Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH SOSIOLOGI

TENTANG
TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Sosiologi


Dosen Pengampu: Dr. H. Zulfi Mubaraq, M.Ag

NAMA KELOMPOK 13:

Disusun oleh:

Dita Famela Aisyiyah (17130090) (Ketua)


Irene Dinda Yuliana (17130158) (Sektetaris)
Maulidya Salsabila Mustofa (17130152) (Anggota)
Nira Mawadah (17130056) (Anggota)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
APRIL 2019
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas petunjuk, berkah, dan
limpahan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, kelompok 13 kelas D
pada Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial semester empat Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sehingga penulis
dapat menyusun makalah yang berjudul “Konstruksi Sosial” pada mata kuliah
Teori Sosiologi dengan dosen pengampu bapak Dr. Zulfi Mubaraq, M.Ag.
dengan baik.
Dalam setiap ilmu pengetahuan, pastilah ada objek kajian untuk ilmu
tersebut. Begitu juga dalam sosiologi juga memiliki konstruksi. Dan dalam
makalah ini kita akan membahas Konstruksi Sosial. Pentingnya Konstruksi
Sosial untuk dibahas adalah sebagai berikut:
1. Agar kita mengetahui apa itu Konstruksi Sosial
2. Untuk lebih memahami kajian atau pokok pembahasan dalam
Konstruksi Sosial
3. Lebih memudahkan kita untuk mengetahui suatu prinsip-prinsip
Konstruksi Sosial
Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai Konstruksi Sosial. Pada
poin 1 penulis akan membahas pengertian Konstruksi Sosial secara Etimologi dan
Terminologi. Pada point 2 penulis akan membahas sejarah munculnya teori
konstruksi sosial. Pada poin 3 penulis akan membahas tokoh-tokoh teori konstruksi
sosial. Pada point 4 penulis akan membahas prinsip-prinsip teori Konstruksi Sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah:
1. Apa pengertian teori Konstruksi Sosial secara Etimologi dan
Terminologi?
2. Bagaimana sejarah tentang munculnya Teori Konstruksi Sosial?
3. Siapa saja tokoh- tokoh Teori Konstruksi Sosial?
4. Bagaimana asumsi dasar Teori Konstruksi Sosial?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan
makalah ini, yaitu:
1. Ingin memahami apa pengertian teori Konstruksi Sosial.
2. Ingin memahami bagaimana sejarah munculnya teori Konstruksi Sosial.
3. Ingin memahami siapa saja tokoh-tokoh teori Konstruksi Sosial.
4. Ingin memahami apa asumsi dasar dari tokoh-tokoh teori Konstruksi
Sosial.
BAB II
POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Konstruksi Sosial secara Etimologi dan Terminologi


1. Pengertian Menurut Etimologi.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Konstruksi adalah
berkenaan cara membuat; susunan bangunan-bangunan yang
sebelumnya telah dirancang dengan matang; susunan dan hubungan kata
dalam kalimat.1 Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer konstruksi
adalah Susunan, model, tata letak suatu bangunan.Proses cara
membangun.2 Menurut Kamus Filsafat dan Psikologi, Konstruksi
adalah anak pada usia 2 tahun anak telah mulai dapat membuat sesuatu
dan hal ini dapat berkembang terus jika di didik dengan cara
represif.3Kamus Umum Bahasa Indonesia, Konstruksi adalah susunan
suatu bangunan.4Kamus Pelajar, Konstruksi adalah Susunan bagian –
bagian rumah, jembatan.5
2. Pengertian menurut Terminologi.
Kontruksi Sosial adalah suatu istilah yang digunakan oleh Berger dan
Luckmann untuk menggambarkan proses dimana melalui tindakan dan
interaksinya orang menciptakan secara terus- menerus suatu kenyataan
yang dimiliki bersama, yang dialami secara factual obyektif dan penuh
arti secara subyektif. Kita harus menghindarkan diri dari suatu diskusi
filosofis mengenai apa itu kenyataan, atau apakah ada kenyataan lain
yang berbeda dari kenyataan yang dikonstruksikan secara sosial yang
dapat kita rangkum. Apapun yang mungkn dikatakan oleh ahli filsafat
mengenai kenyataan akhir, para ahli sosiologi yang bekerja dalam
tradisi filsafat fenomologi menekankan bahwa semua pengetahuan kita

1
Daryanto, KBBI 1997 (Surabaya : Apollo Surabaya) Hlm. 374
2
Hartanto, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer 1995 (Jakarta: Modern English Press) Hlm. 766
3
Drs. Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi 1993 (Jakarta : PT Rineka Cipta)Hlm. 132
4
Dr. Js. Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia 2001 (Jakarta : PT Intergrafika) Hlm. 363
5
Cormentyana, 2002 (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) Hlm. 713
mengenai fakta obyektif dalam dunia kenyataan ditentukan atau
diwarnai oleh lingkungan sosial dimana pengetahuan itu diperoleh,
ditransmisikan, atau dipelajari. Dengan kata lain, kita tidak pernah dapat
menangkap kenyataan, kecuali dalam kerangka proses sosial dimana
kita terlibat.6

B. Sejarah Teori Konstruksi Sosial


1) Peristiwa.

Asal-usul konstruksi sosial dari filsafat Konstruktivisme yang dimula dari


gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian
konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri,
sebenarnya gagasan-gagasan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai
oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal
Konstruktivisme.

Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates


menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan
ide Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles
mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan
sebagainya. la mengatakan bahwa, manusia makhluk sosial, setiap pernyataan
harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta.
Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya 'Cogito ergo sum'
yang berarti "saya berpikir karena itu saya ada". Kata-kata Aristoteles yang
terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai sat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima
Italorum ia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata "Tuhan adalah pencipta
alanm semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan". Dia menjelaskan bahwa
'mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu ini berarti

6
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi klasik dan Modern.1998(Jakarta: PT Gramedia)Hlm. 65
seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa
yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang
dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana
membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat
mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya.7

2) Tempat kejadian.
Teori kritis pertama kali berkembang di New York yang dikemukakan oleh
Peter L. Berger dan Thomas Lukmann
3) Waktu.
Teori konstruksi sosial ini muncul pada tahun 1962 Peter Berger dan
Thomas Luckmann dalam bukunya yang berjudul “Social Construction of
Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge”
4) Periodesasi.
Pada umumnya, fase perkembangan aliran ini dapat dibagi ke dalam tiga
fase penting:
a. Pertama, Durkheim banyak mempengaruhi penelitian konstruksionis sosial
melalui pemikirannya yang muncul kemudian, seperti tampak misalnya dalam,
Primitive Classification (1963) dan The Elementary Forms of the Relihious
Life (1954). Dalam tulisan- tulisan ini, Durkheim menyatakan bahwa system-
system klasifikasi ini mencerminkan organisasi sosial dari masyarakat-
masyarakat tempat system-system klasifikasi itu terjadi. Meski bisa
diperdebatkan soal apakah Durkheim menggunakan istilah “ pengetahuan”
dalam pengertian konvensional, pengaruhnya tepat dilihat dalam berbagai
karya antropolog – antropolog penting abad kedua puluh seperti E.E Evans-
Pritchard yang mengartikulasikan dan secara efektif mempromosikan sosiologi
pengetahuan yang relativis secara kultural. Pergeseran ke arah klasifikasi dan
sosiologi pengetahuan dalam antropologi memberikan preseden penting bagi
macam- macam penulis termasuk Pierre Bourdieu, Mary Douglas, Peter
Winch, dan Michel Foucalt yang pada gilirannya juga menjadi tokoh- tokoh

7
Ibid hlm 25
penting dalam ukuran konstruksionis. Pengaruh Durkheim yang lebih langsung
juga dapat dilihat dalam karya David Bloor dan contributor- contributor lain
pada program yang kuat dalam sosiologi pengetahuan.8
b. Tahun 1965 para konstruksionis sosial cenderung menggarisbawahi beragama
makna yang diberikan oleh actor- actor sosial terhadap pengalaman-
pengalaman mereka, peran weber dalam melegitimasi dan mempopulerkan
Sosiologi Verstehen (pemahaman) harus diakui sebagai satu preseden penting.
Pemikiran- pemikiran weber tentang Verstehen mencerminkan pengaruh-
pengaruh dari berbagai penulis sebelumnya yang sering dikaitkan dengan
idealism Jerman, termasuk para kepala keluarga dari tradisi konstruksionis
seperti Immanuel Kant, Whilhelm Dilthey, dan Friedrich Nietzshe. Kendati
hal- hal spesifik yang berkaitan dengan pemikirannya yang sering sekali
mengaburkan pemikiran- pemikiran tentang tindakan sosial, rasionalitas dan
pengetahuan jarang dicakup secara eksplisit dalam teks- teks konstruksionis,
tapi weber harus dihargai karena bantuannya dalam menciptakan suatu ruang
dimana makna- makna subjektif bisa dianggap sebagai suatu topik yang sah
dalam kajian sosial ilmiah. Seandainya bukan karena weber, pastilah ilmu-
ilmu sosial tidak akan bisa memberikan lahan yang subur bagi benih- benih
konstruksionisme sosial untuk bisa berkembang lebih jauh.
c. 1966 di kalangan teori klasik, Marx lah yang memainkan pengaruh terbesar
pada konstruksionisme sosial melalui tulisan- tulisannya tentang ideology.
Marx mengembangkan konsep ini untuk menggambarkan bagaimana orang
bisa menderita karena suatu kesadaran palsu yang membuat mereka terlibat
didalam penindasan terhadap diri mereka sendiri. Ide ini dikembangkan lebih
jauh oleh tokoh- tokoh Marxis berikutnya seperti Georg Lukacs dan Antonio
Gramsci, yang penjelasan-penjelasannya tentang konsep- konsep seperti
kesadaran kelas, refikasi (sikap yang memperlakukan sesuatu yang abstrak
seolah sesuatu itu adalah hal yang secara material nyata) dan hegemoni telah
memainkan pengaruh yang luar biasa besar pada kajian sosial konstruksionis

8
Bryan S turner, Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern, Yogyakarta, (Pustaka pelajar :2012)
hlm 480
dengan cara mengaitkan legitimasi dari ide- ide yang diduga untuk
kepentingan- kepentingan actor- actor yang cukup kuat untuk memengaruhi
standar- standar yang digunakan untuk mengukur legitimasi mereka. Kaitan
antara hal- hal yang dianggap benar dan penting oleh berbagai masyarakat itu
masih menjadi pembicaraan yang hangat dan bermanfaat. Di masyarakat itu
masih menjadi pembicaraan yang hangat dan bermanfaat. Di luar akar- akar
marxiannya, keterkaitan antara kekuasaan dan pengetahuan dapat dilihat dalam
tradisi – tradisi konstruksionisme sosial yang berasal sari tulisan – tulisan
postcolonial orang- orang seperti Edward said, Stuart Hall, kajian budaya
kelompok Birmingham, kajian- kajian Michel Foucalt tentang kekuasan/
pengetahuan.
Dengan mengubah konsep Marxian tentang pengetahuan tentang ideology
kedalam suatu konsep umum dan non kritis tentang pengetahua semacam itu,
Kal Manheim memberi justifikasi kepada analisis sosiologi terhadap semua
pengethuan (kecuali pengetahuan alam) sebagai sesuatu yang memiliki akar
sosial dan dikonstruksikan secara sosial.9
d. Kemudian pada tahun 1967 Berger dan Luckmann mengecualikan ilmu- ilmu
pengetahuan alam dari analisis mereka dan alih- alih berusaha untuk mengatasi
ketegangan dengan epistemology, Berger dan Luckmann hanya
mendeklerasikannya sebagai berada di luar lingkup sosiologi pengetahuan :
“Untuk melibatkan pertanyaan- pertanyaan epistemologis tentang validitas
pengetahuan sosiologis dalam sosiologi pengetahuan agakya seperti mencoba
mendorong sebuah bis dimana seseorang sedang menaikinya… kami sama
sekali tidak berusaha mengabaikan pertanyaan- pertanyaan semacam itu.
Semua yang ingin kami sampaikan disini adalah bahwa pertanyaan-
pertanyaan itu sendiri bukanlah bagian dari disiplin sosioogis empiris.
Tepatnya, pertanyaan- pertanyaan itu adalah bagian dari metodologi ilmu-
ilmu pengetahuan sosial, suatu usaha besar yang merupaka bagian dari

9
Ibid
filsafat dank arena definisinya bukan sosiologi (Berger dan Luckmann
1967:13)
Seperti Berger dan Luckmann, kebanyakan konstruksionis sosial telah mecoba
menghindari konfrontasi- konfrontasi langsung dengan ilmu- ilmu pengetahuan
alam maupun epistemology. Oleh karenanya, sudah umum bila mereka
membedakan antara dimensi fenomena alam dan dimensi fenomena sosial yang
dikaji dan membatasi perhatian mereka hanya pada konstruksi sosial dari
dimensi sosial fenomena yang dikaji itu.10
5) Tokoh- tokoh penting.
Tokoh penting dalam teori konstruksi sosial adlah Peter Berger dan Thomas
Luckmann yang berusaha menunjukkan peranan sntral sosiologi
pengetahuan sebgagai instrument penting membangun teori sosiologi lewat
penulisan buku yang berjudul “Social Construction of Reality: A Treatise
in the Sociology of Knowladge” yang merupakan kerja sama natara ahli
sosiologi dan ahli filsafat.11
6) Hasil Teori
Teori konstruksi sosial merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang
dicetuskan Peter L Berger dan Thomas Luckmann, teori ini dimaksutkan
untuk kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan dan
bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin
ilmu. Oleh karena itu teori ini tidak memfokuskan kepada hal- hal semacam
tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya, tetapi lebih menekankan pada
tindakan manusia sebagai actor yang kreatif dari realitas sosialnya.12
7) Pengaruh Utama
Para pendukung program kuat dalam sosial pengetahuan ilmiah (SPI)
berpengaruh besar terhadap konstruksionisme sosial. Pengetahuan ilmiah
adalah contoh empiris pola dasar dari pengetahuan yang valid di

10
Ibid
11
Bagong Suyatno, Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial, 2019 (Malang : Aditya Media
Publishing)hlm. 144
12
Jurnal Implementasi Teori Konstruksi sosial dalam Penelitian Public relations, Mediator Vol 7
No.1 Juni 2006/ hlm.61
masyarakat- masyarakat barat. Oleh karena itu, pengetahuan ilmiah
memberikan kasus kritis yang esensial untuk kalangan konstruksionis sosial
yang berharap bisa beranjak melampaui sosiologi kesalahan. Barry Barnes,
David Bloor, Simon Schffer, Steven Shapin dan penulis-penulis lain yang
tergabung dalam Science Studies Unit di Universitas of Edinburgh, secara
luas diakui sebagai orang- orang pertama yang secara konsisten
memperlakukan substansi teoritik mengenai ilmu- ilmu pengetahuan alam
dan matematika sebagai sesuatu yang terbuka terhadap penjelasan
sosiologis.13
8) Kritik
a. Keterbatasan pemikiran Peter L. Berger mengabaikan perspektif
efistemologis dan metodologis dalam usaha untuk mencari produk
realitas. Ia tidak merekomendasikan penggunaan metode tertentu
untuk mengetahui realitas, misalnya apakah dengan menggunakan
ethnomology, ethnography, conversation analysis dan sebagainya.
Makannya, didalam memahami masyarakat perlu pendekatan yang
tak sekedar satu metode. Artinya diperlukan pengayaan dari metode
lain seperti discourse analysis, analytic induction dan lain- lain.14
b. Teori ini memiliki keterbatasan. Gagasan konstruksi sosial kemudian
di koreksi oleh gagasan deconstructiosm yang dikemukakan oleh
filsuf tenar Derrida pada tahun1978. Inti dari gagasan ini
bahwasannya terdapat proses dekontruksi makna di masyarakat
terhadap teks, wacana dan pengetahuan masyarakat.15
c. Teori konstruksi sosial Peter L. Berger tidak memasukkan media
massa sebagai variable yang berpengaruh. Kritik ini dilontarkan
Burhan dalam buku berjudul “Konstruksi Sosial Media Massa”. Ia

13
Bryan S turner, Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern, Yogyakarta, (Pustaka pelajar :2012)
hlm 488

14
Jurnal Penelitan dan pengembangan komunikasi dan informatika, Voleme 5 No.3 maret 2015.
Hlm.18
15
Ibid
menuliskan kritik terhadap Peter L. Berger ini dalam bab khusus yaitu
bab 9. Kritiknya terhadap teori konstruksi sosial, berikut penjelasan
detailnya. Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menjelaskan
kontruksi sosial terjadi secara simultan melalui tiga tahap, yakni
eksternalisasi, internalisasi, objektif. Tiga proses ini terjadi antara
individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Substansi
teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan
Luckmann adalah proses silmutan yang terjadi secara alamiah melalui
bahasan dalam kehidupan sehari- hari pada sebuah komunitas primer
dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini ialah
masyarakat transisi modern di Amerika pada sekitar tahun 1960 an,
dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik
dibicarakan. Demikian, teori konstruksi sosial atas realitas Peter L.
Berger dan Thomas Luckmann tidak memasukkan media massa
sebagai variable atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi
sosial atas realitas.16
9) Variasi/ berulang.
Gagasan konstuksi sosial telah dikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang
melakukan interpretasi terhadap teks, wacana (Derrida, 1978) yang terkenal
dengan gagasan-gagasan deconstruction. Gagasan ini kemudian melahirkan
tesis-tesis keterkaitan antara kepentingan interest) dan metode penafsiran
(interpretation) atas realitas sosial.291 Dalam dekonstruksi, kepentingan
tertentu selalu mengarahkan kepada pemilihan metode penafsiran. Derrida
(1978) kemudian menjelaskan, bahwa interpretasi yang digunakan individu
terhadap analisis sosial yang bersifat sewenang-wenang.

Gagasan-gagasan Derrida itu sejalan dengan gagasan Habermas (1972) bahwa


terdapat hubungan strategis antara pengetahuan manusia (baik empirik-analitis,
historis hermeneutik, maupun kritis) dengan kepentingan (teknis, praktis, atau

16
Ibid
yang bersifat emansifatoris) walau tidak dapat disangkal bahwa yang terjadi
juga bisa sebaliknya bahwa pengetahuan adalah produk kepentingan.17

10) Pelajaran/Hikmah.
Pelajaran yang dapata diambil dari teori konstruksi sosial adalah tentang arti
kenyataan dan pengetahuan, bahwa sebuah teori sosiologi harus mampu
menjelaskan sehingga kita memahami bagimana kehidupan masyarakat itu
terbentuk secara terus – menerus. Pemahaman itu ditemukan dalam gejala-
gejala sosial sehari- hari yang dalam pengertian sehari- hari dinamakan
pengalaman bermasyarakat. Oleh karena gejala sosial itu ditemukan dalam
pengalaman bermasyarakat yang terus- menerus berproses maka perhatian
terarah pada bentuk- bentuk penghayatan kehidupan bermasyarakat secara
menyeluruh dengan segala aspeknya (kognitif, Psikomotoris, emosional,
dan intuitif).18

C. Tokoh- Tokoh Teori Konstruksi Sosial


a) Peter L. Berger
a. Riwayat Kelahiran
Peter Ludwig Berger lahir di Trieste, Italia pada 17 Maret 1929. Dan
dibesarkan di Wina, kemudian bermigrasi ke Amerika tak lama
setelah perang dunia ke-2
b) Riwayat Keluarga

c) Riwayat Pendidikan
Pada tahun 1949 ia lulus dari Wagner Collage dengan gelar Bachelor
of Arts. Ia melanjutkan studinya di New School University for Social

17
Ibid hlm 123
18
Bagong Suyatno, Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial, 2019 (Malang : Aditya Media
Publishing)hlm 157
Research di New York, lulus MA tahun 1950 dan lulus Ph. D. tahun
1952.19
d) Hasil Karya
Invitation to Sosiology: A Humanistic Perspective (1963), The
socoal construction of reality: A Tratise in Sociology of Knowladge
(1966), The Scared canopy: Element of a sosiological theory of
religion (1967), A rumor of angels: Modern society and rediscovery
of the supernatural (1970).20
e) Riwayat Kematian
Peter Ludwig Berger meninggal pada tangal 27 Juni 2017 pada umur
88 tahun.21

b) Thomas Lukmann
a. Riwayat Kelahiran
Thomas Lukmann lahir di Jesenice, Slovenia pada 14 Oktober 1927.
b. Riwayat Keluarga
Ayahnya bernama Karel Luckman yang merupakan seorang
industrialis yang berasal dari Austria dan ibunya bernama Verena
Vodusek berasal dari Ljubljana.
c. Riwayat Pendidikan

d. Hasil Karya
The Social Contruction of Reality (1966, bersama Peter L. Berger),
The Invisible Religion (1967), The Sociology of Language (1975),

19
Ibid. hlm. 149
20
ibid
21
https://id.wikipedia.org/wiki/Peter_L._Berger (diakses pada 29 Maret 2019, pukul 14.26)
Structures of the Life-World (1982, dengan Alfred Schutz), Life
World and Social Realies (1983)22
e. Riwayat Kematian
Thomas Luckmann meninggal pada tangal 10 Mei 2016 pada umur
88 tahun. Beliau seseorang sosiologi dari Slovenia yang mengajar di
Jerman.

D. Pokok- Pokok Pemikiran teori Konstruksi Sosial

a) Asumsi dasar dari para Tokoh

Asumsi dasar dari Teori Konstruksi Sosial Berger2. Pe dan Luckmann.


Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:

1. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui


kekuataan konstruksi sosial Pemikir lain, ba pendahr terhadap dunaí
sosial di sekelilingnya

2. Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat


pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan

3. Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.

4. Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas


diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang
diakui sebagai memiliki keberadaan (being) bergantung kepada
kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai
kepastian bahwa realitas -realitas itu nyata (real) dan memiliki
karakteristik yang spesifik.

Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa


terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan olch Peter L.

22
https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Luckmann (diakses pada 29 Maret 2019, pukul 15.26)
Berger dan Thomas Luckmann. Berger merupakan sosiolog dari New
School for Social Research, New York, Sementara Luckmann adalah
sosiolog dari University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya
dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan sistematis
mengenai sosiologi pengetahuan.

Sebagai catatan akademik, pemikiran Berger dan Luckmann ini,


terlihat cukup utuh di dalam buku mereka berjudul The Social Construction
of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge", Publikasi buku ini
mendapat sambutan luar biasa dari berbagai pihak, khususnya para ilmuwan
sosial, karena saat itu pemikiran keilmuan termasuk ilmu ilmu sosial banyak
didominasi oleh kajian positivistik. Berger dan Luckmann meyakini secara
substantif bahwa realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui
kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya, reality is
socially constructed"

Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang


melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam
dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam
banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol emua
loreus oti struktur dan pranata sosialnya di mana individu melalui respon-
respon terhadap stimulus an eitadalam dunia kognitifnya. Dalam proses
sosial, individu manusia dipandang sebagai tspencipta realitas sosial yang
relatif bebas di dalam dunia sosialnya.23

Analisis konstruksi social merujuk pada pemikiran Peter L. Berger


menekankan bahwa kenyataan merupakan hasil konstruksi sosial.

23
Yaumil Anwar, Sosiologi untukk Universitas, (Bandung:PT. Refika Aditama,2013) hlm 378
Kenyataan sosial dipahami secara objektif, namun makganya berasal dari
dan oleh hubungan subjektif (individu) dengan dunia objektif.24

Berikut beberapa asumsianalisis konstruksisosial tentang kenyataan sosial, yaitu:


a. Masyarakat sebagai realitas objektif.
b. Pandangan yang melihat bahwa masyarakat sebagai realitasobjektif,
mengingatkan kita pada pandangan Emile Durkheim tentang fakta sosial,
yaitu cara bertindak, berpikir dan merasa yang ada di luar individu, bersifat
memaksa dan umum. Fakta sosial, oleh karena itu, memiliki beberapa
karakteristik, yaitu ekstemal, yaitu diluar individu. Dia ada sebelum
individu ada dan akan tetap ada setelah individu tiada.
Determined/coercive, yaitu memaksa individu agar selalu sesuai dengan
fakta sosial. General, yaitu tersebar luar dalam komunitas/masyarakat,
milik bersama, bukan milik individu. Semua prosesbyang disebut barusan
dikenal sebagai objektivikasi. Oleh sebab itu, pertama, gejala sosial itu riil
dan memengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari
karakteristik psikologis, biologi, atau karakteristik individu lainnya. Kedua,
oleh karena gejala sosial adalah fakta yang riil, maka gejala-gejala tersebut
dapat diamati/dipelajari dengan metode empiric.25
c. Masyarakat sebagai realitas subjektif.
d. Individu memahami realitas masyarakat sebagai bagian dari
kesadaran, bukan merupakan sesuatu yang asing, diluar sana, karena
adanya proses internalisasi atau proses sosialisasi. Kenyataannya bahwa
proses internalisasi atau sosialisasi tidak selalu berjalan sempurna atau
tidak pernah komplet. Oleh sebab itu, dimungkinkan terjadi proses di mana
semua manusia yang mengalami sosialisasiyang tidak sempurna itu
membentuk suatu realitas baru (eksternalisasi).26
e. Hubungan antara masyarakat dan individu saling memengaruhi.

24
Prof. Dr. Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm, 190.
25
Ibid,
26
Ibid,hlm,191.
f. Masyarakat membentuk individumelalui proses objektivikasi.
Karena proses internalisasi atau sosialisasi tidak pernah sempurna, maka
masyarakat dibentuk oleh individu secara bersama melalui proses
eksternalisasi. Sesuatu yang dibentuk oleh individusecara bersama
mengalami kristalisasi sebagai sesuatu yang objektif, proses tersebut
dilakukan lewat objektivikasi. Dengan demikian kenyataan sosial
merupakan proses dialektika antara objektivikasi, internalisasi, dan
eksternalisasi.27

Menurut Berger dan Lukmann terdapat hubungan antara manusia dan lembaga yang
bersifat dialektis (Interaktif) yang saling menjelaskan dalam suatu formula yang
menggunakan 3 ukuran.

1). Masyarakat adalah produk manusia atau masyarakat adalah realitas


subjektif.
2). Manusia adalah produk sosial.
3). Dialektika ini diantarai, pada satu sisi oleh pengetahuan yang
berkembang dalam memori selama mereka mengalami dan juga didudkung
peran- peran individual yang teratur secara intituisional.28

Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme, (1) konstruktivisme radikal;(2)


konstruktivisme realismehipotetis; (3) konstruktivisme biasa. Konstruktivisme
radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum
konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan
kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan baginmereka tidak
merefleksikan suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang
dibentuk oleh pengalaman seseorang.29
Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui
dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu, konstruksi

27
Ibid,hlm,192
28
Rachmad, 20 Tokoh sosiologi modern 2008 (Jogjakarta : Ar- Ruzz Media) Hlm. 340
29
Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si., Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009),
hlm.193.
harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan
adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
Dalam pandangan realisme hipotetis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis
dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang
hakiki. Sedangkan konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi
konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.
Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk
dari realitas objek dalam dirinya sendiri. Dari ketiga macam konstruktivisme,
terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif
individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara
individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Kemudian individu
membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada
struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya yang oleh Piaget disebut dengan
skema/skemata. Konstruktivisme macam ini yang oleh Berger dan Luckmann,
disebut dengan konstruksi sosial.30
Berger dan Luckmann memulai penjelasan realifas sosial dengan
memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai
kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan
(being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan
didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki
karakteristik yang spesifik.
Berger dan Luckmann mengatakan, institusi masyarakat tercipta dan
dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara Objektif, namun pada kenyataan
semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas
baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain
yang memiliki definisi subjektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling
tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu

30
Ibid,
pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur
bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai- bidang kehidupannya.31
Pendek kata, Burger dan Luckmann mengatakan, terjadi dialektika antara
individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses
dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.32
Gagasan konstruksi sosial telahdikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang
melakukan interprétasi terhadap teks, wacana, dan pengetahuan masyarakat.
Gagasan ini dimulai oleh Derrida pada tahun 1978 yang terkenal dengan gagasan-
gagasan deconstruction. Gagasan ini kemudian melahirkan tesis-tésis keterkaitan
antara kepentingan (interest) dan metode penafsiran, (interpretation) atas realitas
sosial.
Dalam dekonstruksi, kepentingan tertentu selalu mengarahkan kepada
pemilihan metode penafsiran. Derrida kemudian menjelaskan, bahwa interpretasi
yang digunakanindividu terhadap realitas sosial bersifat sewenang-wenang.33
Gagasan-gagasan Derrida itu sejalan dengan gagasan Habermaa, bahwa
terdapat hubungan strategis antara pengetahuan manusia (baik empiris-analitik,
historishermeneutik, maupun kritis) dengan kepentingan (teknis, praktis, atau yang
bersifat emansipastoris), walau tidak dapat disangkal bahwa yang terjadi juga bisa
sebaliknya bahwa pengetahuan adalah produk kepentingan.
Menurut Berger dan Luckmann pengetahuan yang dimaksud adalah realitas
sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat
keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti konsep, kesadaran
umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial
dikonstruksi melalui proses ekstemalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Menurut
Berger dan Luckmann, konstruksi sosial tida Kik berlangsung dalam ruang hampa,
namun sarat dengan ke-pentingan-kepentingan.34
Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari
realitas objektif, realitas simbolis, dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah

31
Ibid,hlm,195
32
Ibid,
33
Ibid,
34
Ibid,
realitas yang terbentuk dari pengalaman didunia objektif yang berada di luar diri
individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan
ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas
subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas
objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.
Jika konstruksi sosial adalah konsep, kesadaran umum dan wacana. publik,
maka menurut Gramsci, negara melqlui alat pemaksa, seperti birokrasi,
administrasi maupun militer ataupun melalui supremasi terhadap masyarakat
dengan mendominasi kepemimpinan moral dan intelektual secara kontekstual.
Kondisi dominasi ini kemudian berkembang menjadi hegemoni kesadaran individu
pada setiap warga masyarakat. Behingga wacana yang diciptakap oleh negara
akhirnya dapat diterima oleh masyarakat sebagai akibat dari hegemoni itu.35
Sebagaimana dijelaskan oleh Nugroho, bahwa menurut Marcuse, realitas
penerimaan wacana yang diciptakan oleh negara itu disebut "desublimasi represif".
Orang merasa puas dengan wacana yang diciptakan oleh negara walaupun implikasi
dari wacana itu menindas intelektual dan kultural masyarakat.36
Gagasa-gagasan Berger dan Luckmann tentang konstruksi sosial,
berseberangan dengan gagasan Derrida ataupun Habermasdan Gramsci. Dengan
demikian, gagasan-gagasan tersebut membentuk dua kutup dalam satu garis linier
atau garis vertikal. Kajian-kajian mengenai realitas sosial dapat dimglai dari
Derrida dan Habermas, yaitu dekonstruksi sosial atau dari Berger dan Luckmann,
yaitu konstruksi sosial. Kajian dekonstruksi menempatkan konstruksi sosial sebagai
objek yang didekonstruksi, sedangkan kajian konstruksi sosial menggunakan
dekonstruksi sebagai bagian analisisnya tentang bagaimana individu memaknakan
konstruksi sosial tersebut. Dengan demikian, maka dekonstruksi dan konstruksi
sosial merupakan dua konsep gagasan yang senantiasa hadir dalam satu wacana
perbincangan mengenai realitas sosial.37

35
Ibid,hlm,196.
36
Ibid,
37
Ibid,hlm,197
Dalam memahami teori konstruksi sosial Bergerian (Peter L. Berger), ada tiga
momen penting yang harus dipahami secara simultan. Ketiga momen itu adalah:

1) Eksternalisasi ialah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai


produk manusia. "Society is a human product.38 Produk aktivitas manusia--
yang berupa produkproduk sosial terlahir dari eksternalisasi manusia.
Eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia terus-menerus ke
dalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Eksternalisasi
merupakan keharusan antropologis; keberadaan manusia tidak mungkin
berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa-
gerak. Keberadaannya harus terus-menerus mencurahkan kediriannya
dalam aktivitas. Keharusan antropologis itu berakar dalam kelengkapan
biologis manusia yang tidak stabil untuk berhadapan dengan
lingkungannya.
Kedirian manusia adalah melakukan eksternalisasi yang terjadi sejak
awal, karena ia dilahirkan belum selesai, berbeda dengan binatang yang
dilahirkan dengan organisme yang lengkap. Untuk menjadi manusia, ia
harus mengalami perkembangan kepribadian dan perolehan budaya.
Keadaan manusia yang belum selesai pada saat dilahirkan, membuat dirinya
tidak terspesialisasi dari struktur instinktualnya, atau dunianya tidak
terprogram. Dunia manusia adalah dunia yang dibentuk (dikonstruksi) oleh
aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya sendiri dalam
hubungannya dengan dunia.
Dunia manusia yang dibentuk itu adalah kebudayaan, yang tujuannya
memberikan struktur-struktur yang kokoh yang sebelumnya tidak
dimilikinya secara biologis. Oleh karena merupakan bentukan manusia,
struktur-struktur itu bersifat tidak stabil dan selalu memiliki kemungkinan
berubah. Itulah sebabnya, kebudayaan selalu dihasilkan dan dihasilkan
kembali oleh manusia. Ia terdiri atas totalitas produk-produk manusia, baik

38
Yaumil Anwar, Sosiologi untukk Universitas, (Bandung:PT. Refika Aditama,2013) hlm 381
yang berupa material dan nonmaterial. Manusia menghasilkan berbagai
jenis alat, dan dengan alat-alat itu pula manusia mengubah lingkungan fisis
dan alam sesuai dengan kehendaknya. Manusia menciptakan bahasa dan
membangun simbol-simbol yang meresapi semua aspek
kehidupannya.Adapun pembentukan kebudayaan nonmaterial selalu sejalan
dengan aktivitas manusia yang secara fisis mengubah lingkungannya.
Akibatnya, masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari
kebudayaan nonmaterial. Masyarakat adalah aspek dari kebudayaan
nonmaterial yang membentuk hubungan kesinambungan antara manusia
dengan sesamanya, sehingga ia menghasilkan suatu dunia, yakni dunia
sosial. Masyarakat merupakan bentuk formasi sosial manusia yang paling
istimewa, dan ini lekat dengan keberadaan manusia sebagai homo sapiens
(makhluk sosial). Maka itu, manusia selalu hidup dalam kolektivitas, dan
akan kehilangan kolektivitasnya jika terisolir dari manusia lainnya.
Aktivitas manusia dalam membangun-dunia pada hakikatnya merupakan
aktivitas kolektif. Kolektivitas itulah yang melakukan pembangunan-dunia,
yang merupakan realitas sosial. Manusia menciptakan alatalat, bahasa,
menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga. Manusia juga yang
melakukan proses sosial sebagai pemelihara aturan-aturan sosial.39
Ekstemalisasi adalah bagian penting dalam kehidupan individu dan
menjadi bagian dari dunia sosio-kulturalnya. Dengankata Iain,
ekstemalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar, dalam satu pola
perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial
masyarakatnya. Proses ini dimaksud adalah ketika sebuah produk sosial
telah meniadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat
dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu meniadi bagian penting
dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.
Dalam pada itu seperti yang dimaksud dengan ekstemalisasi, Berger
dan Luckmann mengatakan bahwa, produk-produk sosial dari eksternalisasi

39
Jurnal Masyarakat kebudayaan dan politik. Vol. 21 - No. 3 / 2008-07
manusia mempunyai suatu sifat yang sui generis dibandingkan deengan
konteks organis dan konteks lingkungannya, maka penting ditekankan
Bahwa eksternalisasi itu sebuah keharusan antropologis yang berakar dalam
perlengkapan biologis manusia. Keberadaan manusia tak mungkin
berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa
gerak. Keberadaan manusia harus terus-menerus mengeksternalisasikan diri
dalam aktivitas.
Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika produk
sosial tercipta di dalam masyarakat, kemudian individu
mengeksternalisasikan (penyesuaian diri) ke dalam dunia sosiokulturalnya
sebagai bagian dari produk manusia.40

2) Objektivasi ialah interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang


dilembagakan atau dengan eksternalisasi-objektivasi-intenalisasi. manusia.
"Society is an objective reality".41 Eksternalisasi bagi Berger, masyarakat
adalah produk manusia, berakar pada fenomena eksternalisasi. Produk
manusia (termasuk dunianya sendiri), kemudian berada di luar dirinya,
menghadapkan produkproduk sebagai faktisitas yang ada di luar dirinya.
Meskipun semua produk kebudayaan berasal dari (berakar dalam)
kesadaran manusia, namun produk bukan serta-merta dapat diserap kembali
begitu saja ke dalam kesadaran. Kebudayaan berada di luar subjektivitas
manusia, menjadi dunianya sendiri. Dunia yang diproduksi manusia
memperoleh sifat realitas objektif. Semua aktivitas manusia yang terjadi
dalam eksternalisasi, menurut Berger dan Luckmann, dapat mengalami
proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian mengalami pelembagaan
(institusionalisasi).

40
Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si., Kontruksi Sosial Media Massa: Kekuatan
Pengaruh Media Massa, Iklah Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadao Peter L.
Berger & Thomas Luckmann, Jakarta: Kencana, 2008.hlm.15.
41
Yaumil Anwar, Sosiologi untukk Universitas, (Bandung:PT. Refika Aditama,2013) hlm 381
Objektivitas dunia sosial berarti ia dihadapi oleh manusia sebagai
sesuatu yang berada di luar dirinya. Dalam objektivasi ini, penting juga
dilihat tatanan kelembagaan. Asal-mula tatanan kelembagaan terletak dalam
tipifikasi kegiatan-kegiatan seseorang dan orang-orang lain. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai tujuan-tujuan yang sama
dan terlibat dalam fase-fase yang jalin-menjalin.42 Tahap objektivikasi ini
adalah melakukan signifikasi, memberikan tanda bahasa dan simbolisasi
terhadap benda yang disignifikasi, melakukan tipifikasi terhadap kegiatan
seseorang yang kemudian menjadi objektivikasi linguistik yaitu pcmberian
tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks.

Masyarakat pada kenyataan berada baik sebagai kenyataan obyektif


maupun subyektif, dengan demikian bahwa setiap penafsiran terhadap suatu
masyarakat haruslah mencakup kedua kenyataan ini. Kedua kenyataan
itulah yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann dengan proses dialektika
yang berlangsung terusmenerusdan terdiri dari tiga momen:ekstemalisasi,
obyektivasi dan internalisasi. Bergerdan Luckman yang menyangkut
fenomenamasyarakat, momen-momen itu tidak dapat dipikirkan
sebagaimana yang berlangsung dalam suatu urutan waktu. Yang benar
adalah masyarakat dan setiap bagian darinya secara serentak dikarakterisasi
oleh ketiga momen itu, sehingga setiap analisis yang hanya melihat salah
satu dari ketiga momen itu adalah tidak memadai. Hal itu juga berlaku bagi
anggota masyarakat secara individual, yang secara serentak
mengekstemalisasi keberadaannya sendiri ke dalam dunia sosial dan
mengintemalisasi sebagai suatu kenyataan obyektif. Dengan kata lain,
berada dalam masyarakat berarti berpartisipasi dalam dialektika itu.43

3) Internalisasi ialah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-


lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi

42
Jurnal Masyarakat kebudayaan dan politik. Vol. 21 - No. 3 / 2008-07
43
Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si., Kontruksi Sosial Media Massa: Kekuatan
Pengaruh Media Massa, Iklah Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadao Peter L.
Berger & Thomas Luckmann, Jakarta: Kencana, 2008.hlm.19
anggotanya. "Man is a social product".44 Masyarakat dipahami juga sebagai
kenyataan subjektif, yang dilakukan melalui internalisasi. Internalisasi
adalah suatu pemahaman atau penafsiran individu secara langsung atas
peristiwa objektif sebagai pengungkapan makna. Berger dan Luckmann
menyatakan, dalam internalisasi, individu mengidentifikasikan diri dengan
berbagai lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu menjadi
anggotanya. Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas oleh
manusia dan mentransformasikannya kembali dari strukturstruktur dunia
objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif (Berger, 1994: 5).
Subjektivitas itu tersedia secara objektif bagi orang yang menginternalisasi
dan bermakna, tidak peduli apakah ada kesesuaian antara kedua makna
subjektifnya. Dalam konteks ini, internalisasi dipahami dalam arti umum,
yakni merupakan dasar: pertama, bagi pemahaman mengenai sesama, dan
kedua, bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi
dari kenyataan sosial .Selanjutnya dikatakan Berger dan Luckmann (1990:
187), baru setelah mencapai taraf internalisasi inilah individu menjadi
anggota masyarakat. Proses untuk mencapai taraf itu dilakukan dengan
sosialisasi. Ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama, sosialisasi primer,
adalah sosialisasi pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak.
Kedua, sosialisasi sekunder, adalah setiap proses berikutnya ke dalam
sektorsektor baru dunia objektif masyarakatnya.45
Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar;
pertama, bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman
individu dan orang lain; kedua,bagn pemahaman mengenai dunia sebagai
sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.
Pemahaman ini bukanlah merupakan hasil dari penciptaan makna
secara otonom oleh individu-individu yang terisolasi, melainkan dimulai
dengan individu mengambil alih dunia di mana sudah ada orang lain. Dalam
proses mengambil alih dunia itu, individu dapat memodifikasi dunia,

44
Yaumil Anwar, Sosiologi untukk Universitas, (Bandung:PT. Refika Aditama,2013) hlm 381
45
Jurnal Masyarakat kebudayaan dan politik. Vol. 21 - No. 3 / 2008-07
bahkan dapat menciptakan ulang dunia secara kreatif. Dalam konteks ini,
Berger dan Luckmann mengatakan, bagaimanapun juga, dalam bentuk
internalisasi yang kompleks, individu tidak hanya memahami proses-proses
subyektif orang lain yang bcrlangsung sesaat, individu memahami dunia di
mana ia hidup dan dunia itu meniadi dunia individu sendiri. Ini menandai
bahwa individu dan orang mengalami kebersamaan dalam waktu dengan
cara yang lebih dari sekadar sepintas lalu dan suatu perspektif komprehensif
yang mempertautkan urutan situasi secara intersubyektif. Sekarang mereka
masing-masing tidak hanya memaham definisi pihak lainnya tentang
kenyataan sosial yang dialaminya bersama, namun mereka juga
mendelinisikan kenyataan-kenyataan itu secara timbal balik. Sekarang yang
terpenting bahwa terdapat suatu pengindentitikasian timbal balik yang
berlangsung terus menerus antarmereka. Mereka tidak hanya hidup dalam
dunia yang sama, tetapi mereka masing~masing berpartisipasi dalam
keberadaan pihak lainnya. Baru setelah mencapai taraf internalisasi
semacam ini, individu menjadi anggota masyarakat.46

Jika teori-teori sosial tidak menganggap penting atau tidak


memperhatikan hubungan timbal balik (interplay) atau dialektika antara
ketiga momen ini menyebabkan adanya kemandegan teoretis. Dialektika
berjalan simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi)
sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektifn) dan kemudian ada
proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang
berada di luar ennig tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan
subjektif.

Konstruksi sosialnya mengandung dimensi objektif dan subjektif.


Ada dua hal yang menonjol melihat realitas peran media dalam dimensi
objektif yakni pelembagaan dan legitimasi.

46
Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si., Kontruksi Sosial Media Massa: Kekuatan
Pengaruh Media Massa, Iklah Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadao Peter L.
Berger & Thomas Luckmann, Jakarta: Kencana, 2008.hlm.20
a. Pelembagaan dalam perspektif Berger terjadi mulanya ketika
semua kegiatan manusia mengalami proses pembiasaan (habitualisas).
Artinya, tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi
suatu pola yang kemudian bisa direproduksi dan dipahami oleh pelakunya
sebagai pola yang dimaksudkan itu. Pelembagaan terjadi apabila suatu
tipikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi
berbagai tipe pelaku. Dengan kata lain, tiap tipikasi seperti itu merupakan
suatu lembaga.47

b. Sementara legitimasi menghasilkan makna - makna baru yang


berfungsi untuk mengintegrasikan makna-makna yang sudah diberikan
kepada proses-proses kelembagaan yang berlainan. Fungsi legitimasi adalah
untuk membuat objektivasi yang sudah dilembagakan menjadi tersedia
secara objektif dan masuk akal secara subjektif. Hal ini mengacu kepada dua
tingkat, pertama keseluruhan tatanan kel em- bagaan harus bisa dimengerti
secara bersamaan oleh para pesertanya dalam proses proses kelembagaan
yang berbeda. Kedua keseluruhan individu (termasuk di dalam media), yang
secara berturut-turut melalui berbagai tatanan dalam tatanan kelem- bagaan
harus diberi makna subjektif. Masalah legitimasi tidak perlu dalam tahap
pelembagaan yang pertama, di mana lembaga itu sekedar fakta yang tidak
memerlukan dukungan lebih lanjut. Tapi menjadi tak terelakan apabila
berbagai objektivasi tatanan kelembagaan akan dialihkan kepada generasi
baru. Di sini legitimasi tidak hanya (rer be lor sekedar soal "nilai-nilai" ia
juga selalu mengimplikasikan "pengetahuan".48

Kalau pelembagaan dan legitimasi merupakan dimensi objektif


dari realitas, maka internalisasi merupakan dimensi subjektinya. Analisis
Berger menyatakan, bahwa individu dilahirkan dengan suatu pradisposisi ke
arah sosialitas dan ia menjadi anggota masyarakat Titik awal dari proses ini
adalah internalisasi, yaitu suatu pemahaman atau penafsiran yang langsung

47
Ibid hlm 75-76
48
Ibid hlm 132-134
dari peristiwa objektif sebagai suatu pengungkapan makna. Kesadaran diri
individu selama internalisasi menandai berlangsungnya proses sosialisasi.

Adapun asumsi- asumsi yang dirangkum oleh Penman (dalam bukunya


Littlejohn & Foss, 2002) sebagai berikut:49

1) Communinicative action is Voluntary. Tindakan komunikatif yang


bersifat sukarela. Kebanyakan konstruksionis memandang
komunikatorlah yang membuat pilihan. Ini tidak berarti orang
memiliki pilihan bebas. Lingkungan sosial memang membatasi apa
yang dapat dilakukan melalui moral, peran dan aturankebanyakan
situasi.
2) Knowledge is a social product. Pengetahuan itu produk sosial.
Pengetahuan itu produk sosial. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
ditemukan secara objektif, tetapi diperoleh melalui interaksi di
dalam kelompok. Bahasa dan bagaimana seharusnya itu digunakan,
cukup kuat dalam menentukan dan memengaruhi tindakan.
3) Knowledge is contextual. Pengetahuan bersifat kontekstual. Makna
terhadap peristiwa dihasilkan dari interaksi pada tempay dan waktu
tertentu, pada lingkungan sosial tertentu, pada lingkungan sosial
tertentu. Pemahaman kita terhadap suatu hal berubah seiring
berjalannya waktu. Kita memahami pengalaman masa lampau juga
dengan berbagai macam cara, tergantung pada konteksnya.
4) Theories creats world. Teori ini menciptakan dunia. Teori dan
aktivitas ilmiah serta penelitian pada umumnya, bukanlah cara atau
yang objektif untuk mengungkapkan kebenaran, tetapi berkontribusi
lebih dalam menciptakan pengetahuan. Jadi, aktivitas ilmiah adalah
dampak dari apa yang sedang diamati dan cara pengalaman
dipahami.

49
Jurnal Penelitan dan pengembangan komunikasi dan informatika, Voleme 5 No.3 maret 2015.
Hlm.12
5) Scholarship is values laden. Kegiatan keilmuan itu sarat nilai. Apa
yang kita amati dalam satu penelitian atau apa yang kita jelaskan
dalam suatu teori komunikasi selalu dipengaruhi oleh nilai0 nilai
yang tertanam didalam pendekatan yang dipakai. Salah satu model
teori yang banyak dikutip adalah model teori yang diperkenalkan
oleh Peter L. Berger.50

Teori konstruksi sosial merupakan pintu masuk ke pemikiran


Berger. Adapun teori-teori lain yang dikembangkan Berger dalam buku-
bukunya yang lain, seperti tesis sekularisasi, tesis homeless mind, tesis
desekularisasi, berangkat dari teori konstruksi sosial. Teori konstruksi sosial
merupakan hasil upaya Berger untuk menegaskan kembali persoalan
esensial dalam sosiologi pengetahuan cabang sosiologi yang dianggap
mereka telah kehilangan arah. Teori konstruksi sosial berupaya menjawab
persoalan sosiologi pengetahuan, seperti bagaimanakah proses
terkonstruksinya realitas dalam benak individu? Bagaimanakah sebuah
pengetahuan dapat terbentuk di tengah-tengah masyarakat?

Tetapi, secara garis besar jawaban yang diberikan teori konstruksi


sosial terhadap persoalan-persoalan sosiologi pengetahuan, juga menjadi
relevan bagi persoalan disparitas paradigmatik dalam tubuh ilmu sosiologi
secara umum. Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diajukan Berger untuk
menggariskan batasan-batasan sosiologi pengetahuan yang lebih memadai,
melibatkan pertanyaan bagaimana peran masyarakat dalam
mengobyektifasi realitas dalam kesadaran manusia? Dan begitu juga
sebaliknya, di manakah peran manusia dalam membangun pengetahuan
yang berkembang di masyarakat?

Menurut Berger, pengetahuan hidup sehari-hari para anggota


masyarakat berakar dari kondisi materiilnya sebagai makhluk biologis.

50
Jurnal Penelitan dan pengembangan komunikasi dan informatika, Voleme 5 No.3 maret 2015.
Hlm.12
Sebagai makhluk yang memiliki insting dan kebutuhan biologis, persoalan
paling mendasar bagi manusia dalam kodrat biologisnya adalah, bagaimana
caranya memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang menunjang
keberlangsungan hidupnya? Bagaimana dirinya bisa mencapai keteraturan
atau rasa aman di dalam hidupnya? Tetapi berbeda dengan binatang,
manusia tidak memiliki insting bawaan yang memberikannya arah
bagaimana untuk memenuhi kebutuhannya arah bagaimana untuk
memenuhi kebutuhannya tersebut. Manusia adalah makhluk tidak
'sesempurna binatang', tidak memiliki ekosistem yang alami, dan dengan
kata lain dalam istilah eksistensialisme Sartremanusia 'terkutuk bebas'.

Manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang terlampau


bebas dalam memberikan pemaknaan kepada kenyataan yang dihadapinya.
Kesadaran manusia ini memaknai dirinya dan objek-objek dalam
kehidupannya berdasarkan sifat-sifat yang didapatnya atau sensasi yang
dialaminya saat berhubungan dengan objek tersebut. Misalkan si X terluka
dan berdarah dan merasakan gejolak emosi sakit dari luka tersebut, maka
kesadarannya akan cenderung menghubungkan rasa sakit dengan cairan
berwarna merah yang mengucur dari lukanya. Semua hal yang memiliki
warna merah mungkin akan menjadi elemen yang menceritakan kesakitan
di benak X.

Tetapi dalam kehidupan manusia yang setiap saat merasakan sensasi


karena terus berhubungan dengan objek di luar dirinya, dapat dibayangkan
bagaimana makna-makna akan terus mengalir dalam kesadarannya. Untuk
satu objek saja misalkan api bisa mendapatkan banyak makna sekaligus
yang saling berkontradiksi. Api melindungi, sekaligus menyakitkan.
Kesadaran manusia tak memiliki arah, dan sifat dari kesadarannya ini
mengutuknya di dalam ketidakpastian dan ketidaktenteraman.

Di dalam dunia yang diliputi ketidakpastian ini, manusia merupakan


makhluk yang secara instingtual berorientasi pragmatis dalam mencari
keamanan untuk hidupnya. Dengan kata lain, manusia secara alami
merupakan makhluk yang konservatif. Ketika tindakan manusia dirasakan
bisa memenuhi salah satu kebutuhan mendasarnya, misalkan, memetik apel
di pohon untuk dimakan, maka manusia akan terus mengulang tindakan
tersebut dan menjadikannya sebuah kebiasaan. Sebuah kebiasaan dapat
melindungi manusia dari ketidakpastian. Apabila bagi manusia tindakan
yang sudah dibiasakannya itu sudah memberikannya kenyamanan, tentu ia
tak harus melakukan tindakan lain untuk mengeyangkan perutnya di dunia
yang sarat akan ketidakpastian ini. Pada dasarnya, bagi manusia, memilih
lagi atau mencoba hal baru adalah tindakan yang menakutkan, sementara
rutinitas menyediakan kenyamanan psikologis bagi manusia.

Dalam kehidupan sosialnya, kecenderungan manusia untuk


merepetisi tindakannya inilah yang mengawali terbentuknya sebuah
institusi. Ketika sekelompok manusia mengerjakan apa yang mereka bisa
untuk memenuhi hidup mereka bersama, misalkan A mencari buruan, B
dengan tugas mencari air, dan C menjaga kediaman. Sekelompok manusia
tersebut akan cenderung menjaga diferensiasi peranan ini, karena terlalu
berisiko untuk mencoba pola baru. Kontrol sosial pun muncul dari proses
institusionalisasi ini. Ketakutan untuk mencoba hal lain membuat
sekelompok manusia itu mendirikan ketentuan-ketentuan yang tak boleh
dilanggar.

Pada momen munculnya diferensiasi peran yang baku dalam


kelompok itu, di situlah kelompok manusia tersebut telah membentuk
sebuah institusi yang obyektif. Institusi, dengan segala ketentuan yang
mengatur peranan anggotanya, berfungsi untuk memberikan rasa
keteraturan dan kenyamanan kepada anggotanya. Institusi lainnya bisa
didirikan lagi ketika sekelompok manusia menghadapi sebuah persoalan
yang lain. Misalkan, bila kelompok di atas telah berhasil memenuhi
kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup, mereka kini harus memikirkan
bagaimana untuk mencegah binatang liar memasuki kediamannya. Mereka
bersama lalu mendirikan institusi baru lagi. Institusi yang baru pun terkait
dengan pengetahuan tentang institusi yang lama. C yang terasosiasi sebagai
seseorang yang mampu menjaga kediamannya, pada institusi yang baru
tetap berperan menjaga kediamannya, sementara A membangun pagar
penjaga dan merawatnya, sementara B menyiapkan senjata.51

51
Geger Wiyanto, Peter L. Berger 2009(Jakarta : Pustaka LP3S Indonesia)Hlm. 110
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konstruksi Sosial secara Etimologi menurut KBBI adalah berkenaan
cara membuat; susunan bangunan- bangunan yang sebelumnya telah
dirancang dengan matang; susunan dan hubungan kata dalam kalimat.
Sedangkan secara Terminologi Konstruksi Sosial adalah suatu istilah
yang digunakan oleh Berger dan Luckmann untuk menggambarkan
proses dimana melalui tindakan dan interaksinya orang menciptakan
secara terus- menerus suatu kenyataan yang dimiliki bersama, yang
dialami secara factual obyektif dan penuh arti secara subyektif.
2. Asal-usul konstruksi sosial dari filsafat Konstruktivisme yang dimula
dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld,
pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang
secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila
ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan pokok Konstruktivisme
sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi
dari Italia, ia adalah cikal bakal Konstruktivisme. Teori kritis pertama
kali berkembang di New York yang dikemukakan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Lukmann. Teori konstruksi sosial ini muncul pada tahun
1962 Peter berger dan Thomas Luckmann dalam bukunya yang berjudul
“Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of
Knowledge”
3. Teori Konstruksi Sosial mempunyai 2 tokoh yang mencetusan teori
tersebut yaitu Peter L. Berger dan Thomas Lukmann.
4. Asumsi dasar dari Teori Konstruksi Sosial Berger2. Pe dan Luckmann.
Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:
1. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui
kekuataan konstruksi sosial Pemikir lain, ba pendahr terhadap dunaí
sosial di sekelilingnya
2. Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat
pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan.
3. Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.
4. Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas
diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang
diakui sebagai memiliki keberadaan (being) bergantung kepada
kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai
kepastian bahwa realitas -realitas itu nyata (real) dan memiliki
karakteristik yang spesifik.
Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa
terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan olch Peter L.
Berger dan Thomas Luckmann. Berger merupakan sosiolog dari New
School for Social Research, New York, Sementara Luckmann adalah
sosiolog dari University of Frankfurt. Teori konstruksi sosial, sejatinya
dirumuskan kedua akademisi ini sebagai suatu kajian teoretis dan
sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.

B. Analisis
C. Saran
Setelah mempelajari makalah yang telah kami buat, diharapkan pembaca
nanti faham akan teori kritis ini. Dan kemudian di implementasikan kepada
kehidupan nyata. Diharapkan setelah kita mempelajari teori kritis kita
mampu meneruskan dan menyebarluaskan pemahaman tentang teori kritis
untuk kedepannya kepada masyarakat luas. Mohon dimaklumi jika ada
kesalahan dalam penulisan.
DAFTAR RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai