Ca ++.
Sebuah reseptor umpan, osteoprotegerin (OPG), diproduksi oleh sel stroma sumsum
tulang dan dapat secara kompetitif menentang efek RANKL. Peningkatan RANKL
adalah mekanisme umum dimana banyak faktor, termasuk PTH, prostaglandin, dan
sitokin inflamasi, merangsang resorpsi tulang. Metabolisme vitamin D menghambat
sintesis dan sekresi PTH. Vitamin D juga mempengaruhi diferensiasi jenis sel
lainnya, termasuk keratinosit (Jackson RD, et al, 2006).
- Abnormal Vitamin D
Menurut Morlina (2013), vitamin D termasuk dalam golongan vitamin yang larut
dalam lemak (yaitu, A, D, E, dan K) dan dapat disimpan dalam jaringan. Kelebihan
vitamin D dapat menyebabkan masalah seperti kalsinasi (kortikosteroid jaringan
2+ 2+
lunak), pengendapan Ca dan PO4 di ginjal, dan peningkatan kadar Ca plasma,
yang mengakibatkan aritmia jantung. Efisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh
berkurangnya asupan makanan atau kurang sinar matahari dan penurunan konversi
yang dihasilkan dari prekursor tidak aktif pada kulit ke bentuk aktif vitamin.
Kelebihan vitamin D menyebabkan deformitas tulang (rakhitis) bila terjadi pada
anak-anak dan penurunan massa tulang (osteomalacia) pada orang dewasa. Defisiensi
vitamin D dikaitkan dengan kelemahan, pembengkakan tulang yang berat, cacat gigi,
dan hypocalcemia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekurangan vitamin D
termasuk penggunaan tabir surya, seseorang memungkinkan terjadinya mutasi dalam
1α-hydroxylase, enzim yang mengkatalisis tahap kedua dan terakhir dalam aktivasi
vitamin D, atau resistensi terhadap tindakan vitamin D pada jaringan yang disebabkan
dengan mutasi pada reseptor vitamin D.
c. Peran Kalsitonin Pada Homeostasis Kalsium

Gambar 16. Efek 1,25-dihydroxyvitamin D, PTH, dan kalsitonin pada aktivitas osteoblas dan osteoklas.
Osteoblas merangsang pembentukan osteoklas, kelangsungan hidup, dan aktivitas oleh sitokin terkait
membran, RANKL, yang mengikat reseptor (RANK) pada prekursor osteoklas dan osteoklas. Osteoblas juga
merangsang pembentukan tulang dan menghasilkan faktor pertumbuhan tulang. Osteoklas mensekresikan
enzim asam dan proteolitik dan menyerap matriks tulang. Metabolisme vitamin D yang aktif dan PTH
meningkatkan ekspresi RANKL pada osteoblas, yang menghasilkan aktivasi osteoklas dan resorpsi tulang.
Calcitonin menghambat aktivitas osteoklas melalui interaksi dengan reseptor G-protein-coupled
(Jackson RD, et al, 2006)
Calcitonin adalah hormon peptida asam amino 32-amino yang berasal dari
procalcitonin, diproduksi oleh sel-sel asal puncak saraf (parafollicular atau sel C) di
kelenjar tiroid. Kalsitonin termasuk dalam famili peptida termasuk amylin, peptida
terkait gen kalsitonin (CGRPs) dan adrenomedullin. Kalsitonin kemudian didistribusikan
di berbagai jaringan perifer dan juga di sistem saraf pusat dan menginduksi beberapa
faktor biologis termasuk vasodilatasi kuat (CGRP dan adrenomedullin), pengurangan
asupan nutrisi (amylin), dan penurunan resorpsi tulang (kalsitonin). Pelepasan calcitonin
diatur oleh kadar kalsium plasma melalui reseptor Ca2+ pada sel parafollicular.
Ketinggian dalam plasma Ca2+ lebih tinggi dari 9 mg / dL merangsang pelepasan
kalsitonin. Pelepasan calcitonin juga distimulasi oleh gastrin, hormon gastrointestinal.
Fungsi fisiologis utama kalsitonin adalah menurunkan konsentrasi plasma Ca2+ dan
fosfat, terutama dengan mengurangi resorpsi tulang. Organ target untuk fisiologis
kalsitonin adalah tulang dan ginjal. Keseluruhan keseluruhan kalsitonin dalam tulang
adalah untuk menghambat resorpsi tulang, terutama dengan menghambat motilitas
osteoklas, pembelahan, dan pembentukan batas yang buruk. Calcitonin menghambat
aktivitas sekresi osteoklas (terutama asam fosfatase tahan asam), mengubah aktivitas Na
+ -K + -ATPase, pelokalan anhidradiat karbonat, dan menghambat aktivitas H+ -
ATPase, mengurangi sekresi asam osteoklas. Di ginjal, kalsitonin meningkatkan
ekskresi urin yang mengandung Ca2+, dengan penghambatan reabsorbsi kalsium tubulus
ginjal. Mekanisme yang terlibat adalah melalui pembukaan saluran Ca2+ yang rendah di
membran luminal dan stimulasi penukar Na+ / Ca2+ pada membran basolateral, yang
keduanya bergantung pada aktivasi adenilat siklase. Pada pasien hiperkalsemia dengan
penyakit tulang metastatik, pemberian kalsitonin menginduksi penurunan cepat kalsium
plasma terutama melalui penghambatan reabsorpsi tubulus ginjal.
2.4 Metabolisme Tulang
Pemodelan rematik tulang dari interaksi beberapa elemen, termasuk osteoblas, osteoklas,
hormon, faktor pertumbuhan, dan sitokin, akibatnya menjadi pemeliharaan struktur tulang
yang dinamis dan pelestarian homeostasis kalsium secara sistemik. Tulang dewasa ditutupi
oleh sel-sel tulang. Selama resorpsi tulang, osteoklas direkrut dan diaktifkan untuk
menghilangkan kedua matriks organik dan kandungan mineral tulang untuk menghasilkan
lubang. Selama pembentukan tulang, osteoblas mendepositkan osteoid pada suatu lubang di
bawah kontrol osteoblastik. Hormon dapat memengaruhi remodeling tulang pada tahap
apapun selama siklus pemodelan ulang melalui efek langsung pada osteoblas atau osteoklas
untuk mengubah resorpsi tulang atau pembentukan tulang. Penting untuk diingat bahwa,
secara in vivo, struktur tulang normal dipertahankan oleh interaksi kompleks antara
osteoblas dan osteoklas (Morlina, 2013).
Pada awal kehidupan, ada keseimbangan antara pembentukan tulang oleh osteoblas dan
resorpsi tulang oleh osteoklas. Dengan penuaan, proses pembentukan tulang yang
digabungkan resorpsi dipengaruhi oleh pengurangan aktivitas, aktivitas, dan rentang
kehidupan osteoblas, yang selanjutnya diperkuat pada tahun perimenopause dengan
kekurangan hormon (estrogen, testosteron, dan androgen yang berasal dari adrenal) dan
peningkatan aktivitas osteoklas. Asupan kalsium yang menurun di bawah kehilangan
kalsium wajib (melalui urin, tinja, dan kulit) memobilisasi kalsium dari kerangka untuk
mempertahankan konsentrasi kalsium terionisasi di ECF, yang mengakibatkan kerusakan
tulang. Defisiensi vitamin D menurunkan konsentrasi kalsium terionisasi di ECF (dari
hilangnya tindakan kalsimals vitamin D pada tulang), yang mengakibatkan rangsangan
pelepasan PTH (hiperparatiroidisme sekunder), peningkatan ekskresi fosfat yang
menyebabkan hipofosfatemia, dan kegagalan untuk melakukan mineralisasi baru. tulang
seperti sedang terbentuk. Defisiensi kalsium yang sederhana dikaitkan dengan peningkatan
kompensasi pada PTH dan calcitriol, yang bersama-sama memobilisasi kalsium dari tulang,
berpotensi menurunkan massa tulang. Namun, kekurangan vitamin D yang benar
mengurangi kandungan mineral dari jaringan tulang itu sendiri dan menyebabkan
komposisi tulang tidak normal. Namun, kekurangan nutrisi ini tidak dapat dipisahkan sama
sekali karena malabsorpsi kalsium adalah manifestasi pertama dari defisiensi vitamin D
(Morlina, 2013).
1. Masa kanak-kanak dan pubertas
Menurut Morlina (2013), massa tulang meningkat sepanjang masa kanak-kanak dan
remaja. Pada anak perempuan, tingkat peningkatan massa tulang menurun dengan cepat
setelah menarche, sedangkan pada anak laki-laki, terjadi peningkatan massa tulang
hingga usia 17 tahun dan berhubungan erat dengan tahap pubertas dan status androgen.
Pada usia 17-23 tahun, mayoritas massa tulang puncak telah dicapai pada kedua jenis
kelamin. Pertumbuhan kerangka dicapai terutama melalui pemodelan tulang dan hanya
sebagian melalui remodeling tulang. Mekanisme ini melibatkan interaksi antara
osteoblas dan osteoklas, yang bekerja secara kooperatif di bawah pengaruh regangan
mekanik yang ditempatkan pada tulang oleh kekuatan otot rangka seperti yang diberikan
selama latihan. Pemuatan mekanis atau regangan berosilasi dalam kisaran tertentu
sebagai respons terhadap aktivitas fisik, yang menyebabkan perawatan tulang tanpa
kehilangan atau keuntungan. Tekanan mekanis yang menurun (seperti yang
berhubungan dengan istirahat atau amobilisasi berkepanjangan) menyebabkan keropos
tulang, sedangkan ketegangan mekanis yang meningkat (latihan menahan beban)
merangsang aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang. Pembebanan pada sel tulang
diberikan terutama oleh otot dan pada tingkat yang lebih rendah oleh berat badan.
Kekuatan otot atau ketegangan yang diterapkan pada tulang panjang meningkatkan
ketebalan tulang korteks melalui pertambahan kontinu subperiosteal. Hubungan antara
ketegangan otot yang diberikan pada tulang dan pembentukan tulang positif terjadi
selama latihan. Massa tulang puncak dicapai pada dekade ketiga kehidupan dan
dipertahankan sampai dekade kelima, ketika keropos tulang terkait usia dimulai baik
pada pria maupun wanita. Hormon steroid berperan penting dalam pertumbuhan tulang
dan pencapaian massa tulang puncak. Steroid seks juga bertanggung jawab untuk
dimorfisme seksual kerangka, yang muncul selama masa remaja dan ditandai dengan
ukuran tulang yang lebih besar pada laki-laki (bahkan saat dikoreksi untuk tinggi dan
berat badan), dengan diameter yang lebih besar dan ketebalan kortikal yang lebih besar
dalam jangka panjang tulang.
2. Kehamilan dan Menyusui
Penyerapan dan pelepasan kalsium dari kerangka meningkat selama kehamilan, dan
tingkat mobilisasi kalsium terus meningkat selama bulan-bulan awal menyusui, kembali
ke tingkat pra-kelahiran selama atau setelah disapih. Penyerapan kalsium usus dan
mobilisasi tulang lebih tinggi selama kehamilan daripada sebelum pembuahan atau
setelah melahirkan. Ekskresi kalsium urin meningkat selama kehamilan, dan mungkin
merupakan refleksi dari laju glomerulus yang meningkat, melebihi kapasitas reabsorbsi
kalsium selama periode tersebut. Peningkatan ini terbukti pada awal hingga pertengahan
kehamilan dan mendahului meningkatnya permintaan kalsium oleh janin untuk
pertumbuhan kerangka. Perubahan metabolisme kalsium dan tulang selama kehamilan
disertai dengan peningkatan vitamin D, namun tanpa perubahan yang signifikan baik
pada konsentrasi PTH atau kalsitonin utuh. Peningkatan absorpsi kalsium intestinal
dikaitkan dengan peningkatan kadar D25-dihidroksivitamin D dua kali lipat dan
peningkatan ekspresi usus dari protein calbindin kalsium pengikat kalsium. Perubahan
kandungan mineral tulang ibu selama periode ini dapat mempengaruhi status mineral
tulang dalam jangka panjang. Setelah melahirkan, penyerapan kalsium dan ekskresi
kalsium urin kembali ke tingkat kehamilan di awal kehamilan. Namun, ibu menyusui
memiliki penurunan output kalsium kencing dan omset tulang yang lebih tinggi daripada
pada akhir kehamilan. Selama periode ini, kalsium sekitar 5 mmol / d (200 mg / d)
diberikan kepada bayi melalui ASI, dan ini bisa melebihi 10 mmol / d (400 mg / d) pada
beberapa wanita. Di sini, kebutuhan kalsium meningkat secara signifikan selama
kehamilan dan menyusui (Morlina, 2013).
3. Menopause
Kehilangan tulang akut yang menyertai menopause melibatkan sebagian besar
kerangka tapi terutama komponen trabekular. Perubahan biokimia yang terkait
mencakup peningkatan fraksi kalsium kalsium (bikarbonat) yang terkompleks,
peningkatan fosfatase alkali dalam plasma dan hidroksiprolin urin (merupakan
peningkatan resorpsi tulang yang diikuti oleh peningkatan peningkatan pembentukan
tulang), peningkatan kehilangan kalsium wajib dalam urin, dan Penurunan penyerapan
kalsium yang kecil tapi signifikan. Perubahan ini diperbaiki dengan pengobatan hormon,
suplementasi kalsium, pemberian thiazide (yang mengurangi ekskresi kalsium), dan
pembatasan asupan garam, yang mengurangi kehilangan kalsium wajib. Pada beberapa
kasus (50%) osteoporosis, penyerapan kalsium rendah, dan resorpsi tulang yang tinggi
dapat ditekan dengan pengobatan dengan vitamin D yang pada gilirannya menyebabkan
peningkatan penyerapan kalsium. Pada laki-laki, keropos tulang dimulai sekitar usia 50
tahun, namun tidak terkait dengan peningkatan penanda penyerapan tulang. Sebagai
gantinya, kehilangan tulang pada pria terkait dengan penurunan fungsi gonad yang
terkait dengan usia dan disebabkan oleh penurunan pembentukan tulang, tidak seperti
peningkatan resorpsi tulang. Defisiensi estrogen adalah faktor patogen utama pada
kehilangan tulang yang terkait dengan menopause dan perkembangan selanjutnya
osteoporosis pascamenopause. Penggantian estrogen pada atau setelah menopause, baik
yang alami maupun yang disebabkan, mencegah kehilangan tulang haid dan biasanya
menyebabkan peningkatan kepadatan mineral tulang (BMD) selama 12-18 bulan
pertama pengobatan. Estrogen mengatur aktivitas osteoklas melalui efek pada jumlah
osteoklas, aktivitas resorptif, dan rentang hidup sel. Proses pengeroposan tulang
progresif, dimulai pada kira-kira usia 50 pada pria dan saat menopause pada wanita, dan
hasil kerugian pada tingkat rata-rata 1% per tahun sampai akhir hayat. Kerugian tulang
lebih cepat pada wanita daripada pada pria dan beberapa tulang lebih banyak daripada
yang lain; Konsekuensinya termasuk penurunan BMD dan peningkatan risiko patah
tulang (Morlina, 2013).
4. Kepadatan Tulang
Menurut Morlina (2013), kepadatan tulang menentukan tingkat osteoporosis dan
risiko fraktur. Faktor penentu puncak kepadatan tulang puncak adalah genetika, asupan
kalsium, dan olahraga. Tes yang paling umum untuk mengukur kepadatan tulang adalah
pemindaian x-ray absorptiometry dual-energy (DEXA). Pendekatan tambahan meliputi
computed tomography, teknik radiologis (morfometri atau densitometri), atau biopsi
tulang.
Gambar 17 Parameter Evaluasi Fungsi Hormon Paratiroid, Metabolisme Tulang,
atau Homeostasis Ca2+

Menurut Morlina (2013), untuk melakukan pencegahan terhadap osteoporosis dapat


dilakukan beberapa pendekatan mengenai regulasi nutrisi dan gizi kalsium sebagai
berikut.
- Terapi penggantian estrogen
Estrogen menurunkan keropos tulang pada wanita pascamenopause dengan
menghambat resorpsi tulang, menghasilkan peningkatan BMD 5% -10% selama 1-3
tahun. Pengobatan estrogen disetujui untuk pencegahan osteoporosis. Suplemen
kalsium meningkatkan efisiensi estrogen pada BMD.
- Bifosfonat
Bifosfonat memiliki fistesis yang kuat untuk apatit tulang dan merupakan
penghambat resorpsi tulang yang manjur. Bifosfonat mengurangi perekrutan dan
aktivitas osteoklas dan meningkatkan apoptosis mereka.
- Kalsitonin
Kalsitonin mengurangi resorpsi tulang dengan penghambatan langsung aktivitas
osteoklas. Kalsitonin kurang efektif dalam mencegah kehilangan tulang kortikal
dibandingkan kehilangan tulang kambuhan pada wanita pascamenopause. Kalsitonin
disetujui untuk pengobatan osteoporosis pada wanita yang telah mengalami
menopause selama 5 tahun atau lebih.
- Hormon paratiroid
Seseorang yang mengalami rekombinasi PTH dianjurkan untuk melakukan
pengobatan osteoporosis, sehingga pada wanita pascamenopause dan pria yang
berisiko tinggi mengalami patah tulang. Administrasi PTH intermiten merangsang
pembentukan tulang baru pada permukaan tulang periosteal (luar) dan endosteal
(dalam) dan menebalkan korteks dan trabekula kerangka yang ada.
- Modulator reseptor estrogen selektif (SERMs)
Modulator reseptor estrogen selektif (SERMs) adalah senyawa yang memberikan
efek estrogenik pada jaringan spesifik dan antiestrogenik pada orang lain. Raloxifene,
sebuah SERM secara kompetitif menghambat aksi estrogen di payudara dan
endometrium dan bertindak sebagai agonis estrogen pada metabolisme tulang dan
lipid. Pada wanita pascamenopause awal, raloxifene mencegah keropos tulang
pascamenopause di semua tempat skeletal, mengurangi penanda omset tulang hingga
konsentrasi pramenopause, dan mengurangi konsentrasi serum kolesterol dan fraksi
lipoprotein densitas rendah tanpa merangsang proliferasi pada endometrium. Karena
raloxifene tidak memiliki efek agonistik pada endometrium, perdarahan vagina yang
tidak diinginkan dan peningkatan risiko kanker endometrium dihindari. Di sini, kami
menggunakan manfaat estrogen dalam kerangka dan sistem kardiovaskular tanpa efek
samping pada payudara dan endometrium.
- Analog vitamin D
Analog vitamin D menginduksi peningkatan BMD yang kecil yang tampaknya
terbatas pada tulang belakang.
- Olahraga
Aktivitas fisik di awal kehidupan berkontribusi pada massa tulang puncak yang
tinggi. Berbagai kegiatan, termasuk berjalan kaki, latihan beban, dan latihan
berdampak tinggi, mendorong kenaikan BMD kecil (1% -2%) di beberapa tempat
namun tidak semua, kerangka. Semua ini hilang jika program latihan dihentikan.
Latihan beban-beban lebih efektif untuk meningkatkan massa tulang daripada jenis
latihan lainnya. Beberapa manfaat latihan mungkin disebabkan oleh peningkatan
massa otot dan kekuatan, ditambah pengurangan risiko turun sekitar 25% pada orang
tua yang lemah.
2.4 Penyakit Akibat Produksi Hormon Parathyroid
a. Kelebihan Hormon Paratiroid (Hiperparatiroidisme)
Seseorang yang mengalami kelebihan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
paratiroid akan mengalami hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme adalah akibat dari
kelebihan produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid dan ditandai dengan
klasifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal yang mengandung kalsium.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormon
paratiroid, hormon yang termasuk peptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara
langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan
fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan
meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika
kekurangan cairan fosfat (Melmed & Conn, 2005).
Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar
kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang
banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 3 sebagai berikut.
1. Hiperparatiroidisme Primer
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Bahkan juga konsentrasi serum ion
kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini
adalah menghitungserum hormone paratiroid dan ion kalsium (Melmed & Conn,
2005). Adapun penyebab hiperparatiroid primer adalah sebagai berikut.
1. Bisa karena akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.
2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal
menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau
nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.
2. Hiperparatiroidisme Sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang
berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal (berawal dari penyakit
lain). Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan kekurangan vitamin D. Penyebab
umum lainnya karena gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut (acute kidney failure) terjadi
ketika ginjal tiba-tiba tidak mampu menyaring kotoran dari darah. Kotoran yang tetap
tinggal di dalam darah akan membuat keseimbangan susunan kimiawi darah menjadi
terganggu. Gagal ginjal akut terjadi hanya dalam hitungan jam atau hari. Kondisi ini
umum terjadi pada orang yang sedang dirawat di rumah sakit, terutama pada kasus
sakit kritis.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan
produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia
berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan
meningkatkan produksi hormon paratiroid. Produksi hormon paratiroid yang berlebih
disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang,
penyakit tulang yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit
meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit
tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung
(Melmed & Conn, 2005).
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar
kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat
serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama
dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium
serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik
yang disebabkan oleh hiperkalsemia (Melmed & Conn, 2005).
3. Hiperparatiroidisme Tersier
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme
sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai
dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal.
Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus
mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih
dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar
hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah
penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat
berbahaya karena kadar phosfat sering naik (Melmed & Conn, 2005).
b. Kekurangan Hormon Paratiroid (Hipoparatiroidisme)
Hipoparatiroidisme atau tingkat PTH rendah dapat terjadi akibat pengangkatan
kelenjar paratiroid secara operasi atau dapat dikaitkan dengan gangguan endokrin dan
neoplasia lainnya. Karena peran penting PTH dalam regulasi akut kadar Ca2+ plasma,
manifestasi dini pengangkatan kelenjar paratiroid adalah pengangkatan koloni
hypocalcemic. Tanda klinis klasik dikenal dengan tanda Chvostek, yaitu kedutan atau
kontraksi otot wajah sebagai respons terhadap penyadapan saraf wajah pada titik di
anterior telinga dan di atas tulang zygomatic (Morlina, 2013). Menurut Conn et al
(2005), hipoparatiroidisme merupakan keadaan yang mana seseorang mengalami
kekurangan dalam melakukan sekresi PTH yang kemudian menghasilkan hypocalcemia
dan hyperphosphatemia. Hipoparatiroidisme terisolasi atau idiopatik akan berkembang
sebagai endokrinopati soliter, yang merupakan pewarisan resesif autosomal, autosomal-
recessive, atau X-linked. Pasien hipoparatiroidisme neonatal homozigot akan dilakukan
penghapusan parsial gen hilang-2 sel glial. Gen ini merupakan gen pengkode faktor
transkripsi yang sangat penting untuk pengembangan sel-sel sekresi kelenjar paratiroid
PTH. Hipoparatiroidisme juga dapat terjadi sebagai bagian dari gangguan autoimun
pluriglandular atau sebagai cacat kongenital yang kompleks, diantaranya sebagai
berikut.
- Sindrom DiGeorge, faktor transkripsi Tbx1 telah berimplikasi meski ekspresi penuh
sindrom ini mungkin melibatkan hilangnya gen lain yang bersebelahan.
- Sindrom Kenny-Caffey-resesif atau Sanjad Sakati autosomal disebabkan oleh mutasi
pada gen pendamping tubulinspesifik yang mengkodekan protein yang penting untuk
jalur perakitan tubulin yang penting untuk pengembangan paratiroid.
- Haploinsufisiensi yaitu faktor transkripsi GATA3 telah dikaitkan dengan ditemukannya
mutasi mutasi heterozigot pada pasien yang menderita sindroma Barakat atau HDR
(hypoparathyroidism, nervus tuli, dan ginjal). Dengan demikian, GATA3 tampak penting
untuk perkembangan embrio normal dari paratiroid, sistem pendengaran, dan ginjal.
Sementara itu, hipokalsemia biasanya terjadi akibat onset hipoparatiroidisme (kadar
hormon paratiroid rendah, PTH) atau pseudohipoparatiroidisme (resistensi terhadap
PTH). Terlepas dari penyebabnya, ketidakseimbangan Ca ++, penurunan pembentukan
calcitriol (1,25-dihydroxyvitamin D, penurunan resorpsi tulang, dan / atau penurunan
penyerapan usus Ca ++. Strategi terapeutik meliputi suplementasi dengan Ca ++ salt
atau Ca ++ glukonat, bentuk vitamin D yang paling tepat, atau keduanya Pemilihan sel
vitamin D tergantung pada produksi calcitriol yang efektif, yang bergantung pada
tingkat PTH yang memadai. Untuk hypocalcemia akibat penurunan sintesis PTH sebagai
konsekuensinya. dari Mg ++ defisiensi, Mg ++ sulfat diberikan (Conn et al, 2005).
c. Pseudohipoparatiroidisme
Pseudohypoparathyroidism atau "not real" hypoparathyroidism tidak disebabkan oleh
penurunan kadar PTH, namun dengan respon abnormal terhadap PTH karena defisiensi
bawaan pada protein G yang terkait dengan PTHR1. Tipe Pseudohypoparathyroidism Ia
ditandai dengan resistensi hormon umum terhadap PTH, hormon tiroid, hormon
luteinizing, dan hormon perangsang folikel dan dikaitkan dengan ciri fisik abnormal
termasuk perawakan pendek dan anomali kerangka. Pseudohypoparathyroidism tipe Ib
ditandai dengan resistensi ginjal terhadap PTH dan penampilan normal. Pada penderita
pseudohypoparathyroidism, PTHR1 telah menurunkan aktivitas Gα, dan ini dapat diuji
dengan mengukur peningkatan cAMP urin sebagai respons terhadap pemberian PTH
(yang seharusnya rendah pada pasien dengan aktivitas Gα yang rusak). Pasien dengan
kadar Ca2+ plasma rendah (disebabkan oleh ketidakmampuan PTH untuk meningkatkan
reabsorpsi kalsium), kadar fosfat tinggi yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
mengeluarkan fosfat, dan tingkat PTH yang meningkat akibat adanya usaha kelenjar
paratiroid untuk merespons kadar kalsium dan peningkatan kadar fosfat yang rendah
(Morlina, 2013).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Hormon paratiroid merupakan hormone peptide dengan struktur b tubulin dan a helix
pada bagiannya. Diekspresikan oleh kromosom 11 dari manusia dengan pita pada
kromosom 11 lengan pendek 15.3 Morgan (11p15.3) ekspresi dimulai dari basa ke
13.492.055 – 13.496.181. Ekspresi dari PTH sangat diregulasi oleh 1,25D selain secara
sekunder dan mempengaruhi mRNA dari PTH 1,25D akan berikatan dengan reseptornya
yaitu VDR - VDRE yang berada di dalam nucleus dari sel chief dan menyebabkan down –
regulation dari ekspresi mRNA untuk PTH.
2. Mekanisme kerja hormone paratiroid terjadi ketika terdapat penurunan ion kalsium pada
plasma maka akan terjadi proses kerja dar hormone paratiroid yang disekresikan oleh
kelenjar paratiroid. Respon cepat dari penurunan ion kalsium plasma ini akan dilakukan
oleh kelenjar paratiroid dimana kelenjar paratiroid akan cepat melepaskan hormon
paratiroid untuk mengembalikan kadar kalsium plasma menjadi normal. Kerja paratiroid
juga dipengaruhi oleh fosfat dan kalsitonin. Selain itu secara tidak langsung vitamin D
juga ikut mengatur kerja dari hormon paratiroid. Vitamin D yang dibentuk dikulit yaitu
vitamin D3 (7 dehidrokolesterol) akan mengalami dua kali hidroksilasi sebelum menjadi
vitamin D yang biologis aktif yaitu 1,25 dihidroksivitamin D atau kalsitriol.
3. Renal 1α-hydroxylase yang berasal dari regulasi oleh PTH adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk tahap kedua dalam aktivasi prehormon, hidroksilasi pada C-1,
menghasilkan vitamin D aktif [1,25 (OH) 2 D] juga dikenal sebagai calcitriol. Calcitriol
dilepaskan ke dalam sirkulasi (20-60 pg / mL), di mana ia berfungsi sebagai hormon
endokrin, yang mengatur proses seluler di sejumlah jaringan target. Pada hidroksilasi
kedua, produksi 1,25 (OH) 2 D dengan 1α-hidroksilase di ginjal, merupakan proses yang
diatur ketat dan merupakan faktor utama dalam regulasi umpan balik homeostasis
kalsium. Produksi vitamin D aktif dalam regulasi umpan balik negatif oleh kadar Ca2+
plasma. Peningkatan kadar Ca2+ dalam plasma menghambat hidroksilasi pada C-1 dan
membantu hidroksilasi pada C-24, yang menyebabkan sintesis metabolit vitamin D [24,25
(OH) 2 D] yang tidak aktif. Singkatnya, PTH merangsang aktivitas 1α-hydroxylase, yang
mendukung peningkatan sintesis bentuk aktif vitamin D. Vitamin D, serta kadar Ca2+
yang tinggi, menekan aktivitas 1α-hydroxylase, menurunkan fungsinya sendiri. sintesis
dan mendukung sintesis 24,25 (OH 2) D, yang merupakan bentuk hormon yang kurang
aktif
4. Penyakit akibat produksi hormon parathyroid dapat meliputi kelebihan hormon
parathyroid (Hiperparatiroidisme), kekurangan hormone parathyroid
(Hipoparatiroidisme), dan Pseudohypoparathyroidism.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini sebaiknya ditambah lagi dari berbagai referensi.
Diharapkan mampu memberikan wawasan pengetahuan bagi para pembaca maupun penulis.
Daftar Rujukan

Brewer. H. B, Fairwell. T, Ronan. R, Sizemore. G. W, & Arnaud. C. D. Human Parathyroid


Hormone: Amino-Acid Sequence of the Amino-Terminal Residues 1-34. Proc Nat Acad
Sci. 1972. Vol : 69 (12). Pp : 3585 – 3588.
Jackson RD, et al. Calcium plus vitamin D supplementation and the risk of fractures. N Engl J Med.
2006;354:669-683. 750
Marx. U. C, Adermann. K, Bayer. P, Forssmann. W. G, & Rosch. P. Solution Structures Of
Human Parathyroid Hormone Fragments hPTH(1-34) and hPTH(1-39) and Bovine
Parathyroid Hormone Fragment bPTH(1-37). Biochem Biophys Res Commun. 2000.
Vol : 267 (1). Pp : 213 – 220.
Melmed, S., Conn, P.M.2005. Endrocinology Basic and Clinical Principles Second Edition.
Totawa : Humana Press.
Molina, P.E.2013. Endocrine Physiology 4th edition. USA : McGraw-Hill Education.
Lichata. A. A. & Lerma. E. V. 2012. Diseases of the Parathyroid Gland. New York : Springer.
Saraswati, Tyas Rini. 2017. Absorpsi dan Metabolisme Kalsium. Semarang: UNDIP.
Silverthorn, D.,Johnson, B.,Ober,W.,Garrison, C.2010.Human Physiology.USA : Pearson
Education.
Tunner, C.D. dan Bagnara.1979. Endokrionologi Umum. Terjemahan, Airlangga: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai