Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“TRAUMA WAJAH”

MAKALAH

Disusun oleh :
1. ALFUN YOEFIDHA LASTIN 716.6.62.0799
2. DEVINDA REZHAYANTI 716.6.62.0775
3. NUR INDRA. R 716.6.62.0784
4. RIFKI SUGIARTO 716.6.62.0796
5. ROBBY NUR CAHYO 716.6.62.0761
6. SURYANI 716.6.62.0778
7. SYAMSUL ARIFIN 716.6.62.0801

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT “TRAUMA WAJAH”” ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini.Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun
tatabahasanya.Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaikinya dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT “TRAUMA WAJAH”” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Sumenep, 26 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ......................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang................................................. Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ........................................... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan............................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
A. DEFINISI TRAUMA MAKSILOFASIAL................................................. 4
B. ANATOMI TRAUMA MAKSILOFASIAL .. Error! Bookmark not defined.
C. ETIOLOGI .................................................................................................... 5
D. KLASIFIKASI ............................................................................................. 6
E. LOKASI ANATOMIS TRAUMA MAKSILOFASIAL ............................ 8
F. PATOFISIOLOGI ........................................... Error! Bookmark not defined.
G. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................... 12
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 13
I. PENATALAKSANAAN MEDIS ................................................................ 14
BAB III ................................................................................................................. 16
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................. 16
BAB IV ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENUTUP ................................................................. Error! Bookmark not defined.
A. KESIMPULAN ................................................ Error! Bookmark not defined.
B. SARAN .............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai
jaringan keras dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi,
mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma
akibat senjata api. Trauma pada wajah sering mengakibatkan terjadinya gangguan
saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap
fragmen tulang dan rasa sakit. Oleh karena itu, diperlukan perawatan
kegawatdaruratan yang tepat dan secepat mungkin.
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab dengan persentase yang tinggi
terjadinya kecacatan dan kematian pada orang dewasa secara umum dibawah usia
50 tahun dan angka terbesar biasanya mengenai batas usia 21-30 tahun.
Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma maksilofasial
paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pasien dengan kecelakaan
lalu lintas yang fatal harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan dapat
mengalami cacat permanen. Oleh karena itu, diperlukan perawatan
kegawatdaruratan yang tepat dan secepat mungkin.
Cedera maksilofasial, juga disebut sebagai trauma wajah, meliputi cedera
pada wajah, mulut dan rahang. Hampir setiap orang pernah mengalami seperti
cedera, atau mengetahui seseorang yang memiliki. Sebagian besar fraktur yang
terjadi pada tulang rahang akibat trauma maksilofasial dapat dilihat jelas dengan
pemeriksaan dan perabaan serta menggunakan penerangan yang baik. Trauma
pada rahang mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan,
luka jaringan lunak,hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan rasa sakit.
Namun, trauma pada rahang jarang menimbulkan syok dan bila hal
tersebut terjadi mungkin disebabkan adanya komplikasi yang lebih parah, seperti
pasien dengan kesadaran yang menurun tidak mampu melindungi jalan pernafasan
dari darah, patahan gigi. Kedaruratan trauma maksilofasial merupakan suatu
penatalaksanaan tindakan darurat pada orang yang baru saja mengalami trauma
pada daerah maksilofasial (wajah). Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada

1
trauma maksilofasial oleh dokter umum hanya mencakup bantuan hidup dasar
(basic life support) yang berguna menurunkan tingkat kecacatan dan kematian
pasien sampai diperolehnya penanganan selanjutnya di rumah sakit. Oleh karena
itu, para dokter umum harus mengetahui prinsip dasar ATLS (Advance Trauma
Life Support) yang merupakan prosedur-prosedur penanganan pasien yang
mengalami kegawatdaruratan.1
Prinsip-prinsip untuk mengobati patah tulang wajah adalah sama seperti
untuk patah lengan atau kaki. Bagian-bagian dari tulang harus berbaris (dikurangi)
dan ditahan dalam posisi cukup lama untuk memungkinkan mereka waktu untuk
menyembuhkan. Ini mungkin membutuhkan enam minggu atau lebih tergantung
pada usia pasien dan kompleksitas fraktur itu. Menghindari cedera merupakan hal
yang terbaik, ahli bedah mulut dan maksilofasial menganjurkan penggunaan
sabuk pengaman mobil, penjaga pelindung mulut, dan masker yang tepat dan
helm untuk semua orang yang berpartisipasi dalam kegiatan atletik di tingkat
manapun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud trauma maksilofasial?
2. Bagaimana Anatomi trauma maksilofasial
3. Bagaimana Etiologi trauma maksilofasial?
4. Bagaimana Klasifikasi trauma maksilofasial?
5. Bagaimana Lokasi anatomis trauma maksilofasial?
6. Bagaimana Patofisiologi trauma maksilofaksial?
7. Bagaimana Gejala klinis trauma maksilofasial?
8. Bagaimana Pemeriksaan penunjang trauma maksilofasial?
9. Bagaimana Penatalaksanaan medis trauma maksilofasial?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui trauma maksilofasial.
2. Untuk mengetahui Anatomi trauma maksilofasial.
3. Untuk mengetahui Etiologi trauma maksilofasial.
4. Untuk mengetahui Klasifikasi trauma maksilofasial.

2
5. Untuk mengetahui Lokasi anatomis trauma maksilofasial.
6. Untuk mengetahui Patofisiologi trauma maksilofaksial.
7. Untuk mengetahui Gejala klinis trauma maksilofasial.
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang trauma maksilofasial.
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis trauma maksilofasial.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Trauma Maksilofasial


Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang
pembentuk wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi
menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan
sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang
frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus,
lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke
dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian
sepertiga bawah wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan
jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak
yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan
keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus
zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi, tulang
alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak adalah:
1. Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
2. Cedera saraf, cedera saraf fasial
3. Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
4. Cedera kelopak mata
5. Cedera telinga
6. Cedera hidung

B. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5
tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial
tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah
manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah
wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus. Bagian

4
kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah.
Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur
terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal atau
zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi. Bagian ketiga dari daerah
maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah tulang yang
terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari
tengkorak otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang
membentuk rongga mulut (cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga
mata(orbita).
1. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal
hidung disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang
hidung sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya
di dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat
rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.
2. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi
yangterdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-
langit, terdiri dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis
atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan
kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari
mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.

C. Etiologi Trauma Maksilofasial


Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian,
diikuti oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang
adalah tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam
pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan
bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface, terutama
pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain

5
dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan
pelecehan anak-anak dan orang tua.
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah
karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat
mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72%
kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas (automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Penyebab pada orang Persentase (%)
anak
Kecelakaan lalu lintas 10-15
Penganiayaan / berkelahi 5-10
Olahraga (termasuk naik 50-65
sepeda)
Jatuh 5-10

D. Klasifikasi Trauma Maksilofasial


Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu
trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan
lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada
kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.
1. Trauma jaringan lunak wajah
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh
karena trauma dari luar.
Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
1) Ekskoriasi
2) Luka sayat, luka robek , luka bacok
3) Luka bakar
4) Luka tembak
b. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
1) Dikaitkan dengan unit estetik

6
2. Trauma jaringan keras wajah
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur
tulang yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif.
Secara umum dilihat dari terminologinya, trauma pada jaringan keras
wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika
1) Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum,
maxilla, mandibulla, gigi dan alveolus
2) Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal
dan fraktur kompleks mandibular
b. Berdasarkan Tipe fraktur :
1) Fraktur simple
Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup
misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan
mandibula yang tidak bergigi. Fraktur tidak mencapai
bagian luar tulang atau rongga mulut.
Termasukgreenstik fraktur yaitu keadaan retak tulang,
terutama pada anak dan jarang terjadi.
2) Fraktur kompoun
Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan
dengan jaringan lunak. Biasanya pada fraktur korpus
mandibula yang mendukung gigi, dan hampir selalu tipe
fraktur kompoun meluas dari membran periodontal ke
rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat
meluas dengan sobekan pada kulit.
3) Fraktur komunisi
Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek
yang tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi
bagian bagian yang kecil atau remuk. Bisa terbatas atau meluas,
jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan
tulang dan jaringan lunak.
4) Fraktur patologis

7
Keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya
penyakit penyakit tulang, seperti Osteomyelitis, tumor ganas,
kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat
menyebabkan fraktur spontan.

E. Lokasi Anatomis Fraktur Maksilofasial


1. Fraktur Sepertiga Bawah Wajah (Fonseca, 2005)
Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.
Klasifikasi fraktur berdasarkan istilah :
a. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak
menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati kulit, mukosa,
maupun membran periodontal.
b. Compound atau Open : merupakan fraktur yang disertai dengan
luka luar termasuk kulit, mukosa, maupun membran
periodontal , yang berhubungan dengan patahnya tulang.
c. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur
menjadi serpihan.
d. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks
tulang patah, satu sisi lainnya melengkung. Fraktur ini biasa
terjadi pada anak-anak.
e. Pathologic : merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang
cukup serius yang dikarenakan adanya penyakit tulang.
f. Multiple : sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis
fraktur pada tulang yang sama tidak berhubungan satu sama
lain.
g. Impacted : merupakan fraktur dimana salah satu fragmennya
terdorong ke bagian lainnya.
h. Atrophic : merupakan fraktur yang spontan yang terjadi akibat
dari atropinya tulang, biasanya pada tulang mandibula orang
tua.
i. Indirect : merupakan titik fraktur yang jauh dari tempat dimana
terjadinya luka.

8
j. Complicated atau Complex : merupakan fraktur dimana
letaknya berdekatan dengan jaringan lunak atau bagian-bagian
lainnya, bisa simple atau compound.
Klasifikasi Fraktur Mandibula berdasarkan lokasi anatominya:
a. Midline : fraktur diantara incisal sentral
b. Parasymphyseal : dari bagian distal symphysis hingga tepat
pada garis alveolar yang berbatasan dengan otot masseter
(termasuk sampai gigi molar 3)
c. Symphysis : berikatan dengan garis vertikal sampai distal gigi
kaninus
d. Angle : area segitiga yang berbatasan dengan batas anterior otot
masseter hingga perlekatan poesterosuperior otot masseter
(dari mulai distal gigi molar 3)
e. Ramus : berdekatan dengan bagian superior angle hingga
membentuk dua garis apikal pada sigmoid notch
f. Processus Condylus : area pada superior prosesus kondilus
hingga regio ramus
g. Processus Coronoid : termasuk prosesus koronoid pada
superior mandibula hingga regio ramus
h. Processus Alveolaris : regio yang secara normal terdiri dari
gigi.
2. Fraktur Sepertiga Tengah Wajah
Sebagian besar tulang tengah wajah dibentuk oleh tulang maksila, tulang
palatina, dan tulang nasal. Tulang-tulang maksila membantu dalam pembentukan
tiga rongga utama wajah : bagian atas rongga mulut dan nasal dan juga fosa
orbital. Rongga lainnya ialah sinus maksila. Sinus maksila membesar sesuai
dengan perkembangan maksila orang dewasa. Banyaknya rongga di sepertiga
tengah wajah ini menyebabkan regio ini sangat rentan terkena fraktur.
Fraktur tulang sepertiga tengah wajah berdasarkan klasifikasi Le Fort :
a. Fraktur Le Fort tipe I (Guerin’s)
Fraktur Le Fort I merupakan jenis fraktur yang paling
sering terjadi, dan menyebabkan terpisahnya prosesus alveolaris

9
dan palatum durum. Fraktur ini menyebabkan rahang atas
mengalami pergerakan yang disebut floating jaw. Hipoestesia
nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema.
b. Fraktur Le Fort tipe II
Fraktur Le Fort tipe II biasa juga disebut dengan fraktur
piramidal. Manifestasi dari fraktur ini ialah edema di kedua
periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang terlihat
seperti racoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di
nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma
langsung atau karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi
biasanya tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite.
Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat
palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan
cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini.

Fraktur Le Fort II (Fonseca, 2005)


c. Fraktur Le Fort III
Fraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort
III (gambar 2.6) menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial.
Tanda yang terjadi pada kasus fraktur ini ialah remuknya wajah
serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks,
disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan
ekimosis periorbital.

10
Fraktur Le Fort III (Fonseca, 2005)
d. Fraktur Sepertiga Atas Wajah
Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis,
regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Fraktur tulang
frontalis umumnya bersifat depressedke dalam atau hanya
mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah
yang lain.

F. Patofisiologi Trauma Maksilofasial


Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi
menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan
rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali
gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena
jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah
berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang
frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak
rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang
hidung.
1. Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan
berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal
mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi
jika dinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering
terganggu.
2. Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan
suatu fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding
medial. Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan

11
intraorbital meningkat dengan transmisi ini kekuatan dan
merusak bagian-bagian terlemah dari dasar dan dinding medial orbita.
Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin.
Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan
kematian.
3. Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan
oleh trauma langsung.
4. Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan
trauma dari hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan
kerusakan pada canthus medial, aparatus lacrimalis, atau saluran
nasofrontal.
5. Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke
lengkung zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan
jahitan zygomaticotemporal.
6. Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini
menyebabkan patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan
memperpanjang melalui zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan
zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis
fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen infraorbital dan
lantai orbit. Cedera mata serentak yang umum.
7. Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder
dengan bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering
terjadi bilateral di lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.
8. Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan
rendah energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur
melalui bagian alveolar rahang atas atau rahang bawah
9. Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder
mekanisme kecepatan tinggi mengakibatkan cedera pada wajah atas,
midface, dan wajah yang lebih rendah
G. Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :

12
1. Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi
terutama pada fraktur mandibular
2. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur
3. Rasa nyeri pada sisi fraktur
4. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas
5. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat
menentukan lokasi daerah fraktur
6. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
7. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah
sekitar fraktur
8. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat
pembengkakan
9. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi
dibawah nervus alveolaris
10. Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda,
penurunan pergerakan bola mata dan penurunan visus

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Wajah Bagian Atas :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT-scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray
kepala
2. Wajah Bagian Tengah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
b. CT scan aksial koronal
c. Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan
posteroanterior (Caldwells), Submentovertek (Jughandles)
3. Wajah Bagian Bawah :
a. CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
b. Panoramic X-ray
c. Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:

13
1) Posteroanterior (Caldwells)
2) Posisi lateral (Schedell)
3) Posisi towne

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain
dari factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini
dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal,
hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan
sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya
PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah
peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan
anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
4. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
5. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
6. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.

14
7. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
8. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5%
8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga,
pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung
dari nilai urenitrogennya.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : bibis baru
No. RM : 01235251
Masuk RS : 25 Desember 2013

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Nyeri pada wajah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang:1 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan
sepeda motor, menabrak seorang penyebrang jalan.Posisi pasien saat
jatuh, dengan wajah membentur aspal. Pasien merasakan nyeri pada
pipi kanan atas. Nyeri dirasakan terus menerus, bertambah ketika pasien
membuka mulut. Pingsan (-), muntah (-), kejang (-), pusing (-),
perdarahan (-). Oleh penolong pasien dibawa langsung ke RS
moewardi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Asma : disangkal
R. Alergi makanan : disangkal
R. Alergi makanan : disangkal
R. Jatuh sebelumnya : disangkal
R. Mondok : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Sakit jantung : disangkal
R. Hipertensi : disangkal
R. DM : disangkal

16
R. Asma : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
a. Airway : bebas
b. Breathing :
I: pengembangan dada kanan = kirim RR 20 x/menit
P: krepitasi (-/-)
P: sonor/sonor
A: SDV (+/+), ronkhi (-/-)
c. Circulation : Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi 80 x/menit.
d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (-/-), pupil isokor,
lateralisasi (-)..
e. Exposure : suhu 38ºC, jejas (-)
2. Secondary Survey
a. Keadaan Umum
- Keadaan umum : baik
- Derajatkesadaran : compos mentis
- Derajat gizi : gizi normal
b. Kepala : Bentuk mesosefal, jejas (+) lihat status lokalis
c. Wajah : Odema (+) lihat status lokalis
d. Mata : Hematom periorbita (-/-), visus (N/N), pergerakan bola
mata (-/-), vulnus appertum (-)
e. Hidung : Napascuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-
),deviasi(-/-)
f. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), maloklusi gigi (-)
g. Telinga : Daun telinga dalam batas normal, sekret (-), luka (-)
h. Tenggorok : Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-),
tonsil T1 - T1
i. Leher : Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula
thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi
trakhea (-), JVP tidak meningkat

17
j. Toraks :
Cor Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : Perut distended(-)
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
l. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Ikterik
- - - - - -

- - - - - -

m. Genital : Darah (-), urin (+)


n. Status Lokalis :
- Regio maxilaris
- Regio
- Regio Mandibula
I: oedem (+), vulnus ekskoriasi 1,5 x 2 cm, 0,5 x 0,5 cm
P: nyeri tekan (+) regio frontal (D)

18
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14,6 g/dl
Hct : 44 %
AL : 8,7 . 103 UL
AT : 157 . 103 UL
AE : 4,93 . 106 UL
HbsAg : (-)
Gol. Darah :A
APTT : 28,2 detik
PT : 13,5 detik
Glukosa darah sewaktu : 112 mg/dl
Natrium darah : 138 mmol/L
Kalium darah : 3,5 mmol/L
Chlorida darah : 108 mmol/L
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Waters

Tampak garis fraktur pada ramus os mandibula kanan


Sinus frontalis kanan kiri normal
Sinus ethmoidalis kanan kiri normal
Sinus maxilaris kanan tertutup perselubungan, kiri normal
Sinus sphenoidalis kanan kiri normal
Mukosa cavum nasi dan conchae nasalis inferior dalam batas
normal

19
Septum nasi di tengah
b. Foto Panoramik

Tampak garis fraktur pada condylus os mandibula kanan


Trabekulasi tulang di luar lesi normal
Condylus kiri, ramus, angulus, dan corpus mandibula kanan kiri
tak tampak kelainan
Tampak caries gigi 1.4, 1.7, 2.4, 2.6, 3.2, 4.7
Tampak sisa radix gigi 1.5, 1.6, 2.7, 3.6, 3.7, 3.8, 4.6
Tampak missing gigi 1.7, 2.8, 4.8
Tak tampak unerupted, impected, amalgam
Tak tampak cyste, granuloma
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Tak tampak soft tissue mass/swelling
c. Foto thoraks AP

20
foto thoraks AP (kurang inspirasi)
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan
bronkovaskuler normal
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trachea ditengah
Sistema tulang baik

E. TERAPI
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2g/24 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Inj Metamizole 1g/8 jam
- Inj. Piracetam 3g/8 jam

21
ANALISA DATA
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS: Px mengatakan nyeri Agen Pencedera Nyeri Akut
pada wajah bagian kanan Fisik (trauma)
DO:
P : Nyeri semakin bertambah
saat membuka mulut
Q : Ditusuk-tusuk
R : Bagian kanan
S:8
T : Terus-menerus
- Px tampak meringis
2 DS: Px mengalami demam Proses Penyakit Hipertermi
tinggi. (inflamasi)
DO:
- S: 38ºC
- Px tampak lelah, gelisah
- Akral teraba hangat
- Mukosa bibir kering
Kulit kemerahan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (trauma)
2. Hipertermi b.d Proses Penyakit (inflamasi)

22
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan − Kaji karakteristik nyeri − Untuk mengetahui
selama 1x30 menit, diharapkan masalah − Berikan posisi nyaman pada derajat/skala nyeri pada
keperawatan nyeri akut dapat teratasi, pasien pasien
dengan kriteria hasil: − Ajarkan keluarga pasien teknik − Untuk membantu pengalihan
− Keluhan nyeri berkurang relaksasi nyeri
− Ekspresi wajah tenang − Kolaborasi dengan dokter dalam − Supaya keluarga tau cara
− TTV dalam batas normal pemberian analgesik mengurangi nyeri
− S:5 − Untuk proses penyembuhan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan − Monitor suhu sesering mungkin − Mengetahui perkembangan
selama 1x15 menit, diharapkan masalah − Lakukan tapid sponge pasien
keperawatan hipertermi dapat teratasi, − Ajarkan kepada keluarga pasien − Membantu menueunkan panas
dengan kriteria hasil: cara mencegah keletihan akibat pada pasie
− Suhu dalam batas normal yaitu panas − Agar keluarga mampu dan tau
36,5-37,5 − Kolaborasi dengan dokter dalam cara menurunkan panas
− Akral teraba hangat pemberian obat − Untuk proses penyembuhan
− Tidak ada perubahan warna kulit pasien

23
CATATAN PERKEMBANGAN
No. Dx Jam Implementasi TTD Evaluasi TTD
1 10.00 − Mengkaji karakteristik nyeri S: Pasien mengatakan bahwa nyeri masih
− Memberikan posisi nyaman pada terasa
pasien S:8
− Mengajarkan keluarga pasien teknik O: - Pasien tampak meringis kesakitan
relaksasi - Keadaan umum lemah
− Berkolaborasi dengan dokter dalam A: Masalah belum teratasi
pemberian analgesik P: Intervensi no. 1, 2, 3, 4 dilanjutkan
2 10.00 − Memonitor suhu sesering mungkin S: Pasien mengatakan bahwa panasnya sudah
− Melakukan tapid sponge sedikit menurun
− Ajarkan kepada keluarga pasien O: - Suhu: 37,8
cara mencegah keletihan akibat - Akral teraba hangat
panas - Tidak kemerahan
− Berkolaborasi dengan dokter dalam A: Masalah teratasi sebagian
pemberian obat P: Intervensi no. 1, 2, 3, 4 dilanjutkan

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai
jaringan keras dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi,
mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma
akibat senjata api. Trauma pada wajah sering mengakibatkan terjadinya gangguan
saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap
fragmen tulang dan rasa sakit.

B. Saran
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai
jaringan keras dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi,
mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma
akibat senjata api. Trauma pada wajah sering mengakibatkan terjadinya gangguan
saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan terhadap
fragmen tulang dan rasa sakit. Menghindari cedera merupakan hal yang terbaik,
ahli bedah mulut dan maksilofasial menganjurkan penggunaan sabuk pengaman
mobil, penjaga pelindung mulut, dan masker yang tepat dan helm untuk semua
orang yang berpartisipasi dalam kegiatan atletik di tingkat manapun.

25
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan
Rencana Asuhan. Jakarta:EGC

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Halima Plagiasi
    Halima Plagiasi
    Dokumen21 halaman
    Halima Plagiasi
    Alfun Yoefidha Lastin
    100% (1)
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen24 halaman
    Asam Urat
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Halima Plagiasi
    Halima Plagiasi
    Dokumen21 halaman
    Halima Plagiasi
    Alfun Yoefidha Lastin
    100% (1)
  • Bab 1-4 Supri
    Bab 1-4 Supri
    Dokumen73 halaman
    Bab 1-4 Supri
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Jelaskan Benda Berikut
    Jelaskan Benda Berikut
    Dokumen1 halaman
    Jelaskan Benda Berikut
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Gout 2
    Gout 2
    Dokumen10 halaman
    Gout 2
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-4 Supri
    Bab 1-4 Supri
    Dokumen73 halaman
    Bab 1-4 Supri
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Asam Urat
    Asam Urat
    Dokumen24 halaman
    Asam Urat
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Format KMB
    Format KMB
    Dokumen17 halaman
    Format KMB
    nitha aja
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kegiatan Harian Mahasiswa
    Laporan Kegiatan Harian Mahasiswa
    Dokumen28 halaman
    Laporan Kegiatan Harian Mahasiswa
    devinda rezhayanti
    Belum ada peringkat
  • Proker Kes Jadung
    Proker Kes Jadung
    Dokumen1 halaman
    Proker Kes Jadung
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Proker Kes Jadung
    Proker Kes Jadung
    Dokumen1 halaman
    Proker Kes Jadung
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • SOP Jenazah
    SOP Jenazah
    Dokumen6 halaman
    SOP Jenazah
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Analisis Jurnal Fix
    Analisis Jurnal Fix
    Dokumen11 halaman
    Analisis Jurnal Fix
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • 10.askep Kusta Print
    10.askep Kusta Print
    Dokumen40 halaman
    10.askep Kusta Print
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen10 halaman
    Bab Ii
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Hipertiroid
    Asuhan Keperawatan Hipertiroid
    Dokumen16 halaman
    Asuhan Keperawatan Hipertiroid
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • New Ul 1
    New Ul 1
    Dokumen2 halaman
    New Ul 1
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Uul
    Kata Pengantar Uul
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Uul
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen10 halaman
    Bab Ii
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • 12.askep Katarak KMB
    12.askep Katarak KMB
    Dokumen38 halaman
    12.askep Katarak KMB
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Askep Obesitas
    Askep Obesitas
    Dokumen39 halaman
    Askep Obesitas
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • 3.ca Tulang
    3.ca Tulang
    Dokumen45 halaman
    3.ca Tulang
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Bu Vinda
    Bu Vinda
    Dokumen28 halaman
    Bu Vinda
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • T Wajah Fix
    T Wajah Fix
    Dokumen29 halaman
    T Wajah Fix
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Nadia 4
    Nadia 4
    Dokumen12 halaman
    Nadia 4
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • Kerangka Konseptual
    Kerangka Konseptual
    Dokumen1 halaman
    Kerangka Konseptual
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • CAMAMAE
    CAMAMAE
    Dokumen33 halaman
    CAMAMAE
    Alfun Yoefidha Lastin
    Belum ada peringkat
  • 3.ca Tulang
    3.ca Tulang
    Dokumen39 halaman
    3.ca Tulang
    Muzay Yana
    Belum ada peringkat